Perjanjian yang dilarang menurut UU Monopoli

51 dalam Pasal 48 ayat 1 UU Monopoli. Sifat pidana dari kaedah hukum yang terkandung di dalam Pasal 1 angka 7 UU Monopoli adalah tindak pidana pelanggaran, hal ini terlihat jelas secara operasionalnya sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 1 angka 9 Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 yang mengatakan: ”Pelanggaran adalah perjanjian danatau kegiatan danatau penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat” .

3. Perjanjian yang dilarang menurut UU Monopoli

UU Monopoli adalah ketentuan hukum yang mengatur tentang interaksi para pelaku bisnis agar tercipta keadilan bersama antara sesama pelaku bisnis dan terlindungnya hak-hak konsumen sehingga tercipta kegiatan usaha dengan persaingan usaha yang sehat yang diatur dalam bentuk ketentuan hukum, antara lain tentang ketentuan tentang perjanjian yang dilarang. Dalam UU Monopoli secara eksplisit ditentukan tentang perjanjian yang dilarang sebagaimana terlihat dalam judul Bab III UU Monopoli yang menyebutkan perjanjian yang dilarang. Bab III UU Monopoli ini terdiri dari 13 pasal yaitu dari Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UU Monopoli. Pelarangan untuk melakukan perjanjian yang dituangkan di dalam UU Monopoli dalam rangka mengatur interaksi perusahaan atau pelaku usaha yang bermotif ekonomi. Universitas Sumatera Utara 52 Di bawah ini akan diuraikan tentang perjanjian yang dilarang berdasarkan ketentuan undang-undang yang ada diatur di dalam UU Monopoli yang terdiri dari 13 pasal sebagaimana diuraikan di bawah ini: a. Perjanjian yang bersifat Oligopoli Pasal 4 UU Monopoli yaitu: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat 1: “apabila 2 dua atau 3 tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 tujuh puluh lima persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu”. Dari ketentuan Pasal 4 UU Monopoli ini dapat dipahami bahwa perjanjian yang bersifat oligopoli adalah di mana pasar untuk produksi satu jenis barang dikuasai oleh beberapa produsen saja. Intinya pasar untuk satu jenis barang dikuasai oleh beberapa produsen yang membuat perjanjian sehingga menguasai pasar terhadap barang yang sejenis tersebut. Munir Fuady berpendapat : 56 Dalam bisnis yang bersifat oligopoli ini berlaku rumus bahwa yang bersifat interdepedensi jauh lebih baik dari tindakan yang bersifat independensi. Dalam 56 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli : Menyongsong Era Persaingan Sehat, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003 hal, 54 Universitas Sumatera Utara 53 hal ini, semakin besar interdepedensi yang terjadi antara perusahaan-perusahaan dalam bentuk oligapoli, maka semakin besar pula kemungkinan pasar membentuk sikap tidak dan akibat yang serupa dengan monopoli, jadi pihak produsen barang sejenis akan bergabung satu sama lain untuk membantuk pasar yang oligapoli. Dalam hal ini perjanjian dilarang bagi pelaku usaha untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat menimbulkan praktik monopoli. Ukuran untuk menentukan penguasaan produksi dan pemasaran barang dan atau jasa apabila kelompok pelaku usaha menguasai 75 dari pangsa pasar satu jenis barang atau jasa. Jadi suatu perjanjian yang dibuat oleh kelompok usaha tidak berakibat terjadinya pengusasaan 75 pangsa pasar atas suatu jenis barang dan atau jasa maka perjanjian yang dibuat oleh kelompok pelaku usaha tersebut tidak batal. Dengan demikian syarat atas terjadinya penguasaan 75 pangsa pasar merupakan syarat batal perjanjian penguasaan produksi dan pemasaran barang dan atau jasa. b. Perjanjian yang berkaitan dengan penetapan harga Perjanjian tentang penetapan harga ini dapat ditemukan di dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 8 UU Monopoli. Pasal 5 UU Monopoli: 1Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. 2Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi: a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. Dari penjelasan pasal ini dapat dipahami bahwa perjanjian penetapan harga price fixing antar pelaku usaha akan menghilangkan berlakunya hukum pasar Universitas Sumatera Utara 54 tentang harga yang terbentuk dari adanya penawaran dan permintaan, sehingga konsumen tidak dapat melakukan pilihan harga atas barang yang sejenis, dan konsumen akan menerima saja harga yang telah ditentukan oleh produsen. Pasal 6 UU Monopoli : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. Berbeda dengan ketentuan Pasal 5 di atas, dalam Pasal 6 ini yang dilarang adalah untuk membuat perjanjian apabila para pelaku usaha melakukan diskriminasi terhadap kedudukan konsumen yang satu dengan konsumen yang lainnya, dengan jalan memberikan harga yang berbeda-beda terhadap barang dan atau jasa yang sama. Pasal 7 UU Monopoli : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Menurut ketentuan pasal ini, pelaku usaha dilarang menetapkan harga di bawah harga pasar yang dikenal dengan istilah anti dumping yang dimaksudkan agar pihak pesaing dirugikan karena barang atau jasanya tidak laku, padahal harga dan atau jasa yang ditentukan pesaingnya sesuai dengan harga pasar. Dampak lain dari penetapan harga di bawah pasar ini adalah pihak yang kurang kuat modalnya tentu tidak sanggup menyainginya yang pada gilirannya nanti apabila pesaingnya satu demi satu berguguran karena barangnya tidak laku, pihak yang Universitas Sumatera Utara 55 membuat perjanjian tersebut kembali menaikan harga dengan sangat tinggi karena merasa tidak ada pesaing lagi. Perbuatan yang demikian ini tidak saja merugikan pihak pelaku usaha pesaingnya juga merugikan konsumen. Pasal 8 UU Monopoli : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Suatu perjanjian dilarang apabila perjanjian antar pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang menentukan bahwa pihak pembeli barang dan atau jasa tersebut tidak akan menjual atau memasok barang dan atau jasa tersebut di bawah harga yang telah ditetapkan bersama. Sebab seharusnya, pihak pembeli bebas untuk menetapkan harga dari barang dan atau jasa yang sudah dibelinya sesuai dengan permintaan dan penawaran yang berlaku di pasar. c. Perjanjian tentang pembagian wilayah Perjanjian pembagian wilayah ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 9 UU Monopoli yang menentukan: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pembagian wilayah pemasaran atau alokasi pasar di sini adalah membagi wilayah Universitas Sumatera Utara 56 untuk memperoleh atau memasok barang dan atau jasa, menetapkan dari siapa dapat memperoleh atau memasok barang dan atau jasa. Lebih jauh dalam penjelasan pasal ini disebutkan, tujuan dilarangnya perjanjian yang membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar adalah karena perjanjian yang demikian dapat meniadakan atau membatasi persaingan pasar, sehingga pihak konsumen maupun pihak pesaing akan dirugikan karenanya. d. Perjanjian pemboikotan Perjanjian pemboikotan ini ditentukan di dalam Pasal 10 UU Monopoli yang mengatakan : 1Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 2Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut: a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; atau b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa perjanjian pemboikotan dapat dikelompokkan pada dua kelompok yaitu a perjanjian yang dapa menghalangi pelaku usaha lain pihak ketiga untuk melakukan usaha yang sama, dan b perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain pihak ketiga, jika merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain tersebut, atau membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan. e. Perjanjian kartel Universitas Sumatera Utara 57 Pasal 11 UU Monopoli mengatakan: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha saingannya, yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. f. Perjanjian trust Pasal 12 UU Monopoli mengatakan : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. g. Perjanjian Oligopsoni Pasal 13 UU Monopoli mengatakan : 1Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 2Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian dan atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 apabila 2 dua atau 3 tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 tujuh puluh lima persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. h. Perjanjian integrasi vertikal Pasal 14 UU Monopoli mengatakan : Universitas Sumatera Utara 58 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat. i. Perjanjian Tertutup Pasal 15 UU Monopoli mengatakan : 1Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu. 2Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. 3Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok: a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; atau b. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok. Menurut Fuady, pada prinsipnya seorang pelaku usaha bebas untuk menentukan sendiri pihak penjual atau pembeli atau pemasok suatu produk di pasar sesuai dengan berlakunya hukum pasar. 57 Karena itu, setiap perjanjian yang mengurangi kebebasan tersebut bertentangan dengan hukum pasar dan dapat membatasi kebebasan para pelaku usaha untuk memilih sendiri pembeli, penjual atau pemasok. Pada prinsipnya perjanjian tertutup ini menghilangkan hak kebebasan pelaku usaha untuk melakukan 57 Munir Fuady, Ibid,hlm. 69 Universitas Sumatera Utara 59 hubungan bisnis dengan pihak yang inginkannya, hak ini tidak dapat dikurangi atau dibatasi oleh pihak lain. j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri Pasal 16 UU Monopoli mengatakan : Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

