Situasi dan Kondisi Anak Indonesia

tidak akan pernah selesai. Masih banyak anak-anak yang belum terpenuhi haknya, bahkan haknya terampas dan terlanggar. Hak Asasi tidak bisa kita tunggu datang dan diberikan dengan sendirinya, tetapi juga membutuhkan perjuangan. Perjuangan pemenuhan dan pemulihan Hak-hak anak membutuhkan suatu kekuatan besar yaitu kesatuan masyarakat dalam bentuk organisasi. Perjuangannya juga membutuhkan kesabaran dan semangat pantang menyerah karena harus melalui proses panjang dan bahkan menelan korban. Organisasi-organisasi masyarakat inilah yang berperan mengingatkan pemerintah dan semua pihak yang bertanggung jawab bahwa Hak- hak anak harus dipenuhi.

B. Situasi dan Kondisi Anak Indonesia

Meski disadari pentingnya perlindungan anak di Indonesia, namun dalam kenyataan ditemui keadaan yang sangat memprihantinkan atas kesejahteraan anak di Indonesia. Anak Indonesia belum dapat dikatakan sejahtera dan belum dapat dikatakan telah terpenuhi hak-haknya. Hal ini dapat dilihat dari data statistik Sumber: Depdiknas, 2002, di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah anak perempuan hanya 5-7 tahun, anak laki-laki 6-7 tahun. Se3lanjutnya hanya ada 27 anak usia 2-6 tahun yang mengikuti pendidikan anak usia dini dan sebanyak 4,2 juta naka usia 7-15 tahun belum pernah sekolah. Fasilitas pendidikan bagi anak sekolah pun memprihatinkan karena ada 67,7 fasilitas pendidikan anak rusak. Universitas Sumatera Utara Menurut Mendiknas, sebenarnya wajib belajar 6 tahun sudah selesai sejak tahun 1994. Kemudian Pemerintah memperluas wajib belajar menjadi 9 tahun hingga tingkat SLTP dengan target tuntas pada tahun 2004 dengan ukuran angka partisipasi kasar APK 95. Namun, angka putus sekolahnya yang belum tercapai karena ini angka putus sekolah masih 3,01 dan ini masih terlalu tinggi. Hal ini, menurut Mendiknas, tentunya menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan melalui berbagai program, seperti mencari anak-anak yang putus sekolah untuk dibiayai. Atau, lanjut dia, dibujuk untuk mengikuti Program Paket A dan Paket B, ditambah program memperbanyak sekolah terbuka. Mendiknas juga mengatakan untuk program pemberantasan buta huruf terus dilakukan. Untuk tahun 2004, jelas dia, tercatat sejumlah 15,41 juta orang buta aksara untuk usia 15 tahun ke atas atau 10,2. Terdapat fakta yang menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia masih merupakan barang yang mahal sehingga belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Bahkan meski Pemerintah telah menjalankan program Biaya Operasional Sekolah BOS, masih banyak sekolah-sekolah yang membebankan biaya tinggi kepada para siswanya, khususnya sekolah-sekolah di kawasan DKI Jakarta. Pada sektor keesehatan, masyarakat miskin belum sepenuhnya terjangkau oleh program asuransi kesehatan keluarga miskin atau Askeskin. Terdapat banyak kasus bayi dengan berat lahir rendah 2,5 kg, kasus gizi buruk, kasus kematian bayi dan balita. Prosedur administrasi dan verifikasi yang kurang aksesibel dan masih adanya tanggungan biaya pengobatan yang tinggi membuat anak-anak miskin Universitas Sumatera Utara lebih baik memilih menahan rasa sakit di tempat tinggalnya daripada harus berobat. Sementara dalam bidang ketenagakerjaan, didapati dari tahun ke tahun adanya peningkatan jumlah pekerja anak. Dimana menurut Koordinator ILO Bidang Penanganan Pekerja Anak, Abdul Hakim, bahwa jumlah pekerja anak di Indonesia mencapai 2,6 juta jiwa. Belum lagi dengan sulitnya memperoleh Akta Kelahiran gratis yang masih sulit diperoleh keluarga miskin. Akta kelahiran berkaitan dengan identitas dan status hukum anak yang berpengaruh terhadap akses peningkatan kesejahteraan anak tersebut. Pada tahun 2001, anka tanpa kata kelahiran mencapai 59,30. Akta kelahiran gratis sudah menjadi kebijakan pemerintah yang berjalan sejak 1 Januari 2007. Namun, yang terjadi di lapangan, banyak keluarga miskin yang diminta uang sebesar Rp100.000,00 sampai Rp800.000,00 untuk mengurusnya sehingga UNICEF pada tahun 2007 mencatat bahwa kurang lebih 60 anak balita Indonesia tidak memiliki akta kelahiran. Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for Tourism Research Development Universitas Gadjah Mada, mengenai berita tentang child abuse yang terjadi dari tahun 1992 – 2002 di tujuh kota besar, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Malang, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3.969 kasus dengan rincian sexual abuse 65,8; physical abuse 19,6; emotional abuse 6,3; dan child neglect 8,3. Universitas Sumatera Utara Kemudian berdasarkan tempat terjadinya kekerasan, rumah menenpati urutan tertinggi. Padahal rumah adalah akar dimana seorang anak berkembang baik secara fisik, mental dan emosionalnya. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI tahun 2005, kasus kekerasan atau penganiayaan menduduki nomor urut dua setelah pengasuhan anak, yaitu sebanyak 42 kasus terlapor, kasus perdagangan anak sebanyak 29 kasus. Data ini meningkat pada tahun 2007 dengan kasus penganiayaan sebesar 47 kasus dan kasus perdagangan anak sebanyak 42 kasus. Lebih dari 4.000 anak Indonesia diajukan ke pengadilan setiap tahunnya atas kejahatan ringan, seperti pencurian. Pada umumnya mereka tidak mendapatkan dukungan, baik dari pengacara maupun dinas sosial. Dengan demikian, tidak mengejutkan jika sembilan dari sepuluh anak akhirnya dijebloskan ke penjara atau rumah tahanan. Kondisi ini memprihatinkan karena banyak anak yang harus berhadapan dengan sistem peradilan dan mereka ditempatkan di tempat penahanan dan pemenjaraan bersama orang dewasa sehingga mereka rawan mengalami tindak kekrasan. Semua keadaan yang dipaparkan di atas perlu perhatian khusus dan tindakan segera dari berbagai pihak dalam menegakkan perlindungan anak demi kesejahteraan mereka. Universitas Sumatera Utara

C. Hak Anak Dalam Hukum Nasional Indonesia