Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat

BAB II TERBENTUKNYA FORSOLIMA DAN KSMM

2.1 Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat

Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat LSM tumbuh di Sumatera Utara, antara lain Kelompok Studi Prakarsa dan Pengembangan Masyarakat KSPPM yang dideklarasikan pada 1985 di Pematang Siantar dan Bina Keterampilan Pedesaan Indonesia Bitra Indonesia berdiri pada 1986 di Medan. Selang beberapa tahun kemudian, di Medan lahir Kelompok Pelita Sejahtera KPS yang bergerak di bidang perburuhan. Sedangkan Lentera Rakyat berdiri pada 2000 di Rantau Prapat. Di samping itu berdiri serikat-serikat petani, nelayan, dan gerakan perempuan, seperti Sada Ahmo pada 1990 di Dairi yang juga menjadi bagian dari pergerakan kerakyatan dengan perspektif yang sama, yaitu menolak segala bentuk penindasan terhadap buruh perkebunan dan petani. Dalam perjalanannya, LSM di atas memiliki aliansi dengan aktivis mahasiswa Medan yang memiliki kesamaan visi dalam gerakan sosial. 45 Kemunculan LSM merupakan salah satu pilihan bagi masyarakat sebagai wadah kemasyarakatan nonpemerintah. Hilangnya kebebasan berekspresi akibat ketatnya rezim yang berkuasa menyebabkan peran politik rakyat acapkali terhalangi. Lebih jauh, rakyat justru dikebiri atas nama pembangunan yang digadang sebagai upaya penyejahteraan. 45 Wawancara dengan Iswan Kaputra, Medan 16 April 2013. Universitas Sumatera Utara LSM yang lebih menekankan kepada isu-isu lokal dengan target daerah dianggap lebih dekat dan mudah disuarakan. Hal ini dinilai tidak elitis. Mereka merupakan lembaga yang dengan serius membantu persoalan petani dan buruh. Gerakan yang kritis terhadap permasalahan yang dialami rakyat. Di pihak lain, konsep pembangunan Orde Baru tidak banyak menolong ketertindasan. Rakyat hanya dijadikan objek pembangunan atau pelengkap yang dianggap tidak perlu turut campur dalam transparansi, pengawasan serta pelaksanaannya. Oleh karena itu, rakyat dialienasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apa yang disebut dengan trickle down effect 46 Koalisi penguasa-pengusaha merupakan keniscayaan untuk membalut konsep pembangunan. Koalisi ini tentu diterjemahkan oleh penguasa sebagai faktor terdepan dalam tepat menggambarkan posisi ketersisihan masyarakat dalam pembangunan ekonomi nasional. Trickle down effect secara umum didefenisikan sebagai tetesan kemakmuran. Ibarat air dalam gelas yang diisi penuh, namun tidak diberikan kepada orang yang sedang haus. Orang yang sedang membutuhkan seteguk hanya diberikan tumpahan air dari dalam gelas, sehingga si orang yang dahaga menampung tetesan yang meluber tersebut. Apa yang dilakukan dengan teori trickle tersebut sama sekali tidak menjawab persoalan keseharian rakyat. Umpamanya, rakyat diberikan Koperasi Unit Desa sebagai bentuk tetesan untuk menolong rakyat, namun secara makro hal ini justru melemahkan ekonomi masyarakat. KUD tidak menjadi kekuatan yang menggerakkan perekonomian bangsa. 46 Trickle down effect merupakan teori distribusi yang dikembangkan untuk tujuan membantu kaum papa. Terma ini diperkenalkan pada awalnya dalam pidato Ronald Reagen pada Januari 1981. Hal ini dimaksudkan sebagai suplai ekonomi tambahan bagi kaum miskin, sehingga peruntukan ini diprioritaskan guna menolong kaum miskin dari kemiskinannya. Pada masa Orde Baru hal ini sangat terkenal. Sebuah konsep yang berhasil meninabobokan rakyat miskin. www. marxist.com, [diunggah 20 Juli 2013, pukul 09:11 wib.] Universitas Sumatera Utara masa pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Konspirasi tersebut mengusung pola dengan konsepsi patron-client yang dikembangkan bersama. Pembangunan yang dikonsepkan pemerintah saat itu sangat bergantung kepada konsep membangun dengan pendekatan penguatan sekelompok pengusaha handal konglomerat. Ide mereka seperti disinggung di atas adalah trickle down effect yang mana dengan adanya konglomerat, maka diharapkan menjadi lokomotif yang menarik gerbong pembangunan dengan meneteskan hasilnya ke pengusaha menengah dan kecil, selanjutnya kepada koperasi tingkat desa. 47 Pembangunan ini dijalankan dengan menjalin kerja sama dengan investor, sehingga adanya kemajuan akan ditentukan oleh berhasil tidaknya para pemilik modal menanamkan sahamnya. Agar para investor mau datang dan menanam sahamnya di Indonesia, maka salah satu indikatornya adalah faktor keamanan. Setelah keamanan dijamin, maka kenyamanan dipastikan menggoda para investor untuk menanam sahamnya di Indonesia sekaligus mengeruk kekayaan alam di nusantara. Pemerintah Orde Baru menentukan pembangunan sebagai panglima. Oleh karena itu, rakyat diarahkan untuk mendukung program pemerintah. Dalam rangka menyongsong pembangunan yang memberdayakan handal modal, legitimasi pemerintah merangsek hingga ke seluruh daerah di Indonesia. Pemerintah yang berbicara tentang pemberantasan kemiskinan atas nama pembangunan memaksa rakyat menerima apa adanya tanpa bersikap skeptis. Dengan kata lain, rakyat tidak ditolerir untuk berbicara pembelaan atau mempertanyakan bahkan mereka dipaksa harus menghadapi tekanan. 