Integrasi Fuzzy Analytical Network Process Dan Goal Programming Dalam Penilaian Supplier Dan Alokasi Order

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Erginel ,Nihal dan Sevil Senturk. Ranking of the GSM Operators wit FUZZY ANP. 2011. London-UK

.F. Hillier dan Lieberman, G. Pengantar Riset Operasi. Jilid 1 Edisi Kelima. 1994. Jakarta : Erlangga

Ginting, Rosnani. Perancangan Produk. 2010. Yogyakarta: Graha Ilmu

Indrajit, Richardus Eko. Strategi Manajemen Pembelian dan Supply Chain Pendekatan Manajemen Pembelian Terkini untuk Menghadapi Persaingan Global. 2005. Jakarta: PT. Grasindo

Kusumadewi ,Sri. Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (FUZZY MADM). 2006. Yogyakarta: Graha Ilmu

Malihe, D. Employing Fuzzy ANP for Green Supplier Selection and Order Allocations: A Case Study. 2013.International Journal of Economy, Management, and Social Sciences.

Mazoud R. Integrated Fuzzy ANP, Fuzzy VIKOR, and Goal Programming for Sourcing in A Supply Chain: A Case Study from Cable Industry. 2013. Pujawan, I Nyoman. Supply Chain Management. 2010. Surabaya:Institut

Teknologi Sepuluh November.

Saaty, T. L. Theory and Applications of the Analytic Network Process. 2005. Pittsburgh, PA: RWS Publications

Shpend. Key Performance Criteria for Vendor Selection-A Literature Review.

2013

Sinulingga, Sukaria. Metode Penelitian. 2011. USU Press: Medan. Siswanto. Operation Research, Jilid I. 2007. Jakarta: Erlangga.

Z, Isik Dikmen, & Birgonul M.T. Using ANP for Performance Measurement in Construction. 2007.


(2)

V-1

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pembelian 3

Secara umum, tujuan dari pembelian bahan baku adalah untuk mendapatkan bahan baku yang tepat pada kuantitas yang tepat di waktu dan tempat yang tepat dari pemasok yang tepat dengan pelayanan yang baik dan pada harga yang optimal. Secara spesifik, terdapat sembilan tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

Pembelian bisa dilakukan melalui proses tender atau pembelian rutin. Proses pembelian rutin biasanya berlaku untuk item-item yang suppliernya sudah jelas karena ada kesepakatan jangka panjang antara supplier dan perusahaan. Sedangkan proses tender dilakukan untuk item-item yang suppliernya masih harus dipilih.

Pembelian rutin dilakukan untuk item-item yang kebutuhannya berulang. Biasanya item-item yang seperti ini relatif standar sehingga proses pembelian tidak lagi melibatkan perancangan spesifikasi. Baik perusahaan maupun supplier

sama-sama memiliki data yang lengkaptentang item-item tersebut ( meliputi nama, nomor kode, spesifikasi, deliverylead time, harga per unit, dan sebagainya.

3.1.1 Tujuan Pembelian Bahan Baku

3

I Nyoman Pujawan. Supply Chain Management. 2010. Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh November. (hal 159-160)


(3)

a. Menyediakan pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara stabil.

Kekurangan bahan baku dalam proses produksi dapat menyebabkan kerugian yang besar pada perusahaan. Proses produksi akan terganggu, bahkan terhenti dan dapat mengakibatkan perusahaan tidak dapat mencapai kuantitas produksi yang seharusnya dicapai, meningkatkan biaya proses produksi, kehilangan penjualan, dan kehilangan kepercayaan konsumen.

b. Menjaga investasi pada inventory pada level optimum.

Perlu dilakukan penyesuaian untuk level inventory yang ditetapkan perusahaan, karena inventory yang terlalu banyak akan merugikan perusahaan karena adanya biaya penyimpanan bahan baku, namun inventory yang terlalu sedikit dapat memberikan resiko kekurangan bahan baku untuk proses produksi.

c. Menjaga dan meningkatkan kualitas.

Untuk mendapatkan output produksi sesuai keinginan, maka level kualitas

input produksi harus ditetapkan. Kebutuhan untuk menjaga dan meningatkan kebutuhan kualitas input mendapat perhatian karena dapat menjaga perusaan untuk tetap kompetitif.

d. Mencari dan mengembangkan supplier yang potensial.

Salah satu kunci dalam keberhasilan pembelian bahan baku adalah dalam mencari supplier, mengembangkannya, menganalisis kemampuan supplier

tersebut, memilih supplier yang terbaik, dan bekerja sama dengan supplier


(4)

e. Standardisasi pada bahan baku yang dibeli

Jika suatu jenis bahan baku dapat digunakan untuk membuat beberapa produk yang berbeda, maka efisiensi dapat diperoleh melalui pengurangan biaya pembelian bahan baku karena adanya diskon dari supplier untuk pembelian dalam jumlah besar.

f. Membeli bahan baku yang dibutuhkan pada harga yang seminimal mungkin. Kegiatan pembelian bahan baku memakan biaya yang sangat besar pada perusahaan. Pembelian bahan baku harus dilakukan pada harga yang minim, namun dengan tetap memperhatikan kualitas, servis, dan pengantaran, serta kriteria performa supplier lainnya.

g. Membuat perusahaan lebih kompetitif

Sebuah perusahaan akan kompetitif jika dapat mengontrol biaya dan waktu yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas pada supply chain, serta tidak melakukan aktivitas yang tidak memiliki value added. Melalui pembelian bahan baku yang stabil dan baik, maka aktivitas-aktivitas pada perusahaan juga akan terjaga pelaksanaannya.

h. Menjalin hubungan yang harmonis dan produktif dengan departemen lain di perusahaan.

Kinerja departemen purchasing tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya hubungan kerja sama yang baik dengan departemen lainnya. Beberapa departmen tersebut adalah production control, production, quality control, dan


(5)

i. Mengurangi biaya administrasi pada kegiatan pembelian bahan baku

Pengurangan biaya administrasi pada pembelian bahan baku dapat dilakukan dengan melakukan efisiensi pada segala kegiatan yang bekaitan dengannya, seperti kegiatan negosiasi, peninjauan supplier, dan pembuatan dokumen-dokumen yang dibutuhkan.

3.1.2. Pemilihan Pemasok4

Rank

Menurut studi yang dilakukan oleh Dickson (1966) di Amerika Utara selama pada tahun 1960-an, terdapat 23 kriteria penting dalam pemilihan supplier. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memberikan urutan peringkat sesuai dengan kriteria. Oleh karena itu, Dickson mensurvey 273 manajer pembelian di perusahaan yang berbeda untuk menyatakan tingkat kepentingan kriteria ke dalam empat kelompok.

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria

Kriteria Main Rating Evaluation

1 Kualitas 3,508 Extreme importance

2 Pengiriman 3,147

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) 2,998

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan 2,849 5 Fasilitas dan Kapasitas

Produksi 2,775

Considerable importance

6 Harga 2,758

7 Kemampuan Teknis 2,545

8 Posisi Keuangan 2,514

9 Pemenuhan Prosedural 2,488

10 Sistem Komunikasi 2,426

4


(6)

11 Reputasi dan Posisi di Industri 2,412

Tabel 3.1. Dickson’s Supplier Selection Criteria (Lanjutan)

Rank Kriteria Main Rating Evaluation

12 Keinginan Bisnis 2,256

13 Organisasi dan Manajemen 2,216 14 Pengendalian Operasi 2,211

15 Kemampuan Memperbaiki 2,187 Average Importance

16 Etika 2,120

17 Kesan (Impression) 2,054 18 Kemampuan Pengemasan 2,009 19 Rekam Hubungan Kerja

(Labor relations record) 2,003

20 Lokasi Geografis 1,872

21 Jumlah bisnis masa lalu 1,597 22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) 1,537

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) 0,610 Slight Importance

Sumber: Shpend (2013)

Seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1. di atas dalam studi Dickson ada 23 KPI dalam lingkungan pembelian dan situasi yang berbeda.

Oleh karena itu, faktor-faktor yang ditemukan sangat penting dalam penelitian ini adalah kualitas, pengiriman, dan riwayat kinerja serta kebijakan klaim dan jaminan, sedangkan yang penting paling sedikit adalah kesepakatan kedua pihak. Dapat disimpulkan bahwa studi ini adalah studi pertama yang terkonsentrasi untuk mengidentifikasi kriteria utama yang mempengaruhi proses seleksi supplier.

Beberapa faktor berikut ini perlu dijadikan bahan pertimbangan di dalam menilai kinerja supplier selain daripada harga penawaran. Di samping digunakan


(7)

untuk analisis, faktor-faktor berikut dapat digunakan pula sebagai bahan perhitungan dan pembanding antara beberapa calon pemasok.5

1. Waktu Penyerahan Barang

Makin lama waktu penyerahan barang, semakin besar pula diperlukan persediaan pengaman, sehingga secara keseluruhan diperlukan penambahan persediaan barang. Ini berarti penambahan biaya persediaan.

2. Keandalan Ketepatan Waktu

Keandalan ketepatan waktu berbeda dengan waktu penyerahan barang. Keandalan ini diukur dari standar deviasi dari waktu penyerahan barang rata-rata yang dijanjikan. Makin besar standar deviasi, yang berarti makin kecil keandalan ketepatan waktu, maka diperlukan persediaan pengaman yang makin besar, yang pada gilirannya akan menambah biaya persediaan barang. 3. Fleksibilitas Penyerahan

Fleksibilitas diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan barang yang bisa terjadi sewaktu-waktu karena ada perubahan permintaan dari pihak pelanggan, yang sering kali terjadi.

4. Frekuensi Penyerahan

Frekuensi penyerahan yang lebih sering dikenal dengan jumlah pengiriman yang sedikit lebih baik daripada frekuensi penyerahan yang lebih jarang dengan jumlah pengiriman yang lebih banyak, karena ini memungkinkan jumlah persediaan. Dalam sistem pembelian tepat waktu atau just in time purchasing. Cara ini dapat menekan persediaan barang sampai mendekati nol.

