Strategi Komunikasi Melalui Mediasi
mengatakan bahwa tempat ibadah yang mereka tempati sekarang ini sudah memikili izin atas persejutuan dari Bupati Makmur Syahputra Tahun 2004 yang lalu. Namun, hal
tersebut tanpa ada izin dari warga masyarakat muslim yang bermukim di daerah itu. Demikian pula peraturan dari masyakat muslim mereka tidak tahu mengenai asal
usul ada surat perizinan tersebut, dan tanpa di buktikan dengan bukti-bukti yang otentik yang kuat masyarakat muslim hanya ingin beberapa gereja yang ada tersebut harus
dikurangi dan dibongkar, karena yang menempati masyarakat kristen yang datang dari pakpak barat. Dalam persidangan musyawarah mufakat ini di hadiri oleh pihak-pihak
saksi yaitu dari masyarakat muslim dan dari masyarakat non muslim setempat dan perwakilan dari tokoh agama, Pratana Sosial, serta humas. Setelah para pihak-pihak yang
berkonflik menjelaskan kasus-kasus yang terjadi maka Hakim Mediasi mendapat kejelasan akan hal ini bahwa memang yang menjadi pemicu terjadinya konflik adalah dari
adanya unsur politik pada tahun 2004 dan masyarakat non muslim yang memberikan fasilitas rumah ibadah untuk masyarakat luar daerah. Maka dalam hal ini Hakim Mediasi
sebagai mediator berusaha menciptakan perdamaian serta menemukan win-win solution artinya sama-sama pihak diuntungkan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam
konflik antar umat beragama atau tidak ada pihak-pihak yang terzalimi dalam masalah konflik agama. Maka berdasarkan hasil dari musyawarah mufakat bahwa rumah ibadah
yang menjadi konflik tersebut dari pihak non muslim.
Pembokaran harus dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah yang baru. Dan harus meneruti dan mengikuti serta melaksanakan
pereturan yang ada, karena Aceh Singkil bagian dari Provinsi Nongroe Aceh Darussalam atau disebut dengan Serambi Mekah. Dengan adanya hasil mediasi tersebut kedua belah pihak
yang berkonflik menyetujui persyaratan itu yang di persaksikan beberapa pihak yang telah dipanggil. Dan masyarakat muslim tidak boleh mudah terprovokasi dan main massa sendiri
atau melakukan tindakan emosional. Hakim mediator sebagai penengah mampu menentukan aktivitas proses penyelesaian
titik terang dari permasalahan, akhirnya secara layak memenuhi kualifikasi tertentu dengan pengalaman yang dimiliki hakim mediasi dalam komunikasi dan negoisasi mampu
mengarahkan para pihak yang berkonflik. Dalam PP No. 542000 ditentukan kreteria untuk menjadi mediator lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian perkara lingkungan hidup di
luar pengadilan
223
. Mediasi yang merupakan jalur alternatif dalam menyelesaikan konflik antar umat agama, berhasil tercapainya suatu kesapakatan besama yang telah disepakati, hal
ini tidak lepas dari tugas dari pemerintahan suatu daerah. Ada empat tugas pemerintah kaitannya dengan harmonisasi kerukunan antar umat
beragama di Indonesia, yaitu masalah pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, bantuan keagamaan dari luar negeri, dan tega asing di bidang keagamaan. Tugas tersebut di ataur
dalam Undang-Undang berikut
224
: 1.
UU No. 1PNPS1965 tentang Larangan Dan Pencegahan Penodaan Agama Dan Penghinaan Agama.
2. Keputusan Bersama Menteri pelaksanaan Dalam Negeri dan Menteri Agama RI.
No.01BerMdn1969 tentang Pelaksanaan Aparat Pemerintah Yang Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan dan Pengembangan Ibadah Pemeluk Agama oleh
Pemeluknya. 3.
SK. Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI. No.011979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri Kepada Lembaga-Lembaga
Keagamaan Swasta Di Indonesia. 4.
Surat Edaran Menteri Agama RI. No. MA432. 1981 tentang Penyelanggaraan Peringatan Hari Besar Keagamaan.
Akan tetapi, isu yang paling mencuat akhir-akhir ini, kaitanya dengan kerukunan umat beragama adalah fenomena pendirian rumah ibadah. Salah satu yang diakitkan oleh
pandangan dan sikap yang berbeda dalam hal pendirian rumah ibadah. Dalam praktiknya kelompok minoritas sering mengalami kesulitan dalam mendirikan rumah ibadah. Hal ini
menunjukkan bahwa posisi mayoritas dan minoritas menentukan sulit dan tindaknya dalam mendirikan rumah ibadah. Bahkan, hampir di setiap negara yang menggunakan term
mayoritas-minoritas, kelompok minoritas sering merasa haknya dibelenggu oleh kelompok minoritas
225
. Perbedaan cara pandang dalam mendirikan rumah ibadah ini, tidak baik, dan akan menimbulkan konflik antarumat beragama yang berkepanjangan.