Masalah utama terjangkitnya malaria adalah antara lain kurangnya pembersihan lingkungan, usaha penyemprotan maupun penyuluhan kesehatan yang
dilakukan oleh petugas kesehatan dan masih banyak dijumpai kontruksi perumahan yang tidak layak huni yang sangat berisiko penyebaran malaria. Kota Sabang
tergolong daerah rendah dan rawan banjir, jika masyarakat tidak mampu mengelola lingkungan dengan baik, maka mudah berkembangnya nyamuk malaria akhirnya
terkena masyarakat sehingga menimbulkan angka terjangkitnya malaria secara terus menerus.
Sehubungan dengan apa yang telah dikembangkan di atas dan melihat betapa pentingnya pencegahan terhadap perkembangan malaria, maka penulis tertarik untuk
meneliti tentang pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp dan kondisi lingkungan rumah oleh kepala keluarga terhadap kejadian malaria di kota Sabang
tahun 2011
1.2. Permasalahan
Tingginya kejadian malaria di Kota Sabang merupakan suatu fenomena yang harus diketahui secara pasti tentang berbagai aspek yang mempengaruhinya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp dan
kondisi lingkungan rumah oleh kepala keluarga terhadap kejadian malaria di kota Sabang tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp oleh kepala keluarga spraying, penggunaan kelambu net, larvasiding larvacida dan
kondisi lingkungan rumah rawa-rawa, paritselokan dan kandang ternak terhadap kejadian malaria di kota Sabang Tahun 2011.
1.4.
Hipotesis
Ada pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp spraying, penggunaan kelambu net, larvasiding larvacida dan kondisi lingkugan rumah oleh
kepala keluarga rawa-rawa, paritselokan dan kandang ternak terhadap kejadian malaria di kota Sabang Tahun 2011.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1.
Memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Madya Sabang tentang kebijakan perencanaan program pengendalian vektor malaria.
2. Bagi masyarakat, sebagai bahan masukan sehingga dapat memberikan
sumbangan kajian tentang pengendalian vektor malaria, agar masyarakat mempunyai tanggung jawab terhadap pencegahan malaria di tempat
tinggalnya. 3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri yang berkaitan dengan
pengendalian vektor malaria.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Malaria 2.1.1. Pengertian Penyakit Malaria
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan
pembesaran limpa, sedangkan menurut ahli lain malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa
dari genus plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang panas dingin menggigil serta demam berkepanjangan Husin, 2007.
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah, dengan gejala demam,
menggigil, anemia, splenomegali yang dapat berlangsung akut ataupun kronik Husin, 2007.
Spesies plasmodium pada manusia adalah, Plasmodium falciparum, P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah P.falciparum dan P.vivax, sedangkan p.malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi. Depkes RI, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Epidemiologi Penyakit Malaria
Epidemiologi malaria merupakan pengetahuan yang menyangkut studi tentang kejadian insidensi, prevalensi, kematian karena malaria, penyebaran atau
penularannya pada penduduk yang tinggal di suatu wilayah pada periode waktu tertentu, beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya Mardihusodo 2007, dalam
epidemiologi malaria secara garis besar menyangkut 3 hal utama yang saling berkaitan yaitu inang host: manusia sebagai inang antara dan nyamuk vektor
sebagai inang definitif parasit malaria, penyebab penyakit agent: plasmodium, dan lingkungan environment.
Setiap spesies malaria terdiri dari berbagai strain dan satu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak dapat menginfeksi vektor di daerah lain.
Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya kambuh juga berbeda menurut geografi. P.vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama. Plasmodium
vivax telah tersebar luas secara geografis di mana lazim dan banyak ditemui pada daerah beriklim sedang temperate climate .P. falciparum adalah spesies umum yang
berada di daerah tropis dan subtropis, meskipun bisa terjadi pada beberapa daerah beriklim sedang. P.ovale spesies yang utama ditemui di daerah tropis di Afrika
Chwatt-Bruce. L.J, 1985. Secara epidemiologi penularan malaria secara alamiah bergantung pada
kehadiran dan hubungan antara tiga faktor, yaitu host, agent dan environment. Manusia adalah host vertebrata dari human plasmodia, nyamuk sebagai host
Universitas Sumatera Utara
invertebrata, sementara parasit malaria sebagai agent penular yang sesungguhnya atau agent penyebab infeksi Chwatt-Bruce. L.J, 1985.
Menurut Harijanto 2000, keterbatasan pengetahuan tentang epidemiologi malaria yang terdiri dari biologi parasit, vektor, ekologi manusia dan lingkungan
menjadi hambatan dalam menanggulangi malaria. 1 Parasit AgentPlasmodium
Agar dapat hidup terus sebagai spesies, parasit malaria harus ada dalam tubuh manusia untuk waktu yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina
pada saat yang sesuai untuk penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk Anopheles yang antrofilik agar sporogoni dimungkinkan
dan menghasilkan sporozoit yang infektif Harijanto, 2000. Menurut Fatmah 2011 menyatakan faktor Agent plasmodium; Penyakit
malaria adalah suatu penyakit akut atau sering kronis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium Class Sporozoa. Pada manusia hanya 4 empat spesies yang
dapat berkembang, yaitu P.falciparum, P.vivax, P.malariae, dan P.ovale. Menurut Harijanto 2000, menyatakan parasitplasmodium hidup dalam
tubuh nyamuk dalam tahap daur seksual pembiakan kawin dan hidup dalam tubuh manusia pada daur aseksual pembiakan tidak kawin, melalui pembelahan diri.
