Ovarium tikus putih Kajian Pustaka

23 disebut folikel primordia. Pada stadium lebih lanjut, epitel berubah menjadi kubus sebaris. Folikel primer, berdiameter sekitar 40μm, dikelilingi oleh membran basal dan terletak dibagian luar korteks dibawah epitel permukaan. Apparatus golgi dan mitokondria pada oosit, terdapat di dekat inti. Mikrovili dapat tampak pada sebagian permukaan oosit. Beberapa ratus ribu sampai satu juta oosit potensial, terdapat pada sebuah ovarium saat partus pada berbagai spesies. Hanya beberapa ratus yang dapat diovulasikan selama hidup. Kebanyakan mengalami degenerasi sebelum lahir. Proses yang menyangkut seleksi folikel yang harus tumbuh dari kelompok folikel primordia yang tidak berproliferasi belum banyak diketahui. 2 Folikel sekunder Folikel sekunder folikel multilaminar atau folikel tumbuh terdiri dari epitel banyak lapis dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit primer. Rongga yang berisi cairan belum terbentuk diantara sel-sel folikel. Folikel sekunder ditandai oleh berkembangnya 3 sampai 5 μm lapis glikoprotein tebal, disebut zona pellucida, mengitari membran plasma oosit. Terdapat penetrasi parsial di daerah ini oleh mikrovili permukaan oosit. Zona pellucida dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit dan sebagian oosit itu sendiri. Penjuluran sitoplasma sel-sel granulosa 24 yang mengitari oosit menembus zona pellucida dan berkaitan erat dengan mikrovili permukaan oosit. Karena perkembangan folikel berlanjut, rongga kecil berisi cairan terbentuk diantara sel-sel granulosa. Lapis vaskular yang terdiri dari sel-sel berbebtuk kincir, disebut sel-sel teka, mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel tersier. 3 Folikel tersier Folikel tersier folikel antrum, veskular, atau de Graff ditandai dengan perkembangan rongga sentral yang disebut folikel antrum. Antrum ini terbebtuk bila cairan pengisi celah antara selsel granulosa pada folikel sekunder bergabung untuk membentuk satu rongga besar yang menyimpan cairan folikel liquor folliculi. Folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi disebut folikel matang mature folicle . Oosit primer pada folikel tersier berdiameter 150 sampai 300 μm tergantung pada spesiesnya. Bentuk bulat, inti terletak di tengah dengan jalinan kromatin tipis, dan nukleus jelas. Apparatus golgi mula-mula tersebar dalam sitoplasma, kemudian terkonsentrasi dekat memptan plasma. Butir lipid dan pigmen lipolrom terjadi dalam sitoplasma. Akibat folikel antrum yang mulai membesar dengan meningkatkan liquor folliculi, oosit terdesak kearah tepi, lazimnya dibagian folikel yang paling dekat dengan pusat ovarium. Oosit 25 terdapat didaerah akumulasi sel-sel granulosa disebut kumulus ooforus. Pada folikel tersier yang besar, bentuk sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit menjadi silinder dengan susunan radial, yang dikenal sebagai korona radiata. Sel-sel yang membentuk korona radiata dianggap menjamin nutrisi bagi oosit Dellman, 1992: 493. 4 Folikel atresia Folikel ovarium tidak semuanya berkembang secara normal. Ovarium juga selalu memiliki sejumlah folikel tertentu yang mengalami degenerasi dan folikel yang mengalami atresia. Atresia folikuler biasanya menyertai pembentukan dan pemasakan folikel, serta ovarium dianggap tidak normal hanya bila sejumlah besar folikel menjadi atretik. Pembentukan folikel yang tidak normal, yaitu folikel yang akan mengalami atresia, ternyata ditandai dengan reaksi pengecatan yang menbrana disekitar telur. Membrana tercat biru tua atau ungu sangat berbeda bila dibandingkan dengan folikel normal. Pada tahap atresia lanjut, maka tanda-tanda histologik yang menunjukkan degenerasi akan tampak, yaitu berupa butir-butis lemak dan granula kasar di dalam ovum, pengerutan ovum, lepasnya ovum dari sel-sel granulosa disekitarnya, dan akhirnya sel-sel granulosa degenerasi. Atresia dapat menimpa folikel pada ketiga tahap perkembangannya, tetapi pada hewan domestika yang paling umum terhadi pada tahap folikel tersier Nalbanov, A. V, 1990: 24. 26 5 Korpus luteum Ruang folikuler akan terisi dengan darah dan cairan limpa setelah terjadinya fase ovulasi. Beberapa spesies, misalnya babi, cairan tersebut sangat merengangkan folikel yang telah mengalami ovulasi, sehingga selama lima sampai tujuh hari setelah pecah, folikel tersebut lebih besar dari saat sebelum-sebelumnya. Spesies lain, seperti domba dan sapi, penimbunan cairan tidak terlalu mencolok, dan bahkan folikel lebih kecil dari sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat luteinasi mengalami kemajuan, maka bekuan darah secara berangsur-angsur deserap, dan akhirnya ruangnya terisi korpus luteum. Secara histologi, korpus luteum hampir seluruhnya terdiri dari sel-sel granulosa, tetapi sel-sel teka pun dapat ikut dalam pembentukan korpus luteum. Bertambah besarnya ukuran folikel terjadi karena hipertrofi, hiperplasiana sel-sel granulosa, dan sel-sel teka. Nalbanov, A. V, 1990: 24-25. Saat korpus luteum yang telah melewati puncak aktivitas fungsionalnya, maka semakin banyak jaringan pengikat, lemak, dan subtansi mirip hialin timbul diantara sel-sel luteal. Seluruh korpus luteum berangsur-angsur mengecil, akhirnya menjadi jaringan parut yang tidak berarti yang terlihat di permukaan ovarium. Korpus luteum 27 juga kehilangan warna merah-coklat yang semula dimilikinya dan berubah menjadi putih atau coklat pucat. Bagian ini kemudian disebut korpus albikan Nalbanov, A. V, 1990: 25. 