14
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori dipergunakan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.
13
Sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.
14
Fungsi teori
dalam penelitian
tesis ini
adalah untuk
memberikan arahanpetunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati.
15
Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum dalam lapangan hukum perjanjian joint venture
agreement , maka teori hukum yang dipergunakan adalah teori hukum dalam
lapangan hukum perjanjian. Dasar pokok pengaturan joint venture antara modal asing dengan modal
nasional adalah hukum kontrakperjanjian. Perjanjian kerjasama ini disebut dengan perjanjian patungan atau joint venture agreement. Dalam joint venture agreement,
bentuk perjanjian kerjasamanya merupakan suatu permufakatan atau persepakatan antara pihak-pihak yang mengadakannya, dimana masing-masing pihak diikat oleh
janji-janji yang telah diadakan antara masing-masing, kemudian berkembang
13
JJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, Penyunting M. Hisyam, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996, hal. 203.
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Madju, 1994, hal. 80.
15
Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
15
menjadi satu kerjasama antara masing-masing pihak untuk secara bersama-sama mencapai suatu tujuan tertentu yang telah disepakati.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Perjanjian menerbitkan
suatu perikatan
antara dua orang
yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
16
Memperjelas mengenai definisi perjanjian, M Yahya Harahap menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara
dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan
prestasi.
17
Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah sangat luas, maka kontrak dapat
menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan
bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara para pihak yang satu dengan
yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu
16
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Cet. 21, 2005, hal. 1.
17
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986 hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
16
dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kontrak yang dibuat oleh para
pihak berlaku sebagai undang-undang bila terjadi pelanggaran isi kontrak. Hukum kontrak di Indonesia menganut sistem terbuka yang berarti bahwa
setiap orang bebas membuat kontrak, sehingga mempunyai sifat yang “optional law”
.
18
Dalam pembuatan suatu perjanjian atau kontrak dikenal salah satu asas,yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu asas yang
memberikan suatu pemahaman bahwa setiap orang dapat melakukan suatu kontrak dengan siapapun dan untuk hal apapun. Namun asas kebebasan berkontrak bukan
berarti bebas mutlak, ada beberapa pembatasan yang diberikan oleh Pasal-Pasal dalam KUH Perdata terhadap asas ini yang membuat asas ini merupakan asas tidak
tak terbatas. Pembatasan asas kebebasan berkontrak selain harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata juga dapat
disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dapat dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, cara ini
dikatakan system terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang
bagi mereka sendiri, dengan pembatasan bahwa perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma
18
Soebekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, Cet. IV, 1976 hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
17
kesusilaan. Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata BW, yang menyiratkan adanya 3 tiga asas yang seyogyanya dalam perjanjian:
1. Mengenai terjadinya perjanjian Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut BW perjanijan hanya
terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak consensus, consensualisme.
2. Tentang akibat perjanjian Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak-pihak itu
sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak, berlaku sebagai
Undang-Undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut. 3. Tentang isi perjanjian
Sepenuhnya diserahkan
kepada para
pihak contractsvrijheid
atau partijautonomie
yang bersangkutan. Dengan kata lain selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum
yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan
sekehendak hati klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada
itikad buruk misalnya penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
Universitas Sumatera Utara
18
Sehingga dalam membuat joint venture agreement para pihak bebas untuk membuat perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya dan bebas
mengatur isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dengan sengaja
atas kehendak para pihak secara sukarela dan yang telah disepakatidisetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana yang telah dikehendaki.
Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan
jalur hukum yang berlaku.
19
Dengan adanya kesepakatan, maka muncullah hak dan kewajiban di antara para pihak. Dalam joint venture agreement ditentukan hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak yang harus dilaksanakan, dimana antara hak dan kewajiban tersebut terdapat suatu keseimbangan. Joint venture agreement telah diikat dengan
suatu ketentuan yang didasarkan oleh kata sepakat dan dituangkan dalam kesepakatan tertulis dengan tujuan saling menguntungkan. Hal ini berarti bahwa joint
venture agreement
menyebabkan para
pihak mempunyai
kewajiban untuk
memberikan kemanfaatan pada pihak lainnya dan sebaliknya, lawannya untuk menerima manfaat yang menguntungkan atau berguna bagi dirinya dari hubungan
perjanjian tersebut.