5

Strategi Manajemen Pembelian dan Supply Chain Pendekatan Manajemen Pembelian Terkini untuk Menghadapi Persaingan Global, Richardus Eko Indrajit, 2005, Jakarta: PT. Grasindo (h. 188-121)


(8)

5. Jumlah Pengiriman Minimum

Hal ini berhubungan dengan frekuensi penyerahan di atas, karena diperlukan jumlah pengiriman minimum yang paling kecil untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dari kebijakan pembelian tepat waktu.

6. Mutu Pemasokan

Mutu pemasokan barang adalah faktor yang sama pentingnya dengan harga barang. Kalau dahulu tingkat penolakan sedikit masih dapat diterima, kecenderungan akhir-akhir ini adalah bahwa penolakan yang dapat diterima adalah sebesar nol.

7. Biaya Angkutan

Biaya angkutan merupakan komponen biaya keseluruhan yang cukup besar sehingga perlu diperhitungkan dengan cermat. Frekuensi pengiriman secara lebih sering dengan jumlah pengiriman sedikit-sedikit bukan alasan untuk membenarkan kenaikan biaya angkutan ini.

8. Persyaratan Pembayaran

Persyaratan yang diperlukan adalah yang cukup fleksibel, yang tidak hanya mempertimbangkan kepentingan pemasok, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan pembeli. Di sini termasuk toleransi sedikit keterlambatan dalam pembayaran, pemberian kredit dalam waktu tertentu, dan potongan harga. 9. Kemampuan Koordinasi Informasi

Dalam rangka rantai pasokan, arus informasi ke hilir dan ke hulu merupakan hal yang mutlak dan merupakan sarana utama untuk menjamin koordinasi


(9)

antara semua mata rantai, sehingga merupakan syarat yang sangat penting yang harus dimiliki pemasok.

10.Kapasitas Koordinasi Desain

Dalam pemikiran rantai pasokan, desain tidak hanya ditentukan oleh pembuat produk jadi, tetapi dikomunikasikan dari mata rantai yang paling hilir, yaitu pelanggan, sampai ke mata rantai yang paling hulu, yaitu pemasok, sehingga diperlukan kemampuan pemasok untuk menyerap aspirasi pelanggan yang merupakan aspirasi produk dalam pula.

11.Pajak dan Nilai Tukar

Kestabilan nilai tukar uang, pajak, dan bea masuk, atau bea ekspor, dan pungutan lain merupakan hal yang penting dipertimbangkan apabila menyangkut pembelian barang dari negara lain.

12.Kelangsungan Hidup

Jaminan kelangsungan hidup serta perkembangan perusahaan pemasok merupakan salah satu faktor yang perlu diperhitungkan.

3.2. Teori Fuzzy6

Pada akhir abad ke-19 hingga akhir abad ke-20, teori probabilitas memegang peranan penting untuk penyelesaian masalah ketidakpastian. Teori ini terus berkembang, hingga akhirnya pada tahun 1965, Lotfi A. Zadeh memperkenalkan teori himpunan fuzzy, yang secara tidak langsung mengisyaratkan bahwa tidakhanya teori probabilitas saja yang dapat digunakan

6

Sri Kusumadewi, Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (FUZZY MADM), Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hlm. 1-2.


(10)

untik merepresentasikan masalah ketidakpastian. Namun demikian, teori himpunan fuzzy bukanlah merupakan pengganti dari teori probabilitas. Pada teori himpunan fuzzy, komponen utama yang sangat berpengaruh adalah fungsi keanggotaan. Fungsi keanggotaan merepresentasikan derajat kedekatan suatu obyek terhadap atribut tertentu, sedangkan pada teori probabilitas lebih pada penggunaan frekuensi relatif.

Teori himpunan fuzzy merupakan kerangka matematis yang digunakan untuk merepresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan informasi, dan kebenaran parsial. Kurangnya informasi, dalam menyelesaikan permasalahan sering kali dijumpai di berbagai bidang kehidupan.

Max Black mendefinisakan suatu proposisi tentang ketidakjelasan sebagai suatu proposisi dimana status kemungkinan dari proposisi tersebut tidak didefinisikan dengan jelas. Sebagai contoh, untuk menyatakan seseorang termasuk dalam kategori muda, pernyataan “muda” dapat memberikan interpretasi yang berbeda dari oleh tiap individu, dan tidak dapat diberikan umur tertentu untuk mengatakan seseorang masih muda atau tidak.

3.2.1. Fungsi Keanggotaan7

7

Sri Kusumadewi, Idem, hlm. 9.

Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan nilai keanggotaan adalah dengan melalui pendekatan fungsi.


(11)

3.2.1.1.Representasi Kurva Segitiga8

1 Derajat keanggotaan

µ(x)

0 a domainb c

Kurva segitiga pada dasarnya merupakan gabungan antara 2 garis (linear) seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Kurva Segitiga Fungsi keanggotaan:

[

] =

0;

� − �

� ≤ �

����

� ≥ �

� − �

;

≤ � ≤ �

� − �

� − �

;

� ≤ � ≤ �

Contoh:

Fungsi keanggotaan untuk himpunan NORMAL pada variabel temperatur ruangan seperti terlihat pada Gambar 3.2.

������

[23] =

23

15

25

15

= 0,8

8


(12)

1

0 15 25 35

Temperatur (oC) NORMAL

23 0,8

µ(x)

Gambar 3.2. Himpunan Fuzzy NORMAL (Kurva Segitiga)

3.3. Analytic Network Process (ANP)

Analytic Network Process (ANP) adalah Analytic Network Process adalah metode penilaian multi kriteria untuk strukturiasasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukur konsistensi dari peniaian dan fleksibilitas pada pilihan dalam level subkriteria.9

Masalah dalam pengambilan keputusan tidak dapat distruktur secara hierarki karena masalah melibatkan interaksi dan keterkaitan antara elemen pada tahapan yang lebih tinggi terhadap elemen pada tahapan yang lebih rendah. Kepentingan dari kriteria menentukan kepetingan dari alternatif pada hierarki, dan kepetingan dari alternatif menentukan kepentingan dari kriteria. Saaty (1999) mendefinisikan ANP sebagai metode pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan

9

Isik, Z., Dikmen, I., & Birgonul, M.T. (2007). Using ANP for Performance Measurement in Construction, RICS, p.4.


(13)

pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol.10

Perbedaan antara hierarki dan jaringan (network) digambarkan pada Gambar 3.3. dimana hirearki memiliki tujuan (goal) atau titik sumber (source node) serta kriteria dan sub kriteria atau titik tumpahan (sink node). Bentuknya berupa struktur linear dari atas ke bawah tanpa adanya timbal balik (feedback)

dari level terendah ke level diatasnya. Selain itu, loop hanya terjadi pada pada level terendah. Jaringan (network) menyebar dalam segala arah dan memungkinkan terjadinya pengaruh (influence) dari suatu kluster terhadap custer

lainnya maupun kluster itu sendiri dan timbal balik (feedback) yang membentuk siklus (Saaty, 2004).

ANP menggunakan jaringan tanpa harus menetapkan level seperti pada hierarki yang digunakan dalam Analytic Hierarchy Process (AHP), yang merupakan titik awal ANP. Konsep utama dalam ANP adalah influence

(pengaruh), sementara konsep utama dalam AHP adalah preference (pilihan). AHP dengan asumsi-asumsi dependensinya tentang kluster dan elemen merupakan kasus khusus ANP.

ANP merupakan pendekatan baru dalam proses pengambilan keputusan yang memberikan kerangka kerja umum dalam memperlakukan keputusan-keputusan tanpa membuat asumsi-asumsi tentang independensi elemen-elemen pada level yang lebih tinggi dari elemen-elemen pada level yang lebih rendah dan tentang independensi elemen-elemen dalam suatu level.

10

Saaty, T. L. (2005). Theory and Applications of the Analytic Network Process. Pittsburgh, PA: RWS Publications, 4922 Ellsworth Avenue, Pittsburgh, PA 15213


(14)

ANP merupakan gabungan dari dua bagian. Bagian pertama terdiri dari hierarki kontrol atau jaringan dari kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi. Pada kontrol ini tidak membutuhkan struktur hierarki seperti pada metode AHP. Bagian kedua adalah jaringan pengaruh-pengaruh diantara elemen dan kluster.

Sumber : Saaty, 2006

Gambar 3.3. Perbedaan Hierarki dan Jaringan (Network)

Boyokyazici dan Sucu (2003) menjelaskan bahwa model network tidak dapat digambarkan dengan struktur hirearki dan bukan merupakan bentuk linear dari level atas ke bawah. Istilah level dalam AHP digantikan dengan istilah kluster dalam ANP. Model ANP memiliki lingkaran hubungan antara elemen satu dengan yang lain serta dalam kluster itu sendiri yang disebut dengan system with feedback.

Hubungan ketergantungan antar elemen pada pendekatan ANP digambarkan dengan tanda anak panah bolak-balik pada masing-masing kluster. Kluster atau komponen dalam ANP adalah kumpulan elemen-elemen yang diturunkan dari sinergi interaksi yang tidak ditemukan dalam elemen tunggal.


(15)

Penilaian matriks berpasangan dalam metode AHP/ANP diaplikasikan terhadap elemen yang sejenis. Penilaian matriks berpasangan diisi berdasarkan penilaian ahli. Skala dasar yang digunakan untuk menentukan intesitas dari penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.2. Skala ini didasarkan pada teori stimulus respon dan divalidasi atas keefektifannya, tidak hanya pada banyak aplikasi oleh banyak orang, tetapi juga melalui pembenaran teoritikal mengenai skala yang harus digunakan dalam perbandingan homogen antar elemen. Pada aplikasi fuzzy ANP, skala yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2. Skala Linguistik Fuzzy

Skala Linguistik Skala Fuzzy Segitiga

Just Equal (JE) (1,1,1)

Weakly More Important (WMI) (1,3,5)

Strongly More Important (SMI) (3,5,7)

Very Strongly More Important

(VSMI) (5,7,9)

Absolutely More Important (AMI) (7,9,9)

Sumber : Nihal Erginel and Sevil Senturk. 2011. Ranking of the GSM Operators with Fuzzy ANP.

Metode ANP dipilih oleh karena kelebihannya dibanding metode pemilihan alternatif lainnya. Perbandingan metode pemilihan alternatif ditampilkan pada Tabel 3.3.