2 Manusia Hostpenjamu. Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, bagi penjamu ada beberapa
faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan penjamu terhadap agent. Faktor tersebut mencakup umur, jenis kelamin, ras, sosial ekonomi, status perkawinan,
Universitas Sumatera Utara
riwayat penyakit sebelumnya, cara hidup, hereditas keturunan, status gizi dan tingkat imunitas. Faktor tersebut penting untuk diketahui karena akan mempengaruhi
resiko untuk terpapar oleh penyakit malaria. Menurut Harijanto 2000, pada wanita hamil yang menderita malaria akan
mempunyai dampak terhadap bayi dan ibu, dimana akan terjadinya abortus, berat badan bayi lahir rendah, partus prematur dan kematian janin intrauterine.
Beberapa faktor genetik bersifat protektif melindungi terhadap malaria terdapat beberapa kelompok orang yaitu golongan darah Duffy negative, Haemoglobin S
menyebabkan sickle cell enemia, Thalasemia alfa dan beta, Haemoglobinopati lainnya HbF dan HbE, Defisiensi G-6-PD glucose-6-phospate dehydrogenase,
Ovalositosis di Papua New Guinea dan di Irian Jaya Harijanto. 2000. 3 Environment Lingkungan.
Lingkungan adalah lokasi dimana manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan. Faktor lingkungan dapat dikelompokan dalam tiga kelompok, lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya Depkes, 2003.
Apabila satu atau beberapa faktor lingkungan yang diperlukan oleh nyamuk terbatas atau berlimpah, maka nyamuk itu tidak dapat mempertahankan hidupnya.
Jadi dalam keadaan minimum atau maksimum yang dapat ditoleransi oleh nyamuk maka nyamuk itu dapat hidup. Bila faktor-faktor tersebut dalam keadaan optimum
maka dapat menghasilkan kehidupan yang baik bagi nyamuk Depkes, 2003.
Universitas Sumatera Utara
a. Pengaruh tempat atau lokasi terjadinya penularan suatu penyakit yang ditularkan oleh vektor ditentukan oleh kekhususan topografi tempat, adanya vektor dengan
lingkungan yang cocok. Berdasarkan tempat atau lokasi terhadap penyakit yang ditularkan oleh vektor maka perlu diperhatikan pembagian zoogeografi,
ketinggian tempat, letak geografis tempat, susunan geologi dan besar atau luas tempat.
b. Pengaruh iklim adalah salah satu komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan, cahaya dan angin. Nyamuk dapat bertahan
hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai di bawah suhu kritis dan pada suhu yang sangat
tinggi akan mengalami perubahan proses fisiologinya. c. Pengaruh tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan nyamuk antara lain sebagai
tempat meletakkan telur, tempat berlindung, dan tempat mencari makan bagi jentik dan tempat hinggap istirahat nyamuk dewasa selama menunggu siklus
gonotropik. Selain itu adanya suatu jenis tumbuhan atau berbagai jenis tumbuhan pada suatu tempat dapat dipakai sebagai indikator memperkirakan adanya jenis-
jenis nyamuk tertentu. Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di
suatu daerah. Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya malaria karena tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Penularan Penyakit Malaria
Fatmah 2011, menyatakan bahwa penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung Sporozoit. Dalam keadaan tertentu dapat
terjadi penularan dengan bentuk Tropozoit, misalnya melalui transfusi darah, melalui plasenta dari ibu kepada bayinya dan penularan melalui jarum suntik yang
terkontaminasi. Cara penularan penyakit malaria melalui gigitan nyamuk malaria Anopheles. Apabila nyamuk Anopheles menggigit orang sehat maka parasit akan di
tularkan ke orang sehat tersebut dan akan berkembangbiak. Selanjutnya menyerang sel-sel darah merah hingga orang sehat tersebut akan sakit malaria dalam waktu
kurang lebih 12 hari. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh di dalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan
menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam.
Menurut Depkes 2003, dikenal ada dua macam cara penularan penyakit malaria yaitu:
1. Penularan secara alamiah natural infection
Penularan secara ilmiah yaitu infeksi malaria terjadi melalaui pemaparan dengan gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif, yang mengandung sporozoid.
Kepada individu yang rentan, penularan secara alamiah dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Orang sakit malaria digigit nyamuk vector penular malaria. Saat nyamuk
menghisap darah orang sakit itu, maka akan terbawa parasit yang ada dalam darah orang sakit malaria tersebut.
Universitas Sumatera Utara
b. Nyamuk vector penyebab penyakit malaria, yaitu nyamuk yang telah
menghisap darah orang sakit akan terinfeksi oleh parasit malaria. Dalam tubuh nyamuk terjadi siklus hidup parasit malaria seksual.
c. Orang sehat yang digigit oleh nyamuk malaria yang telah terinfeksi oleh
plasmodium. Nyamuk tersebut pada saat menggigit maka parasit yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Dalam tubuh manusia
terjadi siklus hidup parasit malaria aseksual. d.
Nyamuk yang terinfeksi parasit malaria sporozoit menggigit orang sehat, dan orang sehat tersebut menjadi sakit malaria.
