Pengertian Umum tentang Perjanjian 1.

32

BAB II PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK

OLEH PEMERINTAH

A. Pengertian Umum tentang Perjanjian 1.

Asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian Setiap warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya sebagai wujud demokrasi ekonomi yang berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945. Kesejahteraan seseorang sebagai indikator untuk mewujudkan kemakmuran, berkaitan dengan siapa yang akan memperoleh kemakmuran dan bagaimana memperoleh kemakmuran itu. Di samping itu, pemenuhan kebutuhan seseorang akan benda ekonomi sangat berkaitan dengan kepemilikan. Masalah kepemilikan merupakan bagian terbesar dari kewenangan hukum yang mengaturnya, 36 di sinilah terlihat hubungan ekonomi dengan hukum. Memang antara ekonomi dan hukum berlainan bidangnya, tetapi kedua bidang ini saling membutuhkan dan melengkapi satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendekatan sistem, norma hukum yang dianut di dalam Hukum Perdata KUHPerdata, perjanjian adalah bagian dari hukum harta kekayaan. Artinya semua perjanjian pada dasarnya adalah berkaitan dan berhubungan dengan kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi yaitu yang dapat dijadikan objek perdagangan in de 36 Milik senantiasa dipikirkan sebagai bagian dari hukum meun et tuum, yaitu hukum tentang apa yang menjadi milik saya dan apa yang menjadi milik anda Save M.Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi, Jakarta, Rineka Cipta, 1992. hlm., 82. 32 Universitas Sumatera Utara 33 handel. 37 Oleh karena itulah, perjanjian merupakan titel untuk memperoleh dan mengalihkan kekayaan dari dan untuk seseorang. 38 Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUHPerdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot Grotius, Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya. 39 Dalam sejarah perkembangan kebebasan berkontrak, makna dan isi kebebasan berkontrak mengalami pergeseran sesuai dengan faham atau ideologi yang dianut oleh 37 Pasal 1332 KUH,Perdata : yang dapat dijadikan objek perjanjian adalah semua benda yang dapat diperdagangkan. Benda yang dapat diperdagangkan mempunyai arti bahwa benda tersebut adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. 38 Cara lain adalah melalui perikatan yang lahir karena undang-undang semata-mata dan berdasarkan undang-undang karena perbuatan manusia yaitu perbuatan manusia yang melawan hukum dan perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum. 39 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Alumni Bandung, 1981:118-119. Lihat juga pendapat Achmad Ichsan yang mengatakan bahwa KUH.Perdata adalah diperuntukkan bagi suatu cultuurgemenschap, suatu masyarakat yang modern dengan pandangan differensiasi terhadap pemisahan pelbagai masalah yang sangat tajam, indivualistis- kapitalis, di mana hak individu dalam perekonomian merupakan sebagian dari hak asasinya. Erat sekali hubungannya dengan dunia luar, sehingga untuk ini perlu diadakan ketentuan-ketentuan yang tertib tentang jaminan-jaminan pemenuhan janji yang telah diadakan Achmad Ichsan, Hukum Perdata I B, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, 1969, hlm.: 9. Universitas Sumatera Utara 34 suatu masyarakat, dengan kalimat lain sejauh mana kebebasan seseorang melakukan kontrak dapat dibatasi oleh faham atau ideologi yang dianut suatu masyarakat. Pada saat lahirnya asas kebebasan berkontrak pada abad 17 dan 18, asas kebebasan berkontrak mempunyai daya kerja sangat kuat, kebebasannya itu tidak dapat dibatasi baik oleh rasa keadilan masyarakat atau pun oleh campur tangan negara. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh Ideologi Individualisme. Pengaruh faham individualisme yang berkembang pada abad 17-18 telah memberi peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak sedemikian bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu. Namun dalam perkembangannya, akibat desakan faham-faham etis dan sosialis, faham individualisme mulai pudar, terlebih - lebih setelah perang dunia kedua. Faham ini secara umum menimbulkan zaman baru dalam hukum, demikian juga pengaruh faham etis dan sosialis ini terlihat dan sangat terasa pada isi dari asas kebebasan berkontrak. 40 Asas kebebasan berkontrak mula-mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. 