60
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil
yang menimbulkan
gangguan keseimbangan
yang berpotensi
menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Di samping itu juga disebabkan oleh hal-hal
berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaskan
kepentingan secara
terpadu guna
mewujudkan keseimbangan
kepentingan; Namun dalam putusannya Terlapor dipersalahkan telah melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Monopoli.
58
Terlihat perkara yang diselesaikan oleh KPPU berbeda dengan perkara yang diperiksa di Pengadilan Umum, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya tugas
KPPU adalah untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang.
2. Kewenangan KPPU membatasi asas kebebasan berkotrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas hukum yang dimasukkan di dalam norma hukum sebagaimana yang termuat di dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Asas
hukum dalam sejarahnya mengalami perkembangan termasuk pemahaman tentang asas hukum kebebasan berkontrak. Terjadi perkembangan penafsiran tentang
kebebasan berkontrak ini sesuai dengan perkembangan pemikiran tentang nilai yang diemban oleh asas hukum tersebut.
58
Pertimbangan angka 7 Putusan KPPU No. 03KPPU-L-I2000 tanggal 4 Juli 2000.
Universitas Sumatera Utara
61
Johanes menyebutkan pembatasan kebebasan berkontrak pada dasarnya dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu :
59
a. Pembatasan oleh peraturan perundang-udangan yang mengatur tentang kebebasan berkontrak itu sendiri;
b. Pembatasan oleh standar tertentu di luar peraturan perundang-undangan extra legal standards”.
Sedangkan Syahdeni menyebutkan:
60
Pembatasan kebebasan berkontrak ini dapat dilakukan dengan campur tangan negara melalui dua jalur yaitu:
a. melalui undang-undang atau b. melalui alat Negara yaitu pengadilan.
Dari kedua pendapat ini pembatasan kebebasan berkontrak terlihat adanya perbedaan, hal ini terjadi karena perbedaan pendekatan untuk melihat pembatasan
kebebasan berkontrak tersebut.
Pendapat pertama,
mendasarkan pembatasan
kebebasan berkontrak berdasarkan pendekatan normatif, sedangkan pendapat kedua didasarkan pada pendekatan kekuasaan negara. Dari kedua pendapat ini bila
digabungkan maka pembatasan kebebasan berkontrak pada dasarnya dapat dilakukan oleh negara melalui undang-undang dan pendekatan normatif, maka dapat
disimpulkan pembatasan kebebasan berkontrak dapat terjadi karena:
59
Ibid., hlm. 267.
60
Salah satu contoh adalah kasus Luhur Sundoro yang telah diputus oleh Mahkamah Agung RI tahun 1985. Pada intinya: “…karena debitur terikat pula dengan hutang piutang lainnya yang sudah
berkekuatan hukum tetap, maka ia berada dalam posisi lemah dan terdesak, sehingga terpaksa menandatangani perjanjian-perjanjian dalam akta notaris yang bersifat memberatkan baginya, maka
perjanjian berikutnya dapat diklasifikasikan sebagai kehendak satu pihak “eenzijdig contract” yang in casu adalah tidak adil apabila diperlakukan sepenuhnya terhadap dirinya”. Setiawan, Opcit.,hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
62
a. kekuasaan negara yaitu melalui undang-undang dan pengadilan. b. kekuasaan individu atau swasta, karena kebutuhan praktik bisnis dalam
bentuk kontrak standard. Maulana mengatakan:
61
Turut campurnya negara untuk tidak terjadinya praktik monopoli melalui yuridis formal dimulai pertama kali oleh negara Kanada yang mengesahkan dan
memiliki UU Anti monopoli pada tahun 1889, lalu diikuti Amerika Serikat pada tahun 1890, Australia tahun 1906, Kostarika pada tahun 1915, Meksiko tahun
1947, dan Inggris pada tahun 1948, serta negara-negara lainnya hingga tahun 1986 telah berjumlah 39 negara memiliki UU Antimonopoli termasuk
diantaranya dua negara sosialis yaitu Hungaria dan Yugoslavia, serta dua negara di kelompok Asean yaitu Filipina dan Muangthai sejak tahun 1979.
Turut campur tangannya negara atau pemerintah dalam bidang ekonomi untuk tidak terjadinya praktik monopoli sesungguhnya adalah tindak lanjut dari pemikiran
Adam Smith yang mengkritik praktik monopoli. ”Smith mengusulkan agar pemerintah mengambil peranan lebih positif dengan menyediakan prasarana pasar.
Peranan pemerintah tersebut pada gilirannya merupakan suatu bentuk intervensi”.