Penularan Tidak Secara Alamiah Penularan malaria tidak secara alamiah terbagi atas tiga kelompok, yaitu :
a. Malaria bawaan Congenital, yaitu terjadinya penularan pada bayi yang baru
dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan ini melalui tali pusat plasenta.
b. Secara mekanik, yaitu penularan malaria melalui transfusi darah atau jarum
suntik. c.
Secara oral melalui mulut, yaitu cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam, burung dara dan monyet.
2.1.4. Bionomik Vektor Malaria
Bionomic vektor dari spesies tertentu hanya berlaku bagi spesies tersebut di tipe lingkungan mencakup baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologi.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan fisik dan lingkungan biologi akan mengatur keseimbangan populasi alam. Apabila pengaturan oleh lingkungan tidak terjadi, maka akan terjadi ledakan
kepadatan populasi Depkes, 2004. 1. Klasifikasi
Nyamuk Anopheles spp, secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut Depkes, 2004.
Phylum : Artropoda
Class : Insecta
Ordo : Dippthera
Family : Culicidae
Sub-family : Culicinae
Tribus : Anophelini
Genus : Anopheles
Spesies = An. sundaicus rodenwaldt, 1925
An. nigerrimus giles, 1900 An. kochi donitz, 1901
An. barbirostis van der wulp, 1884 An. vagus donitz, 1902
An. hyrcanus group donitz, 1902 An. subpictus grassi, 1899
An. aconitus donitz, 1902 An. maculatus theobald, 1901
Universitas Sumatera Utara
2. Siklus Hidup Nyamuk Siklus kehidupan nyamuk mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu dan
kadang-kadang tingkatan yang satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Semua nyamuk mengalami metamorfosa sempurna mulai dari telur, larva, kepompongpupa
dan dewasa. Larva dan pupakepompong hidup dalam air, sedangkan nyamuk dewasa hidup di daratudara. Dengan demikian nyamuk dikenal memiliki dua macam alam
kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan kehidupan di darat Depkes,2004. Nyamuk termasuk serangga yang mempunyai siklus hidup yang secara umum
adalah sebagai berikut Depkes 2004. a. Telur, diletakkan dipermukaan air atau benda-benda lain di permukaan air, ukuran
telur kurang lebih 0,5 mm, jumlah telur dalam sekali bertelur 100-300 butir, rata- rata 150 butir, frekuensi bertelur setiap dua hingga tiga hari, lamanya menetas
dapat beberapa saat setelah kena air, hingga dua sampai tiga hari setelah berada dalam air, telur menetas menjadi larva instar I.
b. Larva, larva Anopheles spp, hidup di dalam air dan mengalami empat masa pertumbuhan Instar yaitu : Instar I lebih kurang 1 hari, Instar II satu sampai dua
hari, Instar III dua hari dan Instar IV dua sampai tiga hari, masing-masing instar ukurannya berbeda dan juga kelengkapan bulu-bulunya. Tiap pergantian instar
disertai dengan pergantian kulit, belum ada perbedaan jantan dan betina. Pada pergantian kulit terakhir berubah menjadi kepompong. Umur rata-rata
pertumbuhan mulai jentik sampai menjadi kepompong berkisar antara 8-14 hari.
Universitas Sumatera Utara
c. Kepompong, terdapat di air, tidak memerlukan makanan, memerlukan udara, belum ada perbedaan jantan dan betina, menetas dalam satu sampai dua hari
menjadi nyamuk, pada umumnya nyamuk jantan menetas lebih dahulu daripada nyamuk betina
d. Nyamuk, jumlah nyamuk jantan dan nyamuk betina yang menetas dari kelompok telur pada umumnya hampir sama banyaknya 1:1, setelah menetas nyamuk
melakukan perkawinan yang biasanya terjadi pada waktu senja. Perkawinan hanya terjadi cukup satu kali sebelum nyamuk betina pergi untuk menghisap
darah. e. Nyamuk jantan, umur lebih pendek dari nyamuk betina + 1 Minggu, makanan
adalah cairan buah-buahan atau tumbuhan, jarak terbangnya tidak jauh dari tempat perindukannya
f. Nyamuk betina, umur lebih panjang dari nyamuk jantan, perlu menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya, dapat terbang tidak jauh antara 0,5 sampai 2 Km,
sedangkan nyamuk jantan selalu berada di sekitar tempat perindukan.
