BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejarah gerakan mahasiswa bermula sejak pembentukan nation-Indonesia yang diletakkan pada awal abad XX. Lahirnya Politik Etis
1
Pentingnya berorganisasi menandai cara berjuang yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, dampak positif pendidikan menumbuhkan bibit organisasi modern pada 1908, di
antaranya Boedi Oetomo BO dan Indische Vereeninging IV. menyebabkan perkembangan politik
terutama bagi kalangan berpendidikan. Mereka kala itu, baik di Belanda maupun di Indonesia, berefleksi untuk memperjuangkan kemerdekaan. Dengan kata lain, arti penting
kesadaran akan hak kebebasan diperoleh melalui lembaga pendidikan pasca-Politik Etis.
2
1
Politik Etis lahir tahun 1900. Pada hakikatnya, hal itu merupakan sebuah kebijakan lunak Belanda guna menenangkan rakyat Indonesia terutama dari perhatian internasional. Jadi, bukan balas budi sebagaimana
sering ditafsirkan orang. Paling tidak berbagai gelombang kecaman lahir terhadap stelsel Belanda yang dianggap sebagai akibat buruk liberalisme. Kecaman berasal dari golongan Kristen, liberal progresif, dan sosial
demokrat. Parakitri T. Simbolon, Menjadi Indonesia Jakarta: Kompas, 1995, hlm. 168.
Keduanya lahir di dua tempat berbeda: Jawa Hindia Belanda dan Belanda. Kedua organisasi ini menjadi awal
dimulainya pergerakan kaum terpelajar Indonesia. pemerintah kolonial Belanda sendiri belum mengganggap secara serius dampak yang akan ditimbulkan nantinya. Pembentukan
organisasi seiring berlakunya Politik Etis masih dianggap sejalan dengan tujuan Politik Etis
2
Boedi Oetomo didirikan oleh Sutomo bersama beberapa rekannya dari sekolah dokter Jawa, Stovia, sekolah guru, sekolah pertanian, dan kehewanan dan sekolah pamong praja. Berdiri pada 20 Mei 1908, Budi
Utomo menjadi jelmaan awal kebersamaan dalam corak modern atau sekarang ini disebut berorganisasi. Selengkapnya lihat Dawam Rahardjo dalam Denny J.A. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an
Yogyakarta: LKIS, 2006 hlm. xiii. Sedangkan Indische Vereeninging terbentuk pada 25 Oktober 1908. Indische Vereeninging dibentuk di Belanda oleh siswa asal Hindia. Lihat Parakitri Simbolon, ibid., hlm. 319.
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri, yaitu salah satunya, mendapatkan asisten dalam mengurusi bagian administrasi. Perhitungan ini menguntungkan pihak kolonial sesuai perkembangan zaman sebab Belanda
cukup hanya mengawasi dan memberi komando yang mempermudah pekerjaan mereka. Meskipun lembaga pendidikan masih diperuntukkan bagi anak bangsawan atau orang kaya,
kesempatan langka ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemudapelajar Indonesia. Periode 1920-an, sebagian dari mereka membentuk Kelompok Studi selanjutnya
disingkat KS.
3
KS adalah organisasi yang beranggotakan beberapa mahasiswapelajar dengan kegiatan utamanya berdiskusi. Irene H. Gayatri mendefinisikan KS sebagai suatu
bentuk kegiatan sekelompok mahasiswa di luar kampus yang masih tetap mempertahankan posisi mahasiswa sebagai pelaku utama dan sekaligus kelompok sasaran yang dituju, dengan
penekanan kepada intelektualisme, khususnya mengkaji masalah-masalah teoritis.
4
Satu hal yang menarik dari KS adalah peranannya dalam proses membangun kebangsaan sejak awal abad XX. KS, dengan semangat nasionalismenya, telah memberikan
pengaruh besar berwujud penolakan terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda. Meskipun zaman silih berganti, pemikiran untuk membentuk KS memiliki alasan
yang sama, yaitu adanya kekuasaan yang melarang mahasiswa berkelompok atau
3
KS yang terbentuk, misalnya Kelompok Studi Indonesia Indonesisce Studie-club yang dibentuk pada 1924 di Surabaya. Di samping itu, berdiri Kelompok Studi Umum Algemeen Studie-club yang berdiri
pada 1925. Adi Suryadi Cula, Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa dalam Sejarah Politik Indonesia, 1990-1998 Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 24.
4
Irene H. Gayatri, Arah Baru Gerakan Mahasiswa 1989-1993 dalam Muridan S. Widjojo, et.al., Penakluk Orde Baru: Gerakan Mahasiswa ’98 Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hlm. 71.
