14
berkaitan dengan pembatasan asas kebebasan dalam rangka menganalisis konflik hukum
yang terdapat
di dalam
peraturan perundang-undangan,
untuk menghasilkan harmonisasi hukum antara beberapa ketentuan undang-undang.
Pada sisi lain penelitian ini juga bermanfaat menambah khasanah ilmu hukum khususnya ilmu hukum di bidang hukum ekonomi dan di samping itu bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum. 2.
Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi hukum, para pelaku usaha untuk menyelesaikan kasus-kasus atau
perkara yang berkaitan dengan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dilakukan oleh para pelaku usaha dalam kegiatan bisnis.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
Penelitian mengenai “Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak oleh Negara dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 255K
Pdt.sus2009 tertanggal 28 Mei 2009” belum pernah dilakukan penelitian oleh
peneliti sebelumnya. Kalaupun ada penelitian yang berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak secara substansinya sangat berbeda dengan penelitian ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada dapat dilihat dalam hal substansinya yaitu penelitian ini membatasi asas kebebasan berkontrak sedangkan
Universitas Sumatera Utara
15
penelitian yang sudah ada mengukuhkan keberadaan asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian, sebagaimana terlihat dalam penelitian:
1. Rudi Siagian, NIM : 057005045, berjudul “Kebebasan Berkontrak Dalam Dunia Maya Kaitannya dengan Perlindungan Para Pihak di Indonesia”.
2. Mila Siregar, NIM : 002111031, berjudul “Eksistensi Notaris Dalam Kebebasan Berkontrak Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Bidang Usaha Industri di
Sumatera Utara”. 3. Sabrina Sharon, NIM : 027011056, berjudul “Pelaksanaan Asas Kebebasan
Berkontrak Dalam Perjanjian Sewa Beli”. Dari penelusuran kepustakaan tersebut di atas dapat dibuktikan bahwa
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya baik dari permasalahan maupun substansinya berbeda dari penelitian yang sudah pernah dilakukan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori
Dalam suatu tulisan ilmiah atau penelitian teori mempunyai peranan yang sangat penting. Teori memberikan dukungan kepada penelitian dan di lain pihak
penelitian juga memberikan kontribusi kepada teori. Teori
dapat memandu
penelitian sehingga
penelitian yang
dilakukan memberikan hasil yang diharapkan. Menurut Melly G. Tan, “teori pada pokoknya
merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang diteliti dengan satu atau beberapa faktor tertentu dalam
Universitas Sumatera Utara
16
masyarakat.“
12
Dengan kata lain teori adalah sebuah rangkaian generalisasi yang saling berhubungan yang masih perlu diamati dengan diuji secara empiris. Oleh
karena itu fungsi teori menurut Kenneth R.Hoover, adalah untuk memberikan arti dan motivasi pada metode dengan memungkinkan untuk menafsirkan apa yang di amati
diteliti
13
, sedangkan Tan Kamelo dalam disertasinya menyebutkan fungsi teori adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala
yang diamati.
14
Dengan kata lain fungsi teori untuk membuat generalisasi gambaran abstrak tentang sifat suatu kenyataan. Jadi, penggunaan teori dalam pemikiran ilmiah
adalah :
15
a. Menyediakan pola-pola bagi interpretasi data. b. Mengkaitkan satu studi dengan lainnya.
c. Memberikan kerangka dalam mana konsep-konsep dan variabel memperoleh keberartian khusus.
d. Menafsirkan makna yang lebih besar dari temuan-temuan bagi peneliti dan bagi orang-orang lain.
Berdasarkan pengertian teori dan fungsi serta daya kerja teori tersebut di atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang pembatasan asas kebebasan
berkontrak melalui campur tangan pemerintah dalam persaingan usaha tidak sehat, maka dipergunakan beberapa teori, yaitu :
12
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cetakan IX Jakarta, Gramedia 1989 hlm. 19
13
Kenneth R.Hoover, Unsur-unsur Pemikiran Ilmiah dalam Ilmu-Ilmu Sosial, terjemahan, Cetakan II Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990, hlm. 13
14
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung, Alumni, 2006, hlm 17
15
Kenneth R.Hoover, Op.Cit .hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
17
a. Teori kedaulatan negara. Teori kedaulatan negara merupakan grand teory, dipergunakan untuk
menganalisis atau menjelaskan tentang dasar dan wewenang untuk melakukan pembatasan asas kebebasan berkontrak sebagai asas dari suatu perjanjian. Teori
kekuasaan negara sourvereniteit yang mengatakan:
16
Negaralah yang berdaulat terhadap masyakarat yang berdiam dalam wilayah Negara tersebut. Itu berarti negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk
mengambil keputusan terhadap masyarakat yang berdiam dalam wilayah Negara itu. Pengertian mengambil keputusan termasuk membuat peraturan-
peraturan, mengatur tata tertib dan menjalankan peraturan itu sendiri.