2.1.5. Siklus Hidup Plasmodium
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk :
Phylum : Apiclomplexa
Class : Sporozoa
Sub Class : Coccidiida
Universitas Sumatera Utara
Ordo : Eucoccidides
Sub Ordo : Haemosporiidea Family
: Plasmodiidae Genus
: Plasmodium Genus Plasmodium dibagi menjadi tiga sub-genus yaitu: sub-genus
Plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah P.vivax, P.ovale dan P.malariae; sub-genus laverania dengan spesies yang menginfeksi manusia
menginfeksi kelelawar, binatang mengerat dan lain-lain. Ciri utama famili Plasmodiidae adalah dua siklus hidup yaitu siklus aseksual pada vertebrata yang
berlangsung di eritrosit dan organ lainnya, serta siklus seksual yang dimulai pada vertebrata dan seterusnya berlanjut pada nyamuk Harijanto 2000
Siklus hidup semua spesies parasit malaria mengalami stadium-stadium yang berpindah dari vektor nyamuk ke manusia dan kembali ke manusia lagi yang terdiri
dari siklus seksual sporogoni yang berlangsung pada nyamuk Anopheles dan siklus aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri dari fase eritrosit erythrocytic
schizogony. 1. Stadium Hati Eksoeritrositer
Stadium ini dimulai ketika nyamuk Anopheles betina menggigit manusia memasukkan sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam darah manusia
sewaktu mengisap darah. Melalui aliran darah dalam waktu 0,5-1 jam sporozoit sudah tiba di hati dan segera menginfeksi sel hati. Proses masuknya sporozoit ke dalam sel
hati dilakukan melaui perlekatan antara sirkum-sporozoit protein dari sporozoit dari
Universitas Sumatera Utara
reseptor heparin sulfat proteoglikan dan suatu glikoprotein yang disebut dengan Low density lipoprotein receptor-like protein LRP di hepar. Di sini selama 5-16 hari
tergantung jenis spesies. Sporozoit mengalami reproduksi aseksual di sebut sebagai proses schizogony atau proses pemisahan, yang akan menghasilkan ± 10.000-30.000
merozoit. 2. Stadium Erotrositer
Siklus di dalam darah dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di hati ke dalam sirkulasi. Waktu meminum dari infeksi oleh nyamuk sampai dengan
tampak pertama kalinya merozoit di dalam eritrosit disebut dengan periode prepaten.
Tabel 2.1 Periode Siklus Eksoeritrositer dan Eritrositer dari Spesies Plasmodium Manusia
Periode SPECIES
P. vivax P. ovale
P. malariae P. falciparum
Stadium Preeritrositik 6-8 hari
9 hari 14-16 hari
5-7 hari Periode Prepaten
11-13 hari 10-14 hari
15-16 hari 9-10 hari
Periode Inkubasi 12-17 hari
6-12 bulan 16-18
hari, Dapat lebih lama
18-40 hari, dapat lebih
lama 9-14 hari
Siklus Eritrositer 48 Jam
50 Jam 72 Jam
48 Jam Sumber : Harijanto, 2000
3. Stadium sporogoni Setelah darah masuk ke dalam usus nyamuk, maka protein akan dicerna
pertama sekali oleh enzim tripsin, kemudian oleh enzim aminopeptidase dan
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh enzim glikosidase. Gametosit matang di dalam darah penderita yang terhisap oleh
nyamuk akan segera ke luar dari eritrosit, dan akan mengalami proses pematangan di dalam usus nyamuk untuk menjadi gamet gametogenesis. Faktor yang berperan
pada gametogenesis meliputi temperatur lebih rendah 5ºC dari suhu nyamuk, kadar O
2
, CO
2
, pH 7,8, faktor farmakologi seperti bikarbonat sebagai penghambat fosfodiestrase kafein, cAMP akan meningkatkan gametogenesis dan juga faktor dari
nyamuk mosquito exflagellation factor MEF Harijanto, 2000.
2.1.6. Aspek Perilaku Vektor Anopheles spp
Ada beberapa fase secara umum dalam kehidupan nyamuk Anopheles spp dewasa, seperti pada tabel 2.2 di bawah ini
Tabel 2.2 Fase Kehidupan Sehari-hari Nyamuk Anopheles Spp No
Waktu Istirahat pada Tempat Perlindungan
Setelah Fajar dan Menjelang
a. Aktivitas Crepuscular masuk dan
keluar dari tempat perlindungan dengan bergerombol
Mulai menjelang malam sampai menjelang fajar, beberapa aktivitas
dilakukan pada subuh hari
b. Peletakan telur
Sepanjang malam, tetapi kebanyakan pada awal malam
c. Mencari makan
Sepanjang malam tetapi puncaknya berubah-ubah dari aktivitas.
Beberapa spesies mencari makan di awal malam yang lainnya pada
tengah malam atau dipenghujung malam
Sumber : Rao, 1984
Universitas Sumatera Utara
Daerah yang disenangi nyamuk habitat nyamuk adalah suatu daerah di mana tersedia tempat beristirahat, adanya hospes yang disukai dan tempat berkembang
biak. Setiap jenis nyamuk pada waktu aktifitasnya akan melakukan orientasi terhadap habitatnya di mana terdapat keadaan-keadaan yang disenangi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisiologisnya. Nyamuk berkumpul di tempat yang disenangi, kadang-kadang terpaksa terbang jauh dari tempat tersebut untuk mencari tempat yang
baru. Depkes, 2004. Pergerakan populasi nyamuk pada berbagai bagian habitatnya diatur oleh
sejumlah faktor-faktor lingkungan seperti: suhu udara, kelembaban udara, daya tarik hostes, daya tarik tempat-tempat untuk berkembangbiak dan tempat istirahatnya.
Siklus pergerakan nyamuk betina setelah menetas dari kepompong hinggap istirahat selama 24 jam sampai 48 jam, lalu kawin sesudah itu menuju hospes. Setelah cukup
memperoleh darah dari hospes, nyamuk kembali ke tempat istirahat untuk menunggu waktu bertelur. Setelah bertelur akan menuju hospes lagi untuk menghisap darah
Depkes, 2004. Nyamuk jantan akan terbang di sekitar tempat perindukannya dan makan
cairan tumbuhan yang ada di sekitarnya. Nyamuk Anopheles dapat terbang mencapai 0,5-5 km. Nyamuk jantan tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan nyamuk betina.