(16)

Tabel 3.3. Perbandingan Metode Pemilihan Alternatif

No Metode Kelebihan Kekurangan

1. Analytic Hierarchy Process (AHP) (Thomas L Saaty)

• Mudah digunakan • Struktur hirarki dapat

diatur dengan mudah untuk disesuaikan dengan masalah dengan jumlah banyak

• Dapat menyebabkan inkonsistensi antara kriteria penilaian dan pengurutan 2. Analytic Network Process (ANP) (Thomas L Saaty) • Membahas interdependesi antar elemen

• Mempunyai parameter konsistensi

• Memakan waktu dalam pengolahan

3. ELECTRE (Roy)

• Dapat membahas banyak kriteria

• Membahas tentang ketidakpastian dan ketidakjelasan

• Hasil dan proses sulit untuk dijelaskan kepada orang awam

• Proses outranking menyebabkan kelebihan dan kekurangan

alternatif tidak dibahas secara langsung . SAW

(MacCrimon)

• Dapat membahas banyak kriteria dan alternatif • Perhitungan yang mudah

dan tidak memerlukan program komputer yang rumit

• Tidak mempunyai parameter konsistensi • Perkiraan yang

dihasilkan tidak selalu mencerminkan keadaan sebenarnya

• Hasil yang diperoleh mungkin tidak logis 5. TOPSIS

(Hwang and Yoon)

• Perhitungan mudah dilakukan dan diimplementasikan • Dapat digunakan untuk

jumlah kriteria dan alternatif yang banyak

• Tidak mempunyai parameter konsistensi • Penggunaan jarak

Euclidean tidak mempertimbangkan korelasi dari atribut • Sulit untuk melakukan

pembobotan dan menjaga konsistensi dari penilaian

Sumber : Mark Velasquez. 2013. An Analysis of Multi-Criteria Decision Making Methods.h.63

Jureen Thor. 2013. Comparison of Multi Criteria Decision Making Methods From The Maintenance Alternative Selection Perspective. h. 33


(17)

Tabel 3.4. Skala Fundamental ANP dan AHP Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Equal Importance Dua elemen menyumbangnya sama

besar pada sifat itu

2 Weak

3 Moderate Importance

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

4 Moderate Plus

5 Strong Importance

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

6 Strong Plus

7 Very Strong or

Demonstrated Importance

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek

8 Very, Very Strong

9 Extreme Importance

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua

pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan


(18)

Saaty merekomendasikan sebuah skala 1-9 untuk membandingkan antara dua komponen. Skala 1 menunjukkan tingkat kepentingan yang sama antara dua komponen dan skala maksimal 9 untuk menunjukkan dominasi antara komponen pada baris dan komponen pada kolom. Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam (inner dependence). Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol.

Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen-elemen-elemen lain dalam jaringan. Matriks merupakan suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen) yang disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk empat persegi panjang, dimana panjang dan lebarnya ditunjukkan oleh banyaknya kolom-kolom dan baris-baris. Supermatriks adalah dua dimensional matriks dari elemen terhadap elemen (matriks dari matriks-matriks). Supermatriks dibangun dengan menempatkan klusterdan semua elemen masing-masing kluster dalam urutan secara vertikal di sebelah kiri dan secara horizontal di sebelah atas. Vektor prioritas dari perbandingan berpasangan nampak dalam suatu kolom yang sesuai dari suatu supermatriks.


(19)

1. Tahap supermatriks tanpa bobot(unweighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang didirikan dari bobot yang diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan.

2. Tahap supermatriks terbobot (weighted supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan mengalikan semua elemen di dalam komponen dari unweighted supermatrix dengan bobot kluster yang sesuai sehingga setiap kolom pada weighted supermatrix memiliki jumlah 1. Jika kolom pada unweighted supermatrix sudah memiliki jumlah 1, maka tidak perlu membobot komponen tersebut pada weighted supermatrix.

3. Tahap supermatriks batas (limit supermatrix)

Merupakan supermatriks yang diperoleh dengan menaikkan bobot dari

weighted supermatrix. Menaikkan bobot tersebut dengan cara mengalikan supermatriks itu dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap kolom memiliki nilai yang sama, maka limit matrix telah stabil dan proses perkalian matriks dihentikan.

Hasil akhir perhitungan memberikan bobot prioritas dan sintesis. Prioritas merupakan bobot dari semua elemen dan komponen. Didalam prioritas terdapat bobot limiting dan bobot normalized by kluster. Bobot limiting merupakan bobot yang didapat dari limit supermatrix sedangkan bobot normalized by kluster merupakan pembagian antara bobot limiting elemen dengan jumlah bobot limiting

elemen-elemen pada satu komponen. Sintesis merupakan bobot dari alternatif. Didalam sintesis terdapat bobot berupa ideals, raw dan normals. Bobot normals


(20)

prioritas. Bobot raw merupakan hasil bobot alternatif seperti terdapat pada bobot

limiting prioritas atau limit matrix. Bobot ideals merupakan bobot yang diperoleh dari pembagian antara bobot normals pada setiap alternatif dengan bobot normals

terbesar diantara alternatif-alternatif tersebut.

Setelah semua tujuan strategis teridentifikasi, dilakukan penyebaran kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparison) pada expert judgements dalam strukur organisasi perusahaan yang berkaitan dengan perspektif untuk mengetahui preferensi mereka terhadap rancangan tujuan strategis yang telah terbentuk. Adapun kuesioner yang diberikan dalam bentuk kuesioner perbandingan berpasangan. Skala yang digunakan adalah skala terbatas yang dimulai dari sama pentingnya (equally prefered) hingga mutlak pentingnya (extremelly prefered). Pemilihan skala 1 hingga 9 didasarkan pada penelitian psikologi yaitu berdasarkan kemampuan otak manusia menyuarakan urutan preferensinya (Harker & Vargas, 1987). Penilaian yang diberikan diharapkan berdasarkan dari penilaian pakar. Skala untuk penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas lainnya

5

Elemen yang satu essensial atau sangat penting ketimbang elemen lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lain

Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek


(21)

Tabel 3.5. Dasar Perbandingan Kriteria (Lanjutan) Intensitas

Kepentingan Definisi Penjelasan

9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i

Sumber Saaty (2005)

3.3.1. Langkah-langkah ANP11

1. Konstruksi model ANP

Analytic Network Process atau ANP adalah teori umum pengukuran relatif yang digunakan untuk menurunkan rasio prioritas komposit dari skala rasio individu yang mencerminkan pengukuran relatif dari pengaruh elemen-elemen yang saling berinteraksi berkenaan dengan kriteria kontrol . Langkah-langkah metode ANP menurut Saaty adalah :

Model ANP dibuat berdasarkan pada keterkatian dan feedback di antara elemen kriteria dan alternatif.

2. Menentukan nilai matriks perbandingan berpasangan

Matriks perbandingan berpasangan dinilai terhadap setiap elemen pada setiap kelompok dan sebaliknya. Penilaian matriks berpasangan berdasarkan skala pengukuran AHP/ANP yang dikembangkan oleh Saaty.

3. Menentukan bobot dan rasio konsistensi untuk setiap elemen model

11


(22)

Nilai matriks perbandingan berpasangan pada langkah ke 2 ditentukan nilai bobot dan rasio konsistensi untuk setiap elemen. Nilai bobot digunakan untuk menghitung rasio konsistensi.

Rumus indeks konsistensi dari matriks adalah sebagai berikut :

1 −

− =

n n CI λmaks

Dimana, λmaks = eigen maksimum n = ukuran matriks

Nilai konsistensi rasio diperoleh berdasarkan pembagian nilai CI terhadap nilai random consistency index dapat dilihat pada Tabel 3.6. Nilai CR disarankan tidak lebih kecil atau sama dengan 0,10.

Tabel 3.6. Random Consistency Index

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,52 0,89 1,11 1,25 1,35 1,4 1,45 1,49 4. Pembentukan dan penyelesaian supermatrix

Bobot yang diperoleh pada langkah ke 2 digunakan dalam penyusunan

supermatrix. Supermatrix kemudian digunakan untuk mendapatkan limiting supermatrix dengan menggunakan fungsi limit pada weighted supermatrix.


(23)

3.4. Chang’s Extent Analysis12

Prinsip dari perbandingan angka-angka fuzzy diperkenalkan untuk menurunkan bobot vektor dari semua elemen untuk tiap level dari hirarki dengan menggunakan nilai sintetik fuzzy.

Langkah-langkah dari model Chang’s extent analysis adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Nilai dari tambahan sintetik fuzzy terhadap objek ke I didefinisikan sebagai: �� = � ���� � �=1 ⊗ �� �� � �=1 �

�=1 �

−1

Untuk mendapatkan nilai ∑�=1, lakukan operasi penambahan fuzzy

dari nilai analisis tambahan m untuk sebuah matriks sehingga:

�� � �=1 = �� � � �=1 ,� � � �=1 ,� � � �=1 �

dan untuk mendapatkan �∑=1=1�−1, lakukan operasi penjumlahan

fuzzy dari nilai � (j = 1, 2, . . ., m) sehingga

� �� � �=1 � �=1 = �� � � �=1 ,� � � �=1 ,� � � �=1 �

Kemudian hitung invers dari vektor persamaan di atas sehingga

�� �� � �=1 � �=1 � −1

= � 1

∑��=1��

, 1

∑��=1��

, 1

∑��=1��

12

Nihal Erginel dan Sevil Senturk. 2011. Ranking of the GSM Operators wit FUZZY ANP.


(24)

Langkah 2: Derajat kemungkinan dari M2≥ M1 didefiinisikan sebagai

� (�2 ≥ �1) =

���

� ≥ � [min(��1(�),��2(�)) ].

dimana sup merupakan singkatan dari supremum (batas terbawah dari suatu himpunan) dan ketika sebuah pasangan (x,y) eksis dimana y≥x dan

��1(�) = ��2(�), maka didapatkan � (�2≥ �1) = 1.