40 Mahadi, mengutip pendapat Pompe, menyebutkan bahwa dalam tahun 1945 atau abad ke 19 telah muncul zaman baru dalam bidang hukum. yang ditandai dengan “Zaman individualime telah habis”. Gerakan sosialisme telah membawa maut bagi individualisme. Gerakan sosialisme telah membawa gelombang baru dalam dunia hukum. Yang penting dan relevan dari zaman baru itu, adalah: a. Penetapan kepentingan umum lebih tinggi dari kepentingan individual. b. Penempatan hukum lebih tinggi daripada undang-undang. c. Penempatan dan penegakan asas-asas hukum hendaknya didasarkan kepada susila. Dengan menonjolkan tiga segi relevan itu serentak pula berarti, bahwa dalam zaman sebelumnya ketiga itu tidakkurang, mungkin pula sama sekali tidak mendapat perhatian. Kepentingan individual menempati tempat tertinggi terpenting Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat, Medan, USU Press, 1985: 2-3 . Universitas Sumatera Utara 35 Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum. 41 a. asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syarat- syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syarat- syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. b. asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Asas ini merupakan asas umum yang bersifat universal. ”Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua sistem hukum”. 42 Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian, dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum Islam. Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system berasal dan dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang untuk 41 Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur dan debitur, makalah yang disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada tanggal 27 April 1993:2. 42 Asas kebebasan berkontrak dalam sistem common law dikenal dengan istilah freedom of contract atau liberty of contract, bandingkan dengan pernyataan Hardijan Rusli : asas kebebasan berkontrak dikenal juga dengan istilah Laissez Faire yang pengertiannya seperti diterangkan oleh Jessel M.R. dalam kasus Printing and Numerical Registering Co. vs Sampson 1875 LR Eq. 462 pada 465, yaitu men of full age and understanding shall have the utmost liberty of contracting and that contracts which are freely and voluntarily entered inti shall be held sacred and enforced by the courts…you are not lightly to interfere with this freedom of contract Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1993:38. Lihat juga Ridwan Khairandy “istilah kebebasan berkontrak dalam sistem common law adalah freedom of contract atau liberty of contract Ridwan Khairandy, Pengaruh Paradigma Kebebasan Berkontrak Terhadap Teori Hukum Kontrak Klasik dan Pergeserannya, tidak dipublikasikan, 2003 hlm. 49 Universitas Sumatera Utara 36 pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian Institutiones. 43 Pengertian kebebasan berkontrak dalam common law : 44 1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak menghendakinya nobody was bound to enter into any contracts at all if he didnot chose todo so; 2. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat kontrak everyone had a choice of persons with whom he could contract; 3. Orang dapat membuat pelbagai macam bentuk kontrak people could make virtually any kind of contract; 4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang dipilihnya people could make any kind of contract on an term they chose. Asas kebebasan berkontrak ini juga pada era globalisasi telah disepakati sebagai suatu asas hukum dapat dilihat dalam : 45 The Unidroit Principles of International Institute Contract yang diselesaikan penyusunannya oleh The International Institute for the univication of Private Law UNIDROIT di Roma pada bulan Mei 1994 memuat kebebasan berkontrak sebagai suatu asas dan diatur di dalam Pasal pertama. Selain itu, Commission on Europen Contract Law, sebuah badan yang beranggotakan para ahli hukum dari European Community sekarang Uni Eropa telah pula menyelesaikan The principles Of European Contract Law pada tahun 1998 pada Pasal 1.102 mengatur tentang kebebasan berkontrak sebagai suatu asas. Dalam sistem hukum nasional Indonesia, asas ini ini diimplementasikan pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa 43 Johannes Gunawan. “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, Bandung, Aditama, 2008 hlm : 259. 44 Ibid., hlm. 265. 45 Ibid., hlm. 258. Universitas Sumatera Utara 37 yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan. Berdasarkan prinsip asas inilah maka Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka. Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam KUHPerdata yang menganut sistem kontinental kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak kepemilikan. Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut: 46 a. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya; d. kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional aanvullend, optional.

2. Perjanjian menurut Undang-Undang Monopoli

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Persekongkolan Tender Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Dalam Praktek Persaingan Usaha Tidak Sehat Di Kota Pematang Siantar Ditinjau Dari UU Nomor 5 Tahun 1999 (Studi Kasus RSU Kota Pematang Siantar)

2 83 190

Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)

0 14 0

Pembatalan Putusan Kppu Nomor 06/Kppu-L/2012 Tentang Persekongkolan Tender Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Sei Ambawang Kota Pontianak Tahap Xi Tahun 2012 (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 K/Pdt.Sus-Kppu/2014)

0 16 129