Analisis Logam Cr Pada Eye Shadow Yang Teregistrasi Dan Tanpa Registrasi Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) Secara Spektrofotometri Serapan Atom

(1)

ANALISIS LOGAM Cr PADA EYE SHADOW YANG TEREGISTRASI DAN TANPA REGISTRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BPOM) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

FENNY RAHMAWINA HARAHAP 090822020

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ANALISIS LOGAM Cr PADA EYE SHADOW YANG TEREGISTRASI DAN TANPA REGISTRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BPOM) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

FENNY RAHMAWINA HARAHAP 090822020

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS LOGAM Cr PADA EYE SHADOW YANG

TEREGISTRASI DAN TANPA REGISTRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Kategori : SKRIPSI

Nama : FENNY RAHMAWINA HARAHAP

Nomor Induk Mahasiswa : 090822020

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM / FMIPA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Agustus 2011 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phill NIP.195504051983031002 NIP.195308171983031002

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst, MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS LOGAM Cr PADA EYESHADOW YANG TEREGISTRASI DAN TANPA REGISTRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BPOM) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2011

FENNY RAHMAWINA HARAHAP 090822020


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, segala puji dan syukur yang teramat besar saya persembahkan kepada Allah SWT yang dengan curahan rahmat serta cinta-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya sampaikan untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai tauladan umat.

Selanjutnya saya sampaikan penghargaan dan cinta kasih yang terdalam dan tulus kepada Ayahanda tercinta Ali Mukti Harahap (Alm) dan Ibunda tersayang Dra. Maryani Lenggana Nasution atas segala doa dan pengorbanan serta motivasi yang telah diberikan kepada saya juga terima kasih karena sudah menjadi inspirasi saya. Serta tak lupa pula terima kasih untuk kakak saya Novriyanti Hrp, SH dan keluarganya, abang saya Moraisyah P Hrp, S.Sos dan adik saya Tama Anggara Nauli Hrp. Serta seluruh keluarga yang telah memberikan banyak dukungan kepada saya.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia.

3. Dra. Yugia Muis, MSi selaku dosen wali saya yang sudah memberikan masukan kepada saya selama saya belajar di FMIPA USU.

4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu selama masa studi saya di FMIPA USU.

5. Sahabat-sahabat saya, Ayu Srg, Faradilla dan Dhea terima kasih atas dukungan dan motivasinya selama ini.

6. Teman- teman Kimia Stambuk 2009, Ika , Novi, Tutu, Titis, Nila, Iin, Happy dan Jashinta. Terima kasih untuk motivasi, semangat, inspirasi, dukungan, doa dan kerjasamanya selama masa kuliah dan penelitian sampai selesainya skripsi ini. 7. Serta segala pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu

semua, semoga Allah SWT membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan saya. Oleh karen itu saya mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap kandungan logam Cr dari kosmetik perona kelopak mata. Sampel yang dianalisa adalah perona kelopak mata yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM. Pengukuran konsentrasi logam Cr pada perona kelopak mata dilakukan dengan metode destruksi kering. Pelarut yang digunakan adalah HCl 6

M kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik = 357,9

nm.

Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM, untuk logam Cr diperoleh konsentrasi rata-ratanya = 110,9 mg/Kg. Data kadar Cr yang diperoleh diolah dengan menggunakan kurva standar metode Least-Square dengan memplotkan nilai absorbansi larutan seri standar logam Cr terhadap konsentrasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat kandungan logam Cr di dalam sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM yang merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam pembuatan kosmetik.


(7)

ANALYSIS OF CHROMIUM IN EYE SHADOW WHICH REGISTERED AND NOT REGISTERED COMMITTEE OVERSEER OF MEDICINE

AND FOOD (BPOM) WITH ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The research done on the metal content of Cr from the eye shadow cosmetics. Samples analyzed are registered and not registered eye shadow with BPOM. Measurement of Cr metal concentration in eye shadow is done by using dry ash destruction method. Solvent which used is HCl 6 M and then analyzed by Atomic

Absorption Spectrophotometer on λspecific = 357,9 nm.

From the research result have been done for registered and not registered BPOM, for Cr metal is obtained average concentration = 110,9 mg/Kg. Data of Cr obtained is processed using the standard curve with Least-Square method which the absorbance value of the standard series solution is plot with the concentration. From the research results known that there is Cr metal contents in samples which registered and not registered BPOM which is that prohibited material used in making cosmetics.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kosmetika 5

2.1.1 Penggolongan Kosmetika 6

2.1.2 Perona Kelopak Mata (Eye Shadow) 7

2.1.3 Bahan Baku dalam Pembuatan Kosmetika 8

2.1.3.1 Pewarna 8

2.1.4 Keracunan Kosmetika 8

2.1.5 Manfaat Kosmetika 10

2.2 Logam Berat

2.2.1 Logam Kromium (Cr) 11

2.2.1.1 Kegunaan Kromium (Cr) 12

2.2.1.2 Efek Toksik/Bahaya Kromium 13

2.2.1.3 Pencegahan Dan Penanggulangan Toksisitas Cr 14

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom 14

2.3.1 Teori Spektrofotometri Serapan Atom 14

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 18

2.3.3 Analisis Kuantitatif dengan SSA 22

2.3.4 Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom 24

2.4 Destruksi 25

2.4.1 Jenis-jenis Destruksi 25

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat 27


(9)

3.3 Prosedur Penelitian 28

3.3.1 Pembuatan Reagent 28

3.3.2 Pembuatan Larutan Standar Kromium 100 mg/L 28 3.3.3 Pembuatan Larutan Standar Kromium 10 mg/L 28 3.3.4 Pembuatan Larutan Seri Standar Kromium 0,4; 0,8; 28

1,2; 1,6; dan 2,0 mg/L

3.3.5 Pembuatan Kurva Standar Kromium 29

3.3.6 Penentuan Kadar Kadmium dan Kromium Pada Sampel 29

3.4 Bagan Penelitian 30

3.4.1 Preparasi Sampel 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 31

4.1.1 Logam Cr 31

4.2 Pengolahan Data 32

4.2.1 Logam Cr 32

4.2.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square 33

4.2.1.2 Koefisien Korelasi 34

4.2.1.3 Penentuan Konsentrasi 34

4.2.1.4 Penentuan Kadar Kromium (Cr) pada Eye Shadow Dalam 36 Satuan mg/Kg

4.3 Pembahasan 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 39

5.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Daftar Bahan Pewarna Yang Diizinkan Dalam Kosmetik 43

Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

Tabel 2 Zat Warna Yang Dilarang Digunakan Dalam Obat, Makanan 44 dan Kosmetika (Permenkes No. 239/Menkes/Per/V/1985)

Tabel 3 Daftar Bahan Kosmetik Yang Dilarang Digunakan Dalam 45 Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia

Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

Tabel 4 Kondisi SSA untuk Analisis Beberapa Logam 46 Tabel 4.1 Kondisi Alat SSA Merek Shimadzu Tipe AA-6300 pada 31

Pengukuran Konsentrasi Logam Cr

Tabel 4.2 Data Absorbansi Larutan Standar Cr 32

Tabel 4.3 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least 33 Square untuk Cr

Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Cr Pada Eye Shadow 35 Yang Teregistrasi dan Tanpa Registrasi BPOM

Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Kadar Kromium pada Eye Shadow 37 dengan Metode Destruksi Kering Secara SSA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kromium (Cr) 11

Gambar 2.2 Pengurangan Kekuatan Sinar oleh Larutan Pengabsorbsi 16 Gambar 2.3 Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom 18 Gambar 2.4 Diagram Skematik Lampu Katoda Cekung 19


(12)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap kandungan logam Cr dari kosmetik perona kelopak mata. Sampel yang dianalisa adalah perona kelopak mata yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM. Pengukuran konsentrasi logam Cr pada perona kelopak mata dilakukan dengan metode destruksi kering. Pelarut yang digunakan adalah HCl 6

M kemudian dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik = 357,9

nm.

Dari hasil penelitian yang dilakukan untuk sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM, untuk logam Cr diperoleh konsentrasi rata-ratanya = 110,9 mg/Kg. Data kadar Cr yang diperoleh diolah dengan menggunakan kurva standar metode Least-Square dengan memplotkan nilai absorbansi larutan seri standar logam Cr terhadap konsentrasi. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat kandungan logam Cr di dalam sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM yang merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam pembuatan kosmetik.