Universitas Sumatera Utara
berorganisasi.
5
Kekuatiran terhadap kelompok mahasiswa oleh penguasa Orde Baru turut memengaruhi KS hadir sebagai organisasi alternatif.
6
Di awal Orde Baru, 1968, KS terbentuk setelah kelompok mahasiswa yang tergabung dalam KAMI meredup.
7
KS yang ketika itu dinamakan dengan Studi Grup,
8
Studi Grup SG berkembang dari Bandung yang dipelopori oleh kelompok Mahasiswa Indonesia.
berdiri sebagai simbol kekecewaan terhadap mantan aktivis mahasiswa yang masuk parlemen sebagai wakil
rakyat.
9
SG era enam puluhan muncul sebagai bentuk kekecewaan terhadap sikap aktivis, terutama bagi mereka yang terpilih menjadi anggota legislatif, yang meninggalkan idealisme
yang diusung saat menjatuhkan Soekarno. Dalam sikap politik mahasiswa yang acapkali Setelah KAMI melemah, SG kemudian muncul hingga ke berbagai
kota, misalnya Jakarta, Jogjakarta, Surabaya, Denpasar dan sebagainya.
5
Lahirnya KS pada 1930-an, era Soekarno muda, diakibatkan oleh tiga hal: pertama, pemuda tidak bisa menyesuaikan diri dan kecewa pada partai politik yang ada; kedua, KS bisa menjadi media alternatif ketika
pemerintah represif; ketiga, tidak dibatasi sekat-sekat kedaerahan. Muhammad Umar Syadat Hasibuan, Revolusi Politik Kaum Muda Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008, hlm. 38.
6
KS dikatakan sebagai alternatif yang lahir karena ketidakmampuan organisasi mahasiswa formal di kampus untuk menyatakan ide-ide kritis mahasiswa agar terciptanya suatu perubahan sosial. Suharsih dan Ign
Mahendra K., Bergerak Bersama Rakyat: Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Perubahan Sosial di Indonesia Yogyakarta: Resist Book, 2007, hlm. 91.
7
Tertanggal 25 Oktober 1965, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KAMI berdiri. KAMI dibentuk sebagai wadah penggalangan berbagai pandangan mahasiswa yang tampak beragam, namun memiliki keinginan
bersama dalam memberikan koreksi bagi pemerintah Orde Lama. Selama dua tahun lebih, KAMI memiliki posisi tawar yang cukup besar terhadap konstelasi politik nasional. Satu di antaranya adalah aksi besar yang
berlangsung sepanjang 1966 dan KAMI merupakan kesatuan mahasiswa yang turut menggalang aksi tersebut. Namun di akhir 1968, KAMI perlahan-lahan menghilang sejak adanya masalah wakil-wakil mahasiswa di DPR.
Francois Raillon, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966- 1974, Cetakan I Jakarta: LP3ES, 1985, hlm. 12-15.
8
Studi Grup Mahasiswa Indonesia, Grup Diskusi Universitas Indonesia, Club Diskusi Kita, Kelompok Diskusi Generasi Muda adalah beberapa KS yang berdiri di penghujung 1960-an. Francois Raillon, ibid., hlm.
71-74.
9
Mahasiswa Indonesia merupakan tabloid mingguan yang menonjol dalam pemberitaan situasi politik di Indonesia ketika itu. Tabloid ini juga dianggap sebagai salah satu media kritis dalam mengritik kebijakan
pemerintah. Nomor perdana Mahasiswa Indonesia terbit pada 19 Juni 1966, dengan bentuk tabloid berukuran 30x45 cm, tebal 8 halaman. Francois Raillon, ibid., hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
menyedot perhatian, kali ini SG kelihatan tidak mampu berbicara banyak. SG tidak mampu mengembalikan posisi tawar mahasiswa seperti halnya KAMI yang sanggup menyatukan
berbagai organisasi mahasiswa. Peran SG tidak tampak jelas dalam dinamika politik yang kembali menggeliat sejak
memasuki tahun 1970. Sebaliknya aksi mahasiswa justru dilakukan oleh pimpinan organisasi intrakampus, seperti Dewan Mahasiswa.
Masih di tahun yang sama, ternyata situasi politik semakin memanas. Hal ini ditandai dengan retaknya, atau meminjam pernyataan Arif Budiman, sebagai kandasnya bulan madu
antara mahasiswa dan ABRI. Ditambah maraknya kasus korupsi seperti yang terjadi di tubuh Permina Pertamina pimpinan Mayjend Ibnu Sutowo dan Bulog yang dipimpin oleh
Mayjend Ahmad Tirtosudiro. Sejak dari situasi yang tidak tenang inilah, mahasiswa mulai kecewa terhadap rezim Soeharto.