Oleh karena M1 = (l1, m1, u1) dan M2 = (l2, m2, u2) adalah angka fuzzy

konveks maka berlaku aturan:

� (�2 ≥ �1) =ℎ�� ( �1∩ �2) =��2(�)

(dimana istilah hgt adalah ketinggian dari angka fuzzy pada perpotongan dari M1 dan M2)

��2(�) =

⎩ ⎨

⎧ 1,���2 ≥ �1

0,���1 ≥ �2

�1− �2

(�1 − �2)−(�1− �1)��ℎ������

dimana d adalah abscissa titik seberang dari M1 dan M2. Untuk membandingkan M1 dan M2, kita memerlukan kedua nilai dari � (�1 ≥ �2) dan

� (�2 ≥ �1).

Langkah 3: Derajat kemungkinan dari sebuah angka fuzzy konveks agar lebih besar dari k angka fuzzy konveks Mi (i = 1, 2, . . ., k) dapat ditulis sebagai

� (� ≥ �1,�2, … ,��)

=�[( (� ≥ �1) ���� ≥ �2��� (� ≥ ��)]

= min�(� ≥ �),�= 1, 2, 3, … ,� asumsikan bahwa

�′(


(25)

untuk k = 1, 2, … ,n; k ≠ i. kemudian bobot vektor diperoleh sebagai berikut:

�′ = ��(

1),�′(�2), … ,�′(��)� �

dimana Ai = (I = 1, 2, …, n) adalah n elemen.

Langkah 4: Setelah normalisasi, bobot vektor ternomalisasi adalah, �= ��(�1),�(�2), … ,�(�)��

dimana W bukan merupakan angka fuzzy.

3.5. Goal Programming

Model Goal Programming merupakan perluasan dari model pemrograman linear, sehingga seluruh asumsi, notasi, formulasi model matematis, prosedur perumusan model dan penyelesaiannya tidak berbeda.13

Beberapa asumsi dasar yang diperhatikan dalam goal programming adalah:

Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variable deviasional yang akan muncul di fungsi tujuan dan di fungsi-fungsi kendala. Oleh karena itu, konsep dasar pemrograman linear akan selalu melandasi pembahasan model goal programming.

14

a. Proportionality, di dalam membuat suatu model progam linier perlu diketahui bahwa suatu sistem Linier Programming diketahui yaitu input, output dan aktivitas. Sebelum aktivitas dimulai, diperlukan beberapa input. Input yang

13

Siswanto, 2007, Operation Research, Jilid I, Jakarta: Erlangga.

14

Hillier, F. dan Lieberman, G. 1994. Pengantar Riset Operasi. Jilid 1 Edisi Kelima, Penerbit Erlangga, Jakarta


(26)

digunakan bertambah secara proporsionil (sebanding) dengan pertambahan aktivitas.

b. Accountability For Resources, hal ini berkaitan dengan sumber-sumber yang tersedia harus dihitung sehingga dapat dipastikan berapa bagian yang terpakai dan berapa bagian yang tdak terpakai.

c. Linearity of objectives, dimana fungsi tujuan dan faktor-faktor pembatasnya harus dapat dinyatakan sebagai fungsi linier programming.

d. Deterministik, pada asumsi ini menghendaki agar semua parameter tetap dan diketahui atau ditentukan secara pasti.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Goal Programming, yaitu : a. Variabel keputusan

Variabel keputusan (decision variable) adalah seperangkat variabel yang tidak diketahui yang berada di bawah kontrol pengambilan keputusan, yang berpengaruh terhadap solusi permasalahan dan keputusan yang akan diambil. Biasanya dilambangkan dengan Xj (j = 1, 2, 3,…, n).

b. Kendala-kendala Sasaran

Di dalam model Goal Programming, Charnes dan Cooper menghadirkan sepasang variabel yang dinamakan variabel deviasional dan berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Agar deviasi itu minimum, artinya nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sebisa mungkin mendekati nilai ruas kanannya maka variabel deviasional itu harus diminumkan di dalam fungsi tujuan.


(27)

Pemanipulasian model pemrograman linear yang dilakukan oleh Charnes dan Cooper telah mengubah makna kendala fungsional. Bila pada model pemrograman linear, kendala-kendala fungsional menjadi pembatas baik usaha pemaksimuman atau peminimuman fungsi tujuan, maka pada model Goal Programming kendala-kendala itu merupakan sarana untuk mewujudkan sasaran yang hendak dicapai. Sasaran-sasaran, dalam hal ini, dinyatakan sebagai nilai konstan pada ruas kanan kendala. Sebagai contoh, sasaran laba, anggaran yang tersedia, resiko investasi, dan lain-lain. Mewujudkan suatu sasaran, dengan demikian, berarti mengusahakan agar nilai ruas kiri suatu persamaan kendala sama dengan nilai ruas kanannya. Itulah sebabnya, kendala-kendala di dalam model Goal Programming selalu berupa persamaan dan dinamakan kendala sasaran. Di samping itu, keberadaan sebuah kendala sasaran selalu ditandai oleh kehadiran variabel deviasional sehingga setiap kendala sasaran pasti memiliki variabel deviasional.

c. Variabel Deviasional

Variabel deviasional, sesuai dengan fungsinya, yaitu menampung deviasi hasil terhadap sasaran-sasaran yang dikehendaki, dibedakan menjadi dua yaitu: i. Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di bawah sasaran

yang dikehendaki. Sasaran itu tercermin pada nilai ruas kanan suatu kendala sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi negative. Digunakan notasi DB untuk menandai jenis variabel deviasional ini. Karena variabel deviasional DB berfungsi untuk menampung deviasi negative, maka:


(28)

� ���.��� =�� − ��� �

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

sehingga DB akan selalu mempunyai koefisien +1 pada setiap kendala sasaran.

ii. Variabel deviasional untuk menampung deviasi yang berada di atas sasaran. Dengan kata lain, variabel deviasional ini berfungsi untuk menampung deviasi positif. Notasi DA digunakan untuk menandai jenis variabel deviasional ini. Karena variabel deviasional DA berfungsi untuk menampung deviasi positif maka,

� ���.��� =��− ��� �

�=1

Dimana: i = 1, 2, …., m j = 1, 2, …., n

sehingga DA akan selalu mempunyai koefisien -1 pada setiap sasaran.

Dengan demikian, jelas bahwa kedua variabel deviasional tersebut mempunyai fungsi yang berbeda. Bila variabel deviasional DB menampung penyimpangan nilai di bawah saasaran maka variabel deviasional DA menampung penyimpangan nilai di atas sasaran. Sehingga sebenarnya cukup


(29)

mudah untuk dimengerti bahwa nilai penyimpangan minimum di bawah maupun di atas sasaran adalah nol dan tidak mungkin negatif atau,

DBi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m

DAi ≥ 0 untuk i = 1, 2, ….., m

Secara matematis, bentuk umum kendala sasaran itu adalah:

� ���.��� − ��� + ��� =�� �

�=1

Dalam hal ini, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi: i. DAi = DBi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =�� �

�=1

Atau dikatakan bahwa sasaran tercapai. ii. DBi > 0 dan DAi = 0, sehingga menjadi:

� ���.��� =�� �

�=1

− ���

Atau dikatakan bahwa sasaran tidak tercapaiatau hasil di bawah sasaran.

� ���.��� <�� �

�=1

iii. DBi = 0 dan DAi > 0, sehingga menjadi:

� ���.��� <�� �

�=1

+��


(30)

� ���.��� >�� �

�=1

Jadi, jelas sekali bahwa kondisi dimana DBi > 0 dan DAi > 0 pada sebuah

kendala sasaran tidak akan mungkin terjadi. d. Fungsi Tujuan

Ciri khas lain yang menandai model Goal Programming adalah kehadiran variabel deviasional di dalam fungsi tujuan yang harus diminimumkan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari tujuan kehadiran variabel deviasional di dalam fungsi kendala sasaran.

Sasaran yang telah ditetapkan (bi) akan tercapai bila variabel deviasional DAi

dan DBi bernilai nol. Oleh karena itu, DAi dan DBi harus diminimumkan di

dalam fungsi tujuan, sehingga fungsi tujuan model Goal Programming adalah:

���������� � ��� + ��� �

�=1

3.5.1. Bentuk Umum Model Goal Programming

Secara umum model matematis Goal Programming dapat dirumuskan sebagai berikut:

Min ∑�=1 �� + �� ST

a11X1 + a12X2 + ………..+ a1nXn + DB1 – DA1 = b1 a21X1 + a22X2 + ………..+ a2nXn + DB2 – DA2 = b2


(31)

. . . . . .

am1X1 + am2X2+ ………..+ amnXn + DBm – DAm = bm

dan

Xj, DAi, dan DBi ≥ 0, untuk I = 1, 2, …., m

3.5.2. Penyelesaian Model Goal Programming Menggunakan Software

LINDO

LINDO, singkatan dari Linear Interactive Discrete Optimizer, adalah sebuah program yang dirancang untuk menyelesaikan kasus-kasus pemrograman linear. Sebuah kasus harus diubah dahulu ke dalam sebuah model matematis pemrograman linear yang menggunakan format tertentu agar bisa diolah oleh program LINDO. Jadi, berbeda dengan program-program lain yang menggunakan menu driven system dimana pemakai (user) tinggal memasukkan data sesuai program permintaan secara bertahap.15

1. LINDO: Input

Program ini menghendaki input sebuah program matematika dengan struktur tertentu. Contoh bentuk input di program LINDO adalah :

MIN DA1 + DB1 + DA2 + DB2 + DB3 + DB4 SUBJECT TO

2) –DA1 + DB1 + 5X1 + 6X2 = 60 3) –DA2 + DB2 + X1 + 2X2 = 16 4) DB3 + X1 = 10

5) DB4 + X2 = 6 END

15


(32)

2. LINDO: Output

Setelah data dimasukkan, segera perintahkan program untuk mengolah data tersebut melalui fasilitas perintah ‘solve’. Sesaat kemudian program menampilkan hasil olahannya. Output atau hasil olahan program LINDO pada dasarnya bisa dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu Optimal Solution

atau penyelesaian optimal dan Sensitivity Analysis atau analisis sensitivitas. Hasil olahan LINDO memuat lima macam informasi yaitu :

a. Nilai fungsi tujuan di bawah label Objective Function Value.

Informasi ini ditandai dengan notasi ‘1)’ untuk menunjukkan bahwa di dalam struktur input LINDO, fungsi tujuan ditempatkan pada baris ke-1 dan fungsi kendala mulai dari urutan baris ke-2.

b. Nilai optimal variabel keputusan di bawah label value.