Tentang teori kedaulatan negara ini, Solly Lubis mengatakan: “Negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Dari itu negara dalam arti guvernment dianggap
mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty and property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak milik tersebut, bila perlu dapat dikerahkan untuk
kepentingan kebesaran negara“.
17
Teori kedaulatan negara ini dianut oleh George Jellinek dan Paul Laband.
Selain itu, untuk alat analisis tentang kewenangan pemerintah atau negara membatasi asas kebebasan berkontrak dipandang dari sudut ekonomi yaitu
dipergunakan middle teory yaitu teori welfare state. Teori ini mengatakan: Negara kesejahteraan mengacu pada peranan yang dimainkan Negara dalam menyediakan
berbagai layanan dan manfaat bagi para warga Negara nya terutama dalam pemeliharaan pendapatan dan kesehatan bahkan juga perumahan, pendidikan dan
16
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, Jakarta, Bumi Intitama Sejahtera,2006, hlm,73
17
M.Solly Lubis, Ilmu Negara, Cet. keenam Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm. 49
Universitas Sumatera Utara
18
kegiatan sosial.
18
Edi Suharto mengutip pendapat Spicker menyatakan bahwa negara kesejahteraan “…stands for a developed ideal in which welfare is provided
comprehensively by the state to the best possible standards.”
19
Menurut Goran Adamson dosen di Lund University, Sweden, konsep Negara kesejahteraan adalah:
20
Konsep modernitas bagi Negara kesejahteraan, Konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran dan
tangung jawab Negara menjadi begitu besar terhadap warga negaranya karena negara akan bersikap dan memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga
negaranya. Makna kata teman merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga negaranya mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan.
Birokrat merupakan alat dan garda depan negara yang secara langsung melayani warga Negara. Birokrat “diharuskan” bersikap netral dengan cara
tidak menjadikan latar belakang politik dan sosial warga Negara sebagai dasar pertimbangan pemberian pelayanan.
Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa Negara Kesejahteraan welfare state adalah sistem yang memberi peran lebih besar kepada Negara pemerintah dalam
menjamin kesejahteraan sosial secara terencana, melembaga, dan berkesinambungan
.
Jadi pada hakekatnya negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian
peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya.
18
Fiona Williams, “Welfare State”, Open University dalam Adam Kuper, Jessica Kuper. Ensiklofedia Ilmu-Ilmu Sosial, Edisi Kedua, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2000, hlm. 1143.
19
Edi Suharto, makalah dalam seminar yang bertajuk Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi- Otonomi di Indonesia dilaksanakan di Wisma MMUGM,
Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 2006, hlm 2.
20
http:www.makalah.net, makalah teori negara kesejahteraan menurut diakses tgl 2962011, pukul 20.26 wib.
Universitas Sumatera Utara
19
Gagasan ini muncul pada akhir abad 19 dan mencapai puncaknya pada era golden age pasca Perang Dunia II.
21
Faktor utama pendorong berkembangnya negara kesejahteraan menurut Pierson adalah :
22
Industrialisasi yang membawa perubahan dramatis dalam tatanan tradisional penyediaan kesejahteraan dan ikatan keluarga, seperti akselerasi pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan populasi penduduk, munculnya pembagian kerja divison of labour, perubahan pola kehidupan keluarga dan komunitas,
maraknya pengangguran siklikal, serta terciptanya kelas pekerja nirlahan landless
working class
beserta potensi
mobilisasi politis
mereka. Perkembangan negara kesejahteraan ini mengalami penyesuaian dengan kondisi
di masing-masing negara.
Suatu negara dikatakan sejahtera apabila memiliki empat pilar utama yaitu :
23
1 Social citizenship, 2 Full democracy, 3 Modern industrial relation systems, dan 4 Rights to education and the expansion of modern mass education systems.
Dalam konsep negara kesejahteraaan, negara dituntut untuk memperluas tanggungjawabnya kepada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat
banyak. Perkembangan inilah yang memberikan legalisasi bagi negara intervensionis abad ke-20. Negara justru perlu dan bahkan harus melakukan intervensi dalam
berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam masyarakat.
24
21
C Pierson, “Late Industrializers an the Development of The Welfare State” UNSRID, 2004 dalam Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, Jakarta,
LP3ES, 2006, hlm 24.
22
Ibid.