(13)

ANALYSIS OF CHROMIUM IN EYE SHADOW WHICH REGISTERED AND NOT REGISTERED COMMITTEE OVERSEER OF MEDICINE

AND FOOD (BPOM) WITH ATOMIC ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The research done on the metal content of Cr from the eye shadow cosmetics. Samples analyzed are registered and not registered eye shadow with BPOM. Measurement of Cr metal concentration in eye shadow is done by using dry ash destruction method. Solvent which used is HCl 6 M and then analyzed by Atomic

Absorption Spectrophotometer on λspecific = 357,9 nm.

From the research result have been done for registered and not registered BPOM, for Cr metal is obtained average concentration = 110,9 mg/Kg. Data of Cr obtained is processed using the standard curve with Least-Square method which the absorbance value of the standard series solution is plot with the concentration. From the research results known that there is Cr metal contents in samples which registered and not registered BPOM which is that prohibited material used in making cosmetics.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau memelihara tubuh pada kondisi baik (BPOM, 2008).

Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah untuk mempercantik diri. Kosmetika pada umumnya bersifat kosmetika rias / dekoratif dan kosmetika pemeliharaan. Kosmetika rias / dekoratif semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias dan dimaksudkan agar terlihat menarik serta dapat menutupi kekurangan yang ada. Kosmetika ini terbuat dari beberapa komponen termasuk salah satunya zat warna dalam bahan pembawa.

Salah satu jenis sediaan kosmetika rias adalah perona kelopak mata (eye

shadow) yang merupakan sediaan rias yang berisi pigmen warna yang digunakan pada

kelopak mata untuk memberi latar belakang atau bayangan yang menarik pada mata sehingga memberi efek berkilau pada mata. Perona kelopak mata umumnya berwarna biru, merah tua, perak, hijau dan coklat (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan hasil investigasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih banyak ditemukan sediaan kosmetik yang tidak memenuhi standar


(15)

yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI. Salah satu persyaratan kosmetik dalam hal ini perona kelopak mata (eye shadow), adalah kandungan logam-logam beratnya harus negatif. Logam-logam berat disinyalir mempunyai efek toksik karena bersifat karsinogen atau penyebab kanker. Logam-logam tersebut antara lain raksa atau Hg, timbal atau Pb, arsen atau As, kadmium atau Cd, dan kromium atau Cr (Supriyadi, 2008).

Seperti logam merkuri atau Hg yang sering ditambahkan ke dalam kosmetik produk pemutih karena merkuri umumnya tampak putih mengkilap. Pemakaian merkuri dalam krim pemutih wajah bisa menimbulkan perubahan warna kulit, alergi, hingga bintik hitam

Begitu juga dengan penambahan logam lainnya seperti logam Cr, logam tersebut umumnya digunakan dalam industri tekstil dan cat sebagai pigmen warna. Bagi produsen yang hanya mengejar keuntungan semata dengan sengaja menambahkan logam-logam ini pada kosmetik perona kelopak mata untuk memantapkan warnanya. Residu logam berat yang terdapat pada perona kelopak mata juga dapat berasal dari cemaran yang timbul dalam proses pembuatan kosmetik tersebut, akibat dari kurangnya kesadaran pihak produsen (Fatmawaty dan Sosiyawati, 2008).

Dari uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian terhadap kosmetika perona kelopak mata (eye shadow), berapa besar kadar logam kromium (Cr) yang terdapat pada perona kelopak mata (eye shadow) yang berbahaya bagi manusia.

1.2Permasalahan

Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Berapakah besar kadar logam Cr yang terdapat di dalam perona kelopak mata (eye shadow) yang tidak teregistrasi BPOM.


(16)

1.3Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kosmetika perona kelopak mata (eye shadow) yang teregistrasi dan tidak teregistrasi BPOM.

2. Penentuan besarnya kadar logam Cr dalam perona kelopak mata (eye shadow) tersebut dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui besar kadar logam Cr yang terdapat di dalam perona kelopak mata (eye shadow) yang tidak teregistrasi BPOM.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para ibu dan remaja putri tentang bahaya yang bisa ditimbulkan oleh kosmetika perona kelopak mata (eye

shadow) yang didalamnya terdapat kandungan logam Cr baik yang teregistrasi

dan tanpa registrasi BPOM sehingga dapat terhindar dari bahaya tersebut.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(17)

1.7 Metodologi Penelitian

1. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak di beberapa pasar dan swalayan di kota Medan.

2. Sampel dipreparasi dengan menggunakan metode destruksi (pengabuan) kering dan hasil akhir destruksi dilarutkan dengan pelarut HCl 6 M.

3. Penentuan kadar logam Cr dilakukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom dengan panjang gelombang 357,9 nm.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Ketika kemudian terjadi kemajuan dalam segala bidang kehidupan termasuk bidang sains dan teknologi, kosmetika berubah menjadi komoditi yang diproduksi secara luas dan diatur oleh berbagai peraturan dan persyaratan tertentu untuk memenuhi standar mutu dan keamanan bagi konsumen. Berbagai masalah kosmetika di Indonesia ditangani oleh Direktorat Kosmetika Ditjen POM Departemen Kesehatan RI (Wasitaatmadja, 1997).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik yang dimaksud dengan kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau memelihara tubuh pada kondisi baik (BPOM, 2008).

Namun sudah menjadi kenyataan bahwa komoditi kosmetika di Indonesia tidak hanya dibuat oleh pabrik kosmetika yang resmi dan mempunyai legalitas untuk itu. Berbagai kalangan lain ternyata ikut membuat produk kosmetika, di rumah, salon kecantikan, maupun di klinik kecantikan atau kesehatan. Tidak setiap orang mampu membuat produk kosmetika yang baik (memenuhi standar mutu) dan aman. Dengan demikian, seseorang yang ingin membuat kosmetika harus mempunyai izin produksi


(19)

dari Departemen Perindustrian RI, membuat kosmetika dengan baik dan aman (memenuhi Kode Etik Kosmetika Indonesia, tidak menggunakan zat yang dilarang atau melebihi batas maksimum), mendaftarkan produk kosmetikanya untuk diteliti, dan bila lulus akan diberi nomor registrasi (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.1 Penggolongan Kosmetika

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut adalah produk pabrik kosmetika di dalam dan di luar negeri yang jumlahnya telah mencapai angka ribuan. Jumlah yang sedemikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 045/C/SK/1977 tanggal 22 Januari 1977, menurut kegunaannya kosmetika dikelompokkan dalam 13 golongan yaitu :

a. Sediaan untuk bayi. b. Sediaan untuk mandi.

c. Sediaan untuk make-up mata. d. Sediaan wangi-wangian.

e. Sediaan rambut (bukan cat rambut). f. Sediaan pewarna rambut (cat rambut). g. Sediaan make-up (bukan untuk mata). h. Sediaan untuk kebersihan mulut. i. Sediaan kuku.

j. Sediaan untuk kebersihan badan. k. Sediaan cukur.

l. Sediaan perawatan kulit.

m. Sediaan suntan dan sunscreen, yaitu losion atau krim yang digunakan dengan maksud merubah kulit yang putih menjadi berwarna coklat, tanpa kulit terbakar oleh sinar matahari.


(20)

Dalam hal ini pembahasan tentang kosmetika dikhususkan pada sediaan untuk

make-up mata yaitu perona kelopak mata yang biasa disebut eye shadow (Sartono,

2002).

Tata rias mata atau sediaan make-up mata merupakan sediaan yang digunakan untuk memperindah penampilan bentuk mata termasuk di dalamnya mascara, eye

shadow, eye brow pencil, dan eye liner (Lesmono, 1985).

2.1.2 Perona Kelopak Mata ( Eye Shadow)

Mata merupakan organ tubuh yang sering dinilai keindahannya dalam penampilan seseorang. Rias mata merupakan hal yang tidak dapat dilupakan begitu saja apabila seseorang ingin berpenampilan lebih, tentu dengan selalu mempertimbangkan kondisi, keperluan dan tujuan yang ingin dicapai.

Perona kelopak mata (eye shadow) ialah rias kelopak mata yang dipakai agar

tampak lebih gelap sehingga kelopak mata terihat lebih cekung ke dalam. Bentuk sediaan berupa : compact powder, krim anhydrous, emulsi, stick, dan pensil.

Setting cream adalah krim dasar yang berfungsi agar eye shadow melekat lebih erat sehingga tidak meleleh ke lipatan kelopak mata. Bahan ini berisi lilin lebah, siklometikon, dan talkum.

Sedangkan eye shadow pada umumnya mengandung lanolin, beeswax, seresin, kalsium karbonat, minyak mineral, sorbitan oleate dan tepung (Wasitaatmadja, 1997).