Ada tiga tempat untuk kelangsungan hidup nyamuk. Ketiga tempat itu merupakan suatu sistem, yang saling terkait untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Kaitan
ketiga tempat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini Depkes, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Sistem Kelangsungan Hidup Nyamuk Anopheles
Nyamuk Anopheles betina mempunyai kemampuan untuk memilih tempat perindukan atau tempat berkembang biak sesuai dengan kesenangan dan
kebutuhannya. Nyamuk Anopheles di seluruh dunia terdapat kira-kira 2000 spesies,
sedangkan yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies Anopheles, sedangkan yang
menjadi vektor malaria adalah 22 spesies dengan tempat perindukan yang berbeda- beda. Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus, An.
balabacencis dan An. maculatus. Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus dan An. subpictus, sedangkan An. balabacencis dan An. maculatus ditemukan di daerah
non persawahan. Anopheles aconitus, An. barbirostrosis, An. tessellatus, An. nigerrimus dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera tempat perindukan di sawah
kadang di genangan-genangan air yang ada di sekitar persawahan. Di Kalimantan
Tempat berkembang
biak b t l
Tempat hospes
makan
Tempat istirahat
Universitas Sumatera Utara
yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. balabacensis, An. letifer
Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles spp tergantung spesiesnya Renato, 2009
. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia
penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk
yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini Saputra, 2011.
1. Nyamuk Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus clan Anopheles vagus senang berkembangbiak di air payau.
2. Nyamuk Anopheles sundaicus, Anopheles mucaltus senang berkembangbiak di tempat yang langsung mendapat sinar matahari disenangi
3. Nyamuk Anopheles vagus, Anopheles barbumrosis senang berkembangbiak di tempat yang terlindung dari sinar matahari.
4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk Anopheles vagus, indefinitus, leucosphirus untuk tempat berkembangbiak.
5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi Anopheles acunitus, vagus, barbirotus, anullaris untuk berkembangbiak.
2.1.7 Penilaian Situasi Malaria
Untuk menilai situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan survailan epidemilogi. Pengamatan dilakukan secara rutin melalui passive
case detection PCD oleh fasilitas kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit atau
Universitas Sumatera Utara
acetive case detection ACD oleh petugas khusus seperti PMD Petugas Malaria Desa, sedangkan untuk menilai tingkat penularan malaria dilakukan melalui survai
malariometrik, mass blood survey MBS, mass fever survey MFS Harijanto, 2000
A. Pengamatan Rutin Malaria Melalui Active Case Detection ACD
1 Annual Parasite Insidence API
API = 100
1 x
Tersebut Daerah
Penduduk Jumlah
Tahun Dalam
sikan Dikonfirma
yang Malaria
Jumlah
Kasus malaria ini dikonfirmasikan dengan pemeriksaan mikroskop. Annual Blood Eximination Rate ABER
ABER= 100
x Diamati
yang Penduduk
Jumlah Diperiksa
Darah Sediaan
Jumlah
ABER merupakan ukuran dari efisiensi operasional. ABER diperlukan untuk peniaian API. Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum tentu berarti
penurunan insiden. Penurunan API berarti penurunan insiden bila ABER meningkat. 2. Slide Positivety Rate SPR
Slide positivety rate SPR adalah persentase sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, slide positife rate baru bermakna bila annual blood
eximination rate meningkat. 3. Parasite Formula PF
Parasite formula PF, adalah proporsi dari tiap parasit di suatu daerah. Spesies yang mempunyai parasit formula tertinggi disebut spesies yang dominan.
Interpretasi dari masing-masing dominasi adalah sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
a. Plasmodium falciparum dominan :
- Penularan masih baru atau belum lama - Pengobatan kurang sempurna atau rekrudensi
b. Plasmodium vivax dominan :
- Transmisi yang tinggi dengan vektor yang paten gametosit plasmodium vivax timbul pada hari 2-3 parasitemia, sedangkan plasmodium falciparum baru pada
hari ke 8. Pengobatan kurang sempurna sehingga timbul rekurensi. c. Plasmodium malariae dominan :
- Plasmodium malariae mempunyai siklus sporogoni yang paling panjang dibandingkan spesies lainnya.
4. Penderita DemamKlinis Malaria Pada unit-unit kesehatan yang belum mempunyai fasilitas laboratorium dan
mikrooskopis dapat melakukan pengamatan terhadap penderita demam atau gejala klinis malaria.
Survai malariometrik biasanya dilakukan di daerah yang belum mempunyai program penanggulangan malaria secara teratur, terutama diluar jawa-bali.
Pada survai malariometrik dapat dikumpulkan parameter sebagai berikut : 1.
Parasite rate PR Parasite rate PR, adalah persentase penduduk yang darahnya mengandung
parasit malaria pada saat tertentu. Kelompok umur yang dicakup biasanya golongan umur 2-9 tahun dan 0-1 tahun. Parasite rate PR kelompok umur 0-1 tahun
Universitas Sumatera Utara
mempunyai arti khusus dan disebut infant parasite rate IPR dan dianggap sebagai indeks transmisi karena menunjukkan adanya tranmisi lokal.
