Latar Belakang Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M. S

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sangat dominan di daerah tropis dan sub tropis serta dapat mematikan membunuh lebih dari satu juta manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu negara dengan negara lain dan dari satu kabupaten atau wilayah dengan wilayah lain. Menurut WHO dalam Harijanto, P.N 2000, pada tahun 1990, 80 kasus di Afrika, dan kelompok potensial terjadinya penyebaran malaria di sembilan negara yaitu : India, Brazil, Afghanistan, Sri Langka, Thailand, Indonesia, Vietnam, Cambodia dan China. Plasmodium falcifarum adalah spesies paling dominan dengan 120 juta kasus baru per tahun, dan lebih dari satu juta kematian per tahun secara global. Dalam tahun 1989 yang lalu WHO kembali mendeklarasikan penanggulangan malaria menjadi prioritas global Harijanto, P,N, 2000. Menurut WHO, menyatakan perlu pendekatan baru dalam pemberantasan malaria, walaupun upaya kemitraan global yang dikenal dengan Roll Black Malaria RBM, dimana WHO selain memimpin prakarsa juga bertindak sebagai katalisator dalam kemitraan tersebut. Pada tanggal 8 April tahun 2000, di Kupang Nusa Tenggara Timur Menteri Kesehatan telah mencanangkan GEBRAK malaria sebagai gebrakan nasional upaya pemberantasan malaria di Indonesia Depkes, RI, 2001. Situasi malaria di Asia Tenggara dengan angka insiden tertinggi ditemukan di India sebesar 2,850 per 1000 penduduk disebabkan oleh plasmodium falcifarum Universitas Sumatera Utara sebesar 38,6, Sri langka sebesar 143 per 1000 penduduk plasmodium falcifarum sebesar 21,5 dan Banglades sebesar 125 per 1000 penduduk plasmodium falcifarum sebesar 43,8 Harijanto, 2000. Angka kejadian kasus malaria per seribu penduduk yang diukur dengan Annual Parasite Incidence API di Jawa dan Bali sejak empat tahun terakhir menunjukkan kecenderungan yang menurun, dari 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,51 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria perseribu penduduk Annual Malaria IncidenceAMI juga menunjukkan kecenderungan menurun, yaitu dari 31,09 per 1000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 21,2 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga SKRT tahun 2001, adalah sebesar 2. Jumlah Kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 kabupaten dari 576 kabupaten yang ada, dan diperkirakan 42,4 penduduk Indonesia berisiko tertular malaria Depkes, 2006. Menurut survai kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35 penduduk Indonesia tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Dari 484 KabupatenKota yang ada di Indonesia, 338 KabupatenKota merupakan wilayah endemis malaria.Depkes, 2008. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak daerah yang merupakan kantong malaria, dengan karakteristik epidemiologi yang mungkin terkaya di dunia. Pada banyak daerah, pemahaman terhadap permasalahan ini tak pernah tuntas karena Universitas Sumatera Utara kurangnya sumber daya terutama bagi penelitian epidemiologi, fasilitas laboratorium serta surveilans yang kurang handal. Penularan penyakit ini pada umumnya justru terjadi di daerah terpencil dan wilayah perkampungan dengan fasilitas kesehatan yang minim. Topografi daerah-daerah malaria pada umumnya adalah area pesisir dekat lagun dan kolam air atau area perbukitan dalam hutan atau perkebunan dan di sepanjang sungai musiman Dinkes Prov. NAD, 2006. Salah satu arah dan kebijakan pembangunan kesehatan adalah upaya pemberantasan penyakit menular dengan tujuan mencegah terjangkitnya penyakit memutuskan rantai penularan, dengan pemberantasan vektor, baik dengan cara kimiawi maupun usaha-usaha lainnya Depkes, 2006. Dalam upaya pemberantasan malaria di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia mencanangkan program pengendalian malaria yang mempunyai misi untuk membuat masyarakat sehat, bebas dari malaria dengan cara eliminasi pembebasan malaria yang dilakukan secara bertahap yaitu eliminasi malaria di DKI, Bali, Barelang Binkar pada tahun 2010, eliminasi malaria di Jawa, NAD Sabang dan Kepri pada tahun 2015. Eliminasi malaria di Sumatera, NTB, Kalimantan dan Sulawesi pada tahun 2020, serta eliminasi malaria di Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT pada tahun 2030 Depkes RI, 