Sediaan kosmetika pada umumnya terdiri dari 95 % bahan dasar dan 5 % bahan aktif. Bahkan, terdapat juga yang sama sekali tidak mengandung bahan aktif. Dengan demikian, sifat dan efek sediaan kosmetika (khususnya sediaan kosmetika untuk kulit), terutama ditentukan oleh bahan dasarnya (Sartono, 2002).


(21)

2.1.3 Bahan Baku dalam Pembuatan Kosmetika

Bahan baku kosmetika sangat bervariasi dan jumlahnya dapat mencapai ribuan jenis. Untuk memenuhi kebutuhan dasar produksi kosmetika, ada 5 macam bahan baku yang penting, yaitu : waxws dan oils, pengawet dan antiseptik, antioksida, pewarna, dan pewangi/parfum.

2.1.3.1Pewarna

Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas 2 jenis yaitu : a. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (soluble), air, alkohol atau minyak.

Contohnya adalah pewarna asam, solvent dyes seperti merah DC, merah hijau No. 17, violet, kuning dan xanthene dyes seperti DC orange, merah dan kuning.

b. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas bahan organik dan inorganik, misalnya lakes dan besi oksida.

Tidak semua zat warna dapat digunakan untuk kosmetika. Kulit di beberapa bagian tubuh sensitif terhadap warna tertentu sehingga memerlukan warna khusus, seperti kulit sekitar mata, kulit sekitar mulut, bibir, dan kuku (Wasitaatmadja, 1997).

Di dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik yang dimaksud dengan bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetik. Daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam bahan kosmetik tersebut khususnya yang digunakan dalam pembuatan kosmetik untuk tata rias mata dan membran mukosa dapat dilihat pada tabel 1 dalam lampiran (BPOM, 2008).

2.1.3 Keracunan Kosmetika

Sediaan kosmetika sendiri bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari bahan-bahan kimia, terutama bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan timbul


(22)

reaksi yang tidak dikehendaki seperti reaksi alergi, dan fotosensitisasi, selain yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya (Sartono, 2002).

Sedangkan pada kelopak mata, bahan-bahan kimia tersebut dapat menyebabkan terjadinya radang pada kelopak mata yang merupakan radang kelopak dan tepi kelopak. Juga dapat menyebabkan terjadinya alergi pada kelopak mata yang disebut dengan blefaritis alergi yang disebabkan oleh debu, asap, bahan kimia iritatif, dan bahan kosmetik (Ilyas, 1997).

Karena bermacam-macam reaksi kulit yang dapat terjadi pada penggunaan sediaan kosmetika, telah dilakukan usaha untuk membuat sediaan kosmetika yang disebut “kosmetika hipoalergi”. Kosmetika jenis ini tidak lagi menggunakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan bermacam-macam reaksi kulit, seperti senyawa arsen, aluminium sulfat, aluminium klorida, balsam Peru, fenol, formaldehid, lanolin, senyawa merkuri, senyawa bismuth, minyak bergamot, minyak lavender, asam salisilat, dan heksaklorofen. Khusus untuk zat warna, dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 239/Men.Kes/Per/V/1985 tanggal 1 Mei 1985, telah ditetapkan zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan dilarang digunakan dalam obat, makanan, dan kosmetika yang terdapat pada tabel 2 dalam lampiran.

Sehubungan dengan kemungkinan timbulnya reaksi kulit yang disebabkan oleh bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan sediaan kosmetika, maka masalah yang kita hadapi dalam penggunaan sediaan kosmetika umumnya tidak dicantumkan kandungan bahan dasar dan bahan aktif pada kemasan dari sediaan kosmetika yang beredar di Indonesia (Sartono, 2002).

Di dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetika tercantum bahwa bahan kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika. Juga terdapat daftar bahan kosmetika yang dilarang digunakan yang tercantum pada tabel 3 dalam lampiran (BPOM, 2008).


(23)

2.1.4 Manfaat Kosmetika

Bila dasar kecantikan adalah kesehatan, maka penampilan kulit yang sehat adalah bagian yang langsung dapat kita lihat, karena kulit merupakan organ tubuh yang berada paling luar dan berfungsi sebagai pembungkus tubuh. Dengan demikian pemakaian kosmetika yang tepat untuk perawatan kulit, rias atau dekoratif akan bermanfaat bagi kesehatan tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Logam Berat

Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hi

Terdapat 80 jenis logam berat dari 109 unsur kimia di muka bumi ini. Logam berat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :

1. Logam berat esensial; yakni logam dalam jumlah tertentu yang sangat dibutuhkan oleh organisme. Dalam jumlah yang berlebihan, logam tersebut menimbulkan efek toksik. Contohnya adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.

2. Logam berat tidak esensial; yakni logam yang keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya, bahkan bersifat toksik seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain-lain.

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta besarnya dosis paparan (Widowati, 2008).


(24)

2.2.1 Logam Kromium (Cr)

Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa dengan berarti. Ia melebur pada 1765oC. Logam ini larut dalam asam klorida encer atau pekat. Dalam larutan-larutan air, kromium membentuk tiga jenis ion : kation-kation kromium (II) dan kromium (III) dan anion kromat (dan dikromat), dimana keadaan oksidasi kromium adalah +6 (Vogel, 1985).

Kromium tahan korosi, karenanya digunakan sebagai lapisan pelindung pada pelapisan elektrolitik. Ia mudah larut dalam HCl, H2SO4, dan HClO4 tetapi menjadi

pasif oleh HNO3 (Cotton, 1989).

Logam berat kromium (Cr) merupakan logam berat dengan berat atom 51,996 g/mol; tahan terhadap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, memiliki titik didih 2.672oC, bersifat paramagnetik (sedikit tertarik oleh magnet), membentuk senyawa-senyawa berwarna (Gambar 2.2), memiliki beberapa bilangan oksidasi, yaitu +2, +3, dan +6, dan stabil pada bilangan oksidasi +3. Kromium bisa membentuk berbagai macam ion kompleks yang berfungsi sebagai katalisator.

Gambar 2.1 Kromium (Cr)

Kromium secara alami bisa ditemukan di batuan, tumbuhan, hewan, tanah dan gas, serta debu gunung berapi.

Logam Cr murni tidak pernah ditemukan, tetapi biasanya sudah berbentuk persenyawaan padat atau mineral dengan unsur-unsur lain (Widowati, 2008).


(25)

Krom merupakan mineral esensial yang berperan dalam metabolisme karbohidrat dan lipida. Seperti halnya besi, krom berada dalam berbagai bentuk dengan jumlah muatan berbeda. Konsentrasi krom di dalam jaringan tubuh menurun dengan umur, kecuali pada jaringan paru-paru yang justru meningkat (Almatsier, 2004).

2.2.1.1 Kegunaan Kromium (Cr)

Kromium terdapat dalam bijih tambang. Logam ini digunakan untuk membuat baja antikarat, berbagai aloi, dan pigmen (Lu, 1994).

Kromium termasuk logam mineral yang jumlahnya sedikit, baik dalam makanan maupun pada tubuh manusia, tetapi sangat penting bagi kesehatan. Nutrien ini tergolong essential trace mineral (mineral penting yang dibutuhkan dalam jumlah kecil) karena tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan sehari-hari. Karena sedikitnya kebutuhan kromium ini hingga sering tak diperhitungkan padahal zat ini sangat diperlukan bagi hampir semua jaringan tubuh manusia, termasuk kulit, otak, otot, limpa, dan ginjal. Selain itu kromium juga berfungsi menjaga keseimbangan kadar gula darah dan meningkatkan efisiensi kerja insulin, menurunkan kolesterol dan trigliserida, dan membantu sintesa kolesterol (www.lovekimiabanget.blogspot.com).

Berikut berbagai kegunaan kromium :

1. Bidang metalurgi untuk mencegah korosi, mengkilatkan logam, antara lain sebagai bahan komponen alloy, anodized aluminium, chrome platting, dan wood treatment. Kromium dalam jumlah kecil digunakan sebagai water treatment, katalisator,

safety matches, copy machine toner, photographic chemical, magnetic tapes,

pelapis pada spare-part kenderaan bermotor, dan stainless steel. Dalam bidang kesehatan, Cr digunakan sebagai bahan pembuatan alat ortopedi, sebagai radio isotop kromium yang bisa menghasilkan sinar gamma untuk penandaan sel darah merah, serta sebagai penjinak sel tumor.


(26)

2. Sebagai pewarna, pencelup, dan cat. Dalam bidang industri kimia, Cr berguna sebagai bahan dasar pembuatan pigmen cat / warna karena Cr mengandung komponen warna merah, kuning, orange, dan hijau.