62
Intervensi Negara dalam kegiatan bisnis yang menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dilakukan terhadap perjanjian melalui dua jalur
kelembagaan, yaitu melalui KPPU dan jalur Pengadilan hakim. Intervensi Negara terhadap perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha
yang diduga dapat menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat dari ketentuan Pasal 35 huruf a UU Monopoli : ”melakukan penilaian
61
Irsan Budi Maulana, Pelangi HAKI dan Antimonopoli, Yogyakarta, Pusat Studi Hukum, FH –UII, 2000; hlm 208
62
Mikhael Dua, Op.cit. hlm 53
Universitas Sumatera Utara
63
terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 sampai dengan
Pasal 16”. Intervensi Negara terhadap kegiatan perseorangan di dalam kegiatan ekonomi
untuk mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melalui KPPU dapat dilihat secara nyata dari tugas KPPU yang ditentukan dalam UU
Monopoli tersebut sesungguhnya merupakan penjabaran lebih jauh dari ketentuan Pasal 30 UU Monopoli mengatakan : ”Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-
undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha”. Berdasarkan ketentuan Pasal 30 UU Monopoli tersebut terlihat Negara
intervensi terhadap kegiatan dunia bisnis melalui KPPU. Pasal 35 UU Monopoli menentukan tugas KPPU secara umum yaitu :
a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur di dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur di dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal
24. c. mengambil penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28.
d. mengambil tindakan sesuai dengan kewenangan Komisi sebagaimana diatur di dalam Pasal 36.
e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijaksanaan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat; f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
undang ini;
Universitas Sumatera Utara
64
g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Terkait ketentuan tugas KPPU sebagaimana disebutkan dalam UU Monopoli, maka dalam menyelesaikan masalah monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
KPPU dalam tugasnya melakukan pembatasan atau pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh pelaku usaha yang menimbulkan dan dapat diduga menimbulkan
praktik monopoli berfikir sangat legistik, artinya hanya berpedoman kepada ketentuan
undang-undang semata-mata. Dari pernyataan
ini terlihat
bahwa pembatasan perjanjian yang didasarkan pada kesusilaan dan bertentangan dengan
ketertiban umum yang terdapat di luar undang-undang yang selalu dipergunakan dalam praktik pengadilan umum maupun doktrin tidak menjadi acuan bagi KPPU.
Secara teori dan praktik, pembatasan kekebasan berkontrak dapat dilakukan oleh KPPU dengan berpegang pada pendapat yang menentukan terdapat 3 tiga
faktor yang menyebabkan hilangnya daya laku kebebasan berkontrak :
63
a. The emergence and widespread use of the standard-form contract Kontrak standart yang isinya ditentukan secara sepihak memberi arti
kebebasan berkontrak telah dibatasi. Dalam hal kebebasan berkontrak dalam arti klasik tidak lagi berlaku.
b. The declinig role of free choice. Alasan pembatasan kebebebasan berkontrak:
1. hukum berkembang dalam suatu kompleksitas, khususnya di dalam common law system dimana classical contract theory menyatakan bahwa
pengadilan hanya bertugas untuk menegakan to encorce kontrak yang telah dibuat para pihak. Namun pada kenyataanya pengadilan jarang
menegakan suatu kontrak sebagaimana yang ditulis oleh para pihak pembuatnya, melainkan telah melakukan pelbagai tindakan kreatif yang
memperkaya perkembangan hukum kontrak. Melalui doktrin judge made
63
Johannes Gunawan. Op.cit. hlm. 274-275
Universitas Sumatera Utara
65
law atau staire decisis, pelbagai putusan pengadilan tersebut mau tidak mau harus ditaati oleh para pembuat kontrak berikutnya, sehingga pilihan
bebas mereka dikurangi dan pada gilirannya kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh putusan pengadilan tersebut.
2. pilihan bebas ini tidak dapat dilaksanakan di dalam dunia bisnis. Seperti dapat dilihat bahwa ketidaksetaraan posisi tawar, posisi kemasyarakatan,
tekanan ekonomis seringkali tekanan kemiskinan, dan penggunaan perjanjian
standar, merupakan
penyebab ketiadaan
ke-bebasan berkontrak.
c. The emerence of the consumer protection Pemihakan kepada mereka yang lemah atau miskin, seperti terhadap kaum
pekerja, para penyewa rumah dan konsumen pada umumnya telah memberikan insprasi untuk mengupayakan penetapan pelbagai peraturan ang
bertujuan melindungi mereka secara hukum. Pelbagai peraturan tersebut tentu saja harus ditaati dan ditegakkan, sehingga hal ini berarti akan
membatasi kebebasan berkontrak yang dimiliki para pihak, manakala mereka terlibat dalam pembuatan suatu kontrak.
The Unidroit Principles of International Commercial Contract membatasi kebebasan berkontrak dalam sektor ekonomi oleh negara dinyatakan berkenaan
dengan kepentingan umum public interest sehingga harus dikecualikan dari suatu kompetisi terbuka.
