Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan

(1)

Diajukan untukmemenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

AGISKA OSTAVIA TARIGAN 091301060

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

bahwa skripsi saya yang berjudul:

“Pengaruh Spiritualitas pada Kepuasan Hidup Pensiunan”

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 10 Februari 2015

Agiska Ostavia Tarigan 091301060


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SpiritualitaspadaKepuasan Hidup Pensiunan. Kepuasan Hidup merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penilaian subjektif individu secara kognitif atas kehidupannya, meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai. Spiritualitas didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup, yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktivitas keagamaan kepada sesama manusia. Pensiunan, yang menjadi sampel penelitian ini, merupakan para pensiunan yang telah pensiun maksimal selama 7 tahun. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil utama dari penelitian menunjukkan bahwaSpiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dengan sumbangan sebesar 10,2% (R2=0,102), dimana 89,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan hidup pensiunan dilihat berdasarkan lamanya masa pensiun dan jabatan, dan terdapat perbedaan tingkat spiritualitas berdasarkan latar belakang pendidikan pensiunan. Spiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dimana semakin tinggi Spiritualitas berkontribusi terhadap meningkatnya Kepuasan Hidup Pensiunan.


(5)

Agiska Ostavia Tarigan and Arliza Juairiani Lubis

ABSTRACT

This research is purposed to give insight about the influence of spirituality for the life satisfaction on the retired people. Life satisfaction is the term used for giving individual subjective evaluation of his or her own life, which consisting of feelings of contentment, at peace, and satisfied in the margin of what he or she wants and what he or she achieved.Spirituality is defined as a faith of non – physical forces which is more powerful than a person force; an understanding which connect a person to God, or as something that give meanings to a person life, which also comes with all kind of service or religious actions toward other human being. The retired people who act as the sample for this research, are they who already retired for maximum 7 years duration. The method used in this research is the kuantitative method, with simple linear regression technique for analyzing the data. The main result of the this research shows that spirituality is indeed impacting the life satisfaction, with impact as big as 10.2% (R2=0.102), which 89.8% explained by other factors. Results of additional research showing that difference in retired people life satisfaction is also taking impact from the duration of retirement time and level, and also there is difference resulted from retiree educational background. Spirituality is impacting the life satisfaction, where the higher level of spirituality means higher level of retiree life satisfaction.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Bapa di surga, yang atas ijin, berkat serta bantuan-Nya sajalah, saya dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul ‘Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan’.

Saya juga menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua saya, Bapak dan Mamak yang sangat saya cintai. Terima kasih telah selalu sabar mendidik serta membesarkan saya dengan sangat baik dari segala aspek. Terima kasih karena selalu mendukung dan menyemangati saya hingga saat ini.

2. Abang saya, Anugerah Tarigan, yang selalu mengingatkan saya untuk tidak malas-malasan dan selalu mengajari apa yang tidak saya mengerti. Adik saya, Arko Tarigan, yang selalu bisa saya minta tolongi. Adik kecil saya, Aginta Karina Tarigan, yang selalu mengingatkan saya untuk mengerjakan skripsi dan selalu menghibur saya.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

4. Kak Arliza Juairiani Lubis, M.Si,psikolog selaku dosen pembimbing skripsi yang sangat pengertian, dan dengansabar telah banyak meluangkan waktu dan


(7)

pikiranserta memberikan petunjuk dan saran untuksaya dapatmenyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Kak Rahma Yurliani, M.Psi, psikolog, selaku dosen PA (Pembimbing Akademik), yang dengan sabar telah mendampingi saya selama menjadi mahasiswi fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

6. Sahabat-sahabat saya yang tersayang, dr.Fany Ervina, yang selalu paling bisa diandalkan. Kurnia Lumbanbatu, S.Psi, yang selalu bisa ditanya-tanyain segala hal, dan jago ngajarin hitung-hitungan. Chika Sitepu, S.Psi, yang selalu mau diminta tolongin dan jago sekali dalam tata tulis. Juli Siahaan, S.Psi dan Serefhy Silaen, S.Psi, yang selalu mendukung saya menjalani kehidupan dan bisa bikin ketawa sampai ngakak ngga bisa berhenti. Santa Samosir, S.Psi, teman saya yang tiba-tiba muncul dan tiba-tiba lenyap, tapi selalu menyemangati saya. Sarah Situmorang, S.Psi, yang bisa ditanyain dan ngasi jawaban lengkap. Rismaya ‘Iyo’ Saragih, S.Psi, kalau yang ini adalah teman saya yang bisa diajak membahas hal-hal yang tidak mungkin alias diluar akal wkwkw. Jeremy Ginting, S.Psi dan Andry Sony, teman saya yang selalu tentang makanan.