Variabel keputusan pada output LINDO ditandai dengan label variable.

Misalnya variabel keputusan X1 dan X2, maka bilangan di bawah valueI

dan berada pada baris dimana X1 berada menunjukkan nilai optimal variabel keputusan.

c. Sensitivitas Cj jika Xj = 0 di bawah kolom reduced cost.

Memberikan informasi mengenai sampai sejauh mana nilai Cj harus diturunkan agar nilai variabel keputusan menjadi positif. Ini berarti bahwa

reduced cost akan selalu nol bila nilai variabel keputusan positif dan sebaliknya.


(33)

Informasi ini menunjukkan nilai slack dan surplus masing-masing kendala ketika nilai fungsi tujuan mencapai nilai ekstrem.

e. Dual Price

Informasi ini menunjukkan tentang perubahan yang akan terjadi pada nilai fungsi tujuan bila nilai ruas kanan kendala berubah satu unit.

Hasil olahan LINDO juga memberikan informasi mengenai jumlah iterasi yang diperlukan untuk menemukan penyelesaian optimal. Misalnya, output untuk contoh di atas adalah :

OUTPUT:

LP OPTIMUM FOUND AT STEP 5

OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) 5.000000

VARIABLE VALUE REDUCED COST

DA1 0.000000 0.750000

DB1 0.000000 1.250000

DA2 0.000000 1.250000

DB2 0.000000 0.750000

DB3 4.000000 0.000000

DB4 1.000000 0.000000

X1 6.000000 0.000000

X2 5.000000 0.000000

ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES

2) 0.000000 0.250000

3) 0.000000 -0.250000

4) 0.000000 -1.000000

5) 0.000000 -1.000000


(34)

3.6. Metode Sampling16

3.6.1. Probability Sampling

Sampling adalah metode pengumpulan data yang sangat populer karena memanfaatkannya yang demikian besar dalam penghematan sumberdaya waktu dan biaya dalam kegiatan pengumpulan data. Sampling sering dibandingkan dengan sensus yaitu metode pengumpulan data secara menyeluruh yaitu seluruh sumber data ditelusuri dan setiap elemen data yang dibutuhkan diambil. Metode sensus memang menghasilkan data lebih lengkap tetapi tidak sedikit kendala yang dihadapi dengan menggunakan metode ini.

17

Probability sampling adalah metode pengambilan sampel dimana setiap elemen dari populasi diberi kesempatan yang untuk ditarik menjadi anggota dari sampel. Rancangan atau metode propability sampling ini digunakan apabila faktor keterwakilan (representiveness) oleh sampel terhadap populasi sangat dibutuhkan dalam penelitian antara lain agar hasil penelitian dapat digeneralisasi secara lebih luas. Pemilihan atas lima metode penarikan samel yang telah disebutkan di atas tergantung pada banyak faktor, antara lain yang utama ialah luasnya cakupan generalisasi yang diinginkan, ketersediaan waktu, maksud dan tujuan penelitian (tipe masalah yang ingin dicari jawabannya).

Teknik sampling yang berada dalam lingkup probabilistik sampling adalah sebagai berikut:

16

Sukaria Sinulingga, Metode Penelitian. USU Press, Medan, 2011, hlm. 181-182.

17


(35)

1. Simple Random Sampling

Simple random sampling yang sering juga disebut unrestricted probability sampling, setiap elemen dari populasi memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Simple random sampling

dikatakan tidak terbatas (unrestricted) karena semua elemen dianggap sama dalam arti semuanya mempunyai kesempatan terpilih yang sama walaupun karakteristik masing-masing anggota mungkin tidak sama. Simple random sampling memiliki bias yang relatif kecil dan memberikan kemampuan generalisasi yang tinggi. Penggunaan metode ini terbatas pada kondisi populasi yang memiliki elemen dengan karakteristik atau property yang tidak berfluktuasi besar.

2. Systematic Sampling

Systematic sampling adalah suatu metode pengambilan sampel dengan cara menarik elemen setiap kelipatan ke-n dari populasi mulai dari urutan yang dipilih secara acak di antara nomor 1 hingga n. Metode Systematic sampling

pada umumnya digunakan dalam pemeriksaan mutu proses atau produk dalam industri manufaktur yang bersifat continue dan flow process seperti industri penyulingan minyak, industri semen, pupuk dan lain-lain sejenisnya. 3. Stratified Random Sampling

Penarikan sampel menurut metode stratified random sampling merupakan perluasan sekaligus mengatasi kelemahan dari metode simple random sampling. Strata elemen dalam populasi mendapat perhatian sehingga


(36)

populasi dibagi sesuai dengan strata yang ada. Strata dalam populasi dibagi sesuai dengan sasaran penelitian.

4. Cluster Sampling

Populasi pada kebanyakan kasus berada dalam keadaan seperti terkotak-kotak menunjukkan karakteristik yang berbeda. Misalnya suatu wilayah dihuni oleh penduduk yang bersifat multi-kultur.

5. Area Sampling

Area sampling sangat mirip bahkan sering digabung dalam cluster sampling.

Area sampling memiliki perbedaan dengan cluster sampling yaitu cluster dari populasi adalah perbedaan lokasi geografis dari populasi.

3.6.2. Non-probability Sampling18

1. Convinience Sampling

Non-probability sampling adalah teknik sampling dimana setiap elemen populasi yang akan ditarik menjadi anggota sampel tidak berdasarkan pada probabilitas yang melekat pada setiap elemen tetapi berdasarkan karakteristik khusus masing-masing elemen. Model dari metode sampling yang non-probabilistik ini adalah convinience sampling dan purposive sampling.

Convinience sampling adalah suatu metode sampling dimana para respondennya adalah orang-orang yang secara sukarela menawarkan diri (conviniencely avaiable) dengan alasan masing-masing.

2. Purposive Sampling

18


(37)

Purposive sampling adalah metode sampling non-probability yang menggunakan orang-orang tertentu (specific target-group) sebagai sumber data/informasi. Orang-orang tertentu yang dimaksud disini adalah individu atau kelompok yang karena pengetahuan, pengalaman, jabatan dan lain-lain yang dimilikinya menjadikan individu atau kelompok tersebut perlu dijadikan sumber informasi. Individu atau kelompok khusus ini langsung dicatat namanya sebagai reponden tanpa melalui proses seleksi secara random.

Purposive sampling dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu judgement sampling dan quota sampling. Judgement sampling adalah tipe pertama dari

purposive sampling, responden terlebih dahulu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu misalnya karena kemampuannya atau kelebihannya di antara orang-orang lain dalam memberikan data dan informasi yang bersifat khusus yang dibutuhkan peneliti.

Quota sampling adalah tipe kedua purposive sampling dimana kelompok-kelompok tertentu dijadikan responden (sumber data/informasi) untuk memenuhi kuota yang telah ditetapkan.

3.7. Kuesioner19

Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk

19


(38)

memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian. Syarat utama pengisian kuesioner adalah pertanyaan yang jelas dan mengarah ke tujuan.

Ada empat komponen inti dari sebuah kuesioner, yaitu:

1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian. 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti untuk turut serta mengisi secara

aktif dan objektif pertayaan maupun pernyataan yang tersedia.

3. Adanya petunjuk pengiisian kuiioner, dimana petunjuk yang tersedia harus mudah dimengerti.

4. Adanya pertanyaan maupun pernyataan beserta tempat pengisian jawaban, baik secara tertutup, semi tertutup, maupun terbuka.

Dalam merancang kuesioner yang baik perlu dipahami prinsip-prinsip yang terkait dengan cara penulisan pertanyaan (wording of quetions), cara pengukuran yaitu mengkatagorikan, membuat skala dan mengkodekan (catagorized, scaled and coded) jawaban dari responden dan kerapian (general appearance) kuesioner tersebut20

20

Sukaria Sinulingga, Idem, hlm. 155 .


(39)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Charoen Pokphand Indonesia yang berlokasi di Jl. Pulau Sumbawa No.5 Kawsan Industri Medan, Mabar, Sumatera Utara, yang bergerak dalam bidang pembuatan pakan ternak. Penelitian dilakukan dari bulan September 2015 – Desember 2015.

4.2. Jenis Penelitian

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif (descriptive research) yaitu dilakukan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu. Penelitian deskriptif ini juga berbentuk action research yaitu dengan menggunakan metode perbaikan yang mampu diaplikasikan pada perusahaan.21

Objek dalam penelitian ini adalah supplier bahan baku jagung kuning dan dedak padi. Pada penelitian ini akan dinilai kinerja tiap supplier bahan baku Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner (questionnaire) yang diisi oleh para responden sesuai dengan objek penelitian yang ditetapkan.

4.3. Objek Penelitian

21


(40)

tersebut dan dialokasikan jumlah pesanan bahan baku sesuai dengan bobot setiap

supplier.

4.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Kerangka konseptual merupakan landasan awal dalam melaksanakan penelitian. Kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. di bawah ini.

Total bobot kerja diperoleh dari penilaian supplier dengan menggunakan kriteria harga, pengiriman, riwat kinerja, sistem komunikasi, kebijakan klaim dan jaminan dan kualitas.

Total Bobot Penilaian Supplier

Jumlah Kebutuhan

Harga Bahan Baku

Tingkat Penolakan Bahan Baku

Minimum dan Maksimum Order

Jumlah Alokasi Pesanan


(41)

Masalah yang diteliti pada penelitian ini yakni adanya perbedaan supplier

dengan sistem multi supplier, sehingga diperlukannya metode yang dapat memberikan keputusan pembelian bahan baku yang optimal.

Kriteria penilaian supplier yang digunakan berdasarkan 23 Kriteria Pemilihan Supplier oleh Dickson dimana terdapat enam kriteria penilaian yang terpilih, yaitu Kualitas, Pengiriman, Kebijakan Klaim dan Jaminan, Riwayat Kinerja, Harga, dan Sistem Komunikasi. Berdasarkan hasil penilaian tiap kriteria ini maka akan diperoleh total bobot. Selanjutnya dari total bobot yang diperoleh, maka dialokasikan pesanan bahan baku pada supplier dengan mempertimbangkan variabel lain yakni jumlah kebutuhan bahan baku, tingkat penolakan bahan baku, harga bahan baku, serta minimum dan maksimum order pada supplier.

