Hak Anak Dalam Hukum Nasional Indonesia

C. Hak Anak Dalam Hukum Nasional Indonesia

Masalah perlindungan anak ini merupakan salah satu isu dalam hukum internasional yang diadopsi ke dalam sistem hukum nasional Indonesia. Namun jika kita telusuri kembali, dalam perundang-undangan di Indonesia, ternyata perhatian terhadap anak sudah dirumuskan dalam Stb. 1925 No. 647 jo Ordonansi 1949 No. 9 yang mengatur pembatasan kerja anak dan wanita. Kemudian tahun 1926 lahir pula Stb 1926 No. 87 yang mengatur pembatasan anak dan orang muda kerja di kapal. Selanjutnya pada 1946 diberlakukan KUH Pidana yang memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47; serta Pasal 285, Pasal 287, Pasal 290, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 297, dan beberapa pasal lain memberikan perlindungan terhadap anak di bawah umur dengan memperberat hukuman atau mengkualifikasi tindak pidana perbuatan-perbuatan tertentu terhadap anak. 26 Sebelum Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB, pada tahun 1979, Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Kemudian Indonesia menyatakan kesepakatannya terhadap Konvensi Hak- hak anak melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990. Setelah itu, Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun demikian masih banyak anggota masyarakat yang belum memahami tentang Hukum Kesejahteraan dan Perlindungan anak. Banyak diantara anggota masyarakat yang belum memahami hak dan kewajiban anak, kewajiban dan 26 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 4-5 Universitas Sumatera Utara tanggung jawab atas Kesejahteraan dan Perlindungan anak, Kedudukan Anak, Penyelenggaraan Kesejahteraan dan Perlindungan anak, pendidikan anak, tanggung jawab orang tua dan keluarga terhadap anak dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kesejahteraan dan perlindungan anak. Padahal di dalam pelaksanaan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Ketiga komponen ini bertanggung jawab di dalam kegiatan perlindungan anak dikarenakan seorang anak, di samping merupakan amanah dari Tuhan yang Maha Esa, juga anak merupakan penerus keturunan dari sebuah keluarga dan juga seorang anak adalah merupakan generasi penerus bangsa. Bahwa manusia, sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Bahwa selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Universitas Sumatera Utara Bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Dek1arasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen internasional lainnya mengenai hak asasi manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia. Ada begitu banyak ketentuan hukum bagi Perlindungan Hak-hak anak di Indonesia, antara lain : Dalam Konstitusi; lebih lanjut diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat 2, Pasal 28C, dan Pasal 34 ayat 1. Melalui Undang-Undang, negara menjamin perlindungan Hak-hak anak, di antaranya: 1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 LN. 3143 tentang Kesejahteraan Anak 2. Undang-Undang No. 7 Tahun1984 LN. 3277 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan 3. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 4. Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO 1930 No. 29 tentang Kerja Paksa Staatsblad Hindia Belanda tahun 1933 No.261 dan Konvensi ILO tahun 1957 No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa. 5. Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 tentang Konvensi ILO 1973 No. 138 tentang Batas Usia Minimun untuk Diperbolehkan Kerja. 6. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Universitas Sumatera Utara 7. Undang-Undang No. 1 Tahun 2000 tentang Konvensi ILO 1999 No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Pekerja Anak. 8. Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 9. Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICESCR Pasal 10, 122, dan 13 3. 10. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi ICCPR Pasal 14 1, 18 4, 23 4, dan 24. Pengaturan Perlindungan Hak-hak anak ini juga melalui Keputusan Presiden, seperti : 1. Keppres No.36 Tahun 1990 25 Agustus 1990 tentang Ratifikasi Convention on the Rights of Child atau disebut sebagai Konvensi Hak-hak anak. 2. Keppres No.40 Tahun 2004 tentang Ranham 2004-2009tentang Memasukkan Agenda Ratifikasi Protokol Opsional Konvensi Hak-hak anak tentang Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata 2006. 