7. Teman-teman saya yang tersayang, D’Bams, yang selalu saya ingat dan rindukan.

8. Sahabat-sahabat saya, Friska Defa Novlia Sembiring, SE, yang selalu berusaha berpikiran positif dan bisa berpikiran jernih. Grace Yohana Manik,S.T., yang ini selalu memberi saya masalah untuk diselesaikan tapi


(8)

selalu perhatian dan peduli terhadap saya. Almika Tarigan, Devita Yola Hutapea, Lolha Brahmana, Prita Bahroeny, Febrina Nathasya, dan Sherendeep, yang saya rindukan.

9. Teman-teman Fakultas Psikologi USU, terkhusus angkatan 2009 yang telah memberikan semangat, waktu, dan dukungan.

10.Seluruh keluarga besar Tarigan dan Randhawa yang sedikit banyak telah memberikan bantuan baik moril maupun materil.

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, dan dengan kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penelitian ini, serta peneliti berharap kiranya hasil dari penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi.

Medan, 10 Februari 2015


(9)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN ...1

1. Latar Belakang ...1

2. Perumusan Masalah ...10

3. Tujuan Penelitian ...10

4. Manfaat Penelitian ...10

5. Sistematika Penulisan ...11

BAB II LANDASAN TEORI ...12

A. Kepuasan Hidup ...12

1. Definisi Kepuasan Hidup ...12

2. Komponen Kepuasan Hidup ...13

3. Struktur Kepuasan Hidup ...14

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hidup ...15

B. Spiritualitas ...17

1. Definisi Spiritualitas ...17

2. Aspek-aspek Spiritualitas ...19


(10)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Masalah

pada Masa Pensiun ...26

D. Hubungan Spiritualitas pada Kepuasan Hidup Pensiunan ...30

E. Hipotesis ...31

BAB III METODE PENELITIAN ...32

1. Identifikasi Variabel Penelitian ...32

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...32

a. Kepuasan Hidup ...32

b. Spiritualitas ...33

3. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ...33

1. Populasi ...33

2. Teknik Pengambilan Sampel ...34

4. Metode Pengumpulan Data ...34

5. Uji Coba Alat Ukur ...36

1. Validitas Alat Ukur ...36

2. Uji Reliabilitas ...37

6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...39

1. Tahap Persiapan Penelitian ...39

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ...41


(11)

3. Uji Korelasi ...42

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...43

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...43

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...43

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ...44

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku ...45

4. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama ...46

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun ...46

6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun ...47

7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun...48

8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ...49

9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal ...50

10.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ...51

11.Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini ...52

B. Hasil Penelitian ...52

1. Hasil Uji Asumsi ...52

2. Hasil Uji Hipotesis Penelitian ...54

3. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Data Penelitian ...57


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...67 1. Kesimpulan ...67 2. Saran ...68 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tingkat Penilaian Pengukuran Kepuasan Hidup ... 35

Tabel 2. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sebelum Uji Coba ... 35

Tabel 3. Tingkat Penilaian Pengukuran Spiritualitas ... 35

Tabel 4. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sebelum Uji Coba ... 36

Tabel 5. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sesudah Uji Coba ... 38

Tabel 6. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sesudah Uji Coba ... 39

Tabel 7. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Usia ... 43

Tabel 8. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 9. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Suku... 45

Tabel 10. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Agama ... 46

Tabel 11. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun ... 46

Tabel 12. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun ... 47

Tabel 13. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun ... 48

Tabel 14. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Pernikahan ... 49

Tabel 15. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal .... 50

Tabel 16. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 51

Tabel 17. Penyebaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini ... 52

Tabel 18. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 53

Tabel 19. Uji Linearitas ... 54


(14)

Tabel 21. Model Summary ... 56

Tabel 22. Anovaa ... 56

Tabel 23. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Spiritualitas ... 57

Tabel 24. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Kepuasan Hidup ... 58