10
Sementara di sisi lain, mahasiswa mulai menyusun aksi protes atas perilaku pejabat, korupsi yang merajalela, dan terutama terhadap kenaikan harga minyak tanah. Tidak hanya
sampai di situ, mahasiswa juga mulai menyoroti persoalan investasi asing yang tergolong dalam IMF, World Bank, Inter-Govermental Group on Indonesia IGGI yang dipimpin J.P.
Pronk. “Namun terkait modal asing ini, kami lebih fokus kepada kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka,” demikian menurut pimpinan Dewan Mahasiswa UI ketika itu.
11
10
Imran Hasibuan, et.al., Hariman dan Malari: Gelombang Aksi Mahasiswa Menentang Modal Asing Jakarta: Q-Communication, 2011, hlm. 25.
Saat itu dualisme investasi asing sedang bertarung: pro-investasi Amerika versus pro-investasi
Jepang. Jepang dipilih sebagai investor yang mendorong model perekonomian.
11
Imran Hasibuan, Ibid., hlm. 63.
Universitas Sumatera Utara
Manuver-manuver politik pun menjadi ramai dalam perbincangan media. Baik Ali Murtopo maupun Soemitro sama-sama melakukan manuver politik antara lain dengan
mengundang mahasiswa berdialog. Ali Murtopo mendirikan Centre for Strategic and International Studies CSIS dan membangun koalisi dengan kelompok keagamaan. Lain
Murtopo, Soemitro pun berkeliling kampus-kampus di Jawa, kecuali Universitas Indonesia. Bahkan Soemitro berkunjung ke Pulau Buru dan berniat akan membebaskan para tahanan
politik. Pemantik perseteruan kekuasaan antara dua pembantu presiden telah terpicu sebelum
meletusnya gerakan 19731974. Yaitu antara Ali Murtopo yang menjabat asisten pribadi presiden aspri dan Jenderal Soemitro selaku Pangkopkamtib. Keduanya berseteru dalam
kapasitas posisinya masing-masing yang banyak menunjukkan drama keintelijenan. Drama ini menggambarkan kerumitan dalam mencari posisi kekuasaan dan mencair sejak peristiwa
Malari.
12
Puncaknya pertikaian berujung pada Lima Belas Januari Malari 1974. Huru-hara ketika itu terjadi setelah kedatangan PM Jepang Tanaka. Mahasiswa berdemonstrasi di jalan
dengan rute dari Salemba Universitas Indonesia dan berakhir di Universitas Trisakti, Grogol. Di Grogol mereka membakar patung bergambar Ali Murtopo, Sudjono Hoemardani, dan
Tanaka. Akhirnya peristiwa 1974 ditutup dengan berbagai penangkapan terhadap aktivis mahasiswa.
12
Lihat Heru Cahyono, Pangkopkamtib Jenderal Soemitro dan Peristiwa 15 Januari ’74 Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Empat tahun kemudian, gerakan mahasiswa kembali bersuara. Waktu itu kondisi ekonomi mengalami disparitas yang mencolok dengan perbedaan pendapatan yang tidak
seimbang. Statistik mengungkapkan bahwa 40 penduduk miskin menguasai kekayaan nasional hanya 15. Sementara itu 40 penduduk menengah memegang kekayaan nasional
sebesar 40. Namun ironinya, hanya 20 penduduk lapisan atas justru menguasai 45 kekuasaan negara. Hal ini menyebabkan mahasiswa menilai bahwa pemerintah telah gagal
dan berbohong atas janjinya memperbaiki distribusi kesempatan dan hasil pembangunan.
13
Gerakan mahasiswa muncul mengkritisi persoalan di atas. Keprihatinan ditunjukkan dengan menggelar protes seperti menggelar spanduk yang berisi tuntutan menguak isu
penolakan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden untuk yang ketiga kalinya. Mahasiswa Institut Teknologi Bandung ITB menerbitkan Buku Putih Perjuangan
Mahasiswa 1978. Buku ini berisi protes dan mencerca pemerintah terkait korupsi yang meluas, kebijakan ekonomi yang akrab hanya memperkaya diri sendiri, dan hilangnya
komunikasi dengan rakyat.