47 Nelson Siregar dalam Dimpos Manalu et.al., Membangun Prakarsa Gerakan Rakyat: Kumpulan Tulisan Memperingati 25 Tahun KSPPM 1983-2008 Parapat: Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat, 2008, hlm. 468. Universitas Sumatera Utara Setiap kali rakyat menolak pembangunan yang dianggap merugikan, pemerintah acapkali juga menghadapinya dengan kekerasan. Kekuasaan semacam ini tidak memberi peluang bagi inisiatif rakyat. Dampaknya, kepastian hukum menjadi tidak ada selain dari penguasa. Populerlah apa yang menjadi pameo pada saat itu, yakni ”segala sesuatu dapat diatur.” Pameo ini dalam pengertiannya menunjuk kepada kekuasaan yang memaksa, dengan kekerasan. Dengan kata lain, ketika ada yang menolak pembangunan yang ingin dilakukan, investor tidak nyaman, pemerintah menjawab dengan pameo tersebut. Karena segala sesuatu dapat diatur, maka rintangan menjadi tidak berarti bagi pemerintah. 48 Pembangunan sarat modalkapitalis dipercaya akan menjadi solusi bagi kemiskinan yang masih terus terjadi. Upaya untuk menyelesaikan persoalan melalui model pembangunan tersebut dianggap merupakan pilihan yang tidak mungkin dihindarkan, sekalipun harus menelan korban. Sebelum pembangunan berpedoman kapitalis didatangkan, gap antara kota dengan desa telah lama terjadi. Desa ditempatkan dalam titik yang paling parah, yakni sebagai simbol kemiskinan. Sebaliknya kota dilukiskan sebagai tempat orang-orang berada. Seluruh tempat bekerja seolah hanya ada di kota. Kemajuan berkat pembangunan dipandang hanya terdapat di kota, sehingga meninggalkan desa sebagai lumbung sumber daya alam. Lalu konsep urbanisasi didorong untuk mencari penyelesaian disparitas yang terjadi. Urbanisasi masuk sebagai agenda pemerintah untuk menolong rakyat desa bangkit dari kemiskinan dan ketertinggalannya. Desa ketika itu dicap sebagai posisi yang selalu ketinggalan zaman. Dengan demikian, desa tetaplah sebagai peta kemiskinan, banyak warganya yang buta huruf, sehingga tidak mampu merantau ke kota. 48 Wawancara dengan Nelson Siregar, Siborong-borong 26 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara Konsep pembangunan seperti itu akhirnya kian disadari masyarakat semakin menjauhkan mereka dari keadilan dan kesejahteraan. Rakyat mulai jenuh, namun belum berani bersuara untuk mengeluarkan seluruh aspirasi mereka. Akan tetapi kemiskinan yang justru bertambah luas dan hukum tergantung kepada Soeharto. Di sisi lain, kebebasan tersekat membuat bangkitnya kesadaran masyarakat. Kesadaran awal tersebut menjadi titik balik refleksi kritis bagi para aktivis. Dengan orientasi ekonomi yang tidak mempertimbangkan kebudayaan ternyata mengakibatkan hancurnya tatanan masyarakat. Dengan kata lain, nasionalisme rakyat menjadi terjual. Hal ini ditunjukkan bahwa ideologi yang ada waktu itu dinilai telah membodohi masyarakat, bukan lagi memberdayakan. Perlu ditambahkan lagi bahwa pada tahun 1980-an itu juga banyak kerusakan lingkungan terjadi. 49 Di samping kesadaran, dampak negatif pembangunan juga melahirkan perlawanan. Dengan pemahaman ini, beberapa individu yang menyadari hal tersebut, berjuang untuk keluar dan bergabung dengan masyarakat. Kesadaran awalnya menghendaki agar rakyat bisa diperkuat. Hal ini sesuai dengan keniscayaan bahwa kesadaran berpolitik juga merupakan hak masyarakat. Jadi, gagasan untuk memperkuat rakyat akhirnya membutuhkan pengorganisasian yang lebih baik. Pembangunan kesadaran ini kemudian mendorong lahirnya LSM. Proses pembentukan LSM pada dekade 1980-an secara umum turut dibidani oleh mahasiswa. Pendiri LSM waktu itu bukan saja orang-orang yang sudah alumni dari kampus atau aktivis tua akademisi maupun pendeta. Keterlibatan mahasiswa yang awalnya telah membentuk KS tidak dapat dipisahkan dari lahirnya LSM, sehingga mahasiswa dengan 49 Wawancara dengan Nelson Siregar, Siborong-borong 26 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara orang-orang di LSM seperti tidak menunjukkan adanya perbedaan. Mereka menyatu serta sejalan. 50 Pada masa itu, para aktivis mahasiswa Medan belajar dan berjuang bersama dengan LSM. Bergabung bersama LSM merupakan suatu hal yang memiliki keuntungan bagi mahasiswa. Pertama, belajar mengadvokasi kasus-kasus tanah yang dihadapi petani atau buruh dengan turut langsung terjun ke tengah-tengah konflik dan bersama dengan rakyat. Mereka mempelajari cara penanganan kasus yang dihadapi rakyat dan juga live in agar kepekaan sosialnya lebih tajam karena langsung turut merasakan bagaimana persoalan rakyat sehari-hari. Kedua, menyangkut finansial. Mahasiswa sedikit banyak terbantu dalam hal perut yang sejengkal guna menghemat uang kantong seraya menunggu uang kiriman orangtua yang besarannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari bahkan kurang. 