3. Sebagai katalisator.

4. Garam kromium untuk penyamakan kulit.

5. Potasium dikromat sebagai chemical reagent untuk mencuci / membersihkan alat gelas laboratorium dan titrating agent.

6. Sebagai antikorosi pada alat pengeboran sumur berlumpur. Senyawa ZnCrO4 atau zinc yellow digunakan untuk mencegah korosi pada spare-part pesawat yang

menggunakan Al dan Mg.

2.2.1.2 Efek Toksik / Bahaya Kromium (Cr)

Logam Cr adalah bahan kimia yang bersifat persisten, biokumulatif, dan toksik yang tinggi serta tidak mampu terurai di dalam lingkungan, sulit diuraikan, dan akhirnya diakumulasi di dalam tubuh manusia melalui rantai makanan. Kestabilan kromium akan mempengaruhi toksisitasnya terhadap manusia secara berurutan, mulai dari tingkat toksisitas terendah (Widowati, 2008).

Aksi kromium bersifat racun terhadap sel-sel (cytotoxic) dan iritasi umum. Pengaruh racun kromium antara lain : chromate menyebabkan serangan pada kulit, debu kromium menimbulkan sakit mata dan borok pada sekitar hidung, infeksi pharynx dan bronchitis dan dapat menimbulkan kanker paru-paru (Adiwisastra, 1987).

Selain keracunan kronik karena debu krom dan senyawa krom, dapat juga terjadi keracunan kronik yang disebabkan absorpsi melalui kulit dan keracunan akut melalui mulut. Dosis fatal senyawa krom yang larut dalam air dan memungkinkan keracunan melalui mulut, seperti kalium kromat, kalium bikromat, dan asam kromat, kira-kira 5 g. Pada kematian yang disebabkan oleh keracunan senyawa krom dapat terjadi nefritis yang disertai oleh pendarahan (Sartono, 2002).

Kelebihan krom karena makanan belum pernah ditemukan. Pekerja yang terkena limbah industri dan cat yang mengandung krom tinggi dikaitkan dengan


(27)

kejadian penyakit kanker paru-paru. Tubuh tidak dapat mengoksidasi krom makanan dengan valensi 3 yang tidak toksik menjadi bentuk valensi 6 yang toksik (Almatsier, 2004).

Kromium adalah karsinogen manusia, yang menginduksi kanker paru-paru di antara pekerja yang terpapar logam ini. Karsinogenitas kromium biasanya disebabkan oleh Cr heksavalen Cr6+, yang bersifat korosif dan tidak larut dalam air. Secara akut, Cr6+ menginduksi nekrosis tubulus ginjal (Lu, 1994).

2.2.1.3 Pencegahan dan Penanggulangan Toksisitas Cr

Berbagai usaha untuk menghindari atau mengurangi risiko terpapar Cr antara lain: 1. Menghindarkan anak-anak bermain tanah yang tercemar limbah.

2. Mengurangi konsumsi suplemen Cr secara berlebihan.

3. Mengetahui kadar Cr pada rambut, urin, dan darah, baik serum, sel darah merah, maupun whole blood guna mengetahui apakah kadar Cr telah melampaui batas aman atau telah mengontaminasi meskipun ada kesulitan untuk membedakan kadar Cr (III) dengan Cr (VI).

4. Menghindari makanan yang kotor dan tidak higienis dan mencuci tangan sebelum makan (Widowati, 2008).

2.3 Spektrofotometri Serapan Atom

2.3.1 Teori Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri dapat dibayangkan sebagai suatu perpanjangan dari penilikan visual di mana studi yang lebih terinci mengenai pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan mengganti mata manusia dengan detektor-detektor radiasi lain, dimungkinkan studi absorpsi di luar daerah spektrum tampak, dan seringkali eksperimen spektrofotometri dilakukan secara automatik (Underwood, 2002).


(28)

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaannya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit. Dalam garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaannya terletak pada bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya.

Emisi dan Absorpsi

Di dalam kimia analisis yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain cara analisis spektrofotometri serapan atom yang bisa berupa cara emisi dan cara absorpsi (serapan).

Pada cara emisi, interaksi dengan energi menyebabkan eksitasi atom yang mana keadaan ini tidak berlangsung lama dan akan kembali ke tingkat semula dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekwensi radiasi yang dipancarkan bersifat karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi dan yang mengalami proses de-eksitasi. Pemberian energi dalam bentuk nyala merupakan salah cara untuk eksitasi atom ke tingkat yang lebih tinggi. Cara tersebut dikenal dengan nama spektrofotometri emisi nyala.

Pada absorpsi, jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom tersebut. Frekwensi radiasi yang paling banyak diserap adalah frekwensi radiasi resonan dan bersifat karakteristik untuk tiap unsur. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar.


(29)

Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) mendasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Gandjar, 2007).

Secara mendasar, metode-metode spektroskopi ini didasarkan pada interaksi

antara cahaya dengan materi. Hubungan antara energi dan panjang gelombang (λ)

dilukiskan sebagai : E = hc λ

dengan E = energi cahaya (Joule)

h = konstanta Planck (6,63 x 10-34 J.s) c = kecepatan cahaya (3.108 m/s), dan λ = panjang gelombang (nm)

Bila materi disinari, kemungkinan cahaya diserap, dihamburkan (nefelometri dan turbidimetri), diserap dan dipancarkan kembali dengan panjang gelombang yang sama atau berbeda (spektrofotometri), dibelokkan, dan diubah sudut getarnya.

Transmitansi dan Absorbansi

P

T = Po

Gambar 2.2 Pengurangan Kekuatan Sinar oleh Larutan Pengabsorbsi

Gambar 2.2 memperlihatkan kekuatan sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar c. Sebagai akibat interaksi di antara cahaya dan partikel-partikel penyerap (pengabsorbsi) adalah berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jadi,

Po P


(30)

P

T = (1) Po

Transmitansi (T) sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai persamaan :

Po

A = - log T = log (2) P

Berbeda dengan transmitansi, absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan b dan konsentrasi c,

A = a . b . c (3)

dimana a adalah konstanta absortivitas “absorptivity”. Harga a bergantung pada satuan yang digunakan untuk b dan c. Bila konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter dan panjang sel dalam cm, maka absortivitas disebut absortivitas molar (molar

absorptivity) dan diberi simbol ε. Jadi persamaan (3) dapat ditulis :

A = ε . b . c (4)

dimana ε mempunyai satuan L cm-1 mol-1.

Elektron-elektron dari ion logam diatomisasi ke orbital yang lebih tinggi dengan cara mengabsorbsi sejumlah energi (misalnya energi cahaya pada panjang gelombang tertentu). Panjang gelombang ini khusus dan spesifik untuk transisi elektron bagi unsur logam tertentu, sehingga setiap panjang gelombang hanya berkaitan dengan satu unsur logam. Jumlah energi yang diaplikasikan pada nyala dapat diukur, sehingga jumlah energi pada sisi lainnya dapat diketahui. Prinsip ini berdasarkan Hukum Beer-Lambert, dan energi yang ditransmisikan menjadi signal


(31)

yang terdeteksi pada detektor. Jumlah energi yang ditransmisikan sebanding dengan konsentrasi logam, seperti digambarkan dalam persamaan (3) dan (4). Hubungan antara absorbansi A dengan konsentrasi zat pengabsorbsi adalah linier (Hendayana, 1994).

Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi, maka hukum Lambert-Beer dapat digunakan jika sumbernya adalah sinar monokromatis. Pada SSA, panjang gelombang garis absorpsi resonansi identik dengan garis-garis emisinya. Hal ini disebabkan karena serasinya proses transisi. Untuk bekerja pada panjang gelombang ini, diperlukan suatu monokromator celah yang dapat mengahsilkan lebar puncak sekitar 0,002 – 0,005 nm. Jelaslah bahwa pada SSA diperlukan suatu sumber radiasi yang mengemisikan sinar pada panjang gelombang yang tepat sama dengan panjang gelombang emisinya, yakni dengan menggunakan sumber sinar lampu katoda berongga (Gandjar, 2007).

2.3.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom

Sistem peralatan spektrofotometri serapan atom dapat dilihat pada gambar 2.3, terdiri atas beberapa bagian, yaitu:

Gambar 2.3 Sistem peralatan spektrofotometer serapan atom

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode

lamp). Lampu ini mengandung gas argon atau neon, berbentuk katoda silindris


(32)

Ketika aliran listrik bervoltase tinggi diaplikasikan sepanjang katoda dan anoda, partikel gas terionisasi. Kenaikan voltase menyebabkan ion gas memiliki cukup energi untuk melontarkan atom logam keluar dari katoda. Beberapa dari atom-atom gas ini berada dalam bentuk yang tereksitasi dan mengemisikan cahaya pada panjang gelombang yang spesifik sama dengan logam yang akan dianalisis (Lestari, 2009).