64
Dalam The principles Of European Contract Law penggunaan kebebasan berkontrak dibatasi, yaitu :
65
a. good faith iktikad baik b. fair dealing transaksi yang adil
c. the mandatory rues estabilished by these Principles peraturan yang memaksa yang diterapkan oleh prinsip ini.
d. Exclusion of the principles is permitted, except as otherwise provides by these Principles pengecualian dari prinsip-prinsip tersebut diijinkan, kecuali
ditentukan sebaliknya oleh prinsip-prinsip ini.
64
Ibid.
65
Ibid, hlm. 276.
Universitas Sumatera Utara
66
Gunawan memberi pendapat tentang adanya pembatasan kebebasan berkontrak didasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
66
a. tumbuh dan meluasnya penggunaan kontrak standart The emergence andwidespread use of the standard-form contract. Pembatasan oleh pihak
yang kuat atau para pihak yang membuat kontrak. b. Menurunnya peranan dari pilihan bebas The declining role of free choise.
c. Tumbuhnya upaya perlindungan terhadap konsumen The emergence of the consumer protection.
Pembatasan kebebasan berkontrak sangat berkaitan dengan penilaian tentang hak milik pribadi dapat dilihat dari ungkapan Dahl yang mengatakan :
67
Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1915 mengatakan bahwa sebuah undang-undang Kansas yang yang melarang kontrak-kontrak yang
mencegah para pegawai untuk bergabung dengan serikat buruh, sebagai hal yang tidak kontitusional, jelas, di mana saja ada hak atas pemilikan pribadi,
harus ada dan akan ada ketimpangan kekayaan; dan dengan demikian adalah wajar bahwa pihak-pihak yang menegosiasikan suatu kontrak tidaklah sama-
sama tidak terhalang keadaan... Dan, mengingat sudah dengan sendirinya nyata bahwa, kecuali hal-hal dianggap sama, sebagian orang tentu mempunyai lebih
banyak harta benda ketimbang yang lain-lain, maka dari sifat hal-hal itu sendiri mustahil untuk membela kebebasan berkontrak dan hak pemilikan pribadi
tanpa, pada waktu yang bersamaan, mengakui sebagai sah ketimpangan kekayaan yang merupakan hasil mutlak dari penggunaan hak-hak itu.
Pembatasan kebebasan berkontrak dalam kajian hukum di Amerika selalu dikaitkan dengan kebendaan milik pribadi, karena salah satu prinsip kontrak dalam
ajaran system hukum common law maupun system civil law menurut pemikiran klasik didasarkan pada teori benda yang mengatakan ”kontrak adalah suatu benda
thing yang telah ada keberadaannya secara objektif sebelum dilakukan pelaksanaan
66
Ibid.
67
Robert A.Dahl, Op.cit., hlm. 44
Universitas Sumatera Utara
67
performance dari kontrak tersebut”.
68
Dalam system civil law, objek kontrak adalah benda yang dapat diperdagangkan.
Dengan demikian kebebasan berkontrak sesungguhnya merupakan asas hukum perjanjian yang telah banyak mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan
zaman dan kebebasan berkontrak masih dianut di dalam undang-undang hanya sekedar formal belaka apalagi bila dikaitkan dengan kebijakan publik. Untuk ini
dapat dikemukakan pendapat P.S.Atiyah :
69
”dalam common law mengemukakan bahwa doktrin tentang public policy, yang oleh banyak pihak dipandang sebagai salah satu batas dari kebebasan
berkontrak, justru menetapkan, mengatur, serta menjamin pelaksanaan kebebasan berkontrak dalam hal ini kehendak para pihakparties intentions
merupakan fiksi belaka”.
Unsur tertulis maupun tidak tertulis sabagai salah satu unsur yang ditemukan di dalam definisi perjanjian dalam UU Monopoli sesungguhnya adalah sama halnya
dengan yang dianut di dalam KUHPerdata. Pada prinsipnya perjanjian dibuat secara bebas oleh para pihak dan dalam bentuk yang bebas pula. Artinya dalam membuat
perjanjian tidak ditentukan syarat formal tertentu. Namun ada beberapa perjanjian yang harus dibuat dengan memenuhi syarat formal tertentu sebagaimana yang terjadi
dalam perjanjian perdamaian, perjanjian pengalihan hak atas tanah, pendirian perseroan terbatas yang oleh undang-undang harus dibuat dengan syarat formal.
68
Munir Fuady, Hukum Kontrak Dari sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung, Citra Adytia Bakti, 2001,hlm., 9
69
Johannes Gunawan. Op.cit., hlm. 273.
Universitas Sumatera Utara
68
Ketiadaan syarat formal ini maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak menjadi batal.
3. Dasar KPPU membatasi asas kebebasan berkontrak