14
Akan tetapi pemilihan umum tahun 1976 tetap membawa Soeharto menuju singgasana RI-1. Sesuai dengan penolakan sebelumnya, mahasiswa kembali memprotes hasil
pemilihan tersebut. Mereka tidak mengakui Soeharto sebagai presiden terpilih. Di sini mereka menolak tegas dengan berunjuk rasa hingga ke depan istana negara. Mereka
menyatukan diri dari pelbagai Dewan Mahasiswa dan menghindari afiliasi dengan faksi elite. Dengan demikian, mereka melakukan aksi demonstrasi di mana tuntutan diarahkan kepada
Presiden Soeharto, bukan pembantu-pembantunya sehingga dianggap melawan hukum.
13
Suharsih, op.cit., hlm. 84.
14
Suharsih, ibid., hlm. 85.
Universitas Sumatera Utara
Praduga ini kemudian direalisasikan melalui Staf Komando Soedomo yang menyatakan bahwa mahasiswa telah melawan hukum dan melanggar konstitusi. Hal ini
diperjelas lagi ketika kedatangan mahasiswa ke MPR pada 07 Januari 1978 yang dianggap sebagai pelecehan terhadap lembaga tertinggi di Indonesia.
Menanggapi aksi protes mahasiswa, Presiden Soeharto angkat bicara. Ia menyatakan bahwa demonstrasi sah-sah saja asalkan sesuai dengan fakta dan kebenaran. Sebab jika unjuk
rasa dilakukan dengan tidak benar apalagi tanpa fakta yang tepat, maka bisa membahayakan Pancasila dan melanggar konstitusi. Oleh karena itu, beliau berharap agar mahasiswa hati-
hati dalam mempergunakan hak kebebasannya. Meskipun pidato tersebut menyerupai himbauan, namun melalui pidato inilah keluar
kebijakan untuk membubarkan lembaga resmi mahasiswa seperti Dewan Mahasiswa. Dengan demikian, lahirlah SK Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Kopkamtib
21 Januari 1978 tentang pembubaran Dewan Mahasiswa semua universitas dan pendudukan kampus oleh militer. Tidak hanya itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga
mengeluarkan instruksi nomor 1U1978 dan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 037U1979. Sejak saat itu, mahasiswa hanya diperbolehkan berkegiatan seputar
kesejahteraan, rekreasi, dan persoalan akademik. Pemerintah melalui Panglima Kopkamtib Sudomo Militer dan Daoed Joesoef
Mendikbud mengeluarkan kebijakan baru tentang aktivitas mahasiswa yang dipandang mengganggu stabilitas nasional. Kebijakan pembekuan gerakan mahasiswa adalah
Universitas Sumatera Utara
normalisasi kehidupan kampus NKK yang digunakan sebagai alat untuk mendepolitisasi kampus.
15
Selain itu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi juga mengeluarkan instruksi nomor 002DKInst1978 yang menempatkan semua aktivitas mahasiswa berada di bawah kendali
Pembantu Rektor III dan Pembantu Dekan III di setiap fakultas. Kebijakan ini bermuara bagi adanya koordinasi kampus demi menjalankan normalisasi politik kampus seperti diharapkan
pemerintah. Dengan demikian, pada 24 Februari 1979, Mendikbud mengeluarkan SK nomor 037U1979 tentang susunan lembagaorganisasi kemahasiswaan lingkungan Perguruan
Tinggi Departemen P dan K. Wujudnya adalah di setiap Perguruan Tinggi dibentuk badan koordinasi kemahasiswaan BKK sebagai badan non-struktural yang membantu rektor untuk
merencanakan kegiatan mahasiswa. Sesuai peraturan tersebut, kampus berbenah untuk tidak berdiskusi seputar tema politik yang cenderung dianggap menjadi akar perlawanan
mahasiswa. Pertengahan 1980-an, setelah legislasi pemagaran ditetapkan, KS
16
hadir sebagai respons terhadap kebijakan baru pemerintah yang mengekang mahasiswa berpolitik praktis.
Dengan mengangkat isu-isu lokal,
17
15
Gerakan mahasiswa sejak 1974 sampai 1978 direspons oleh pemerintah Orde Baru dengan cara-cara represif dan militeristik. Tindakan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Pangkopkamtib No.
SKEP.02.KOPKAM1978 tentang pembekuan Dewan Mahasiswa diikuti dengan keputusan Menteri P K, Dr. Daoed Joesoef, No. 0156U1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus. Muchtar E. Harahap dan Adris
Basril, Gerakan Mahasiswa dalam Politik Indonesia Jakarta: Network for South East Asian Studies, 2000, hlm. 55. Lihat juga Adi Suryadi Cula, op.cit., hlm. 118-120.
mereka mencoba untuk membangkitkan semangat kritis
16
Pembungkaman pemerintah terhadap kampus-kampus dalam 1980-an memunculkan format baru gerakan mahasiswa. Beberapa KS yang lahir ketika itu, di antaranya Kelompok Diskusi Nommensen KDN,
Kelompok Studi Mahasiswa Hukum KSMH, Kelompok Kerja Studi Perkotaan, Forum Komunikasi Nommensen.