Gambar 2.4 Diagram skematik lampu katoda cekung

Neon biasanya lebih disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.

Salah satu kelemahan penggunaan lampu katoda berongga adalah satu lampu digunakan untuk satu unsur, akan tetapi saat ini telah banyak dijumpai suatu lampu katoda berongga kombinasi; yakni salah satu lampu dilapisi dengan beberapa unsur sehingga dapat digunakan untuk analisis beberapa unsur sekaligus.

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).


(33)

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pemilihan macam bahan pembakar dan gas pengoksidasi serta komposisi perbandingannya sangat mempengaruhi suhu nyala. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi.

Nyala yang diperlukan untuk penetapan berbagai unsur, kisaran kerjanya, dan batas deteksinya dapat dilihat pada tabel 4 dalam lampiran.

Cara Pengatoman Pada Nyala

Pemasukan sampel ke dalam nyala dengan cara yang ajeg dan seragam membutuhkan suatu alat yang mampu mendispersikan secara seragam di dalam nyala. Ada beberapa cara atomisasi dengan nyala ini, yaitu:

i. Cara langsung (pembakar konsumsi total atau total consumption burner)

Pada cara ini, sampel dihembuskan (diaspirasikan) secara langsung ke dalam nyala, dan semua sampel akan dikonsumsi oleh pembakar. Variasi ukuran kabut (droplet) sangat besar. Diameter partikel rata-rata sebesar 20 mikron, dan sejumlah partikel ada yang mempunyai diameter lebih besar 40 mikron. Semakin besar kabut yang melewati nyala (tanpa semuanya diuapkan), maka efisiensinya semakin rendah.

ii. Cara tidak langsung

Pada model ini, larutan sampel dicampur terlebih dahulu dengan bahan pembakar dan bahan pengoksidasi dalam suatu kamar pencampur sebelum dibakar. Tetesan-tetesan yang besar akan tertahan dan tidak masuk ke dalam nyala. Dengan cara ini, ukuran terbesar yang masuk ke dalam nyala ± 10 mikron sehingga nyala lebih s stabil dibandingkan dengan cara langsung.


(34)

Masalah yang terkait dengan penggunaan cara ini adalah adanya kemungkinan nyala membakar pencampur dan terjadi ledakan. Akan tetapi, hal ini dapat dihindari dengan menggunakan lubang sempit atau dengan cara mematuhi aturan yang benar terkait dengan cara menghidupkan gas.

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala terlalu besar, dan proses a atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu, muncullah suatu teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan dalam tungku dari grafit.

Sejumlah sampel diambil sedikit (untuk sampel cair diambil beberapa µ l, sementara sampel padat diambil beberapa mg), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif.

Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui 3 tahap yaitu : pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang relatif rendah; pengabuan (ashing) yang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilasi atau pirolisis; dan pengatoman (atomising) (Gandjar, 2007).

c. Monokromator

Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan dari Hollow Cathode


(35)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Dalam hal ini, sistem penguat harus cukup selektif untuk dapat membedakan radiasi.

e. Sistem pembacaan

Sistem pembacaan merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva (Gandjar, 2007).

2.3.3 Analisis Kuantitatif dengan SSA

Ada beberapa metode kuantifikasi hasil analisis dengan metode SSA yaitu dengan menggunakan kurva kalibrasi; dengan perbandingan langsung; dengan menggunakan dua baku; dan dengan menggunakan metode standar adisi (metode penambahan baku).

1. Kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi)

SSA bukan merupakan metode analisis yang absolute. Suatu perbandingan dengan baku (biasanya berair) merupakan metode yang umum dalam melakukan metode analisis kuantitatif. Kurva kalibrasi dalam SSA dibuat dengan memasukkan sejumlah tertentu konsentrasi larutan dalam sistem dilanjutkan dengan pengukuran. Selanjutnya dibuat persamaan regresi linier yang menyatakan hubungan antara konsentrasi larutan (x) dengan absorbansinya (y).

2. Kuantifikasi dengan cara perbandingan langsung

Cara ini hanya boleh dilakukan jika telah diketahui bahwa kurva baku hubungan antara konsentrasi dengan absorbansi merupakan garis lurus dan melewati titik nol. Cara yang dikerjakan adalah hanya dengan mengukur absorbansi larutan baku (Ab)


(36)

dengan konsentrasi tertentu (Cb) pada satu konsentrasi saja; lalu dibaca juga

absorbansi larutan sampel (As).

Kadar sampel (Cs) dihitung dengan rumus :

As

Cs = x Cb ……….. (1)

Ab

Yang mana :

Ab : Absorbansi baku

As : Absorbansi sampel

Cb : Konsentrasi baku

Cs : Konsentrasi sampel

3. Kuantifikasi dengan cara dua baku

Cara ini merupakan adaptasi dari cara (1) dan cara (2). Dibuat masing-masing dua buah larutan baku yang konsentrasinya sedikit lebih rendah dan lebih tinggi dari konsentrasi sampel.

4. Cara standar adisi

Kebanyakan analisis dilakukan pada sampel yang tidak identik dengan standar dalam larutan air, karenanya pada kasus ini diperlukan pencampuran matriks dengan baku. Jika matriks tidak diketahui atau bervariasi dari satu ke yang lain, maka metode standar adisi seringkali digunakan. Prosedur metode standar adisi melibatkan pengukuran absorbansi dengan SSA (S); selanjutnya sejumlah kecil s standar (Sx) ditambahkan pada sampel dan diukur absorbansinya (S + Sx). Langkah

penambahan standar ini diulangi dengan menggunakan konsentrasi baku Sx yang

berbeda (Sx1, Sx2, Sx3, dsb) dan dilanjutkan dengan pembacaan absorbansinya


(37)

2.3.4 Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom

Yang dimaksud dengan gangguan-gangguan (interference) pada SSA adalah peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsure yang dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan konsentrasinya dalam sampel.

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam SSA adalah sebagai berikut: 1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang dapat mempengaruhi banyaknya

sampel yang mencapai nyala. Sifat-sifat tertentu matriks sample dapat mengganggu analisis yakni matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar / gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut adalah viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah / banyaknya atom yang terjadi di dalam nyala. Terbentuknya atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia yaitu : (a) disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna, dan (b) ionisasi atom-atom di dalam nyala.

3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom yang dianalisis; yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak terdisosiasi di dalam nyala.

Adanya gangguan-gangguan di atas dapat diatasi dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut:

a. Penggunaan nyala / suhu atomisasi yang lebih tinggi b. Penambahan senyawa penyangga

c. Pengekstraksian unsur yang akan dianalisis d. Pengekstraksian ion atau gugus pengganggu

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption). Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomik dapat disebabkan adanya


(38)

penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi gangguan penyerapan non atomik ini adalah dengan bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar atau pada suhu yang lebih tinggi. Jika kedua cara ini masih belum bisa maka satu-satunya cara adalah dengan mengukur besarnya penyerapan non atomik menggunakan sumber sinar yang memberikan spektrum kontinyu (Gandjar, 2007).

2.4 Destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis, dengan kata lain perombakan bentuk organik dari logam menjadi bentuk logam-logam anorganik. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal dalam ilmi kimia yaitu destruksi basah (oksidasi basah) dan destruksi kering (oksidasi kering). Kedua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda.

Faktor yang harus diperhatikan dalam hal melakukan metode destruksi adalah : 1. Sifat materi organik dan konstituen-konstituen yang terkandung di dalamnya. 2. Logam yang akan dianalisis

3. Metode yang akan digunakan untuk penentuannya

2.4.1 Jenis-jenis Destruksi

Metode destruksi ada dua, yaitu : 1. Metode destruksi basah

Destruksi basah merupakan perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator.


(39)

Pelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah adalah asam nitrat, asam sulfat, asam perkhlorat, asam klorida dan dapat digunakan secara tunggal maupun campuran.

Destruksi basah dengan menggunakan asam nitrat, pertama kalinya digunakan oleh Cerius untuk penentuan S, P, As dan logam-logam dalam senyawa organik. Suhu pemanasan mencapai 380oC dan dipanaskan dalam tabung tertutup. Cara selanjutnya dikembangkan oleh peneliti-peneliti berikutnya.