51 Aktivis mahasiswa seperti mereka berasal dari kelompok yang anti-kemapanan. Selain itu, mahasiswa memegang prinsip bahwa kesadaran tidak dapat dibeli begitu saja secara materi dengan mengingkari nurani. Lahirnya kegelisahan menjelaskan bahwa idealisme mahasiswa tetap pada garis perjuangannya. Garis perjuangan yang terutama membela kepentingan rakyat, kepentingan kemanusiaan. Dasar inilah yang dilihat, sehingga kebanyakan mereka memilih membidani organisasi kritis yang lepas dari intervensi kampus. Setelah kebebasan berpolitik praktis ditamatkan oleh Orde Baru, mahasiswa kemudian memilih alternatif lain untuk terus menghidupi idealisme dan keterbebanannya sebagai agen perubah. Hal ini tidak lepas dari inkonsistensi organisasi mahasiswa yang 50 Wawancara dengan Diapari Marpaung, Medan 04 Juli 2013. 51 Wawancara dengan Turunan Gulo, Medan 07 April 2013. Universitas Sumatera Utara skopnya nasional yang larut dalam friksi internal. Organisasi tersebut adalah Kelompok Cipayung. 52 Gerakan mahasiswa dari Kelompok Cipayung yang diakui secara resmi oleh pemerintah ternyata tidak mampu menyuarakan perubahan serta memiliki kelemahan seperti minimnya gerakan kritis yang diperbuat. Perbedaan terlihat ketika idealisme tidak lagi diusung sebagai prioritas semangat perjuangan mereka. Salah seorang mantan aktivis dalam pendapatnya mengilustrasikan:“Kondisi Kelompok Cipayung di Medan tidak lagi mengusung idealisme, melainkan lebih tertuju terhadap konsep pragmatis. Sebagai contoh, adanya keinginan untuk mengharapkan jabatan yang lebih tinggi.” 53 Kelompok ini acapkali mengutamakan gerakan moral daripada aksi turun ke jalan. Ini terbukti dengan kehadiran kebijakan normalisasi yang diterima dengan baik, fakta yang bertolak belakang dengan ciri kritis aktivis mahasiswa. Kenyataan ini menambah daftar panjang minimnya protes mahasiswa dari Cipayung. Dalam pada itu, di tubuh Cipayung terdapat juga mahasiswa-mahasiswa yang berpendirian tetap menolak kebijakan pemerintah Orde Baru. Mereka yang tidak sepaham dengan sistem, menghendaki terjadinya perubahan sosial dan juga politik. Namun Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi maupun Cipayung, mengalami kemandulan aktivitas politik di kampus akibat birokratisasi kampus serta mengalami stagnasi akibat konflik intern. Hal 52 Kelompok Cipayung merupakan forum bersama lima organisasi mahasiswa: Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMKI, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI, Himpunan Mahasiswa Islam HMI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII, Persatuan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia PMKRI yang dibentuk pada 22 Januari 1972 di Cipayung, Jawa Barat. Lihat Wem Kaunang ed. dalam kelompokcipayung.blogspot.com, [diakses Sabtu, 31 Agustus 2013, pukul 11:57 wib]. 53 Wawancara dengan Mulana Samosir, Medan 09 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian aktivis mahasiswa yang memilih melawan kekuasaan pemerintah. 54 Oleh karena itu, beberapa aktivis baik dari Kelompok Cipayung maupun Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi meninggalkan kelompoknya masing-masing. Mereka kecewa terhadap organisasinya yang tidak mewadahi kegelisahan. Hal ini terasa kemudian dengan menyoroti kepada gerakan kritis yang telah terbangun sebelumnya oleh organisasi alternatif seperti LSM. LSM banyak memberi inspirasi akan corak pergerakan baru yang lebih militan dan terutama bergerak dari basis. Hal ini didasari bahwa persentuhan langsung dengan rakyat atau basis menjadi contoh yang sangat tepat bagi mahasiswa. Selain itu di penghujung 1980-an, beberapa KS yang sudah tumbuh masih jauh dari harapan. Mereka masih mengandalkan aksi informasi dan belum berinisiatif membangun gerakan yang berbentuk aksi massa. Jadi, secara umum mahasiswa belum bergerak menyuarakan kondisi sosial-ekonomi-politik yang menjadi persoalan bagi masyarakat. Berkaca terhadap kejadian berupa pembungkaman menjadi indikator utama ketika gerakan mahasiswa belum tercipta. Sahat Lumbanraja mendeskripsikan ihwal tersebut: “Organisasi mahasiswa tahun 1990-an juga sudah ada. Umpamanya KS, organisasi mahasiswa ekstrakampus dengan skop lokal. Namun beberapa KS tersebut belum kelihatan menonjol atau memberi sinyal kebangkitan gerakan mahasiswa. Dengan kata lain, bahana gerakan mahasiswa masih merupakan hal yang langka.” 55 Beberapa aktivis mahasiswa yang tidak lagi sepaham dengan organisasi asalnya, seperti Sahat Lumbanraja, Mulana Samosir, Iswan Kaputra dan sebagainya lebih memilih 54 Denny J.A., op.cit., hlm. 45. 55 Wawancara dengan Sahat Lumbanraja, Medan 28 Januari 2013. Universitas Sumatera Utara membentuk kelompok baru, yaitu KS. Dengan demikian, mereka memutuskan untuk mengikuti nuraninya, yakni melawan tirani Orde Baru. Demikianlah prolog munculnya KS dasawarsa 1990. 2.2 Pengaruh Politik Lokal Konflik HKBP dan Gerakan Buruh 2.2.1 Konflik HKBP

