Bentuk pembatalan perjanjian oleh Pemerintah dan pengadilan 1.

95 menimbulkan praktik monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat batal demi hukum apabila telah memenuhi syarat batal yang ditentukan oleh ketentuan tentang laranan perjanjian yang diatur di dalam UU Monopoli tersebut.

C. Bentuk pembatalan perjanjian oleh Pemerintah dan pengadilan 1.

Bentuk Pembatalan Perjanjian oleh Pemerintah Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini khususnya tentang bentuk pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh KPPU dapat dikemukakan analisis atau pembahasannya terhadap kasus perkara yang diputus oleh KPPU No. 53KPPU- L2008 tentang Perkara AKLI Assosiasi Kontraktor Listrik Indonesia. Dalam amar putusannya mengatakan : 95 1. Menyatakan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 9 UU No. 5 Tahun 1999; 2. Memerintahkan Terlapor I membatalkan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggungjawab Teknik pada Surat Pengesahan Penanggung jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini; 3. Memerintahkan Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak melaksanakan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini; Dari amar putusan KPPU tersebut di atas, jelas dinyatakan bahwa Terlapor I, II, III, IV, V, dan Terlapor VI terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 mengatakan: 95 Putusan KPPU No. 53KPPU-L2008, Op.cit, hlm . 50 Universitas Sumatera Utara 96 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; c. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau d. melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu . Dari kasus yang diputus oleh KPPU dalam perkara tersebut, dengan demikian Terlapor I, II, III, IV, V, dan Terlapor VI melanggar Pasal 19 UU No. 5 Tahun 1999 yaitu melakukan praktik monopoli dalam bentuk menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang sama. Sebagaimana terlihat dalam pertimbangan hukumnya yang mengatakan : 96 Adanya pembagian wilayah kerja PJT yang dilakukan oleh Terlapor I melalui Terlapor II, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V dan Terlapor VI dan DPC-DPC lainnya di Sulawesi Selatan, menimbulkan dampak dalam usaha instalatir tidak dapat menggunakan PJT-nya di wilayah lain dan harus menggunakan jasa PJT setempat yang menjadi pegawai di bidang usaha instalatir di wilayah tersebut. Dari putusan itu dapat dipahami bahwa perjanjian yang dibuat oleh Terlapor I, II, III, IV, V, dan Terlapor IV isinya bertentangan dengan undang-undang. Tegasnya perjanjian tersebut melanggar syarat objektif dari suatu perjanjian sebagaimana di atur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Pelanggaran terhadap syarat objektif dari perjanjian dalam hukum perdata, perjanjian tersebut dikualifikasi sebagai bentuk batal absolut. 96 Ibid. Universitas Sumatera Utara 97 Batal absolut dari suatu perjanjian mengandung arti perjanjian tersebut dari semula dianggap tidak pernah ada. Artinya perjanjian tersebut tidak mempunyai akibat hukum yaitu ikatan para pihak yang membuatnya. Tetapi, dalam kasus pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tentang perjanjian yang isinya melanggar undang- undang tersebut dengan demikian hal ini ditafsirkan sebagai batal demi hukum atau batal absolut tersebut masih di tindak lanjuti lagi agar para pihak membatalkan dan tidak melaksanakan perjanjian yang telah dibatalkan. Hal ini dapat dilihat dari isi amar putusan KPPU dalam perkara tersebut yang masih memerintahkan Terlapor I membatalkan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggungjawab Teknik pada Surat Pengesahan Penanggung jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini, dan memerintahkan Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI untuk tidak melaksanakan perjanjian pembagian wilayah kerja Penanggung Jawab Teknik terhitung sejak dibacakannya putusan ini. Dari redaksi kalimat memerintahkan Terlapor I membatalkan perjanjian dengan Terlapor II, III, IV, V, dan Terlapor VI sebagaimana tertuang di dalam putusan KPPU No. 53KPPU-L2008 tersebut jelas ditangkap maknanya bahwa bentuk pembatalan perjanjian yang melanggar undang-undang dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah batal absolut yang mengandung unsur batal batal relatif. Bentuk pembatalan perjanjian yang berkaitan dengan praktik monopoli sebagai bentuk batal absolut mengandung unsur batal relatif semakin terlihat jelas dengan redaksi amar putusan KPPU butir ke 3 tiga yaitu memerintahkan agar tidak melaksanakan perjanjian yang telah dibuat tersebut. Apabila dibandingkan dengan Universitas Sumatera Utara 98 logika hukum atas putusan pembatalan perjanjian karena bertentangan dengan Undang-undang yang terjadi di pengadilan umum, maka suatu putusan pembatalan perjanjian yang dinyatakan batal absolut tidak lagi diikuti hukuman untuk tidak melaksanakan perjanjian yang telah dibatalkan tersebut, cukup pengadilan menyatakan perjanjian batal absolut dan dengan demikian tidak sah dan tidak mempunyai daya ikat bagi para pihak yang membuatnya. Terhadap pembatalan perjanjian karena batal absolut para pihak tidak perlu lagi diperintahkan untuk melakukan pembatalan, karena perjanjian tersebut tidak pernah ada atau tidak mengikat bagi para pembuat perjanjian tersebut. Atau dengan kata lain, para pihak tidak terikat dengan apa yang dijanjikan. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian adalah sebagai salah satu sumber lahirnya perikatan.

2. Bentuk Pembatalan Perjanjian oleh Pengadilan

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)

0 14 0

Pembatalan Putusan Kppu Nomor 06/Kppu-L/2012 Tentang Persekongkolan Tender Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Sei Ambawang Kota Pontianak Tahap Xi Tahun 2012 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 K/Pdt.Sus-Kppu/2014)

0 16 129