Kemudian, pada tahun 1979 diputuskan sebagai Tahun Anak dan ditetapkan 20 November sebagai hari anak internasional.
Setelah sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1989, Konvensi Hak-hak anak disahkan oleh PBB. Inilah pengakuan khusus secara internasional atas hak
asasi yang dimiliki anak-anak. Sekarang, telah dibentuk sangat banyak sekali tim yang ditugaskan untuk
memperhatikan masalah anak dan merealisasikan perlindungan hak-hak anak yang tertuang di dalam Konvensi Hak-hak anak. Hal ini menunjukkan telah
tumbuh dan tengah berkembangnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya perlindungan terhadap hak-hak anak ini. Kesadaran akan pentingnya perlindungan
terhadap anak ini perlu dilestarikan demi kehidupan bersama penuh sukacita dan kasih sayang di antara sesama makhluk ciptaan Tuhan.
B. Instrumen Penting Hukum Internasional Dalam Perlindungan Hak
Anak
Ada beberapa instrumen penting hukum internasional dalam perlindungan hak-hak anak, dimana yang terutama di antaranya :
1. United Nations Standard Minimun Rules for the Administration of Juvenile
Justice Peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai administrasi peradilan bagi remaja “Beijing Rules” Resolusi Majelis Umum PBB No.
4033 tanggal 29 November 1985. Menurut “Beijing Rules”, remaja adalah seorang anak atau seorang muda yang
menurut sistem hukum masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu
Universitas Sumatera Utara
pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa. Rule 2.2 huruf c.
Mengacu pada peraturan tersebut di atas, terlihat, bahwa penentuan umur bagi seorang anakremaja ditentukan berdasarkan sistem hukum masing-masing
negara. “Beijing Rules” hanya memberikan rambu-rambu agar penentuan batas usia anak jangan ditetapkan dalam usia yang terlalu rendah. Hal ini akan
berkaitan dengan masalah emosional, mental dan intelektual. Artinya, “Beijing Rules” menganggap bahwa pada usia yang terlalu rendah, seorang belum
dapat dikatakan dewasa secara emosional, dewasa secara mental, dan dewasa secara intelektual, sehingga perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara pidana.
21
Menurut “Beijing Rules”, tujuan peradilan bagi remaja adalah:
22
Pertama, memajukan kesejahteraan remaja, merupakan fokus utama bagi sistem hukum yang menangani kasus-kasus kejahatan remaja. “Beijing Rules”
menghendaki agar kasus-kasus kejahatan remaja ditangani oleh peradilan keluarga. Kemudian, apabila terpaksa harus ditangani oleh peradilan kriminal,
maka faktor kesejahteraan anak harus menjadi perhatian yang pertama. Kedua, adalah “prinsip kesepadanan”. Prinsip ini terkenal sebagai suatu
instrumen untuk mengekang sanksi-sanksi yang menghukum kebanyakan dinyatakan dalam batasan-batasan ganjaran yang setimpal dengan berat
pelanggaran hukum tetapi juga pada pertimbangan keadaan-keadaan pribadinya.
21
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak Bandung: Mandar Maju, 2009, hlm.41-42.
22
Ibid, hlm.45
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan bahasa yang sederhana, visi yang hendak dicapai dalam peradilan anak menurut “Beijing Rules” adalah: 1 Untuk mencapai
kesejahteraan anak; 2 Penjatuhan pidanan bagi anak, tidak harus bersifat menghukum; 3 Dalam menjatuhkan hukuman terhadap anak, harus
mendasarkakn prinsip-prinsip: a. tidak mendasarkan pada berat atau ringannya kejahatan yang telah dilakukan, b. penjatuhan pidana hendaknya
memperhatikan kondisi yang menyebabkan seorang anak melakukan kejahatan, c. dimungkinkannya pemberian ganti kerugian sebagai pengganti
hukuman, dan d. rasa penyesalan anak yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan untuk kembali ke jalan yang benar dimungkinkan menjadi alasan
pemaaf untuk tidak dijatuhinya hukuman.
23
2. United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty
Peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan remaja yang kehilangan kebebasannya Resolusi Majelis Umum PBB No. 45133 tanggal 14
November 1990. Ada beberapa hal pokok dalam peraturan ini, diantaranya:
24
a. Sistem peradilan bagi remaja harus menjujung tinggi hak-hak dan
keselamatan serta memajukan kesejahteraan fisik dan mental remaja. Berbicara sistem peradilan, akan mencakup keseluruhan komponen dan
proses berjalannya hukum seperti substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Ini berarti, apabila PBB menghendaki kesejahteraan sebagai
akhir dari sitem peradilan, maka substansi hukum, struktur hukum dan
23
Ibid, hlm. 45-46
24
Disadur dari ibid, hlm. 57-63
Universitas Sumatera Utara
kultur hukum yang berkaitan dengan peradilan anak harus memounyai visi dan misi yang sama, yaitu mengusahakan kesejahteraan anak.
b. Penjara harus menjadi alternatif terakhir, karena membiarkan seorang anak
memasuki Lembaga Pemasyarakatan berarti memberikan pendidikan negatif kepada anak, sebab apabila di dalam LP penghuninya adalah
mereka yang diidentifikasikan sebagai yang jahat, maka anak tersebut akan mengimitasi tingkah laku yang jahat. Sebab, perilaku kriminal dapat
dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi.