23
http:www.nasyiah.or.id Powered by Joomla copyright C 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd : 29 Juli, 2011, 20:00
24
Jimly Asshidiqqie, Gagasan Keadulatan Rakyat Dalam Konstitusi Dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta, PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1994, hlm. 223
Universitas Sumatera Utara
20
Dari uraian di atas dapat diambil esensinya bahwa konsep negara kesejahteraan tidak
hanya mencakup
deskripsi mengenai
sebuah cara
pengorganisasian kesejahteraan welfare atau pelayanan sosial social services. Melainkan juga
sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.
Selain dipergunakannya teori kedaulatan negara dan teori negara kesejahteraan, dalam penelitian ini juga dipergunakan teori hukum pembangunan yang dikemukakan
oleh Mochtar Kusumaatmaja yang mengatakan “Apabila kita teliti maka semua masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun kita
mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk
menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara teratur”.
25
Dari pernyataan ini sesungguhnya Mochtar Kusumaatmaja ingin menegaskan bahwa perlunya keteraturan
dan ketertiban dalam pembangunan dimana hukum dijadikan sarananya instrumen. Lilik Mulyadi melakukan kajian deskriptif analisis tentang teori hukum
pembangunan dari Mochtar Kusumaatmaja mengatakan :
26
Mochtar Kusumaatmaja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat tool menjadi hukum sebagai sarana instrument untuk membangunan
masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan
memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma
25
Muchtar Kusumaatmaja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Cet.II Bandung, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran,
1986, hlm. 3
26
http:www.pn.pandegelang.go.id Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan, Prof, Dr. Mochtar Kusumaatmaja, SH, LLM, diakses tanggal 10Juli 2011, pukul 20.30 wib.
Universitas Sumatera Utara
21
diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana
berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dasar Lilik Mulyadi menganalisis tentang teori hukum pembangunan yang dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang secara lengkap dikutip sebagai
berikut:
27
Bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan
hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi khususnya putusan the Supreme Court
pada tempat lebih penting. 2. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan
kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh
sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional. Lebih detail Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa: Hukum
merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya,
hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang
sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi
dan diamankan.
Akan tetapi,
masyarakat yang
sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang
berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan
yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum,
menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.
27
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
22
b. Teori bargaining position Teori bargaining position yaitu teori yang mengatakan bahwa posisi
keseimbangan para pihak yang membuat perjanjian. Di atas telah diuraikan secara singkat bahwa perjanjian sebagai sarana hukum bagi seseorang untuk mencapai
kesejahteraan, dan dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak ini lahir berkaitan dengan paham ekonomi yaitu persaingan
bebas. Dari paham ini dapat diketahui bahwa perjanjian sangat erat kaitannya dengan upaya seseorang untuk mencapai kesejahteraannya. Sjahdeni mengatakan kebebasan
berkontrak berkaitan dengan pasar bebas.
28
Asas kebebasan berkontrak ini muncul secara bersamaan dengan lahirnya paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.
Keduanya saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham ini berpendapat bahwa individu pada umumnya mengetahui kepentingan mereka yang
paling baik dan cara pencapaiannya. Oleh karenanya menurut hukum alam individu- individu harus diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal
dan tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan yang seoptimal mungkin. Jika individu mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan dari individu-
individu tersebut akan sejahtera pula. Lebih lanjut Remy Sjahdeni mengatakan:
29
Dalam perkembangannya,
kebebasan berkontrak
hanya bisa
mencapai tujuannya bila para pihak mempunyai bargaining position yang seimbang. Jika
salah satu pihak lemah maka pihak yang memiliki bargaining position lebih
28
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993, hlm. 8
29
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
23
kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak lain, demi keuntungan dirinya sendiri. Syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan dalam
kontrak semacam itu akhirnya akan melanggar aturan-aturan yang adil dan layak.
Konsekuensi dari asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian maka lahirlah asas mengikatnya suatu perjanjian pacta sund servanda. Sebagaimana dikemukakan
oleh Hugo Grotius, yang berpendapat :
30
Bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia. Grotiuslah yang mengemukakan bahwa ada suatu supreme body of
law yang dilandasi oleh nalar manusia human reason yang disebut sebagai hukum alam natural law. sebagai wujud dari asas kebebasan berkontrak. Ia
beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang di mana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa
orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan kepada pihak yang lain atas
pelaksanaan janji itu.