Tabel 25. Kategorisasi Data Hipotetik Spiritualitas ... 59

Tabel 26. Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Hidup ... 60

Tabel 27. Cross Tabulasi Data Spiritualitas dan Kepuasan Hidup ... 60


(15)

Lampiran 2. Reliabilitas Dan Daya Beda Aitem Uji Coba Alat Ukur Kepuasan

Hidup

Lampiran 3. Uji Asumsi

Lampiran 4. Uji Hipotesa


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh SpiritualitaspadaKepuasan Hidup Pensiunan. Kepuasan Hidup merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penilaian subjektif individu secara kognitif atas kehidupannya, meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai. Spiritualitas didefinisikan sebagai kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup, yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktivitas keagamaan kepada sesama manusia. Pensiunan, yang menjadi sampel penelitian ini, merupakan para pensiunan yang telah pensiun maksimal selama 7 tahun. Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Hasil utama dari penelitian menunjukkan bahwaSpiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dengan sumbangan sebesar 10,2% (R2=0,102), dimana 89,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya. Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kepuasan hidup pensiunan dilihat berdasarkan lamanya masa pensiun dan jabatan, dan terdapat perbedaan tingkat spiritualitas berdasarkan latar belakang pendidikan pensiunan. Spiritualitas berpengaruh terhadap Kepuasan Hidup, dimana semakin tinggi Spiritualitas berkontribusi terhadap meningkatnya Kepuasan Hidup Pensiunan.


(17)

Agiska Ostavia Tarigan and Arliza Juairiani Lubis

ABSTRACT

This research is purposed to give insight about the influence of spirituality for the life satisfaction on the retired people. Life satisfaction is the term used for giving individual subjective evaluation of his or her own life, which consisting of feelings of contentment, at peace, and satisfied in the margin of what he or she wants and what he or she achieved.Spirituality is defined as a faith of non – physical forces which is more powerful than a person force; an understanding which connect a person to God, or as something that give meanings to a person life, which also comes with all kind of service or religious actions toward other human being. The retired people who act as the sample for this research, are they who already retired for maximum 7 years duration. The method used in this research is the kuantitative method, with simple linear regression technique for analyzing the data. The main result of the this research shows that spirituality is indeed impacting the life satisfaction, with impact as big as 10.2% (R2=0.102), which 89.8% explained by other factors. Results of additional research showing that difference in retired people life satisfaction is also taking impact from the duration of retirement time and level, and also there is difference resulted from retiree educational background. Spirituality is impacting the life satisfaction, where the higher level of spirituality means higher level of retiree life satisfaction.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bekerja merupakan aktivitas yang penting dalam kehidupan manusia. Dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhan, baik fisik maupun psikis, mengisi waktu luang serta mencari identitas sehingga bekerja menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan individu (Ermayanti & Abdullah). Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi physiological need, safety need, love and belongingness need, self esteem need, dan self actualization, maka alasan manusia bekerja untuk dapat memenuhi salah satu dari kelima hierarki kebutuhan tersebut (Eliana, 2003).

Pilihan pekerjaan yang dilakukan manusia sangat beraneka ragam, dan pekerjaan yang dipilih merupakan salah satu alat pemenuh kebutuhan dalam tingkat yang berbeda. Misalnya, ada seseorang yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, ada juga yang memilih suatu pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Rahmi, 2013). Lemme mengatakan bahwa bekerja atau pekerjaan memberikan pemenuhan kebutuhan, seperti kebutuhan material, harga diri, penerimaan sosial, status sosial dan penghormatan dari orang lain, kontak sosial, kedewasaan, dan sumber dari tantangan, kemandirian, kepuasan, kesenangan, makna hidup dan sebagainya (Rahmi, 2013).


(19)

Meskipun demikian, pekerjaan yang bersifat formal tidak akan berlangsung di sepanjang masa kehidupan. Hal ini dibatasi oleh ruang dan waktu, berkaitan dengan waktu kapan individu tersebut diangkat, dipromosikan maupun berbagai hal sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti mencapai batas usia maksimum, atau yang dikenal dengan istilah pensiun (Tarigan dalam Rahmi, 2013).