2008. Beberapa daerah di Propinsi NAD dikenal sebagai daerah endemis berpotensi malaria seperti Sabang, Simeulue, P.Aceh, P.Banyak untuk kepulauan dan Beutong Ateuh, Padang Tiji, Lampanah, Woyla serta banyak lainnya untuk daratan. Berbeda dengan malaria yang banyak te- Universitas Sumatera Utara rdapat di daerah kepulauan dan pedalaman. Tahun 2005, parasite rate malaria 8,59 sedangkan yang diharapkan 2 Perkembangan malaria di Provinsi NAD terus bartambah, salah satu penyebabnya adalah kurangnya kepedulian masyarakat terhadap pencegahan malaria. Pada tahun 2007 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sudah mencapai 19.230 kasus malaria klinis. Sedangkan untuk Kota Sabang pada tahun 2007 terdapat 1.662 kasus malaria klinis dan tahun 2008 terdapat 1.135 kasus malaria klinis dari jumlah penduduk 35.744 jiwa yang terdiri dari 2 Kecamatan yaitu, Kecamatan Suka Jaya dan Kecamatan Suka Karya Dinkes Sabang, 2008. Dinkes Prov. NAD, 2006. Kota Sabang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah 153 km 2 Kota Sabang merupakan salah satu pulau yang rawan malaria, ini dikarenakan pulau sabang adalah salah satu daerah yang tropis yang sangat dekat dengan laut. Kota Sabang juga salah satu daerah yang banyak terdapat rawa-rawa dan semak semak sehingga daerah ini sangat sesuai sebagai tempat nyamuk berkembang biak. Selain itu ditinjau dari segi lingkungan, masyarakat di sana kadang-kadang sering membuang sampah tidak pada tempatnya, saluran-saluran air juga jarang yang terbagi ke dalam 2 kecamatan, 18 desa dengan jumlah penduduk sebanyak 32.428 jiwa. Pada beberapa desa di kecamatan Sukakarya dan Suka jaya terdapat areal persawahan payadanau, kubangan, genangan air, parit, kolam dan rawa. Keadaan topografi seperti ini mengakibatkan luasnya tempat perkembangbiakan vektor malaria atau nyamuk Anopheles spp Dinkes Sabang, 2010. Universitas Sumatera Utara dibersihkan sehingga air selalu tergenang, keadaan lingkungan ini merupakan tempat bersarang dan berkembang biaknya nyamuk yang dapat mengakibatkan masyarakat selalu terinfeksi oleh parasit malaria, serta dengan adanya pergantian antara musim kemarau dengan musim hujan yang berkepanjangan. Penelitian tentang habitat nyamuk Anopheles spp, yang dilakukan oleh Marsaulina 2002 di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal, mengatakan bahwa habitat persawahan yang menerapkan pola Intermitten Irigation Irigasi Berkala, dapat menurunkan kepadatan pupolasi larva nyamuk Anopheles spp secara bermakna. Penurunan populasi larva terjadi berdasarkan lamanya waktu pengeringan air dan penggenangan kembali. Hasil survai entomologi yang dilakukan pada beberapa daerah di Kota Sabang dan daerah kejadian malaria ditemui beberapa jenis Anopheles spp, yaitu An.sundaicus, An.subpictus, An.dirus, An.aconitus, An.barbirostris, An.vagus dan An.montanus Dinkes Sabang, 2010. Jika dilihat program yang diperbandingkan parasite rate malaria 2. sedangkan di Kota Sabang parasite rate malaria 11,7 dan Kelurahan Balohan parasit rate Malaria 9,6 Dinkes Sabang, 2008. Di Kelurahan Balohan dengan jumlah penduduk 2.563 jiwa yang terdiri dari 586 KK terdapat 101 kasus malaria klinis, Paya Seunara jumlah penduduk 2.698 terdapat 85 malaria klinis, Batee Shok jumlah penduduk 1.174 terdapat 159 kasus malaria klinis dan kelurahan Iboh dengan jumlah penduduk 761 terdapat 48 kasus malaria klinis Dinkes Sabang, 2010. Universitas Sumatera Utara Masalah utama terjangkitnya malaria adalah antara lain kurangnya pembersihan lingkungan, usaha penyemprotan maupun penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan masih banyak dijumpai kontruksi perumahan yang tidak layak huni yang sangat berisiko penyebaran malaria. Kota Sabang tergolong daerah rendah dan rawan banjir, jika masyarakat tidak mampu mengelola lingkungan dengan baik, maka mudah berkembangnya nyamuk malaria akhirnya terkena masyarakat sehingga menimbulkan angka terjangkitnya malaria secara terus menerus. Sehubungan dengan apa yang telah dikembangkan di atas dan melihat betapa pentingnya pencegahan terhadap perkembangan malaria, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh pengendalian vektor nyamuk Anopheles spp dan kondisi lingkungan rumah oleh kepala keluarga terhadap kejadian malaria di kota Sabang tahun 2011

1.2. Permasalahan