Uji Autokorelasi Uji Asumsi Klasik .1 Uji Normalitas

RESET1 =           k n u u p u u e e   ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ H ditolak jika RESET1 Fp,n-k.

3.6.3 Uji Multikolinieritas

Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah adanya hubungan linier yang kuat diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Multikolinieritas akan mempengaruhi interpretasi hasil regresi model yang diuji. Salah satu cara untuk mendeteksi multikolinier adalah dengan cara membandingkan nilai r 2 nilai R square parsial dengan nilai R 2 nilai R square awal. Jika nilai r 2 R 2 , maka model regresi tersebut menunjukkan adanya multikolinier. Sedangkan jika nilai r 2 R 2 , maka model regresi tersebut telah terbebas dari masalah multikolinieritas.

3.6.4 Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain, autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah : 1. Durbin-Watson test D-W test Universitas Sumatera Utara DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :          n t t n t t t e e e d 1 2 2 2 1 Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan besarnya nilai kritis dari d U dan d L berdasarkan jumlah pengamatan dan variabel bebasnya. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut : H : ñ = 0, tidak ada gejala autokorelasi H a : ñ ≠ 0, ada gejala autokorelasi Dengan kriteria sebagai berikut : H diterima jika d U d 4 – d U , Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi. H ditolak jika d d L atau d 4 – d L , Artinya data pengamatan memiliki gejala autokorelasi. Tidak ada kesimpulan jika d L ≤ d ≤ d U atau 4 – d U ≤ d ≤ 4 – d L , Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan. Jika di dalan model penelitian terdapat unsur time lag, maka sebaiknya pengujian ini tidak dilakukan dan menggunakan pengujian LM Test karena akan menimbulkan kebiasan terhadap hasil pengujian. Universitas Sumatera Utara 2. Lagrange Multiplier Test LM Test Uji ini dikembangkan oleh Breusch-Godfrey, sehingga dikenal juga dengan sebutan The Breusch-Godfrey BG Test. Perhatikan model persamaan berikut ini : t 1 1 t X Y       Pada uji ini diasumsikan bahwa ì t mengikuti model otoregresif ordo pARP 1 , dengan bentuk sebagai berikut : t t 3 t 3 2 t 2 1 t 1 t ...                       Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : H : ñ 1 = ñ 2 = … = ñ ñ = 0 H a : Tidak demikian Dengan demikian apabila kita tidak memiliki cukup bukti untuk menolak hipotesis, maka gejala autokorelasi tidak ada.

3.7 Definisi Operasional