Latar Belakang Aspek Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak-Hak Anak.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

United Nations Internasional Childrens Fund UNICEF mengungkap perlindungan terhadap anak di Indonesia masih terbilang lemah. Hal itu terlihat dalam kebijakan Pemerintah soal anak, yang lebih bersifat kuratif. Dana yang ada lebih kuratif untuk preventif seperti penguatan keluarga, tidak dibangun, kata Ali Aulia Ramly, Child Protection Coordinator UNICEF dalam pemaparan di seminar bertema Penelitian dan Praktek Inovatif di Bidang Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di Indonesia, Rabu 15 Desember 2010. 1 Anak merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Di dalam implementasinya, anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa, penentu masa depan dan penerus generasi. Namun demikian kita sadari bahwa kondisi anak masih banyak yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta kelahiran; belum semua anak diasuh oleh orang tua kandungnya, keluarga maupun orang tua asuh atau wali dengan baik; masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai; masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal; masih belum semua anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas dan 1 UNICEF, Perlindungan Anak di Indonesia Lemah, diakses pada tanggal 2 April 2011 dari laman web: http:www.tempointeraktif.comhgkesra20101215brk,20101215-299140,id.html Universitas Sumatera Utara anak-anak yang berhadapan dengan hukum seharusnya mendapatkan perlindungan khusus. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan adanya berbagai krisis ekonomi di Indonesia dan juga terjadinya berbagai bencana alam termasuk gempa bumi di Indonesia, yang mengakibatkan banyaknya permasalahan- permasalahan yang terkait dengan kependudukan termasuk permasalahan- permasalahan di dalam perlindungan hak-hak anak. Sebagai salah satu unsur yang harus ada di dalam negara hukum dan demokrasi, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak-hak anak yang kita harapkan sebagai penentu masa depan bangsa Indonesia dan sebagai generasi penerus harus mendapatkan pengaturan yang jelas. Hal ini perlu dilakukan, mengingat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya sehingga HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Ada beberapa fakta yang cukup memprihatinkan. Diperkirakan sekitar 60 persen anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara Universitas Sumatera Utara dewasa. 2 Kondisi ini sangatlah perlu mendapatkan perhatian dari kita semua tanpa kecuali. Hal semacam inilah yang melatar belakangi penulis untuk membahas dan menyusun sebuah tulisan mengenai pentingnya perlindungan hak-hak anak. Di kalangan masyarakat awam sering kita mendengar ucapan ‘anakku’. Entah disadari atau tidak, apakah ia telah memenuhi kewajibannya sebagai orang tua, namun pada kenyataannya seringkali hak asasi yang melekat pada anak diluputkan. Penyebabnya tidak lain karena orang dewasa menganggap diri mereka lebih dari anak-anak; lebih tahu, lebih hebat, lebih penting. Sehingga kepentingan orang dewasa harus didahulukan. Sedangkan anak-anak, hanya dianggap sebagai anak-anak. Manusia yang belum dewasa, tidak tahu apa-apa, bertubuh kecil, dan harus patuh pada orang dewasa. Anak-anak kemudian mendapatkan prioritas ke sekian setelah orang dewasa. Rasa lebih tersebut membuat orang dewasa ingin mengatur semuanya sesuai dengan cara pandang dewasanya. Sesuatu yang penting menurut orang dewasa dengan segera diputuskan penting bagi anak-anak, bahkan mengorbankan anak-anak. Sebaliknya, sesuatu yang penting menurut anak seringkali diremehkan dan diacuhkan oleh orang dewasa. Misalnya di beberapa wilayah yang terjadi konflik peperangan, orang dewasa merekrut anak-anak dan mengirimkannya ke garis depan pertempuran. Untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, orang dewasa memperjual- belikan anak-anak, memaksa mereka bekerja dengan upah lebih rendah tentunya, dan menyiksa si anak bila gagal memenuhi permintaan orang dewasa. Semua itu dilakukan dengan hanya mempertimbangkan kepentingan terbaik orang dewasa. 2 UNICEF, Sekilas-Perlindungan Anak, diakses pada tanggal 2 April 2011 dari laman web: http:www.unicef.orgindonesiaidprotection.html Universitas Sumatera Utara Contoh lainnya yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan seolah-olah menjadi kebiasaan, orang dewasa terutama laki-laki, merokok di dekat anak-anak. Mereka bahkan merokok sambil menggendong anak-anak. Mereka sama sekali tidak memperdulikan hak-hak anak untuk mendapatkan udara bersih dan lingkungan yang sehat untuk tumbuh kembangnya. Seringkali permintaan seorang anak untuk ditemani bermain oleh orang tuanya diacuhkan dengan alasan sibuk. Padahal bermain adalah media belajar untuk tumbuh kembang anak. Seorang anak yang bertanya tentang suatu hal, seringkali dianggap cerewet dan berisik oleh orang tuanya dengan mengatakan, ‘kamu tidak perlu tau itu,’ atau ‘kamu belum cukup umur, nantilah.’ Dan banyak praktek-praktek lainnya yang menempatkan kepentingan anak sebagai pertimbangan terakhir daripada tidak mempertimbangkan sama sekali. Penulis ingin mencoba mengingatkan kembali bahwa anak memiliki hak asasi yang sama pentingnya dengan orang dewasa. Semakin muda usia anak, semakin penting hak tersebut untuk segera dipenuhi. Tidak hanya mengingatkan, tetapi juga mengajak orang dewasa untuk bergerak bersama-sama memenuhi Hak- hak anak. Anak-anak adalah generasi penerus di masa mendatang, tetapi mereka tidak hanya hidup di masa depan. Mereka hidup hari ini, saat ini, dan di masa yang akan datang. Untuk itu, Hak-hak anak harus dipenuhi hari ini juga, saat ini juga, agar di masa mendatang mereka menjadi generasi yang mempunyai pemikiran cemerlang demi kehidupan bersama. Dengan demikian dapatlah dicapai cita-cita sesuai dengan tujuan dibentuknya hukum yakni tercapainya suasana Universitas Sumatera Utara penuh ketertiban di tengah-tengah masyarakat. Bukan seperti ucapan beberapa kalangan ; “ hukum itu dibuat semata-mata untuk dilanggar.” Anak adalah kelompok strategis keberlanjutan bangsa Indonesia dan merupakan amanah Allah serta anak adalah 40 penduduk Indonesia yang harus kita tingkatkan mutunya menjadi anak Indonesia yang sehat, cerdas ceria, berakhlak mulia, dan terlindungi. Hal ini merupakan komitmen bangsa bahwa menghormati, memenuhi, dan menjamin hak-hak anak adalah tanggung jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua. Dengan fokus pada anak maka sekaligus percepatan pencapaian target mencapai kualitas hidup manusia di tahun 2015 sebagai tujuan bersama Millenium Development Goals MDGs dan World Fit For Children WFFC dapat kita capai. Isu utama peningkatan kualitas hidup manusia suatu negara adalah bagaimana negara tersebut mampu melakukan perlindungan anak yaitu, mampu memahami nilai-nilai hak-hak anak, mampu mengimplementasikannya dalam norma hukum positif agar mengikat, mampu menyediakan infrastruktur, dan mampu melakukan manajemen agar perlindungan anak di suatu negara tercapai. Demi tercapainya perlindungan anak dengan sasaran semua pihak mengerti akan tanggung jaawab yang harus diembannya dan mengingat semua orang pasti pernah menjadi anak-anak maka penulis bermaksud menyusun suatu skripsi berjudul : “ASPEK HUKUM INTERNASIONAL DALAM PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK.” Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah