Latar Belakang Drh. Rasmaliah, M.Kes

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pembangunan kesehatan telah menetapkan beberapa program untuk mendukung bidang kesehatan, salah satunya adalah program upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat ialah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan kesehatan masyarakat baik individu, kelompok, lembaga pemerintah ataupun swadaya masyarakat. Tujuan program ini antara lain meningkatkan mutu kesehatan, mencegah terjadinya penyebaran penyakit menular, menurunkan angka kesakitan, kematian yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pemerintah dan masyarakat bersama-sama melaksanakan berbagai program pemberantasan infeksi kecacingan dalam upaya pencegahan dan pengobatan. Program pemberantasan infeksi kecacingan dilaksanakan terutama di Sekolah Dasar SD. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, higiene keluarga dan higiene pribadi Depkes RI, 2004. Infeksi kecacingan pada manusia banyak dipengaruhi oleh faktor perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan. Penyakit kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan kelembaban tinggi dan terutama mengenai kelompok masyarakat dengan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan yang kurang baik Depkes RI, 2004. Universitas Sumatera Utara Salah satu penyakit kecacingan adalah penyakit cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut soil transmitted helminths yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar di mana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. Jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing kremi Enterobius vermikularis, cacing tambang Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dan cacing cambuk Trichuris trichiura Depkes RI, 2004. Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya, dalam hubungan dengan infeksi kecacingan. Beberapa peneliti ternyata menunjukan bahwa usia sekolah merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah Depkes RI, 2004. Menurut Kingston 2007, kecacingan dapat berakibat buruk terhadap perkembangan tubuh dan kecerdasan dan kognitif serta kurang aktif di sekolah. WHO tahun 2006, mengatakan bahwa kejadian penyakit kecacingan di dunia masih tinggi yaitu 1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta orang terinfeksi cacing Trichuris trichiura dan 740 juta orang terinfeksi cacing tambang Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Infeksi kecacingan yang tertinggi terjadi di Afrika, Amerika, China, dan Asia Timur. Bank Data Global WHO tahun 2006 mengatakan bahwa prevalensi kecacingan tertinggi pada anak usia sekolah dasar yaitu 75 . Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rinaldi 2002 di Indonesia masih tinggi prevalensi kecacingan 60-70. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis, kelembaban udara tinggi merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higiene yang buruk. Infeksi cacing menyebabkan kehilangan darah pada murid sekolah dasar di Indonesia sebanyak 16.863.000 liter darah per tahun. Infeksi cacing tambang misalnya dapat mengakibatkan terjadinya anemia. Infeksi ini dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,0005 cc–0,34 cchari. Pada infeksi berat, kadar hemoglobin dapat mencapai angka 4 gr dari kadar hemoglobin normal 11 gr . Hasil survei tahun 2008 pada 18 sekolah dasar SD di 9 KabupatenKota di Propinsi Sumatera Utara prevalensi kecacingan cukup tinggi dan bervariasi antara 50 sd 91. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara mengestimasi sedikitnya 400.000 anak SD menderita kecacingan, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu memiliki resiko tinggi terjangkit penyakit kecacingan. Hal ini disebabkan oleh cakupan pengobatan dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah, serta keadaan sanitasi lingkungan sekolah yang masih kurang Sukarni, 2010. Penyakit cacingan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip. Salah satu penyebab penyebaran penyakit kecacingan adalah buruknya kebersihan perorangan. Penyakit kecacingan dapat menular diantara murid sekolah yang sering berpegang tangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya tercemar telur cacing. Pencegahan infeksi berulang Universitas Sumatera Utara sangat penting dengan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti menghindari kontak dengan tanah yang kemungkinan terkontaminasi tinja manusia, cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memegang makanan, lindungi makanan dari tanah dan cuci atau panaskan makanan yang jatuh ke lantai merupakan upaya pemeliharaan kesehatan Lilisari, 2007. Upaya kesehatan dalam rangka sosial budaya meliputi pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Dalam sistem perawatan kesehatan memiliki kompleks pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, aturan umum, adat istiadat dan praktek-praktek yang mengamati simptom-simptom, mendiagnosis gangguan kesehatan dan memutuskan pengobatan. Kondisi sosio budaya dan dukungan keluarga menjadi faktor pendukung perilaku hidup sehat dalam upaya pencegahan infeksi cacing. Bila faktor tersebut tidak berfungsi dengan baik maka individu, kelompok ataupun masyarakat akan mengalami sakit, dan sebaliknya bila faktor tersebut berfungsi dengan baik akan memutuskan lingkaran hidup cacing yang dapat dilakukan pada saat cacing berada dalam tubuh manusia. Lingkungan fisik, lingkungan sosial ekonomi dan budaya ikut berperan dalam upaya pemutusan rantai penularan serta memperkecil resiko yang di timbulkan Kalangie,1986 dalam Sumanto, 2009. Berdasarkan hasil penelitian Sumanto 2010 tentang faktor resiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah di Demak diketahui terdapat beberapa kebiasaan atau perilaku yang berpengaruh signifikan nilai p 0,25 terhadap terjadinya infeksi cacing pada anak sekolah. Kebiasan tersebut antara lain tidak memakai alas kaki pada rentang waktu bervariasi mulai dari 6–12 jam. Anak yang memiliki kebiasaan Universitas Sumatera Utara tidak memakai alas kaki berisiko terinfeksi cacing tambang 3,290 kali lebih besar dibanding anak yang memiliki kebiasaan memakai alas kaki dalam aktivitas sehari- hari. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan sebanyak 65,9 anak sekolah yang memiliki kebiasaan memakai alas kaki sedangkan 34,1 yang tidak biasa memakai alas kaki. Pada umumnya anak memiliki kegemaran bermain di halaman rumah yang masih berupa tanah dengan durasi waktu yang berbeda. Rentang waktu anak bermain di tanah berkisar antara 1–7,5 jam dengan rata-rata sebesar 3,05 jam. Anak yang memiliki kebiasaan bermain ditanah dalam jangka waktu yang lama berisiko terinfeksi cacing tambang 5,2 kali lebih besar dibanding anak yang hanya sebentar bermain di tanah dalam sehari. Kebiasaan bermain di tanah pada anak didapatkan sebesar 37,9 yang suka bermain lama di tanah, sedangkan sebesar 62,1 anak hanya bermain sebentar di tanah setiap hari. Dari hasil wawancara yang dilakukan Sumanto 2010 ternyata masih ada responden dan keluarga yang buang air besar di kebun dan bagian halaman rumah lainnya. Anak yang tinggal dalam keluarga yang memiliki kebiasaan buang air besar di kebun dan tempat lain di halaman rumah berisiko terinfeksi cacing tambang 4,3 kali lebih besar dibanding anak yang tinggal dengan keluarga yang memiliki kebiasaan buang air besar di WCjamban. Sebanyak 53,8 sudah melakukan aktifitas buang air besar di WCjamban keluarga, namun masih ada 46,2 yang memiliki kebiasaan buang air besar di kebun dan halaman sekitar rumah. Universitas Sumatera Utara Jalaluddin 2009 Tentang pengaruh sanitasi lingkungan Personal higiene dan karakteristik anak terhadap infeksi kecacingan pada murid sekolah dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhoksumawe, pada 150 diperoleh 52,7 anak SD tidak menggunakan alas kaki, 47,3 anak SD yang menggunakan alas kaki saat keluar dari rumah dan 53,3 anak SD yang mempunyai kebiasaan tidak cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, 46,7 yang melakukan cuci tangan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pada 150 anak SD tersebut menunjukan 79 orang 52,7 anak SD positif mederita kecacingan dan 71 orang 47,3 anak SD yang tidak terifeksi cacing. Status sehat sakit para anggota keluarga saling memengaruhi satu sama lain. Keluarga memengaruhi jalannya suatu penyakit dan status kesehatan anggota keluarga. Keluarga merupakan jaringan yang mempunyai hubungan erat dan bersifat mandiri, dimana masalah-masalah seorang individu dapat memengaruhi anggota keluarga yang lain dan seluruh system Friedman,2000. Pembinaan kesehatan anak dapat dilakukan oleh petugas kesehatan, ayah, ibu, saudara, anggota keluarga serta anak itu sendiri. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan memakai alas atau sandal Depkes, 1990. Menurut Friedman 1998 ada lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan, yaitu 1 mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, 2 mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat, 3 memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, 4 mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan, perkembangan kepribadian anggota keluarga, dan 5 Universitas Sumatera Utara mempertahankan hubungan sosial baik antara keluarga dan lembaga kesehatan yang ada. Menurut Ginting 2008, Kejadian kecacingan pada anak-anak usia Sekolah Dasar masih tinggi karena kebiasaan membuang air besar secara sembarangan di dekat rumah, di kebun tempat ia bekerja, di bawah pohon, di tempat-tempat pembuangan sampah hal ini di sebabkan karena kurang disadarinya pemakaian jamban keluarga yang dapat menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar rumah. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi pertumbuhan telur cacing. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2006 diketahui 55,32 rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan sehat di Sumatera Utara. KabKota yang tertinggi rumah tangganya berperilaku hidup bersih dan sehat adalah Kota Binjai 96,28 sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Langkat 7,8. Bila dibandingkan pencapaian Sumatera Utara dengan target Indonesia Sehat 2010 yaitu 65, maka pencapaian sampai tahun 2006 masih dibawah target, untuk mencapai itu maka diperlukan lagi upaya peningkatan PHBS ini yaitu melalui pendekatan pimpinan advocasy, bina suasana social suport dan pemberdayaan masyarakat empowerment, sehingga dengan terciptanya perilaku yang bersih dan sehat pada masyarakat, akan memberikan daya ungkit dalam penurunan angka kesakitan maupun kematian penduduk di Propinsi Sumatera Utara Profil Kesehatan KabKota, 2006. Menurut profil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2010 terdapat 1.242 32,05 keluarga yang memiliki rumah sehat dari 11.277 keluarga yang Universitas Sumatera Utara diperiksa. Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan di 4 SD negeri di Kecamatan Kuala dari 520 siswa ditemukan sebanyak 297 57,12 siswa terinfeksi cacing. Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat mempunyai luas wilayah 188,23 Km 2 Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan masih banyak anak SD yang bermain tanpa memakai sandal, kuku yang panjang dan kotor, kondisi sanitasi lingkungan tempat tinggal serta bermain anak-anak lembab dan WC tidak memenuhi syarat kesehatan. Pada umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, tumbuh menjadi telur yang infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia melalui telapak kaki, dapat pula masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor tanah yang tercemar dengan telur cacing. dengan 16 desa. Pekerjaan penduduk sebahagian besar mempunyai mata pencaharian petani dan berkebun. Daerah ini masih banyak dijumpai pemukiman yang belum memenuhi sanitasi lingkungan, faktor utama ialah tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang masih rendah. Jumlah penduduk tahun 2010 di Kec. Kuala 47.745 jiwa yang terdiri dari 13.624 Kepala keluarga, 5.355 merupakan anak Sekolah Dasar yang terdaftar di 33 Sekolah Dasar Negeri. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka perlu di lakukan analisa mengenai pengaruh sosio budaya dan dukungan keluarga terhadap pencegahan infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar di Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat tahun 2011. Universitas Sumatera Utara

1.2. Permasalahan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

4 72 90

Pengaruh Karakteristik Personal dan Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Tuberkulosis Paru di Kota Tanjungbalai

3 95 168

Pengaruh Motivasi Diri Remaja dan Dukungan Keluarga Terhadap Perilaku Seks Beresiko Remaja Pada Seks Pranikah Di Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

2 82 127

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pencegahan Sekunder pada Pasien Diabetes Mellitus (DM) Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanjung Pura Kabupaten Langkat

0 44 106

Pengelolaan Warung Sekolah Di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat Tahun 2004

0 23 136

Pengetahun, Sikap dan Tindakan Ibu Rumah Tangga Tentang Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Yang Berkaitan Dengan Penularan Infeksi Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Sekolah Dasar Negeri I Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2004

1 38 90

Hubungan Higiene Perorangan dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Dengan Terjadinya Infeksi Kecacingan Di SD Negeri 1 Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2003

7 48 76

Pengaruh Perilaku Higienitas Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Meurebo Kabupaten Aceh Barat

4 52 93

Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

6 48 123

PENGARUH INFEKSI KECACINGAN TERHADAP INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR PROTEIN SERUM PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN TERAS KABUPATEN BOYOLALI.

0 0 2