Dokumen yang terkait

Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (Studi Terhadap Gerakan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU)

2 73 129

Gambaran tentang komitmen keberagamaan Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI) TERHADAP SHALAT: Studi kasus pada Kelompok Studi Forum Mahasiswa Ciputat

0 22 138

Kedai Kopi Pada Mahasiswa (Studi Etnografi Mengenai Kedai Kopi Menjadi Forum Interaksi Bagi Mahasiswa di Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan)

4 42 135

Kedai Kopi Pada Mahasiswa (Studi Etnografi Mengenai Kedai Kopi Menjadi Forum Interaksi Bagi Mahasiswa di Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan)

0 0 11

Kedai Kopi Pada Mahasiswa (Studi Etnografi Mengenai Kedai Kopi Menjadi Forum Interaksi Bagi Mahasiswa di Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan)

0 0 1

Kedai Kopi Pada Mahasiswa (Studi Etnografi Mengenai Kedai Kopi Menjadi Forum Interaksi Bagi Mahasiswa di Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan)

0 0 21

Kedai Kopi Pada Mahasiswa (Studi Etnografi Mengenai Kedai Kopi Menjadi Forum Interaksi Bagi Mahasiswa di Padang Bulan, Kecamatan Medan Selayang Kota Medan)

0 0 16

BAB II TERBENTUKNYA FORSOLIMA DAN KSMM 2.1 Munculnya Lembaga Swadaya Masyarakat - Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima) Dan Kelompok Studi Mahasiswa Merdeka (KSMM) 1990-1998: Studi Gerakan Mahasiswa Di Medan

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima) Dan Kelompok Studi Mahasiswa Merdeka (KSMM) 1990-1998: Studi Gerakan Mahasiswa Di Medan

0 0 25

Forum Solidaritas Mahasiswa Medan (Forsolima) Dan Kelompok Studi Mahasiswa Merdeka (KSMM) 1990-1998: Studi Gerakan Mahasiswa Di Medan

0 0 14