3. Keppres No.59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Penghapusan Bentuk- Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak. 4. Keppres No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak. 5. Keppres No.88 Tahun 2002 tentang Rencana Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 basil amandemen keempat disebutkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Perlindungan hak-hak- Universitas Sumatera Utara hak anak juga diatur dalam sejumlah undang-undang yang terkait seperti tersebut di atas. Selain itu kita juga mengenal Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Namun dalam kenyataannya jumlah anak terlantar dan anak jalanan semakin banyak dan implementasi peraturan perundang-undangan tersebut terhadap perlindungan hak-hak-hak anak belum diterapkan sebagaimana mestinya, baik terhadap anak terlantar di panti asuhan maupun terhadap anak terlantar yang turun ke jalan untuk rnencari uang dengan cara meminta-minta, tukang asongan, tukang semir sepatu, untuk memenuhi nafkah orang tuanya dan untuk biaya hidupnya. Padahal dalam Pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua disebutkan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pada kenyataannya kita melihat fakta yang menunjukkan bahwa: 27 1. Undang-Undang Perlindungan Anak belum dapat memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak-hak anak, karena Pemerintah Daerah belum mempunyai perhatian secara sungguh-sungguh dan belum ada political will terhadap perlindungan hak-hak-hak anak serta belum menjadi skala perioritas dalam pembangunan daerah, baik dari segi dana perlindungan anak dari APBD maupun dari segi sumber daya manusia yang memahami tentang hak- hak-hak anak, prinsip-prinsip perlindungan anak dan juga belum dibentuknya 27 Iman Jauhari, Kajian Yuridis Terhadap Perlindungan Hak-Hak-hak anak Dan Penerapannya Penelitian Di Kota Binjai, Kota Medan Dan Kabupaten Deli Serdang, diakses pada tanggal 11 April 2011 dari laman web: http:repository.usu.ac.idhandle1234567897382?mode=fullsubmit_simple=Show+full+item +record Universitas Sumatera Utara lembaga yang khusus menangani perlindungan anak. Pada taraf sinkronisasi Undang-Undang Perlindungan Anak belum teratur dan belum terarah dalam pengaturannya, karena dari sejumlah undang-undang tentang anak yang berlaku belum ada harmonisasi dalam pelaksanaannya, dimana masih terjadi paradoxalitas satu sama lainnya, sehingga pihak pemerintah, penegak hukum dan masyarakat sukar untuk menerapkannya terhadap perlindungan dan pemenuhan kebutuhan hak-hak-hak anak. 2. Hambatan-hambatan yang terjadi dalam penerapan perlindungan hukum terhadap anak karena tidak ada kerjasama antara pihak-pihak dari instansi terkait, yaitu Pemerintah Daerah, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama dalam hal pembinaan, pemeliharaan dan perlindungan hak-hak-hak anak, ditambah Iagi ketidakpedulian masyarakat sebagai orang tua asuh, dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap pendidikan dan kebutuhan hak-hak-hak anak. Kemudian Pemerintah Daerah pun tidak melakukan sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak di kalangan aparat penegak hukum dan masyarakat luas, dan kurangnya kesadaran pihak eksekutif dan legislatif tentang masalah anak terlantar dan anak jalanan. Sebab-sebab terjadinya hambatan karena tidak ada peraturan dari pemerintah propinsi dan pemerintah kabupatenkota yang khusus mengatur tentang perlindungan anak terlantar dan anak jalanan dalam peraturan daerah. 3. Peran Pemerintah Daerah dalam mewujudkan peraturan dan undang-undang perlindungan anak, baru pada tahap memberikan bantuan dana untuk anak- Universitas Sumatera Utara anak terlantar di panti asuhan, sedangkan untuk anak jalanan baru dibuat rumah singgah dan ditambah biaya-biaya buku bacaan sekolah bagi anak yang tidak mampu dengan cara mendatangi ke sekolah-sekolah.

D. Undang – Undang No.23 Tahun 2002 Sebagai Acuan Perlindungan Hak-