4.5. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang memiliki nilai yang berbeda-beda atau bervariasi.

Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel dependen baik secara positif maupun negatif.

a. Bobot masing-masing kriteria, yaitu bobot masing-masing kriteria setelah dilakukan pengolahan dengan fuzzy ANP.

b. Jumlah kebutuhan bahan baku merupakan jumlah bahan baku jagung dan dedak padi yang dibutuhkan perusahaan setiap bulannya pada tahun 2015.


(42)

c. Tingkat penolakan bahan baku yang masuk adalah perbandingan dari jumlah bahan baku yang ditolak saat tiba dengan jumlah pemesanan bahan baku yang dilakukan dan dinyatakan dalam satuan ton.

d. Harga bahan baku merupakan harga untuk pembelian bahan baku jagung kuning dan dedak padi.

e. Minimum dan maksimum order pada masing-masing supplier merupakan batasan pemesanan minimum dan maksimum yang ditetapkan oleh

supplier untuk setiap bulannya dan dinyatakan dalam satuan ton.

2. Variabel Dependen, variabel yang nilai atau value-nya dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel lain.

a. Alokasi Order, yaitu jumlah order yang dilakukan untuk setiap supplier

yang digunakan.

4.6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada setiap tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penentuan Kriteria

Penentuan kriteria penilaian supplier dilakukan berdasarkan “23 Kriteria Pemilihan Supplier” oleh Dickson. Instrumen yang digunakan berupa kuisioner tertutup yang diberikan kepada Departemen Purchasing selaku responden. Penentuan responden dilakukan dengan metode Judgement Sampling. Berdasarkan kuisioner ini maka akan diputuskan kriteria yang akan


(43)

digunakan dalam penilaian kinerja supplier, dan dilanjutkan dengan penentuan subkriteria.

2. Tahap Penentuan Subkriteria

Berdasarkan kriteria terpilih selanjutnya ditentukan subkriteria yang relevan dengan instrumen kuisioner semi terbuka pada ketiga responden yang sama. 3. Tahap Penentuan Hubungan Antar Subkriteria

Kriteria dan subkriteria yang terpilih selanjutnya akan ditentukan hubungannya dengan menggunakan kuisioner tertutup. Kuisioner ini juga disebarkan kepada kedua responden tersebut. Berdasarkan hasil kuisioner ini dapat dibangun struktur jaringan (network ) untuk penilaian kinerja supplier.

4. Tahap Perbandingan Berpasangan Antar Kluster, Subkriteria, dan Alternatif Pada tahap ini digunakan kuisioner perbandingan berpasangan (kuisioner ANP) yang disebarkan kepada responden.

4.7. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang dilaksanakan dengan urutan kegiatan sebagai berikut. 1. Pada awal penelitian dilakukan studi pendahuluan untuk mengidentifikasi

masalah yang terdapat pada perusahaan. Setelah identifikasi kemudian masalah penelitian dirumuskan.

2. Penyusunan landasan teori, menggunakan teori-teori yang sesuai dengan masalah untuk mendapatkan solusi atas permasalahan tersebut.


(44)

3. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dengan diskusi dan wawancara. Data yang dikumpulkan ada dua jenis, yaitu:

a. Data primer berupa data yang diperoleh dari hasil kuisioner penentuan kriteria dan subkriteria,data kuisioner hubungan antar subkriteria, data penentuan hubungan antar subkriteria, dan data kuisioner perbandingan berpasangan (ANP).

b. Data sekunder berisikan data gambaran umum perusahaan, bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan serta proses produksi yang dilakukan. Selain itu, data yang terkait dengan proses pengolahan data yakni data kebutuhan bahan baku, data jumlah penolakan bahan baku, data harga bahan baku, data biaya pembelian, dan data minimum dan maksimum order pada tiap supplier.

4. Setelah data dikumpulkan maka dilakukan proses pengolahan data yang digunakan sebagai sumber informasi dalam melakukan analisis terhadap masalah yang diteliti.

a. Pengolahan data dengan metode Fuzzy ANP

b. Pengolahan data dengan metode Goal Programming

4. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil pengolahan data. Analisis dilakukan terhadap:

a. Analisis hasil pengolahan data Fuzzy ANP yang meliputi analisis hubungan antar subkriteria, analisis hasil perhitungan supermatriks, dan analisis hasil pembobotan Fuzzy ANP pada setiap alternatif supplier.


(45)

b. Analisis hasil alokasi pesanan bahan baku dengan goal programming

yang dilakukan dengan melihat pencapaian sasaran yang diinginkan serta dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan kondisi aktual di perusahaan.

5. Kemudian ditarik kesimpulan dan pemberian saran untuk penelitian selanjutnya. Kesimpulan berisi rangkuman hasil penelitian, dan saran diberikan kepada perusahaan untuk dapat mengalokasikan pesanan bahan baku yang optimal serta masukan pada penelitian selanjutnya.

Diagram alir prosedur penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 4.2. Diagram alir prosedur pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(46)

Identifikasi Masalah

Tidak tepatnya jumlah pemesanan bahan baku untuk masing masing supplier yang

digunakan

Studi Pendahuluan - Kondisi Perusahaan - Proses Produksi - Informasi Pendukung

Pengumpulan Data

Data Primer - Kuisioner Kriteria - Kuisioner Subkriteria - Kuisioner Hubungan Antar Subkriteria

- Kuisioner FANP

Data Sekunder

- Data Kebutuhan Bahan Baku - Data Tingkat Penolakan Bahan Baku - Data Harga Bahan Baku dan Biaya Pembelian bahan baku

- Data Minimum dan Maksimum Order

Pengolahan Data Pengolahan data ANP

-Pembuatan network penilaian kinerja

-Perhitungan bobot parsial dan rasio konsistensi

-Pembuatan supermatriks dengan program Super Decision

-Perhitungan total bobot dan penentuan peringkat alternatif supplier Pengolahan data Goal Programming

-Pembuatan formulasi model goal programming

-Pengolahan model goal programming dengan program LINDO

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran Mulai

Selesai

Studi Literatur

- Teknik Penilaian Kinerja Supplier - Analytic Network Process (ANP) - Goal Programming


(47)

Pengolahan Data

Data ANP

• Pembuatan network penilaian kinerja

• Perhitungan bobot parsial dan rasio konsistensi

• Pembuatan supermatriks dengan program Super Decision

• Perhitungan total bobot dan penentuan peringkat alternatif supplier

Data Historis

• Data Kebutuhan Bahan Baku

• Data Tingkat Penolakan Bahan Baku

• Data Harga Bahan Baku dan Biaya Pembelian bahan baku

• Data Minimum dan Maksimum Order

Pembuatan formulasi model goal programming

• Penentuan variabel keputusan

• Penentuan fungsi Kendala

• Penentuan fungsi Sasaran

• Pengolahan model goal programming dengan program LINDO

Jumlah Alokasi Order Masing-Masing Supplier

Selesai


(48)

BAB V

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1. Fuzzy Analytic Network Process (FANP)

Fuzzy Analytic Network Process (FANP) merupakan metode penilaian multi kriteria untuk strukturisasi keputusan dan analisis yang memiliki kemampuan untuk mengukur konsistensi dari penilaian pada level subkriteria. Langkah-langkah pengerjaan Fuzzy Analytic Network Process (FANP) yakni:

5.1.1. Tahap Penentuan Kriteria dan Subkriteria

Tahap pertama pengumpulan data pada penelitian ini adalah penentuan kriteria penilaian kinerja supplier. Pemilihan kriteria dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dengan pihak perusahaan serta dengan menggunakan referensi dari studi literatur. Penentuan kriteria dilakukan dengan membandingkan kriteria hasil wawancara dengan “23 Kriteria Pemilihan

Supplier” oleh Dickson yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini. Tabel 5.1.Kriteria Penilaian Kinerja Supplier

Rank Kriteria Main Rating Evaluation

1 Kualitas 3,508 Extreme importance

2 Pengiriman 3,147

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) 2,998

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan 2,849 5 Fasilitas dan Kapasitas

Produksi 2,775

Considerable importance


(49)

Tabel 5.1.Kriteria Penilaian Kinerja Supplier (Lanjutan)

Rank Criteria Main Rating Evaluation

6 Harga 2,758

7 Kemampuan Teknis 2,545

8 Posisi Keuangan 2,514

9 Pemenuhan Prosedural 2,488 10 Sistem Komunikasi 2,426 11 Reputasi dan Posisi di Industri 2,412

12 Keinginan Bisnis 2,256

13 Organisasi dan Manajemen 2,216 14 Pengendalian Operasi 2,211 15 Kemampuan Memperbaiki 2,187

16 Etika 2,120 Average Importance

17 Kesan (Impression) 2,054 18 Kemampuan Pengemasan 2,009 19 Rekam Hubungan Kerja

(Labor relations record) 2,003

20 Lokasi Geografis 1,872

21 Jumlah bisnis masa lalu 1,597 22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) 1,537

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) 0,610 Slight Importance

Sumber: Shpend, (2013), Key Performance Criteria for Vendor Selection-A Literature Review.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner semi terbuka yang disebarkan kepada 2 responden yakni purchasing manager dan purcahsing supervisor. Kriteria penilaian yang diajukan berupa 23 kriteria yang terdapat pada Tabel 5.1.

Penentuan kriteria yang terpilih dilakukan dengan ketentuan terdapat 2 responden menyetujui kriteria tersebut. Jika hanya terdapat satu orang atau tidak satupun responden yang menyetujui kriteria tersebut, maka kriteria tersebut akan direduksi. Rekapitulasi jawaban responden mengenai kriteria penilaian kinerja supplier dapat dilihat pada Tabel 5.2. di bawah ini.