4. Siklus estrus pada tikus putih Gambar 5. Foto Mikroskopis Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 100x Foto Hasil Dokumentasi Penelitian, 2015 a. Periode Siklus Estrus Sistem reproduksi pada hewan betina yang telah memasuki masa dewasa biasanya mengalami perubahan-perubahan secara teratur yang disebut dengan siklus estrus. Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis yang bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Lamanya waktu siklus estrus pada seekor hewan dihitung dari munculnya estrus, sampai munculnya estrus lagi pada periode berikutnya. Umumnya setiap hewan mamalia lama siklus estrus akan berbeda-beda. Feradis, 2010: 113. 28 Siklus estrus adalah siklus seksual pada mamalia bukan primata yang tidak menstruasi. Siklus estrus merupakan cerminan dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Selama siklus estrus terjadi berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun pada perubahan tingkah laku seksual. Tikus dan mencit termasuk hewan poliestrus. Artinya, dalam periode satu tahun terjadi siklus estrus yang berulang-ulang Budhi Akbar, 2010: 10. Feradis 2010: 114 menyatakan lamanya waktu yang dipergunakan dalam setiap periode berbeda-beda untuk setiap spesies. Siklus estrus pada mamalia dibedakan menjadi empat periode, yaitu periode estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus, sedangkan menurut Budhi Akhbar 2010: 10, daur estrus dibedakan menjadi lima fase yaitu Proestrus, Estrus, Metestrus I, Metestrus II dan Diestrus. Siklus estrus mencit berlangsung 4-5 hari, sedangkan tikus satu siklus bisa selesai dalam 6 hari. Meskipun pemilihan waktu siklus dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor eksteroseptif seperti cahaya, suhu, status nutrisi dan hubungan sosial. Setiap fase dari daur estrus dapat dikenali melalui pemeriksaan apus vagina. Apus vagina merupakan cara yang sampai kini dianggap relatif paling mudah dan murah untuk mempelajari kegiatan fungsional ovarium. Melalui apus vagina dapat dipelajari berbagai tingkat diferensiasi sel epitel vagina yang secara tidak langsung mencerminkan perubahan fungsional ovarium Budhi Akbar, 2010:10. 29 Berikut adalah penjelasan dari masing-masing periode pada siklus estrus menurut Budi Akhbar 2010: 11, yaitu: 1 Fase proestrus Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel ovarium tumbuh menjadi folikel de Graff dibawah pengaruh FSH. Fase ini berlangsung 12 jam. Setiap folikel mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2-3 hari sebelum estrus sistem reproduksi memulai persiapan-persiapan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Akibatnya sekresi estrogen dalam darah semakin meningkat sehingga akan menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis dan saraf, disertai kelakuan birahi pada hewan-hewan betina peliharaan. Perubahan fisiologis tersebut meliputi pertumbuhan folikel, meningkatnya pertumbuhan endometrium, uteri dan serviks serta peningkatan vaskularisasi dan keratinisasi epitel vagina pada beberapa spesies. Preparat apus vagina pada fase proestrus ditandai akan tampak jumlah sel epitel berinti dan sel darah putih berkurang, digantikan dengan sel epitel bertanduk, dan terdapat lendir yang banyak. 2 Fase estrus Estrus adalah fase yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de Graff membesar dan menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-perubahan kearah pematangan. Pada fase ini 30 pengaruh kadar estrogen meningkat sehingga aktivitas hewan menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak dan punggung lordosis. Ovulasi hanya terjadi pada fase ini dan terjadi menjelang akhir siklus estrus. Pada preparat apus vagina ditandai dengan menghilangnya leukosit dan epitel berinti, yang ada hanya epitel bertanduk dengan bentuk tidak beraturan dan berukuran besar. Feradis 2010: 114 menyatakan periode estrus dapat ditandai dari tingkah laku dari hewan yang bersangkutan, seperti misalnya betina yang sedang estrus menyediakan diri untuk dikawini oleh hewan lawan jenisnya, meningkatnya aktivitas fisik, bagian vulva berwarna kemerahan dan berlendir. 3 Fase metestrus Metestrus adalah periode segera sesudah estrus di mana korpus luteum bertumbuh cepat dari sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dan adenohypophysa. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan folikel de Graff yang lain dan mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Menjelang pertengahan sampai akhir metestrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Fase ini 31 berlangsung selama 21 jam. Pada preparat apus vagina ciri yang tampak yaitu epitel berinti dan leukosit terlihat lagi dan jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit. 4 Fase diestrus Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus birahi pada ternak-ternak dan mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar-kelenjar berhypertrophy. Serviks menutup dan lendir vagina mulai kabur dan lengket. Selaput mukosa vagina pucat dan otot uterus mengendor. Pada akhir periode ini korpus luteum memperlihatkan perubahan-perubahan yang signifikan. Endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beregresi ke ukuran semula. Mulai terjadi perkembangan folikel-folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus. Pada preparat apus vagina dijumpai banyak sel darah putih dan epitel berinti yang letaknya tersebar dan homogen. Pada setiap fase akan terlihat perubahan dengan ciri-ciri yang berbeda antara fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Feradis 2010: 114 menyatakan periode diestrus merupakan periode terpanjang dibandingkan ketiga periode siklus estrus lainnya. Periode ini sudah tampak pengaruh dari progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum, yang menyebabkan terjadinya perubahan pada saluran reproduksi. 32 Endometrium menebal, kelenjar dan urat daging pada uterus berkembang untuk menrawat embrio dari hasil pembuahan, keadaan ini tetap berlanjut selama masa kebuntingan, dan korpus luteum akan beregregasi. Korpus luteum pada masa kebuntingan ini tidak dinamakan korpus luteum gravidatum, tetapi korpus luteum periodikum. Sedangkan bila korpus luteum tidak mau beregregasi, sedangkan hewan tidak bunting maka korpus luteumnya dinamakan korpus luteum persistan. Keadaan ini merupakan gangguan reproduksi pada hewan yang bersangkutan. 5. Pengaturan Hormonal Pada Siklus Estrus Siklus estrus pada dasarnya diatur oleh keseimbangan antara hormon- hormon steroid dan protein dari ovarium dan hormon- hormon gonadotropin dari hipopisa anterior, sedangkan fungsi dari hipopisa anterior sendiri diatur oleh hipotalamus. Dengan mengunakan teknik RIA Radio Immuno Assay, uji kimia dan biologi terlihat perubahan-perubahan relatif yang terjadi pada hormon-hormon ovarium dan gonadotropin yang dimonitor selama periode siklus estrus. Hasilnya ditemukan lebih banyak kesamaan-kesamaan dibandingkan ketidaksamaan dari spesies-spesies yang diamati. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa progesteron mempunyai pengaruh yang dominan terhadap siklus estrus Feradis, 2010: 118. GnRH Gonadotropin Releasing Hormone merupakan hormon yang disintesis di hipotalamus dan disekresikan ke hipofisis anterior melalui vena porta hipotalamo-hipofisis. Hipofisis anterior tidak mempunyai serabut saraf. 33 untuk Pelepasan hormon-hormonnya dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH ini akan mempengaruhi sekresi FSH Follicle Stimulating Hormone dan LH Luitinizing Hormone dari hipofisis anterior. FSH dan LH akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus Budhi Akbar, 2010: 14. Saat fase proestrus folikel-folikel ovarium masih dalam ukuran kecil. Adanya FSH yang disintesis di hipofisa anterior menyebabkan selsel granulose yang terdapat didalam folikel akan cepat menjadi banyak. Kemudian akan terbentuk ruangan dalam folikel. Folikel ini disebut folikel de Graff. Pada sel-sel granulose di dalam folikel de Graff akan dihasilkan estrogen. Estrogen berperan untuk merangsang pertumbuhan epitel vagina dan folikel ovarium sehingga menjadi matang dan siap untuk ovulasi Budhi Akbar, 2010: 14. Folikel yang matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen dalam darah menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menandakan sedang dalam fase estrus dan estrogen ini akan merangsang GnRH untuk memproduksi LH. Pada tahap berikutnya akibat terus dihasilkannya LH akan terjadi lonjakan LH yang penting untuk terjadinya ovulasi setelah oosit ke luar, maka folikel berubah menjadi korpus luteum yang mampu menghasilkan progesteron. Progesteron menyebabkan perubahan-perubahan endometrium berupa perubahan lapisan endometrium. 34 Lapisan endometrium ini dipersiapkan untuk terjadinya implantasi. Fase pembentukkan lapisan ini terjadi pada fase metestrus Budhi Akbar, 2010: 14. Fase berikutnya yaitu diestrus, jika terjadi implantasi peningkatan kadar progesteron penting untuk pertumbuhan plasenta. Plasenta dapat membentuk gonadotropin yang pada manusia disebut HcG Human Chorionic Gonadothropine untuk mempertahankan korpus luteum. Korpus luteum akan mampu memproduksi estrogen dan progesteron sendiri. Jika tidak terjadi implantasi maka tidak terbentuk plasenta sehingga kadar estrogen dan progesteron akan menurun. Menurunnya kadar progesteron menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan endometrium Budhi Akbar, 2010: 15.