2. Spleen Rate SR
Limpa merupakan organ yang pertama sekali memperlihatkan manifestasi penularan pada penderita malaria, pembesaran limpa diketahui sebagai salah satu
tanda klnis terhadap infeksi pada pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap penderita malaria yang meninggal akibat malaria akut, tampak
perubahan pada limpa yaitu berwarna merah tua kecoklat-coklatan akibat kongesti dan akumulasi dari pigmen malaria. Kreirer P.J, 1980
Spleen rate SR, menggambarkan persentase penduduk yang limpanya membesar, biasanya golongan umur 2-9 tahun. Bila yang diperiksa kelompok dewasa, hal ini
harus dinyatakan secara khusus. Besarnya limpa dinyatakan berdasarkan klasifikasi Hackett H0-H5. Pengamatan rutin malaria melalui Passive Case Detection PCD.
Jumlah malaria klinis yang diobati di PuskesmasRumah Sakit dalam waktu 1 tahun yang dinyatakan dalam per seribu penduduk yang mempunyai resiko sampai
waktu tertentu Depkes RI, 2001
2.2. Pengendalian Vektor Nyamuk 2.2.1. Indoor Residual Spraying IRSpenyemprotan
Suatu kegiatan mengaplikasikan residu insektisida tertentu dengan cara menyemprotkan ke permukaan bangunan yang harus disemprot. Penyemprotan
dengan insektisida secara residu pada dinding rumah bagian dalam Indoor Residual
Universitas Sumatera Utara
Spray = IRS, yang bertujuan untuk memperpendek umur hidup nyamuk dan memutuskan mata rantai penularan Jhohar, 2006.
Menurut Jhohar 2006, Persyaratan pelaksanaan penyemprotan: a.
Konsentrasi insektisida dalam larutan b. Macam nozzle yang dipakai
c. Tekanan dalam tangki d. Jarak antara nozzle dengan permukaan yang disemprot
e. Kecepatan menyemprot Menurut Martha 2010, penyemprotan di dalam suatu rumah juga harus
dilakukan secara selektif di tempat-tempat tertentu, misalnya di atap jerami, bagian atas dinding dan atap, yang dimungkinkan sebagai resting places beberapa vektor dan
area di mana insektisida dapat bertahan selama kurun waktu yang lama. Efek biologik dari insektisida hanya berlangsung singkat jika disemprotkan pada dinding yang
berlumpur, sehingga penyemprotan tidak dilakukan pada bagian tersebut. Investigasi sangat diperlukan untuk mengetahui selektifitas penyemprotan pada populasi vector
dan insidensi malaria. Dalam pengendalian vektor secara kimiawi digunakan berbagai bahan kimia
untuk membunuh ataupun menghambat pertumbuhan serangga. Di Indonesia hingga sekarang yang banyak dipakai dalam pengendalian vektor malaria yang seringkali
sekaligus dapat mengendalikan vektor filariasis, adalah penggunaan insektisida yang ditujukan untuk membunuh nyamuk dewasa dengan cara penyemprotan tempat
menggigit dan tempat istirahat vektor. Hal ini seringkali tidak mencapai sasaran,
Universitas Sumatera Utara
karena yang biasanya disemprot adalah rumah tinggal, sedangkan nyamuk menggigit atau istirahat di luar rumah, yang jauh dari pemukiman misalnya di ladang dan tepi
hutan, tidak terjangkau oleh insektisida Martha, 2010 Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi terhadap
insektisida untuk indoor residual spraying antara lain Martha, 2010 a. Efektifitas residual. Pada area trasmisi perennial di mana indoor residual spraying
dengan pestisida dipertimbangkan, maka efektifitas residual maksimal sesuai yang diinginkan
b. Keamanan. Toksisitas akut dan kronik dari suatu insektisida, persistensi
lingkungan, dan akumulasi residu pada tubuh manusia perlu diperhitungkan c.
Susceptibilitas vektor. Susceptibilitas target populasi vektor terhadap insektisida adalah penting
d. Pengaruh terhadap suatu penyakit. Kemampuan insektisida untuk mengurangi
insidensi penyakit harus dievaluasi dan dipastikan kembali e.
Excite repellency. Saat konsekuensi epidemiologik efek excito-repellent dari insektisida tidak dimengerti secara benar-benar, maka efek tersebut harus dapat
diperhitungkan saat operasional penyemprotan. Hal tersebut akan tidak berguna jika nyamuk melarikan diri dari penyemprotan insektisida sebelum terpapar dosis
lethal. Tetapi jika repellency mengarah pada pengurangan kemungkinan kontak manusia dengan vektor dengan membawa nyamuk dari manusia ke hewan di luar
rumah, maka hal itu baru dapat bermanfaat.
Universitas Sumatera Utara
f. Biaya. Program harus ditentukan dan terdokumentasi. Hal ini meliputi biaya
insektisida dan frekuensi aplikasi, alat penyemprot, transportasi, dan tenaga kerja. g.
Manajemen resistensi insektisida. Ilmu penggunaan insektisida bukan saja digunakan dalam bidang agrikultur, tetapi juga untuk mempelajari mekanisme
resistensi target populasi vektor dan perkembangan resistensi secara sempit maupun luas dapat dijadikan pedoman untuk seleksi insektisida untuk
meminimalkan masalah resistensi h.