17
Isu-isu lokal tidak kalah menariknya menjadi isu dalam gerakan mahasiswa. Selain isu nasional yang kerap menjadi wacana gerakan mahasiswa seperti pada gerakan mahasiswa era: 1966, 1974 dan 1978 bahkan
1998, isu lokal tidak kalah pentingnya. Isu lokal pada dekade 1980-an, misalnya kasus tanah. Contoh kasus
Universitas Sumatera Utara
dan daya juang mahasiswa yang berlangsung hingga dekade berikutnya.
18
Perbedaan yang dapat dilihat terhadap gerakan mahasiswa era 1980-an adalah dalam bentuk aksi yang mereka lakukan. Jika pada periode 1966, 1974, dan 1978, gerakan
mahasiswa akrab dengan aksi massa, turun ke jalan dan dalam kurun waktu yang cukup lama, maka gerakan mahasiswa 1980-an justru bergerak dalam aksi informasi seperti melalui
pers mahasiswa, membagikan selebaran, dan melakukan penyadaran. Aksi informasi tentu tidak membutuhkan massa sampai ratusan bahkan ribuan orang.
Gerakan dalam era ini secara kasat mata berbeda dengan gerakan periode sebelumnya.
19
Jika gerakan mahasiswa sebelum 1980 selalu menonjolkan isu-isu nasional, maka isu lokal menggantikannya sebagai bentuk perlawanan baru dengan pertimbangan ketidaksiapan
mendobrak pusat kekuasaan. Pergeseran isu dari nasional ke lokal merupakan keunikan tersendiri dari gerakan mahasiswa. Jika menelaah gaya hidup mahasiswa, maka tampaklah
betapa mereka jarang memberi waktu untuk memperhatikan kehidupan masyarakat kelas bawah seperti petani, buruh dan sebagainya. Namun, para aktivis mahasiswa 1980-an
membuktikan kalau mereka juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kaum tani, buruh, nelayan ataupun kaum miskin kota.
Pada masa ini mahasiswa memiliki kesempatan luas mempelajari berbagai literatur dan juga membantu advokasi kasus-kasus rakyat. Itulah yang mereka lakukan selama
tanah di Tapanuli Utara yang dirampas oleh PT. Inti Indorayon Utama IIU atau kini berganti nama menjadi PT. Toba Pulp Lestari dengan lokasi pabrik terletak di Sosor Ladang, Porsea, Toba Samosir. Selain itu terdapat
juga Sei Belumai, Sei Lepan di Sumatera Utara. Lihat Dimpos Manalu, Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan Publik: Studi Kasus Gerakan Perlawanan Masyarakat Batak vs PT. Inti Indorayon Utama di
Sumatera Utara Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2009.
18
Syadat Hasibuan, op.cit., hlm. 69.
19
Denny, J.A., Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an Jogjakarta: LkiS, 2006, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
tindakan pemerintah masih mengekang aktivitas politik mahasiswa. Hilangnya peranan negara dalam mensejahterakan rakyat mengakibatkan munculnya ketimpangan sosial atau
ketidakadilan.
20
Selanjutnya di era 1990-an sejarah gerakan mahasiswa di Indonesia meninggalkan catatan yang panjang. Berlarutnya sterilisasi politik kampus dari kepekaan terhadap sosial-
politik akhirnya membawa dampak pada organisasi mahasiswa ekstra-kampus. Organisasi ekstra-kampus, salah satunya KS, pada era ini adalah sebentuk bandul baru dalam
membangun gerakan mahasiswa. Berbicara mengenai gerakan mahasiswa di Indonesia, tentu tidak dapat dipisahkan
dari faktor-faktor khusus yang mendukungnya. Betapapun gerakan mahasiswa berperan dan ikut dalam setiap perubahan politik, umumnya diperankan oleh organisasi mahasiswa.
Skripsi ini membahas tentang dua organisasi mahasiswa di Medan, yaitu Forum Solidaritas Mahasiswa Medan Forsolima dan Kelompok Studi Mahasiswa Merdeka
KSMM dalam kurun 1990-1998. Dalam konteks menjelang reformasi, kapasitas KS merupakan satu bagian yang mendapat perhatian. Hal ini disebabkan oleh KS menjadi
inspirasi gerakan mahasiswa waktu itu.
20
Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Pinggiran: Studi tentang Ideologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan Yogyakarta: Insist Press, 2002.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Rumusan Masalah