2. Metode destruksi kering

Destruksi kering merupakan perombakan logam organik dalam sampel menjadi logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Pada umumnya dalam destruksi kering ini dibutuhkan suhu pemanasan antara 400 – 500oC, tetapi suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis. Untuk menentukan suhu pengabuan dengan sistem ini terlebih dahulu ditinjau jenis logam yang akan dianalisis. Bila oksida-oksida logam yang terbentuk mudah menguap, maka perlakuan ini tidak memberikan hasil yang baik, disebabkan pada suhu tertentu oksida logam tersebut sudah habis menguap.


(40)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat

- Spektrofotometri Serapan Atom AA-6300 Shimadzu - Neraca analitik

- Kurs porselin - Cawan crusible

- Hot plate Fisons

- Tanur

- Alat-alat gelas Pyrex

- Pipet tetes - Spatula - Corong

- Kertas saring Whatman No. 42

- Botol aquadest

- Pipet volume Pyrex

3.2 Bahan-bahan

- Perona kelopak mata (eye shadow)

- Larutan induk Cr 1000 mg/L Merck

- Mg(NO3)2.6 H2O Merck

- HCl 37% p.a Merck


(41)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Reagent

a. Larutan Mg(NO3)2 50% b/v

Ke dalam sebuah beaker glass 250 mL dimasukkan 50 gram Mg(NO3)2. 6 H2O

kemudian ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk-aduk hingga larut. Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan dicukupkan dengan aquadest sampai garis tanda.

b. Larutan HCl 6 M

Sebanyak 50 mL HCl 37% p.a dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL kemudian ditambahkan aquadest sampai garis tanda.

3.3.2 Pembuatan larutan standar Kromium 100 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan induk Cr 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.3 Pembuatan larutan standar Kromium 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan standar Cr 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.4 Pembuatan larutan seri standar Kromium 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 ; dan 2,0 mg/L

Sebanyak 2; 4; 6; 8 dan 10 mL larutan standar Cr 10 mg/L dimasukkan ke dalam 5 buah labu ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan sehingga diperoleh larutan seri standar kromium 0,4; 0,8; 1,2; 1,6 dan 2,0 mg/L.


(42)

3.3.5 Pembuatan Kurva Standar

Larutan seri standar kromium 0,4 mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan

Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik = 357,9 nm. Perlakuan dilakukan

sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar 0,8; 1,2; 1,6 dan 2,0 mg/L.

3.3.6 Penentuan Kadar Kromium pada Sampel

Sebanyak 2,5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin kemudian ditambahkan 3 mL larutan Mg(NO3)2 50% b/v kemudian diaduk sampai homogen.

Sampel yang sudah homogen tersebut dipanaskan di atas hot plate untuk menguapkan larutan Mg(NO3)2 dan air. Kemudian sampel dipijarkan dalam tanur pada suhu 500oC

selama 3 jam lalu didinginkan.

Sampel yang sudah didinginkan ditambahkan 25 mL HCl 6 M kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 ke dalam labu ukur 50 mL lalu diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda. Kemudian diukur absorbansi larutan kromium


(43)

3.4 Bagan Penelitian 3.4.1 Preparasi Sampel

(Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 12, No. 2 – Juli 2008; ISSN : 1410-7031)

Dimasukkan ke dalam cawan porselin

Ditambahkan 3 mL larutan Mg(NO3)2 50% b/v

Dihomogenkan

Dipanaskan di atas hot plate

Dipijarkan dalam tanur pada suhu 500oC selama 3 jam

Didinginkan

Ditambahkan 25 ml HCl 6 M

Disaring dengan kertas saring Whatman No. 42

Diencerkan dengan aquadest dalam labu ukur 50 mL Diukur absorbansi Cr dengan SSA pada λspesifik = 357,9 nm

Residu Serbuk sampel

Filtrat

Sampel homogen

Sampel kering 2,5 g sampel


(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Logam Cr

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Cr dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kondisi Alat SSA Merek Shimadzu Tipe AA-6300 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Cr

No Parameter Logam Cr

1 2 3 4 5 6

Panjang gelombang (nm) Tipe Nyala

Kecepatan aliran gas pembakar (L/min) Kecepatan aliran udara (L/min)

Lebar celah (nm)

Ketinggian tungku (mm)

357,9 Udara – C2H2

2,8 15,0

0,7 9


(45)

Tabel 4.2 Data Absorbansi Larutan Standar Cr

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi rata-rata

0,4000 0,0042

0,8000 0,0120

1,2000 0,0193

1,6000 0,0270

2,0000 0,0324

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Kromium (Cr)

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Logam Cr

4.2.1.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar kromium pada tabel 4.2 diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier. Persamaan


(46)

garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode least square dengan data terdapat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square untuk Cr

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X) (Yi-Y) 1 0,0000 0,0000 -1,0000 -0,0158 1,0000 0,00025 0,0158 2 0,4000 0,0042 -0,6000 -0,0116 0,3600 0,00013 0,0069 3 0,8000 0,0120 -0,2000 -0,0038 0,0400 0,00001 0,0008 4 1,2000 0,0193 0,2000 0,0035 0,0400 0,00001 0,0007 5 1,6000 0,0270 0,6000 0,0112 0,3600 0,00013 0,0067 6 2,0000 0,0324 1,0000 0,0166 1,0000 0,00028 0,0166

Σ 6,0000 0,0949 0,0000 0,0001 2,8000 0,00081 0,0475

X = = = 1

Y = = = 0,0158

Persamaan garis regresi untuk kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis y = ax + b

Dimana :

a = slope b = intersept

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

a =

b = y – ax

Σ Xi

n

6,0000 6

Σ Yi n

0,0949 6

Σ (Xi-X) (Yi-Y)

Σ (Xi-X)2


(47)

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.7 pada persamaan ini maka diperoleh :

a = = 0,0169

b = 0,0158 – 0,0169 (1) = -0,0011 Maka diperoleh persamaan garis :

y = 0,0169x + (-0,0011)

4.2.1.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

r =

Maka koefisien korelasi untuk kromium (Cr) adalah :

r = = = = 0,9916

4.2.1.3 Penentuan Konsentrasi

Untuk menghitung konsentrasi dari logam Cr, maka diambil salah satu data hasil pengukuran absorbansi pada logam Cr dari sampel eye shadow. Data dapat dilihat pada tabel 4.4.

0,0475 2,8000

[Σ (Xi-X)2 (Yi-Y)2]½

Σ (Xi-X) (Yi-Y)

[2,8 x 0,00081]½

0,0475 0,0475

[0,0023]½

0,0475 0,0479


(48)

Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Cr Pada Eye Shadow Yang Teregistrasi Dan Tanpa Registrasi BPOM Secara SSA

Sampel Absorbansi Absorbansi rata-rata

A 0,0214 0,0199 0,0206 0,0206

B 0,0050 0,0036 0,0053 0,0046

C 0,0072 0,0072 0,0080 0,0075

D 0,0038 0,0016 0,0031 0,0028

E 0,0065 0,0056 0,0058 0,0060

F 0,0120 0,0107 0,0104 0,0110

Keterangan :

A : Sari Ayu (teregistrasi BPOM : POM C A18071200679) B : Just Mist (teregistrasi BPOM : POM CL 0907702388) C : Pixy (teregistrasi BPOM : POM C A18091206837) D : VOV eye shadow (tidak teregistrasi BPOM) E : MAC eye shadow (tidak teregistrasi BPOM) F : Cubic eye shadow (tidak teregistrasi BPOM)

Konsentrasi logam Cr untuk sampel eye shadow (A) dapat dihitung dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) kepersamaan garis regresi

y = 0,0169x + (-0,0011) Maka diperoleh :

A1 = 0,0214

A2 = 0,0199

A3 = 0,0206

X1 = 1,3314 (X1 – X)2 = 20,6116 x 10-4

X2 = 1,2426 (X2 – X)2 = 18,8356 x 10-4

X3 = 1,2840 (X3 – X)2 = 0,0400 x 10-4


(49)

Konsentrasi dinyatakan dalam bentuk :

X ± d (mg/L)

dimana : d = t (P . dk) Sx

Σ (Xi-X) 39,4872 x 10-4

S = = = 4,4434 x 10-2 n – 1 2

Sx = = = 0,0257

Dari daftar t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan (dk) = n – 1 = 3 – 1 = 2. Untuk derajat kepercayaan 95% (P = 0,05), nilai t = 4,30 maka :

d = t (P . dk) Sx

d = 4,30 x 0,1 x 0,0257 d = 110,51 x 10-4 mg/L

Dari data hasil pengukuran, kadar kromium pada sampel eye shadow (A) adalah sebesar :