B. Kerangka Berfikir

Banyak jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa yang menyerupai estrogen, yang disebut fitoestrogen, salah satunya yaitu dari golongan kacang-kacangan. Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kacang merah terdapat beberapa jenis senyawa yang terkandung seperti alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, kuinon, steroidtripernoid, kumarin dan minyak atsiri. Diantaranya seperti flavanoid, merupakan senyawa yang memiliki efek terhadap fertilitas. Senyawa favanoid yang serupa dengan fitoestrogen ini diduga dapat memiliki pengaruh terhadap aktivitas hormonal dalam tubuh. Adanya penambahan senyawa lain dari luar yang menyerupai estrogen, akan 35 mempengaruhi sistem kerja dalam tubuh, terutama efeknya terhadap Progesteron yang sistem kerjanya saling berkebalikan. Budhi Akbar 2010: 14 menyatakan pelepasan hormon dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH akan mempengaruhi sekresi FSH Follicle Stimulating Hormone dan LH Luitinizing Hormone dari hipofisis anterior. FSH dan LH inilah yang kemudian akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus. Perkembangan folikel, berjalan sesuai dengan siklus estrus yang berlangsung, sehingga perkembangan folikel ini juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon yang bekerja pada setiap tahapnya. Hal inilah yang kemudian dapat menjadi perhatian, dimana adanya penambahan senyawa flavanoid dalam kacang merah diharapkan memiliki efek yang jelas terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih, serta dapat mengetahui berapakah jumlah dosis optimum yang dapat menunjukkan perningkatan perkembangan folikel ovarium tikur putih.

C. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak kacang merah dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium pada tikus putih yang ditandai dengan perdedaan jumlah folikel pada setiap perlakuan. 36 BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, yaitu: 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok 5 ekor tikus putih sebagai ulangan. Tikus yang digunakan adalah tikus putih betina dari golongan Rattus norvegicus, galur wistar. Respon yang dilihat yaitu jumlah folikel ovarium pada masing-masing tahap perkembangan, dengan pemberian ekstrak kacang merah dengan kadar dosis yang berbeda dari ektrak kacang merah per ±200 gram berat badan tikus. Perlakuan dilakukan selama 21 hari dan diberikan secara oral.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015. 2. Tempat penelitian a. Pembuatan ekstrak kacang merah dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu LPPT UGM. b. Pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium Biologi FMIPA UNY. c. Pembuatan preparat histologik organ dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM. 37 d. Pengamatan preparat histologik dilakukan di laboratorium Anatomi dan Zoologi Jurdik Biologi FMIPA UNY.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Tikus putih Rattus norvegicus, L. betina galur Wistar dengan berat badan ± 200 grBB tikus per hari. 2. Sampel Sampel menggunakan 25 ekor tikus putih Rattus norvegicus, L. betina galur Wistar umur ±2 bulan dengan berat badan rata-rata 200 gr yang diberi perlakuan ekstrak kacang merah Phaseolus vulgaris, L..

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas Variasi ekstrak kacang merah Phaseolus vulgaris, L. yaitu kontrol P0: 0 mg200 gr BB tikus per hari, P1: 50 mg200 gr BB tikus per hari, P2: 75 mg200 gr BB tikus per hari, P3: 100 mg200gr BB tikus per hari, P4: 125 mg200 gr BB tikus per hari. 2. Variabel tergayut Variabel tergayut yaitu perkembangan masing-masing jenis folikel yang dilihat dari jumlah folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan folikel atresia pada ovarium tikus putih.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause

0 14 36

Pengaruh Pemberian Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Hiperkolesterolemia.

0 2 18

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERLIPIDEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus, L.).

14 82 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI METE (Anacardium occidentale, L.)TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

0 0 2

PENGARUH EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI WIJEN PUTIH (Sesamum indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

1 2 1

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) DAN PACING (Costus specious, J.Smith) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus novergicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 1