Perlunya pelatihan bagi organisasi mahasiswa sudah bukan sesuatu yang baru. Meskipun demikian, penting ditelusuri bagaimana model pelatihan Forsolima dan KSMM di
tengah sempitnya ruang demokrasi yang disisakan oleh rezim Orde Baru. Mulai dari jadwal pelatihan yang tidak ditentukan sampai lokasi dan metode-metodenya selama pelatihan
berlangsung.
3.1.1 Pelatihan Forsolima
Pelatihan Forsolima dalam praktiknya memiliki caranya tersendiri yang penyebabnya tidak disengaja, melainkan karena situasi politik. Misalnya, pengadaannya yang
tersembunyi. Awalnya beberapa aktivis yang tergabung dari delapan kampus secara diam- diam melakukan pendekatan terhadap rekan-rekan mahasiswa sekampusnya. Pendekatan
dilakukan secara berbisik antara satu terhadap yang lain.
83
Salah satu kota yang mereka kunjungi adalah Binjai. Dalam sebuah rumah milik Sahrul Isman Manik, salah satu rekan Forsolima, pelatihan diadakan selama dua hari dan dua
malam. Hadir salah satu pemateri adalah Nezar Patria dari UGM yang membawakan materi Sejarah Manusia. Pelatihan ini dilaksanakan secara sembunyi tanpa ada orang yang mengira
di rumah tersebut diadakan sebuah pendidikan politik bagi mahasiswa. Selanjutnya, satu-dua kali, para
kader dibawa berdiskusi yang diselenggarakan secara nomaden. Pada waktu tertentu, kader dibawa ke luar kota untuk pembobotan.
84
Selain itu mereka kerap juga mengadakan pelatihan di tempat rekreasi yang juga di luar kota. Acara rekreasi adalah satu ciri khas dalam menunjang daya tarik bagi si kader,
83
Wawancara dengan Elfenda Ananda, Medan 26 Januari 2013.
84
Wawancara dengan Iswan Kaputra, Medan 23 Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara
sehingga pekerjaan di dunia keaktivisan tidak selamanya bergelut dalam dunia diskusi dan aksi. Untuk membandingkan hal ini dapat dilihat kepada sosok pribadi aktivis terkenal di
Indonesia: Soe Hok Gie. Dia adalah aktivis mahasiswa yang bukan saja vokal dalam pemikiran, melainkan juga seorang penikmat dan penantang alam. Hal ini ia tunjukkan
dengan bergabung di komunitas pencinta alam UI, Mapala. Ia adalah sosok yang gemar mendaki gunung, bahkan ia tewas di Gunung Semeru.
Seraya menikmati rekreasinya, mereka memanfaatkan momen tersebut untuk mengadakan pelatihan. Bentuknya dilakukan secara tidak formal sebagaimana halnya sudah
memiliki runtutan acara yang disusun. Akan tetapi, sembari menikmati alam, mereka mengadakan diskusi dengan tema pokok penyadaran politik. Hal-hal dasar yang dibicarakan
tidak langsung berhubungan dengan situasi sosial, ekonomi, dan politik yang menjadi permasalahan kebangsaan. Materi yang didiskusikan biasanya menyangkut latar belakang
diri sendiri. Hal ini berbeda dengan banyak organisasi mahasiswa zaman sekarang yang lekas memfasilitasi calon anggotanya menelan bulat-bulat berbagai teori dalam waktu yang relatif
singkat. Berdasarkan model pelatihannya, tampaklah bahwa Forsolima memanfaatkan alam
terbuka sebagai tempat untuk melakukan pengaderan. Selain menghindari intervensi militer yang selalu mencurigai aktivisme mahasiswa, hal lain adalah pentingnya persentuhan antara
kader dengan anggota lama, sehingga dapat meretas keengganan di antara mereka. Selain itu, Forsolima juga melakukan penyadaran terhadap kader-kadernya di
tengah-tengah petani di Deli Serdang dampingan Bitra. Di sini mereka beradaptasi sebagai petani yang mengikuti aktivitas mereka sehari-hari. Seperti halnya petani yang kesehariannya
Universitas Sumatera Utara
ada di ladang maupun sawah, demikian pula para aktivis Forsolima, tinggal dan bekerja seperti petani. Pada kesempatan ini, para kader turut serta melakukan pekerjaan, misalnya
memacul, membersihkan rerumputan, dan sebagainya. Kemudian waktu beristirahat makan, mereka mulai membuka diskusi, melanjutkan pelatihan untuk kader-kader baru. Agar
terhindar dari pantauan spionase, maka para petani mengamankan daerah setempat agar tidak terendus oleh aparat. Dengan kata lain, para petani menjadi tempat mereka berlindung untuk
melanjutkan pelatihannya. Sementara itu, ide lain yang dilakukan seperti disinggung di atas, yakni propaganda
dalam berbagai ospek. Setiap jaringan yang ada di berbagai kampus, misalnya anggota Forsolima yang tergabung dalam struktur kepengurusan organisasi intrakampus, diwajibkan
untuk mengader perempuan. Mereka yang merekrut membuat wacana renungan, lalu para kader diwawancarai; dimasukkan doktrin psikologis sampai akhirnya dilihat reaksi dan
perkembangan si kader.
3.1.2 Pendidikan Politik KSMM