Hasil perhitungan jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih persatuan

52 mggr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg gr BB per hari. Perkembangan folikel de Graff dapat dilihat bada diagram keempat. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P4. Peringkat rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat dosis P3 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel de Graff ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50mggr BB per hari. Perkembangan folikel de Graff yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 0 mggr BB per hari kontrol. Perkembangan korpus luteum dapat dilihat pada diagram kelima. Rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P1. Peringkat dosis P1 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P4. Hal ini dapat dikatakan perkembangan korpus luteum ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 125 mggr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 50 mg gr BB per hari. 53 Pembentukan folikel atresia dapat dilihat pada diagram keenam. Rata- rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat dosis P2 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel atresia ovarium tikus putih yang paling tinggi adalah pada dosis 50 mggr BB per hari. Pembentukan folikel atresia yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg gr BB per hari.

2. Hasil analisis jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih setelah pemberian

ekstak kacang merah Tabel 6. Analisis Uji One Way Anova Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah No Variabel n Rata-rata F Sig. 1 F. Primer 25 11,67 4,234 0,012 2 F. Sekunder 25 5,81 4,155 0,013 3 F. Tersier 25 2,74 5,851 0,003 4 F. de Graff 25 1,01 3,996 0,015 5 Korpus Luteum 25 3,19 0,979 0,441 6 F. Atresia 25 3,04 3,033 0,042 Tabel diatas menunjukkan hasil analisis uji Anova yang dapat dilihat dari nilai signifikasi masing-masing jenis folikel ovarium tikus putih. Jika nilai sig 0,05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan, sebaliknya jika nilai sig 0,05 maka tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada 54 perkembangan folikel primer 0,012, sekunder 0,013, tersier 0,003, de Graff 0,015 dan folikel atresia 0,042 nilai signifikasinya 0,05. Hal ini berarti bahwa pada kelima jenis folikel, pemberian ekstrak kacang merah memberikan pengaruh yang berbeda terhadap setiap perlakuan. Sebaliknya, pada korpus luteum 0,441, nilai sig 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pada perkembangan korpus luteum pemberian ekstrak kacang merah tidak memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap perlakuan. Tabel 7. Hasil analisis uji DMRT Duncan Multiple Range Test Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah No Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 1 F. Primer P0, P4 P0, P1, P2 P1, P2, P3 2 F. Sekunder P0, P2, P3, P4 P1, P3, P4 - 3 F. Tersier P0, P2, P3, P4 P1 - 4 F. de Graff P0, P2, P3, P4 P2, P3, P4 P1,P3, P4 5 Korpus Luteum P0, P1, P2, P3, P4 - - 6 F. Atresia P0, P1, P2, P3, P1 P3 - Berdasarkan hasil uji DMRT, pada folikel primer, sekunder de Graff, korpus luteum dan atresia menunjukkan adanya perbedaan perlakuan yang signifikan. Meski demikian ada beberapa kelompok perlakuan yang berdeda dari perlakuan satu dengan yang lainnya. Misalnya seperti pada folikel primer terdapat tiga kelompok perlakuan yang berbeda. Perlakuan dalam kelompok yang sama berarti memiliki pengaruh yang sama antara yang satu dengan yang lainya. Kelompok pertama yaitu P0 yang sama dengan perlakuan P4, kelompok kedua yaitu P0, P2, dan P1, dan kelompok ketiga yaitu P2, P1, dan P3. Dari hasil tersebut menyebutkan, bahwa P0 pada kelompok pertama sama dengan P2 dan 55 P3 pada kelompok kedua, sedangkan P1 dan P2 sama dengan P3 pada kelompok ketiga. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan namun tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuannya. Hasil uji DMRT pada folikel sekunder terdapat dua kelompok perlakuan yang berbeda, yaitu pada kelompok pertama P0, P2, P3 dan P4, sedangkan pada kelompok kedua yaitu P1, P3 dan P4. Hal ini dapat dikatakan bahwa dari kedua kelompok perlakuan ini tidak memiliki perbedaan yang signifikan, dikarenakan perlakuan P1 pada kelompok kedua, juga memiliki persamaan pengaruh pada perlakuan P3 dan P4 pada kelompok pertama. Folikel tersier, berdasarakan hasil analisis uji DMRT memiliki dua kelompok perlakuan yang berdeda, pada kelompok pertama yaitu P0, P2, P3 dan P4, sedangkan kelompok kedua yaitu hanya P1 saja. Dari hasil analisis ini dapat dinyatakan bahwa perlauan P1 memiliki perngaruh yang signifikan terhadap perkembangan folikel tersier dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Hasi analisis uji DMRT pada folikel de Graff menunjukkan adanya tiga kelompok perlakuan yang berbeda. Kelompok pertama yaitu P0, P2, dan P3, pada kelompok kedua yaitu P2, P3 dan P4, sedangkan pada kelompok ketiga yaitu P3, P4, dan P1. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa pada setiapa perlakuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan P3 dan P2 pada kelompok pertama memiliki persamaan pengaruh dengaan P4 56 pada kelompok kedua, sedangkan perlakuan P3 dan P4 juga memiliki persamaan pengaruh terhadap P1 yang terdapat pada kelompok ketiga. Hasil analisis DMRT pada korpus luteum menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memiliki persamaan perngaruh terhadap perkembangan korpus luteum, hal ini dapat dikarenakan pemberian ekstak kacang merah justru menghambat proses perkembangannya akibat konsentrasi hormon yang terlalu tinggi dalam tubuh. Perkembangan folikel atresia berdasarkan hasil uji DMRT terdapat dua kelompok perlakuan yang berdeda. Kelompok pertama yaitu P0, P2, P3 dan P4, sedangkan kelompok kedua yaitu P1 dan P3. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa kedua kelompok perkaluan tidak memiliki perbedaan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan antara P3 pada kelompok pertama juga memiliki pengaruh yang sama dengan P1 pada kelompok kedua

B. Pembahasan

Pemberian dosis ekstrak kacang merah ini mengacu ada penelitian pengaruh pemberian ekstrak etanol kacang merah Phaseolus vulgaris, L. terhadap kerusakan histologis sel hepar mencit Mus musculus, L. dalam abstrak penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Puji Yanti 2014. Penelitian tersebut, menggunakan 2 kadar dosis yang berbeda yaitu 70 mg dan 140 mg ekstrak etanol kacang merah. Dari kedua dosis ini kemudian digunakan untuk menentukan dosis uji sebenarnya dengan melalui uji pendahuluan berdasarkan kedua dosis tersebut dengan modifikasi, yaitu 75 mg, 100 mg, dan 150 mg. Hal ini dilakukan dengan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause

0 14 36

Pengaruh Pemberian Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Hiperkolesterolemia.

0 2 18

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERLIPIDEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus, L.).

14 82 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI METE (Anacardium occidentale, L.)TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

0 0 2

PENGARUH EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI WIJEN PUTIH (Sesamum indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

1 2 1

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) DAN PACING (Costus specious, J.Smith) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus novergicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 1