(50)

Tabel 5.2. Rekapitulasi Jawaban Kriteria Penilaian Kinerja Supplier

Kriteria

Jawaban

Responden Total R-1 R-2

1 Kualitas √ √ 2

2 Pengiriman √ √ 2

3 Riwayat Kinerja (Performance

History) √ X 2

4 Kebijakan Klaim dan Jaminan √ √ 2

5 Fasilitas dan Kapasitas Produksi √ X 1

6 Harga √ √ 2

7 Kemampuan Teknis X X 0

8 Posisi Keuangan X X 0

9 Pemenuhan Prosedural √ X 1

10 Sistem Komunikasi √ √ 2

11 Reputasi dan Posisi di Industri X X 0

12 Keinginan Bisnis X X 0

13 Organisasi dan Manajemen X X 0

14 Pengendalian Operasi X X 0

15 Kemampuan Memperbaiki X X 0

16 Etika √ X 1

17 Kesan (Impression) X X 0

18 Kemampuan Pengemasan X X 0

19 Rekam Hubungan Kerja Buruh

(Labor relations record) X X 0

20 Lokasi Geografis √ X 1

21 Jumlah bisnis masa lalu X X 0

22 Alat bantu Pelatihan (training

aids) X X 0

23 Kesepakatan kedua pihak

(reciprocal arrangements) √ X 1

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Diperoleh 6 kriteria penilaian kinerja yang terpilih yaitu kualitas, pengiriman, riwayat kinerja, kebijakan klaim dan jaminan, harga, dan sistem komunikasi. Selanjutnya, keenam kriteria ini akan menjadi cluster kriteria kinerja dan dilanjutkan dengan penentuan subkriteria yang relevan untuk setiap cluster.


(51)

Tahap kedua merupakan tahap penentuan subkriteria. Tahap ini juga dilakukan dengan menggunakan instrumen kuisioner semi terbuka kepada responden yang sama. Responden juga dapat menambahkan subkriteria lain yang dianggap penting. Penentuan subkriteria lainnya juga ditentukan jika terdapat 2 orang responden yang menyetujui subkriteria tersebut. Rekapitulasi jawaban responden dapat dilihat pada Tabel 5.3.di bawah ini.

Tabel 5.3. Rekapitulasi Subkriteria Terpilih

I. Subkriteria Harga

Jawaban

Responden Total R-1 R-2

Cara Pembayaran √ √ 2

Harga Penawaran √ √ 2

II. Subkriteria Pengiriman

Jumlah Pengiriman √ √ 2

Waktu Pengiriman √ √ 2

Biaya Transportasi x √ 1

Frekuensi Pengiriman √ √ 2

Jenis Moda Transportasi x x 0

III. Subkriteria Kualitas

Kelengkapan dokumen pengecekan √ x 1

Tingkat Kecacatan √ √ 2

Kemampuan memberikan kualitas yang

konsisten √ √ 2

IV. Subkriteria Klaim dan Jaminan Memberikan jaminan atau garansi terhadap

barang √ √ 2

Dapat memberikan bantuan dalam keadaan

darurat √ √ 2

V. Subkriteria Riwayat Kinerja

Kemampuan menjaga kesepakatan √ √ 2

Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah


(52)

Tabel 5.3. Rekapitulasi Subkriteria Terpilih (Lanjutan)

VI. Subkriteria Komunikasi

Jawaban

Responden Total R-1 R-2

Jenis Komunikasi yang digunakan √ √ 2

Tingkat konsistensi terhadap pertukaran

informasi √ √ 2

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Hasil rekapitulasi pada Tabel 5.3. di atas menunjukkan bahwa terdapat 3 subkriteria yang akan direduksi yaitu ‘Biaya Transportasi dan Jenis Moda Transportasi’ pada cluster kriteria pengiriman dan ‘Kelengkapan dokumen pengecekan’ pada cluster kriteria riwayat kualitas. Selain itu, juga terdapat penambahan subkriteria ‘kestabilan harga’ pada cluster kriteria harga, penambahan subkriteria ‘fleksibilitas dalam jadwal pengiriman’ pada cluster

kriteria pengiriman dan penambahan subkriteria ‘ kesesuaian dengan spesifikasi yang dinginkan pada cluster kriteria kualitas yang diajukan oleh purchasing manager dan purchasing supervisor. Sehingga total keseluruhan dari kriteria dan subkriteria yang terpilih yaitu 6 kriteria dengan 16 subkriteria, rekapitulasinya dapat dilihat pada Tabel 5.4. di bawah ini.

Tabel 5.4. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Kinerja Supplier

NO Kriteria Subkriteria

1 Harga (H)

1. Cara pembayaran 2. Harga penawaran 3. Kestabilan harga

2 Pengiriman (P)

4. Jumlah pengiriman 5. Waktu Pengiriman 6. Frekuensi Pengiriman


(53)

Tabel 5.4. Kriteria dan Subkriteria Terpilih Penilaian Kinerja Supplier

(Lanjutan)

NO Kriteria Subkriteria

3 Kualitas (K)

8. Tingkat Kecacatan

9. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten 10.Kesesuain dengan spesifikasi yang diinginkan

4

Kebijakan Klaim dan Jaminan (KKJ)

11. Memberikan jaminan atau garansi terhadap barang 12. Dapat memberikan bantuan dalam keadaan darurat 5 Riwayat Kinerja

(RK)

13. Kemampuan mejaga kesepakatan

14. Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah pemesanan 6

Sistem Komunikasi

(SK)

15. Jenis komunikasi yag digunakan

16. Tingkat konsistensi terhadap pertukaran informasi

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

5.1.2. Tahap Pembuatan Struktur Jaringan (Network)

Pada tahap ini setiap kriteria dan subkriteria akan ditentukan apakah mempengaruhi satu dengan yang lain. Penentuan hubungan pengaruh antar subkriteria ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dengan

purchasing manager dan purchasing supervisor. Instrumen yang digunakan yakni berupa kuisioner tertutup. Kedua responden tersebut harus menentukan apakah subkriteria pada bagian kiri memiliki pengaruh terhadap subkriteria bagian atas yang dibandingkan. Tabel 5.5. berikut ini menunjukkan keterangan subkriteria yang dibandingkan.

Tabel 5.6. berikut ini menunjukkan hubungan antara subkriteria, dimana setiap angka menunjukkan jumlah responden yang menyatakan kriteria tersebut berpengaruh terhadap kriteria lain yang dibandingkan. Sebagai contoh, angka 2 pada kolom pertemuan P-1 dengan P-2 menunjukkan bahwa kedua responden


(54)

menyatakan kesesuaian bahan baku dengan spesifikasi (P-1) berpengaruh terhadap jumlah bahan baku yang ditolak (P-2). Penentuan hubungan antar subkriteria ditentukan jika terdapat dua responden menyatakan bahwa subkriteria tersebut memiliki pengaruh. Rekapitulasi mengenai hubungan pengaruh antar subkriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.5. Keterangan Subkriteria yang Dibandingkan

NO Kriteria Notasi Subkriteria

1 Harga (H)

H-1 1. Cara pembayaran H-2 2. Harga penawaran H-3 3. Kestabilan harga

2 Pengiriman (P)

P-1 4. Jumlah pengiriman P-2 5. Waktu Pengiriman P-3 6. Frekuensi Pengiriman

P-4 7. Fleksibilitas dalam jadwal pengiriman

3 Kualitas (K)

K-1 8. Tingkat Kecacatan

K-2 9. Kemampuan memberikan kualitas yang konsisten K-3 10.Kesesuain dengan spesifikasi yang diinginkan

4

Kebijakan Klaim dan Jaminan

(KKJ)

KKJ-1 11. Memberikan jaminan atau garansi terhadap barang KKJ-2 12. Dapat memberikan bantuan dalam keadaan darurat

5

Riwayat Kinerja

(RK)

RK-1 13. Kemampuan mejaga kesepakatan

RK-2 14. Kemampuan pemenuhan terhadap jumlah pemesanan

6

Sistem Komunikasi

(SK)

SK-1 15. Jenis komunikasi yag digunakan SK-2

16. Tingkat konsistensi terhadap pertukaran informasi

Berdasarkan hubungan antar subkriteria yang ditunjukkan dari Tabel 5.7., selanjutnya disusun ke dalam struktur jaringan (network) yang dapat dilihat pada Gambar 5.1.


(55)

Tabel 5.6. Rekapitulasi Jawaban Penilaian Hubungan Antar Subkriteria

Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Klaim

dan Jaminan

Riwayat

Kinerja Sistem Komunikasi

H-1 H-2 H-3 P-1 P-2 P-3 P-4 K-1 K-2 K-3 KKJ-1 KKJ-2 RK-1 RK-2 SK-1 SK-2

Harga

H-1 2 1 2 2 2

H-2 2 2 2 2 2 1

H-3 2 2 2 2 2

Pengiriman

P-1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2

P-2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

P-3 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2

P-4 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2

Kualitas

K-1 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2

K-2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 1

K-3 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2

Kebijakan Klaim dan Jaminan

KKJ-1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

KKJ-2 2 2 2 2 2 2 2 2

Riwayat Kinerja RK-1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2

RK-2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2

Sistem Komunikasi SK-1 1 1 2 2 2 1 2 2 2 1 2

SK-2 2 2 2 2 2 2 2


(56)

Tabel 5.7. Hubungan Antar Subkriteria

Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Klaim

dan Jaminan Riwayat Kinerja

Sistem Komunikasi

H-1 H-2 H-3 P-1 P-2 P-3 P-4 K-1 K-2 K-3 KKJ-1 KKJ-2 RK-1 RK-2 SK-1 SK-2

Harga

H-1 V V V V

H-2 V V V V V

H-3 V V V V V

Pengiriman

P-1 V V V V V V V V V

P-2 V V V V V V V V V V V V V

P-3 V V V V V V V V V

P-4 V V V V V V V V V

Kualitas

K-1 V V V V V V V V

K-2 V V V V V V V V V

K-3 V V V V V V V V V V

Kebijakan Klaim dan Jaminan

KKJ-1 V V V V V V V V V V

KKJ-2 V V V V V V V V

Riwayat Kinerja RK-1 V V V V V V V V V V V

RK-2 V V V V V V V V V V V

Sistem komunikasi SK-1 V V V V V V V

SK-2 V V V V V V V


(57)

(58)

5.1.3. Pembuatan Kuesioner Perbandingan Berpasangan

Kuesioner perbandingan berpasangan digunakan untuk memberi bobot untuk masing-masing kriteria dan subkriteria sehingga dapat diketahui alternatif

supplier yang memiliki bobot kriteria tertinggi. Kuisioner ini memiliki tiga bagian yakni perbandingan berpasangan antar kluster kriteria, perbandingan berpasangan antar subkriteria, dan perbandingan berpasangan antar alternatif. Tabel 5.8. di bawah ini menunjukkan perbandingan berpasangan antar kluster kriteria yang digunakan.