1,2860 ± 0,011051 mg/L

4.2.1.4 Penentuan Kadar Kromium (Cr) Pada Eye Shadow Dalam Satuan mg/Kg

Pengukuran kadar kromium (Cr) dalam sampel eye shadow (A) dengan Spektrofotometer Serapan Atom :

X x Volume pelarut x faktor pengenceran

Kadar logam Cr = x 106 mg/Kg Berat sampel

1,2860 mg/L x 0,025 L x 50

Kadar logam Cr = x 106 mg/Kg 2,5 x 103 mg

= 643 mg/Kg S

√ n

4,4434 x 10-2 1,7321


(50)

Hasil perhitungan kadar kromium (Cr) pada sampel eye shadow yang lain dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5 Data Hasil Pengukuran Kadar Kromium pada Eye Shadow dengan Metode Destruksi Kering Secara SSA

No Sampel Kadar Logam Cr (mg/L)

Kadar Logam Cr (mg/Kg)

1 A 1,2860 ± 0,011051 643

2 B 0,3392 ± 0,013287 3,392

3 C 0,5069 ± 0,006751 5,069

4 D 0,2327 ± 0,016512 2,327

5 E 0,4181 ± 0,006966 4,181

6 F 0,7179 ± 0,012470 7,179

Keterangan :

A : Sari Ayu (teregistrasi BPOM : POM C A18071200679) B : Just Mist (teregistrasi BPOM : POM CL 0907702388) C : Pixy (teregistrasi BPOM : POM C A18091206837) D : VOV eye shadow (tidak teregistrasi BPOM) E : MAC eye shadow (tidak teregistrasi BPOM) F : Cubic eye shadow (tidak teregistrasi BPOM)

4.3 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kadar logam Cr pada eye shadow yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar kadar logam Cr di dalam eye shadow yang tanpa registrasi BPOM dengan asumsi di dalam eye shadow yang teregistrasi BPOM kadar logam Cr adalah nol. Karena menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :


(51)

HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik bahwa logam-logam berat seperti Pb, Hg, As, Cd, dan Cr merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam pembuatan kosmetik.

Kurva kalibrasi larutan seri standar Cr (tabel 4.3) dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar Cr dengan menggunakan metode Least Square sehingga diperoleh persamaan garis linier untuk Cr, y = 0,0169x + (-0,0011) dengan grafik pada gambar 4.1.

Dalam suatu penelitian memiliki titik yang sejajar pada kurva kalibrasi dengan harga slope positif dapat dilihat dari perhitungan koefisien korelasi Cr = 0,9916. Hal ini menunjukkan adanya hubungan atau korelasi positif antara konsentrasi dengan absorbansi. Pada penelitian analitik, grafik kurva kalibrasi yang baik ditunjukkan dengan harga r ≥ 0,99. (Miller J.C.N, 1986).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa di dalam sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM terdapat kandungan logam Cr yang diketahui dari kadar logam Cr yang diperoleh melalui perhitungan. Untuk logam Cr, nilai konsentrasi yang paling besar terdapat pada sampel A yaitu 643 mg/Kg dibandingkan dengan sampel yang lain. Ini kemungkinan disebabkan logam Cr yang sengaja ditambahkan ke dalam sampel A jumlahnya lebih banyak daripada sampel yang lain agar warna eye shadow tersebut terlihat lebih menarik.

Dari hasil pembahasan di atas dapat diketahui bahwa pada sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM terdapat kandungan logam Cr, dimana logam-logam tersebut dilarang penggunaannya didalam pembuatan kosmetik.


(52)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada sampel yang teregistrasi dan tanpa registrasi BPOM terdapat kandungan logam Cr yang diketahui melalui kadar Cr yang diperoleh melalui perhitungan.

2. Kadar Cr yang paling besar nilainya terdapat pada sampel A yaitu = 643 mg/Kg.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian mengenai eye shadow ini melalui metode kuantifikasi lain yaitu adisi standar selain metode kuantifikasi dengan kurva baku dan metode kuantifikasi dengan perbandingan langsung. Dan juga perlu diperhatikan ketelitian dan ketepatan guna mendapatkan hasil analisis yang lebih baik dan lebih efisien.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwisastra, A. 1987. Keracunan : Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Bandung: Angkasa.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Logam Berat. 01 Agustus 2007.

BPOM. 2008. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik

Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik. Jakarta:

Depkes RI Dirjen POM.

C. Lu, Frank. 1994. Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Risiko. Edisi Kedua. Jakarta: UI – Press.

Cotton, F. A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Cetakan I. Jakarta: UI – Press.

Day, R. A. dan Underwood, A. L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Gandjar, I. G. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan 1 dan 3.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Cetakan I. Semarang: IKIP Semarang Press.

Ilyas, S. 1997. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan I. Jakarta: FKUI.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Cetakan I. Jakarta: UI – Press.

Kromium. 30 April 2010. www.lovekimiabanget.blogspot.com

Lestari, F. 2009. Bahaya Kimia : Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia Di

Udara. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Miller, J. C dan Miller, J. N. 1991. Statistika Untuk Kimia Analitik. Edisi Kedua. Bandung: ITB Bandung.

Mimir. 2011. Ilmu Kimia. robbaniryo.com/ilmu-kimia/logam-kadmium-cd. Mohsin, Y. 2006. Kadmium. chem.-is-try.org.

Sartono. 2002. Racun Dan Keracunan. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika.

Vivianti. 2003. Studi Perbandingan Destruksi Logam Krom Total Menggunakan


(54)

HCl(p)Dari Limbah Padat Industri Pelapisan Logam. Skripsi Jurusan

Kimia.

Vogel, A. I. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI – Press.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam : Pencegahan Dan Penanggulangan


(55)

(56)

Tabel 1. Daftar Bahan Pewarna Yang Diizinkan Digunakan Dalam Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

No No Colour

Index (CI) Nama Bahan Warna

Kadar Maksimum Dan Persyaratan Lain 1 10020 D&C Green No. 1 Ext Hijau

2 11680 Pigment Yellow 1 Kuning 3 11710 Pigment Yellow 3 Kuning 4 12010 Solvent Red 3 Merah 5 15800 D&C Red No. 31 Merah 6 16230 Food Orange 4 Oranye 7 18050 D&C Red No. 11 Ext Merah 8 21230 Solvent Yellow 29 Kuning 9 26100 D&C Red No. 17

Merah

Kriteria Kemurnian : aniline ≤ 0.2%

2-naphtol ≤ 0.2%

4-aminoazobenzene ≤ 0.1% 1-(phenylazo)-2-naphtol ≤ 3% 1-[2-phenylazo)phenylazo]-2-

naphtalenol ≤ 2%

10 42045 Acid Blue 1, Sodium

Salt Biru

11 42510 Basic Violet 14 Ungu 12 42735 Acid Blue 104 Biru 13 44045 Basic Blue 26 Biru 14 47000 D&C Yellow No. 11 Kuning 15 50420 Acid Black 2 Hitam 16 59040 D&C Green No. 8 Hijau 17 60730 D&C Violet No. 2Ext Ungu 18 71105 Pigment Orange 43 Oranye


(57)

Tabel 2. Zat warna yang Dilarang Digunakan Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika (Permenkes No. 239/Menkes/Per/V/1985)

Nama zat warna Nomor Indeks

Auramin (C.I. Basic Yellow 2) Alkanet

Butter Yellow (C.I. Solvent Yellow 2) Black 7984 (Food Black)

Burn Umber (Pigment Brown 7) Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) Chrysoine S (C.I. Food Yellow 8) Citrus Red No. 2

Chocolate Brown FB (Food Brown 2) Fast Red E (C.I. Food Red 4)

Fast Yellow AB (C.I. Food Red 4) Guinea Green 8 (C.I. Acid Green No. 3) Indanhtrene Blue RS (C.I. Food Blue 4) Magenta (C.I. Basic Violet 14)

Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow No. 1) Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) Oil Orange AB (C.I. Solvent Yellow 5) Oil Orange Ob (C.I. Solvent Yellow 6) Orange G (C.I. Food Orange 4)

Orange GGN (C.I. Food Orange 2) Orange RN (C.I. Food Orange 1) Orchil and Orcein

Ponceau 3R (C.I. Red 6) Ponceau SX (C.I. Food Red 1) Ponceau 6R (C.I. Food Red 8) Rhodamin B (C.I. Food Red 15) Sudan I (C.I. Solvent Yellow 14) Scarlet GN (C.I. Food Red 2) Violet 6B 41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12156 - 16045 13015 42085 69800 42510 13065 12100 12140 11380 11390 16230 15980 15970 - 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640