Spesifikasi insektisida. Efikasi suatu produk yang digunakan dalam kesehatan masyarakat tergantung pada kekayaan fisik dan kimiawi dari gabungan formulasi.
Spesifikasi pestisida oleh WHO dinyatakan bahwa penggunaan insektisida bervariasi pada beberapa spesifikasi penggunaan pada agricultural. Hal ini
penting bahwa untuk pengendalian vektor malaria dan vector borne disease lain, perlu diperimbangkan beberapa insektisida yang direkomendasikan oleh WHO.
Penggunaan insektisida dengan spesifikasi tertentu harus di bawah pengawasan institusi independen.
Faktor lain: bau, jarak penglihatan deposit penyemprotan, efikasi dihadapkan dengan gangguan hama dan faktor lain yang mempengaruhi aksesibilitas
penyemprotan rumah oleh masyarakat
2.2.2 Penggunaan Kelambu
Salah satu cara pemberantasan kimiawi yang digunakan dalam program pemberantasan penyakit malaria di Indonesia adalah penggunaan kelambu yang
dicelup dengan insektisida Cara ini sudah banyak digunakan baik di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
maupun di negara-negara lain seperti : Afrika, Asia-Pasifik,dan Negara-negara
Amerika Latin Barodji, 2001.
Penggunaan kelambu berinsektisida sangat penting diketahui masyarakat terutama dalam mencegah terjadinya penularan malaria. Pemakaian kelambu
berinsektisida dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama kepada ibu hamil, bayi dan balita yang merupakan kelompok yang rentan terhadap penularan
malaria. Cakupan terhadap pemakaian kelambu berinsektisida di masyarakat harus mencapai sekurang-kurangnya 80 persen dari jumlah penduduk yang tinggal di
daerah endemis malaria Harisson, 2011. Kelambu berinsektisida adalah kelambu yang di dalam serat kainnya telah
diberi obat anti nyamuk insektisida dan obat tersebut tahan 3 tiga tiga tahun lamanya. Diberi obat insektisida anti nyamuk, maka bila nyamuk menyentuh atau
hinggap di kelambu tersebut, dia akan mati atau jarak terbangnya menjadi lebih pendek, atau hidupnya lebin pendek, sehingga kemampuannya menularkan malaria
menjadi berkurang. Depkes, 2001. Pencelupan kelambu efektif apabila penularan terjadi dalam rumah kebiasaan
menggigit vektor di dalam rumah puncak gigitan vektor setelah jam 22.00 penduduk tidak tidur sampai larut malam, misal nonton TV penduduk tidak berada di luar
rumah malam hari masyarakat mau menggunakan kelambu Depkes 2001.
2.2.3. Larvasida
Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang
Universitas Sumatera Utara
potensial Breeding Pleaces. Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air di sekitar pantai yang permanen, genangan air di muara sungai yang
tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang lambat Depkes, 2003.
Larvaciding bertujuan untuk menekan populasi larva nyamuk Anopheles.
Dapat dilakukan secara kimia dan biologi. Bila larvaciding secara kimia dapat dilakukan pada TPV yang potensial, terukur dan terjangkau untuk diaplikasikan, tidak
ada vegetasi yang menghalangi aplikasi larvasida, bukan tipe TPV yang kecil dan menyebar sehingga sulit diidentifikasi dan diintervensi, sedangkan secara biologi
seperti Penebaran ikan pemakan jentik seperti ikan kepala timah Aplocheilus panchax dan ikan nila merah Oreochromis nilaticum pada TPV yang potensial dan
airnya permanen Depkes, 2003.
2.3. Kondisi Lingkungan Rumah
2.3.1. Tempat berkembang biak vektor Breeding Places
Lingkungan adalah lingkungan manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan nyamuk tidak sama tiap jenisspesies nyamuk. Nyamuk
Anopheles aconitus cocok pada daerah perbukitan dengan sawah non teknis berteras, saluran air yang banyak ditumbuhi rumput yang menghambat aliran air. Nyamuk
Anopheles balabacensis cocok pada daerah perbukitan yang banyak terdapat hutan dan perkebunan. Jenis nyamuk Anopheles maculatus dan Anopheles balabacensis
Universitas Sumatera Utara
sangat cocok berkembangbiak pada tempat genangan air seperti bekas jejak kaki,
bekas jejak roda kendaraan dan bekas lubang galian Depkes, 2003
Tempat perkembangbiakan vektor secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kejadian malaria. Sawah, saluran irigasi, tepi danau, genangan air payau,
dan tambak ikan merupakan tempat yang cocok dan aman untuk berkembangbiaknya vektor malaria Depkes, 2003. Ada juga yang senang berkembangbiak di sumur dan
potongan bambu Dev,1996 serta tangki airbak air Hong, 1998 Ghebreyesus, 2000 pernah mengidentifikasikan faktor-faktor risiko insidensi
malaria di enam buah desa di Ethiopia bagian utara. Enam dari 14 buah veriabel yang diteliti berhasil diidentifikasi sebagai faktor risiko tinggi insidensi malaria, salah satu
diantaranya adalah pemukiman yang berdekatan dengan saluran irigasi mempunyai faktor terinfeksi malaria sebesar 2,68 kali bila dibandingkan dengan pemukiman yang
jauh dari saluran irigasi. Lingkungan rumah yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak
rumah dari tempat istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang rimbun akan menghalangi sinar matahari
menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini merupakan tempat istirahat
yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembangbiak yang disenangi nyamuk, dan
kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar rumah bertambah Handayani dkk,2008
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Rawa-rawa.