Pendapat ini dipergunakan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang dasar mengikatnya suatu perjanjian sebagai implementasi dari asas kebebasan berkontrak
sebagai asas umum dalam hukum perjanjian. Janji itu mengikat diakui sebagai aturan bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada
hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, secara hukum mengikat. Soedjono Dirdjosisworo mengatakan
:
31
Semula istilah pacta ini mempunyai suatu pengertian yang sangat terbatas tentang persetujuan-persetujuan di mana pada penghapusan suatu hutang atau
penangguhan pembayaran diberikan, dan persetujuan-persetujuan itu sendiri tidak dapat dipaksakan dengan suatu tagihan. Jadi, mereka ini hanya
mengakibatkan pemberian suatu alat penangkis eksepsi terhadap suatu tagihan, yang dengannya hutang ditagih.
30
Ibid, hlm, 19-20
31
Soedjono Dirdjosisworo, Misteri di balik Kontrak Bermasalah, Bandung, Mandar Madju, 2002, hlm., 22.
Universitas Sumatera Utara
24
Menurut teori ini suatu perjanjian menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji itu,
dipandang sebagai sesuatu yang dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya
dimungkinkan antara lain bagaimana seseorang dapat mempercayai kata-kata orang lain. Tentang janji itu mengikat Soedjono Dirdjosisworo mengatakan :
32
Nampaknya untuk hak ini, ilmu pengetahuan tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat oleh karena hal itu
adalah sebuah janji atau kesanggupan sama halnya dengan undang-undang, yang pada hakikatnya merupakan perintah pembuat undang-undang. Apabila
kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrak- kontrak ini habis, maka tidak dapat tiada seluruh sistem tukar-menukar di dalam
masyarakat akan ambruk. Inilah yang menyebabkan bahwa “kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akan sehat alami“.
Prinsip bahwa orang terikat pada perjanjian-perjanjian tujuan memperkirakan adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat turut serta di dalam
lalu lintas yuridis dan hal ini mengimplikasikan pula prinsip kebebasan berkontrak. Bilamana antara para pihak telah diadakan suatu perjanjian maka diakui bahwa ada
kebebasan kehendak pada para pihak tersebut. Bahkan di dalam kebebasan kehendak ini dipersangkakan adanya suatu kesetaraan minimal. Pada intinya suatu kesetaraan
ekonomis antara para pihak seringkali tidak ada. Dan jika kesetaraan antara para pihak tidak ada, maka nampaknya tidak ada kebebasan untuk mengadakan kontrak.
Kebebasan berkontrak adalah begitu esensial, baik itu untuk kepentingan individu untuk mengembangkan diri dalam kehidupan pribadi dan di dalam lalu lintas
32
Ibid, hlm., 20.
Universitas Sumatera Utara
25
kemasyarakatan maupun
untuk mengindahkan
kepentingan-kepentingan harta
kekayaannya, maupun bagi persekutuan-persekutuan hidup sebagai satu kesatuan, sehingga hal-hal tersebut oleh para pakar maupun undang-undang sebagai suatu hak
dasar bagi setiap manusia individu. Negara mempunyai kewajiban untuk turut campur tangan dalam membatasi
berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam kegiatan ekonomi atau bisnis karena dalam kegiatan ekonomi di pasar penindasan pelaku ekonomi yang kuat terhadap
pelaku ekonomi yang lemah acap kali terjadi yang menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM secara horizontal melalui perjanjian. Ifdal Kasim mengutip
pendapat Asbjorn Eide mengatakan :
33
Salah satu kewajiban negara, dalam rangka melindungi HAM atas hak ekonomi, adalah memberi perlindungan terhadap kebebasan bertindak dan
penggunaan sumber daya dari subjek-subjek yang lebih agresif, atau terhadap kepentingan-kepentingan
ekonomi yang
lebih berkuasa,
dan menuntut
perlindungan terhadap penipuan, atau terhadap perilaku perdagangan dan hubungan kontraktual yang tidak etis atas produk-produk berbahaya dan risiko
kecurangan pasar dan dumping.
Hal senada juga dikemukakan oleh Bambang Sugiharto yang mengatakan “campur tangan pemerintah diperlukan sejauh itu menunjang kebebasan dan
keadilan”.
34
Turut campur tangan nya Pemerintah dalam mengatur hak-hak individu dalam bidang ekonomi bagi Negara Indonesia merupakan suatu amanah yang harus
dilaksanakaan.
33
Ifdal Kasim, Op.cit, hlm 37.
34
Elly Erawaty, Membenahi Perilaku Bisnis Melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bandung, Citra Aditya
Bakti, 1999. hlm 18.
Universitas Sumatera Utara
26
Dari beberapa teori yang dipergunakan di atas akan dijadikan pisau analisis dalam memecahkan masalah pembatasan asas kebebasan berkontrak oleh Negara
sebagaimana isu inti dalam penelitian ini.
2. Konsepsi