19
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
19
Selain melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan perjanjian, dalam penelitian ini juga digunakan pendekatan teori keadilan. Teori keadilan
mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian. Oleh karenanya suatu konsep
keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan
keadilan itu sendiri.
20
Dalam ilmu hukum, ada empat unsur yang merupakan fondasi penting, yaitu: moral, hukum, kebenaran, dan keadilan. Akan tetapi menurut filosof besar bangsa
Yunani, yaitu Plato, keadilan merupakan nilai kebajikan yang tertinggi. Menurut Plato, “Justice is the supreme virtue which harmonize all other virtues.”
21
Teori Keadilan Hukum menerangkan bahwa setiap orang tidak akan merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Jadi keadilan bukan berarti
bahwa setiap orang memperoleh bagian yang sama. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan, yaitu
justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa
setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya, yang adil di sini ialah apabila setiap orang mendapat hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan
pendidikan, kedudukan,
kemampuan dan
sebagainya. Sedangkan
justitia
20
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Yustisi, 2000, hal. 42.
21
Roscoe Pound, Justice According To Law, New Haven USA: Yale University Press, 1952, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
20
commutativa memberi kepada setiap orang sama banyaknya, yang adil ialah apabila
setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya.
22
Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri, maupun oleh siapa saja
yang mendapatkan simpati dari kita. Penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual, melainkan lebih luas dari itu, sampai kepada orang-orang lain yang kita
samakan dengan diri kita sendiri. Hakikat keadilan, dengan demikian mencakup semua persyaratan moral yang sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.
23
John Stuart Mill setuju dengan Bentham, bahwa suatu tindakan itu hendaklah ditujukan kepada pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah salah
apabila ia menghasilkan sesuatu yang merupakan kebalikan dari kebahagiaan. Ia menyetujui, bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada kegunaannya. Akan
tetapi ia berpendapat, bahwa asal usul kesadaran akan keadilan itu tidak ditemukan pada
kegunaan, melainkan
pada dua
sentimen, yaitu
rangsangan untuk
mempertahankan diri dan perasaan simpati.
24
Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama ini berawal dari suatu perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara para pihak yang bersangkutan. Perumusan
hubungan perjanjian senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk adanya
22
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003, hal. 77.
23
Edgar Bodenheimer, Jurisprudence, the philosophy and the Methos of the Law, Cambridge Mass: Harvard University Press, 1974, hal. 86.
24
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
21
kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan kepentingan melalui proses tawar menawar tersebut.
25
Pada umumnya berawal terjadinya perbedaan kepentingan para pihak akan dicoba dipertemukan melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh karena itu
melalui hubungan perjanjian, perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para
pihak. Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah
mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara seimbang dan terarah.
26
Dengan tujuan pembentukan joint venture agreement, diharapkan akan memunculkan perjanjian secara adil dan seimbang bagi para pihak dalam hubungan
kerjasama, tetapi jika para pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya karena adanya perbuatan atas wanprestasi berarti prestasinya tidak
dilakukan pihak, dengan sendirinya hak dari pihak lain menjadi tidak terwujud, dan menimbulkan adanya kerugian. Pihak yang dirugikan diberi kesempatan untuk
mengajukan gugatan atau tuntutan ke pengadilan untuk meminta kerugian sebagai upaya pihak yang bersangkutan agar mendapatkan pemulihan atas haknya tersebut.
27
Asas kebebasan berkontrak merupakan inti daripada perjanjian kerjasama ini yang mengandung pengertian bahwa para pihak bebas memperjanjikan apa saja
25
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial
, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008, hal.1
26
Ibid
27
Handri Raharjo, Loc. cit
Universitas Sumatera Utara
22
asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Lebih jauh lagi para pihak yang membuat perjanjian harus mempunyai posisi yang
setara dalam memperjuangkan hak dan kewajibannya, sehingga kedudukan hak dan kewajiban para pihak menjadi seimbang.
2. Kerangka Konsepsi