B. Tinjauan Umum tentang KPPU sebagai perangkat Pemerintah 1.

Tugas dan Fungsi KPPU sebagai perangkat Pemerintah mengawasi pelaksanaan UU Monopoli Pasal 30 ayat 1 ayat 2 dan ayat 3 UU Monopoli menentukan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang monopoli dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU yang selanjutnya disebut Komisi. Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain, komisi bertanggung jawab kepada Presiden. Pemeriksaan perkara di KPPU berbeda dengan apa yang dilakukan oleh hakim di pengadilan umum. KPPU dapat memutus perkara yang tidak diajukan sebagai dalil dan dasar hukum gugatan. Hal ini terlihat dalam kasus yang telah diputuskan oleh KPPU pada Putusan No.03KPPU-L-I2000 tanggal 4 juli 2000 di mana Pelapor LSM mendalilkan dalam gugatannya bahwa Terlapor PT. Indomarco Prismatama, pemilik dan pemegang hak merek dagang Indomaret telah melanggar Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 25 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Universitas Sumatera Utara 60 Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keresahan sosial yang dimaksud adalah persaingan yang terjadi antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang menimbulkan gangguan keseimbangan yang berpotensi menurunkan kesejahteraan pelaku usaha kecil. Di samping itu juga disebabkan oleh hal-hal berkaitan dengan perizinan usaha, lokasi usaha, jam pelayanan, dan tata ruang yang berasaskan kepentingan secara terpadu guna mewujudkan keseimbangan kepentingan; Namun dalam putusannya Terlapor dipersalahkan telah melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Monopoli. 58 Terlihat perkara yang diselesaikan oleh KPPU berbeda dengan perkara yang diperiksa di Pengadilan Umum, hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya tugas KPPU adalah untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang.

2. Kewenangan KPPU membatasi asas kebebasan berkotrak

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)

0 14 0

Pembatalan Putusan Kppu Nomor 06/Kppu-L/2012 Tentang Persekongkolan Tender Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Sei Ambawang Kota Pontianak Tahap Xi Tahun 2012 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 K/Pdt.Sus-Kppu/2014)

0 16 129