Rawa-rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus- menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri
khusus secara fisika, kimiawi dan biologis Angga, 2008. Definisi yang lain dari rawa-rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah
yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis Angga, 2008.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air
laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Daerah yang penuh
dengan nyamuk, seperti rawa-rawa, telah lama memiliki hubungan dengan tingginya angka serangan malaria. Lingkungan yang mendukung seperti genangan air
menyebabkan munculnya sarang nyamuk Angga, 2008 Ciri-ciri rawa pada umumnya ialah : airnya asam, warna airnya merah, kurang
baik untuk mengairi tanaman, bagian dasar rawa terdapat banyak gambut. Rawa tersebut selalu digenangi air karena kekurangan drainase atau letaknya lebih rendah
dari daerah sekitarnya. Pada daerah rawa pada umumnya banyak terdapat sarang nyamuk malaria, namun hal ini dapat diberantas dengan membuat perikanan di
daerah rawa-rawa tersebut Widodo, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Rumah Sehat
Menurut Azwar, 1996 rumah sehat harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan di sini ialah :
a. Rumah tersebut harus terjamin penerangannya yang dibedakan atas cahaya matahari dan lampu.
b. Rumah tersebut harus mempunyai ventilasi yang sempurna,sehingga aliran udara segar dapat terpelihara.
c. Rumah tersebut dibangun sedemikian rupa sehingga dapat dipertahankan suhu lingkungan
2. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Terjamin berlangsungnya hubungan yang serasi antara anggota keluarga yang tinggal bersama.
b. Menyediakan sarana yang memungkinkan dalam pelaksanaan pekerjaan rumah tangga tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan
3. Rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari penularan penyakit atau berhubungan dengan zat-zat yang
membahayakan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Rumah yang di dalamnya tersedia air bersih yang cukup.
b. Ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Terlindung dari pengotoran terhadap makanan. d. Tidak menjadi tempat bersarang binatang melata ataupun penyebab penyakit
lainnya. 4. Rumah harus dibangun sedemikian rupa sehingga melindungi penghuni dari
kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a. Rumah yang kokoh. b. Terhindar dari bahaya kebakaran.
c. Alat-alat listrik yang terlindungi. d. Terlindung dari kecelakaan lalu lintas
Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang berkaitan dengan mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah
ventilasi yang tidak dipasang kawat kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan dinding bagian atas dengan atap
yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit pada semua
atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayupapan yang terdapat lubang lebih
dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah Darmadi, 2002.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori
Penyebab malaria ditentukan oleh faktor yang disebut Host, Agent, dan Environment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas
saling mendukung Depkes, 2003. Mengacu kepada teori simpul, kejadian malaria terjadi akibat dari penderita malaria simpul 1, nyamuk Anopheles spp simpul 2,
pemajanan penduduk simpul 3, pengukuran kasus malariasehat atau sakit simpul 4 dan faktor yang memiliki peran besar terhadap kejadian malaria simpul 5, yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Manajemen Malaria
Penderita Anopheles spp
Penduduk terkena Sehatsakit
Malaria risiko
Sumber Penularan Simpul 1
Simpul 2 Simpul 3
Simpul 4
Topografi, suhu, kelembapan, ekosistem alamiah, ekosistem buatan simpul 5
Gambar 2.2. Teori Simpul Sumber Data Survailans Malaria Terpadu Berbasis Wilayah Achmadi, 2003
Dari gambar di atas dapat dijelaskan penderita malaria sebagai simpul 1
adalah penderita malaria yang terdapat di Desa Paya seunara, Desa Batee Shok, Iboh dan Balohan Kota Sabang, sedangkan simpul 2 adalah nyamuk Anopheles spp
sebagai hostinang yang menularkan Plasmodium malaria dengan cara menggigit
Universitas Sumatera Utara
penduduk, sehingga penduduk tersebut terkena malaria yang dapat dilihat dari pemeriksaan darah yang positif plasmodium simpul 3. Simpul 4 adalah penduduk
yang positif malaria dilakukan pengobatan. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti
Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk
pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini Saputra 2011. Renato 2009, tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles spp tergantung
spesiesnya. Pengendalian vektor nyamuk dapat dilakukan secara penyemprotan rumah
dengan insektisida, larvaciding, pemolesan kelambu dengan insektisida dan kondisi lingkungan rumah rawa-rawa, paritselokan dan kandang ternak serta kodisi fisik
rumah ventilasi, langit-langit dan dinding rumah merupakan tempat perindukan nyamuk Anopheles Azwar, 1996.
Universitas Sumatera Utara
a. Spraying
b. Penggunaan
Kelambu c.
Larvasida
Kejadian Malaria -
Ada -
Tidak Ada Kondisi Lingkungan
rumah a. Kawat Kasa Ventilasi
b..Langit-langit c. Kerapatan Dinding
d. .Rawa-rawa e. ParitSelokan
f. Kandang Ternak Pengendalian Vektor
Nyamuk
2.5. Kerangka Konsep