Tabel 5.8. Contoh Kuisioner Perbandingan Berpasangan Antar Kluster Kriteria

Elemen Penilaian Elemen

Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Pengiriman Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kualitas Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan

Jaminan Harga 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kualitas Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan

Jaminan Pengiriman 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja

Kualitas 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Kebijakan Klaim dan Jaminan Kualitas 9 � 7� 5 � 3� 1� 9 � 7� 5 � 3� Riwayat Kinerja Kebijakan Klaim dan


(59)

Keterangan penilaian perbandingan berpasangan diatas dapat dilihat pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Skala Perbandingan Berpasangan

Intensitas Pentingnya Defenisi

1� 3� 5 � 7� 9 �

Kedua elemen sama pentingnya

Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya Elemen yang satu lebih penting ketimbang yang lainnya Satu elemen sangat lebih penting dari elemen yang lainnya Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya

5.1.4. Perhitungan Rasio Konsistensi

Kuisioner ANP ini terbagi atas tiga bagian, bagian pertama merupakan perbandingan berpasangan antar kluster, bagian kedua menunjukkan perbandingan antar subkriteria, dan bagian ketiga menunjukkan perbandingan antar alternatif supplier. Perhitungan Consistency Ratio dilakukan pada setiap bagian kuisioner untuk mengetahui kekonsistenan responden dalam menjawab.

5.1.4.1. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster

Perbandingan berpasangan antar kluster untuk masing-masing kluster kriteria yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster yang Mempengaruhi Kluster Harga

RESPONDEN 1

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja

Harga 1 1 1 1/5 1/3 1 1/7 1/5 1/3 5 7 9 1/5 1/3 1

Pengiriman 1 3 5 1 1 1 1 3 5 5 7 9 1 3 5


(60)

Tabel 5.10. Perbandingan Berpasangan Antar Kluster yang Mempengaruhi Kluster Harga (Lanjutan)

RESPONDEN 1

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja

Kebijakan Klaim dan

Jaminan 1/9 1/7 1/5 1/9 1/7 1/5 1/7 1/5 1/3 1 1 1 1/9 1/7 1/5

Riwayat Kerja 1 3 5 1/5 1/3 1 1 1 1 5 7 9 1 1 1

RESPONDEN 2

Harga Harga Pengiriman Kualitas Kebijakan Riwayat Kerja

Harga 1 1 1 1 1 1 1/5 1/3 1 1 3 5 1 1 1

Pengiriman 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 5 7 1 1 1

Kualitas 1 3 5 1 1 1 1 1 1 1 3 5 1 3 5

Kebijakan Klaim dan

Jaminan 1/5 1/3 1 1/7 1/5 1/3 1/5 1/3 1 1 1 1 1/5 1/3 1

Riwayat Kerja 1 1 1 1 1 1 1/5 1/3 1 1 3 5 1 1 1

Sumber : Hasil Pengumpulan Data

Cara perhitungan Consistency Ratio untuk matriks banding berpasangan

cluster harga ditampilkan sebagai berikut:

1. Menghitung rata-rata pembobotan dengan cara menghitung rata-rata geometrik. Nilai yang diambil merupakan nilai tengah dari bilangan fuzzy

segitiga. Rata-rata geometrik dihitung dengan rumus: ��= ���1.�2… .��

Contoh untuk perhitungan: ��= 2�1/3 �1= 0,5574

Perhitungan rata-rata geometris untuk matriks banding berpasangan diatas ditampilkan pada Tabel 5.3


(1)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.138. Nilai W terhadap Kluster Sistem Komunikasi oleh Subkriteria Dapat Memberikan Bantuan dalam Keadaan Darurat ... V-71 5.139. Nilai W terhadap Kluster Pengiriman oleh Subkriteria

Kemampuan Menjaga Kesepakatan ... V-71 5.140. Nilai W terhadap Kluster Kebijakan Klaim dan Jaminan oleh

SubkriteriaKemampuan Menjaga Kesepakatan ... V-71 5.141. Nilai W terhadap Kluster Sistem Komunikasi oleh

Subkriteria Kemampuan Menjaga Kesepakatan ... V-71 5.142. Nilai W terhadap Kluster Pengiriman oleh Subkriteria Kemampuan

Pemenuhan terhadap Jumlah Pemesanan ... V-72 5.143. Nilai W terhadap Kluster Kualitas oleh Subkriteria Kemampuan

Pemenuhan terhadap Jumlah Pemesanan ... V-72 5.144. Nilai W terhadap Kluster Kebijakan Klaim dan Jaminan oleh

Subkriteria Kemampuan Pemenuhan terhadap Jumlah Pemesanan V-72 5.145. Nilai W terhadap Kluster Pengiriman oleh Subkriteria Jenis

Komunikasi ... V-72 5.146. Nilai W terhadap Kluster Kebijakan Klaim dan Jaminan oleh

Subkriteria Jenis Komunikasi ... V-73 5.147. Nilai W terhadap Kluster Pengiriman oleh Subkriteria Tingkat

Konsistensi terhadap Pertukaran Informasi ... V-73 5.148. Nilai W terhadap Kluster Riwayat Kinerja oleh Subkriteria Tingkat

Konsistensi terhadap Pertukaran Informasi ... V-73 5.149. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Cara Pembayaran ... V-73 5.150. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Harga Penawaran ... V-73 5.151. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh


(2)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.152. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Kestabilan Harga ... V-74 5.153. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Jumlah Pengiriman ... V-74 5.154. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Waktu Pengiriman ... V-74 5.155. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Frekuensi Pengiriman ... V-75 5.156. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Fleksibilitas dalam Jadwal Pengiriman ... V-76 5.157. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Tingkat Kecacatan ... V-76 5.158. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Kemampuan Memberikan Kualitas yang Konsisten .. V-76 5.159. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Memberikan Jaminan atau Garansi terhadap Barang . V-76 5.160. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Dapat Memberikan Bantuan dalam Keadaan Darurat V-76 5.161. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Kemampuan Menjaga Kesepakatan ... V-77 5.162. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Kemampuan Pemenuhan terhadap Jumlah Pemesanan V-77 5.163. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Jenis Komunikasi yang Digunakan ... V-77 5.164. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Dedak Padi oleh

Subkriteria Tingkat Konsistensi terhadap Pertukaran Informasi .. V-77 5.165. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh


(3)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.166. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Harga Penwaran ... V-78 5.167. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Kestabilan Harga ... V-78 5.168. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Jumlah Pengiriman ... V-78 5.169. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Waktu Pengiriman ... V-78 5.170. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Frekuensi Pengiriman ... V-79 5.171. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Fleksibilitas dalam Jadwal Pengiriman ... V-79 5.172. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

SubkriteriaTingkat Kecacatan ... V-79 5.173. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Kemampuan Memberikan Kualitas yang Konsisten .. V-79 5.174. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Kesesuaian dengan Spesifikasi yang Diinginkan ... V-80 5.175. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Memberikan Jaminan atau Garansi terhadap Barang . V-80 5.176. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Dapat Memberikan Bantuan dalam Keadaan Darurat V-80 5.177. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Kemampuan Menjaga Kesepakatan ... V-80 5.178. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Kemampuan Pemenuhan terhadap Jumlah Pemesanan V-81 5.179. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh


(4)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.180. Nilai W terhadap Alternatif Supplier Bahan Baku Jagung oleh

Subkriteria Tingkat Konsistensi terhadap Pertukaran Informasi .. V-81 5.181. Unweighted SupermatrixSupplier Jagung Kuning ... V-84 5.182. Unweighted SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-85 5.183. Weighted SupermatrixSupplier Jagung Kuning ... V-86 5.184. Weighted SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-87 5.185. Limiting SupermatrixSupplier Jagung Kuning ... V-88 5.186. Limiting SupermatrixSupplier Dedak Padi ... V-89 5.187. Bobot Subkriteria ... V-90 5.188. Total Bobot dan Ranking Supplier Bahan Baku Jagung Kuning .. V-91 5.189. Total Bobot dan Ranking Supplier Bahan Baku Dedak Padi ... V-91 5.190. Data Kebutuhan Bahan Baku Tahun 2015-2016 ... V-92 5.191. Data Minimum dan Maksimum Order Bahan Baku Tiap Bulan .. V-93 5.192. Data Penolakan Bahan Baku (Incoming Material) Jagung Kuning V-94 5.193. Data Penolakan Bahan Baku (Incoming Material) Dedak Padi .... V-95 5.194. Data Harga Bahan Baku Tiap Supplier ... V-96 5.195. Data Total Biaya Pembelian Tahun ... V-96 5.196. Tingkat Penolakan Maksimal (Qt) Jagung Kuning ... V-105 5.197. Tingkat Penolakan Maksimal (Qt) Jagung Kuning ... V-107 5.198. Tingkat Penolakan Maksimal (Qt) Dedak Padi ... V-119 5.199. Alokasi Pemesanan Bahan Baku Dedak Padi ... V-121 5.200. Alokasi Pemesanan Bahan Baku Jagung Kuning untuk Masing

-masing ...Supplier V-129 6.1. Unweighted Supermatrix untuk Kriteria Kualitas ... VI-2 6.2. Hasil Limiting Supermatrix ... VI-3 6.3. Urutan Bobot Subkriteria ... VI-3 6.4. Total Bobot dan Ranking Supplier Bahan Baku Jagung KuningVI-5


(5)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

6.6. Alokasi Pesanan Bahan Baku ... VI-6 6.7. Perbandingan Total Biaya Pembelian ... VI-7


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Kuisioner Tertutup Pemilihan Kriteria ... L-1 2. Kuisioner Semi Terbuka Penentuan Subkriteria ... L-2 3. Kusioner Tertutup Penentuan Hubungan ... L-3 4. Kuisioner Perbandingan Berpasangan ... L-4 5. Form Tugas Akhir... L-5 6. Surat Pabrik ... L-6 7. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-7 8 Lembar Asistensi ... L-8