2.1.3 Bahan Baku dalam Pembuatan Kosmetika
Bahan baku kosmetika sangat bervariasi dan jumlahnya dapat mencapai ribuan jenis. Untuk memenuhi kebutuhan dasar produksi kosmetika, ada 5 macam bahan baku yang
penting, yaitu : waxws dan oils, pengawet dan antiseptik, antioksida, pewarna, dan pewangiparfum.
2.1.3.1 Pewarna
Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis yaitu : a. Pewarna yang dapat larut dalam cairan soluble, air, alkohol atau minyak.
Contohnya adalah pewarna asam, solvent dyes seperti merah DC, merah hijau No. 17, violet, kuning dan xanthene dyes seperti DC orange, merah dan
kuning. b. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan insoluble, yang terdiri atas
bahan organik dan inorganik, misalnya lakes dan besi oksida. Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian
tubuh sensitif terhadap warna tertentu sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit sekitar mata, kulit sekitar mulut, bibir, dan kuku Wasitaatmadja, 1997.
Di dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik yang dimaksud dengan bahan pewarna
adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetik. Daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan
dalam bahan kosmetik tersebut khususnya yang digunakan dalam pembuatan kosmetik untuk tata rias mata dan membran mukosa dapat dilihat pada tabel 1 dalam
lampiran BPOM, 2008.
2.1.3 Keracunan Kosmetika
Sediaan kosmetika sendiri bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari bahan- bahan kimia, terutama bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan timbul
Universitas Sumatera Utara
reaksi yang tidak dikehendaki seperti reaksi alergi, dan fotosensitisasi, selain yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya Sartono, 2002.
Sedangkan pada kelopak mata, bahan-bahan kimia tersebut dapat menyebabkan terjadinya radang pada kelopak mata yang merupakan radang kelopak
dan tepi kelopak. Juga dapat menyebabkan terjadinya alergi pada kelopak mata yang disebut dengan blefaritis alergi yang disebabkan oleh debu, asap, bahan kimia iritatif,
dan bahan kosmetik Ilyas, 1997.
Karena bermacam-macam reaksi kulit yang dapat terjadi pada penggunaan sediaan kosmetika, telah dilakukan usaha untuk membuat sediaan kosmetika yang
disebut “kosmetika hipoalergi”. Kosmetika jenis ini tidak lagi menggunakan bahan- bahan yang dapat menimbulkan bermacam-macam reaksi kulit, seperti senyawa arsen,
aluminium sulfat, aluminium klorida, balsam Peru, fenol, formaldehid, lanolin, senyawa merkuri, senyawa bismuth, minyak bergamot, minyak lavender, asam
salisilat, dan heksaklorofen. Khusus untuk zat warna, dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 239Men.KesPerV1985 tanggal 1 Mei 1985, telah ditetapkan zat
warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan dalam obat, makanan, dan kosmetika yang terdapat pada tabel 2 dalam lampiran.
Sehubungan dengan kemungkinan timbulnya reaksi kulit yang disebabkan oleh bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan sediaan kosmetika, maka masalah
yang kita hadapi dalam penggunaan sediaan kosmetika umumnya tidak dicantumkan kandungan bahan dasar dan bahan aktif pada kemasan dari sediaan kosmetika yang
beredar di Indonesia Sartono, 2002.
Di dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetika tercantum bahwa
bahan kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika. Juga terdapat daftar bahan kosmetika
yang dilarang digunakan yang tercantum pada tabel 3 dalam lampiran BPOM, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Manfaat Kosmetika