c. Peraturan bagi anakremaja tidak boleh membedakan ras, warna kulit, usia,
bahasa, agama, kebangsaan, pandangan politik, kepercayaannya, atau praktek-praktek budaya, kepemilikan, kelahiran atau status keluarga, asal-
usul etnis atau sosial, cacat jasmani, agama serta konsep moral yang bersangkutan harus dihormati.
d. Para remaja yang belum diadili, harus dianggap tidak bersalah. Remaja
yang masih dalam proses hukum, harus dipisahkan dari remaja yang telah dijatuhi hukuman. Terhadap remaja yang belum diadili dalam proses
hukum, ia berhak: 1
Didampingi penasehat hukum dengan cuma-cuma. 2
Disediakan kesempatan bekerja dengan menerima upah. 3
Melanjutkan pendidikan. 4
Memiliki dan tetap menyimpan barang yang menjadi hiburannya. e.
Data yang berkaitan dengan remaja bersifat rahasia.
Universitas Sumatera Utara
Data yang harus dirahasiakan tentunya tidak hanya menyangkut penyingkatan nama, akan tetapi mencakup segala aspek yang berkaitan
dengan kondisi sosial anak, seperti data pribadi maupun data keluarga baik secara kauntitatif maupun kualitatif.
f. Anakremaja yang ditahan berhak untuk memperoleh:
1 Pendidikan;
2 Latihan keterampilan dan latihan kerja;
3 Rekreasi;
4 Memeluk agama;
5 Mendapat perawatan kesehatan;
6 Pemberitahuan tentang kesehatan;
7 Berhubungan dengan masyarakat luas.
3. United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency
Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tindak pidana anak dan remaja “Riyadh Guidelines” Resolusi Majelis Umum PBB No. 45112 tanggal 14
Desember 1990. Ketiga instrumen di atas merupakan instrumen hukum internasional
dalam menangani kasus-kasus pidana yang dilakukan oleh anak. Ketiga instrumen di atas sangat penting karena perlunya memperbaiki sistem administrasi peradilan
anak untuk menghindari penyiksaan anak di lembaga pemasyarakatan anak. Hal ini penting karena sistem administrasi peradilan anak, mulai dari tahap
penyidikan, penuntutan, persidangan, dan pemenjaraan diduga kuat banyak melanggar hak-hak-hak anak. Salah satu kasus yang menjadi sorotan PBB adalah
Universitas Sumatera Utara
masih terjadinya penyiksaan di LP Anak Kutoarjo, Jawa Tengah, seperti yang
dilaporkan oleh Manfred Nowak pelapor khusus PBB untuk masalah
penyiksaan yang disampaikan kepada Committee Against Torture CAT.
25
Selain ketiga instrumen di atas, terdapat banyak lagi pedoman dalam hukum internasional sebagai instrumen hukum perlindungan anak, antara lain:
1. Resolusi MU-PBB 4185 tanggal 3 Desember 1986 mengenai “Declaration on
Social and Legal Principles relating to the Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and
Internationally”. 2.
Resolusi 43121 tanggal 8 Desember 1988 mengenai “The Use of Children in the Illicit Traffic in Narcotic Drugs”.
3. Resolusi MU-PBB 4425tanggal 20 Nopember 1989 mengenai “Convention of
the Rights of the Child”. 4.
Resolusi ECOSOC 199033 tanggal 24 Mei 1990 mengenai “The Prevention of Drug Consumption Young Persons”.
5. Resolusi MU-PBB 45115 tanggal 14 Desember 1990 mengenai “The
Instrumental Use of Children in Criminal Activities”. 6.
Resolusi Komisi HAM PBB Commision on Human Rights 199380 tanggal 10 Maret 1993 mengenai “The Application of International Standards
Concerning The Human Rights of Detained Juveniles”.
25
Fachruddin Muchtar dalam Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009, hlm. 131
Universitas Sumatera Utara
7. Resolusi Komisi HAM 199490 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The need to
adopt effective international measures for the prevention and eradition of the sale of children, child prostitution and child pornography”.
8. Resolusi Komisi HAM 199492 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “Special
Rapporteur on the sale of children, child prostitution, and child pornography”. 9.
Resolusi Komisi HAM 199493 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The Plight of Street Child”.
10. Resolusi Komisi HAM 199493 tanggal 9 Maret 1994 mengenai “The effects
of Armed Conflicts on Children’s Lives”. 11.
Dalam Kongres PBB ke IX tahun 1995 mengenai “The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders”, diajukan dua “draft resolution” mengenai”
a. Application of United Nations Standards and Norms in Juvenile Justice
Dokumen ACONF.196L.5. b.
Elimination of Violence againts Children Dokumen ACON.169L.11 12.
International Agreement for the Suppression of the White Slave Traffic 1904, International Convention for the Suppression of the White Slave Traffic 1910,
International Convention for the Suppression of Traffic in Women and Children, dan International Covention for the Suppression of Traffic in
Women of Full Age 1933 yang kemudian keempatnya mengalami perubahan mendasar dan kemudian menjadi Convention for the Suppression of the
Traffic in Person and the Exploitation of the Prostitution of Others.
Universitas Sumatera Utara
C. Convention on the Right of Child Sebagai Acuan Internasional Dalam