2.1.3. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah Soil-Transmited Helminths
Pencemaran tanah dengan tinja manusia merupakan penyebab transmisi telur A.lumbricoides dan T.trichiura dari tanah kepada manusia melalui tangan dan kuku
yang tercemar telur cacing, lalu masuk kemulut melalui makanan Mahfuddin, 1994. Agustina 2000 mendapatkan bahwa ada hubungan yang erat antara tanah dan kuku
yang tercemar telur A.lumbricoides dan kejadian askariasis pada anak balita di Kecamatan Paseh Jawa Barat.
Selain melalui tangan, transmisi telur cacing ini dapat juga melalui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat.
Telur cacing yang ada di tanah atau debu akan sampai pada makanan tersebut, jika diterbangkan oleh angin, atau dapat juga melalui lalat media perantara yang
sebelumnya hinggap di tanahselokanair limbah sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut Helmy, 2000.
Transmisi melalui sayuran yang dimakan mentah tidak dimasak dan proses membersihkannya tidak sempurna juga dapat terjadi, terlebih jika sayuran tersebut
diberi pupuk dengan tinja segar. Di beberapa negara penggunaan tinja sebagai pupuk harus diolah dahulu dengan bahan kimia tertentu berupa disinfektan Brown, 1979.
1. Cacing Gelang Ascaris lumbricoides
Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga
usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai,
Universitas Sumatera Utara
telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus
halus.
2. Trichuris trichiura Cacing Cambuk
Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio
tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di
usus besar hospes. Telur yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru Onggowaluyo, 2002.
Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini
erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari hospes penderita. Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya
tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun Onggowaluyo, 2002.
Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di
Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30 - 90 . Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam
Universitas Sumatera Utara
penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh Onggowaluyo, 2002.
Di Daerah endemik, laju infeksi dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan MCK mandi, cuci dan kakus yang sehat dan teratur, penyuluhan, pendidikan
tentang higienis dan sanitasi pada masyarakat Onggowaluyo, 2002.
3. Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus Cacing Tambang