(58)

Tabel 3. Daftar Bahan Kosmetik Yang Dilarang Digunakan Dalam Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

No No ACD Nama Bahan No CAS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 43 762 45 286 733 727 183 47 55 1107 68 78 366 1095 97 101 453 454

Arsenik dan senyawa-senyawanya Asbestos

Atropine, garam-garamnya dan turunannya Azacyclonol dan garam-garamnya

Aziridine Azobenzene

Bemegride dan garam-garamnya Benzene

Bromine

CI Solvent Yellow 14

Kadmium dan senyawa-senyawanya Chlorine

Chloroform Chloromethane

Kromium dan garam-garamnya Cobalt benzenesulphonate Cobalt dichloride Cobalt sulphate 7440-38-2 12001-28-4 51-55-8 115-46-8 151-56-4 103-33-3 64-65-3 1076-43-3 7726-95-6 842-07-9 7440-43-9 7782-50-5 67-66-3 74-87-3 7440-47-3 7646-79-9 10124-43-3


(59)

Tabel 4. Kondisi SSA untuk Analisis Beberapa Logam (Khopkar, 1990)

Unsur Panjang Gelombang (nm) Tipe Nyala Sensitivitas (μg/mL) Kisaran Kerja (μg/mL) Batas Deteksi (μg/mL) Ag Al As Au B Ba Be Bi Ca Cd Co Cr Cs Cu Fe Hg K Li Mg Mn 328,1 309,3 193,7 242,8 242,8 553,6 234,9 223,1 422,7 228,8 240,7 357,9 852,1 324,7 248,3 253,7 766,5 670,8 285,2 279,5 AA NA AH AA NA NA NA AA NA AA AA AA AP AA AA AA AP AP AA AA 0,029 0,75 0,60 0,11 8,4 0,20 0,016 0,20 0,013 0,011 0,053 0,055 0,04 0,04 0,045 2,2 0,009 0,017 0,003 0,021 1-5 40-200 50-200 5-20 40-1600 40-40 1-5 10-40 1-4 0,5-2 3-12 2-8 5-20 2-8 2,5-10 100-400 0,5-2 1-4 0,1-0,4 1-4 0,002 0,018 0,26 0,009 2 0,02 0,007 0,046 0,002 0,0007 0,007 0,005 0,004 0,002 0,006 0,16 0,002 0,0002 0,0002 0,002 Keterangan :

Nyala : AA : udara-asetilen ; AP : udara-propana; NA : N2O-asetilen; AH : udara-


(1)

HCl(p)Dari Limbah Padat Industri Pelapisan Logam. Skripsi Jurusan Kimia.

Vogel, A. I. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.

Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI – Press.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam : Pencegahan Dan Penanggulangan Pencemaran. Yogyakarta: C.V Andi Offset.


(2)

(3)

Tabel 1. Daftar Bahan Pewarna Yang Diizinkan Digunakan Dalam Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

No No Colour

Index (CI) Nama Bahan Warna

Kadar Maksimum Dan Persyaratan Lain 1 10020 D&C Green No. 1 Ext Hijau

2 11680 Pigment Yellow 1 Kuning 3 11710 Pigment Yellow 3 Kuning 4 12010 Solvent Red 3 Merah 5 15800 D&C Red No. 31 Merah 6 16230 Food Orange 4 Oranye 7 18050 D&C Red No. 11 Ext Merah 8 21230 Solvent Yellow 29 Kuning 9 26100 D&C Red No. 17

Merah

Kriteria Kemurnian : aniline ≤ 0.2%

2-naphtol ≤ 0.2%

4-aminoazobenzene ≤ 0.1% 1-(phenylazo)-2-naphtol ≤ 3% 1-[2-phenylazo)phenylazo]-2-

naphtalenol ≤ 2%

10 42045 Acid Blue 1, Sodium

Salt Biru

11 42510 Basic Violet 14 Ungu 12 42735 Acid Blue 104 Biru 13 44045 Basic Blue 26 Biru 14 47000 D&C Yellow No. 11 Kuning 15 50420 Acid Black 2 Hitam 16 59040 D&C Green No. 8 Hijau 17 60730 D&C Violet No. 2Ext Ungu 18 71105 Pigment Orange 43 Oranye


(4)

Tabel 2. Zat warna yang Dilarang Digunakan Dalam Obat, Makanan dan Kosmetika (Permenkes No. 239/Menkes/Per/V/1985)

Nama zat warna Nomor Indeks

Auramin (C.I. Basic Yellow 2) Alkanet

Butter Yellow (C.I. Solvent Yellow 2) Black 7984 (Food Black)

Burn Umber (Pigment Brown 7) Chrysoidine (C.I. Basic Orange 2) Chrysoine S (C.I. Food Yellow 8) Citrus Red No. 2

Chocolate Brown FB (Food Brown 2) Fast Red E (C.I. Food Red 4)

Fast Yellow AB (C.I. Food Red 4) Guinea Green 8 (C.I. Acid Green No. 3) Indanhtrene Blue RS (C.I. Food Blue 4) Magenta (C.I. Basic Violet 14)

Metanil Yellow (Ext. D&C Yellow No. 1) Oil Orange SS (C.I. Solvent Orange 2) Oil Orange XO (C.I. Solvent Orange 7) Oil Orange AB (C.I. Solvent Yellow 5) Oil Orange Ob (C.I. Solvent Yellow 6) Orange G (C.I. Food Orange 4)

Orange GGN (C.I. Food Orange 2) Orange RN (C.I. Food Orange 1) Orchil and Orcein

Ponceau 3R (C.I. Red 6) Ponceau SX (C.I. Food Red 1) Ponceau 6R (C.I. Food Red 8) Rhodamin B (C.I. Food Red 15) Sudan I (C.I. Solvent Yellow 14) Scarlet GN (C.I. Food Red 2) Violet 6B

41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12156

- 16045 13015 42085 69800 42510 13065 12100 12140 11380 11390 16230 15980 15970

- 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640


(5)

Tabel 3. Daftar Bahan Kosmetik Yang Dilarang Digunakan Dalam Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor : HK.00.05.42.1018 Tentang Bahan Kosmetik

No No ACD Nama Bahan No CAS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

43 762

45 286 733 727 183 47 55 1107

68 78 366 1095

97 101 453 454

Arsenik dan senyawa-senyawanya Asbestos

Atropine, garam-garamnya dan turunannya Azacyclonol dan garam-garamnya

Aziridine Azobenzene

Bemegride dan garam-garamnya Benzene

Bromine

CI Solvent Yellow 14

Kadmium dan senyawa-senyawanya Chlorine

Chloroform Chloromethane

Kromium dan garam-garamnya Cobalt benzenesulphonate Cobalt dichloride

Cobalt sulphate

7440-38-2 12001-28-4

51-55-8 115-46-8 151-56-4 103-33-3 64-65-3 1076-43-3 7726-95-6 842-07-9 7440-43-9 7782-50-5 67-66-3 74-87-3 7440-47-3

7646-79-9 10124-43-3


(6)

Tabel 4. Kondisi SSA untuk Analisis Beberapa Logam (Khopkar, 1990)

Unsur Panjang Gelombang (nm) Tipe Nyala Sensitivitas (μg/mL) Kisaran Kerja (μg/mL) Batas Deteksi (μg/mL) Ag Al As Au B Ba Be Bi Ca Cd Co Cr Cs Cu Fe Hg K Li Mg Mn 328,1 309,3 193,7 242,8 242,8 553,6 234,9 223,1 422,7 228,8 240,7 357,9 852,1 324,7 248,3 253,7 766,5 670,8 285,2 279,5 AA NA AH AA NA NA NA AA NA AA AA AA AP AA AA AA AP AP AA AA 0,029 0,75 0,60 0,11 8,4 0,20 0,016 0,20 0,013 0,011 0,053 0,055 0,04 0,04 0,045 2,2 0,009 0,017 0,003 0,021 1-5 40-200 50-200 5-20 40-1600 40-40 1-5 10-40 1-4 0,5-2 3-12 2-8 5-20 2-8 2,5-10 100-400 0,5-2 1-4 0,1-0,4 1-4 0,002 0,018 0,26 0,009 2 0,02 0,007 0,046 0,002 0,0007 0,007 0,005 0,004 0,002 0,006 0,16 0,002 0,0002 0,0002 0,002 Keterangan :

Nyala : AA : udara-asetilen ; AP : udara-propana; NA : N2O-asetilen; AH : udara-