Secara umum, pensiun dikenal sebagai fenomena yang dialami oleh seseorang yang usianya sudah dianggap lanjut sehingga dianggap tidak lagi produktif dan menurut aturan harus berhenti bekerja. Begitu pula dengan yang bersangkutan tidak bisa mengelak ketika peraturan yang menyebutkan pada usia tertentu harus sudah siap pensiun (Widiarni, 2013). Masa pensiun, menurut Schwartz merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru, dimana pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu (Hurlock, 1991). Turner dan Helms menambahkan bahwa masa pensiun terjadi ketika individu berhenti dari dunia kerja dan mulai menjalankan peran baru dalam kehidupannya (Purnamawati, 2007). Menurut Robin Moon, pensiun adalah transisi jalan kehidupan yang melibatkan perubahan lingkungan sehingga mengubah kebiasaan hidup, interaksi sosial, tekanan psikososial, sekaligus mengubah identitas dan pilihan-pilihan hidup. Dengan kata lain, perpindahan dari fase bekerja menjadi tidak bekerja punya segudang perubahan yang menyertainya (Halo Vale, 2013).


(20)

Individu yang berada dalam masa pensiun dihadapkan dengan berbagai perubahan. Hurlock dan Kimmel menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada masa pensiun merupakan masa perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya kekuasaan dan prestise, berkurangnya interaksi sosial yang mencakup teman bekerja dan relasi serta meningkatnya waktu luang (Purnamawati, 2007).

Serangkaian perubahan tersebut merupakan keadaan dari ada menjadi tidak ada, sehingga perasaan kehilangan merupakan kondisi utama yang menyertai pensiun. Oleh karena itu, diharapkan individu harus ikhlas ketika waktu pensiun tiba. Namun tidak jarang, kata pensiun diasosiasikan dengan gambaran ‘menakutkan’. Hal itu biasanya muncul pada awal-awal masa pensiun, sekitar 3-6 bulan pertama masa pensiun tersebut terlewati (Widiarni, 2013).

Sebagian orang menganggap pensiun sebagai masa yang negatif atau menakutkan karena cukup banyak perubahan yang harus dialami, diantaranya adalah hilangnya status pekerja, kehilangan fasilitas yang selama ini mereka dapatkan, adanya bayangan untuk tidak dihargai lagi, banyaknya waktu senggang yang mereka hadapi pada saat menjalani masa pensiun dan penurunan penghasilan secara signifikan pada saat menjalani masa pensiun (Widiarni, 2013). Individu menganggap bahwa pensiun merupakan pertanda diri sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan atau organisasi tempat individu bekerja (Ermayanti & Abdullah).


(21)

Individu dapat mengalami stres dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi pada masa pensiun. Terlebih lagi bagi pensiunan yang masih harus membiayai anak-anak mereka, padahal dengan status pensiun pemasukan keuangan menjadi berkurang (Rahmi, 2013). Kondisi tersebut dapat mengarah kepada gangguan psikologis dan menurunnya tingkat kesehatan mental seperti cemas, depresi dan bunuh diri. Hal ini sesuai dengan Piedmont Heart Institute and

National Women’s Health Information (2011) dan Holmes dan Rahe (1976)

menyatakan bahwa pensiun menduduki ranking ke sepuluh dalam daftar pemicu stress dalam kehidupan seseorang. Selain mengalami gangguan psikologis, masa pensiun juga dapat mempengaruhi kondisi fisik seperti, peningkatan berat badan, munculnya penyakit terutama gastrointestinal, gangguan saraf, dan berkurangnya kepekaan. Penyakit diatas sering disebut dengan retirement syndrome.

Pandangan negatif tentang pensiun menyebabkan individu sering menolak datangnya masa pensiun. Suatu bentuk dinamika psikologis yang sering muncul pada saat orangtua memasuki masa pensiun adalah kecemasan. Kecemasan pada masa pensiun sering muncul pada setiap individu yang sedang menghadapinya karena dalam menghadapi masa pensiun dalam dirinya terjadi goncangan perasaan yang begitu berat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya. Di samping itu, faktor terbesar yang akan diambil ketika pensiun adalah terpenuhi atau tidaknya finansial keuangan keluarga nantinya setelah tiba waktu untuk berhenti bekerja dan apakah penurunan kondisi tubuh akibat penuaan akan berdampak pada kesehatan nanti. Banyak yang beranggapan bahwa masa pensiun adalah memasuki masa usia tua, fisik yang makin melemah, makin banyak penyakit,


(22)

cepat lupa, penampilan tidak menarik serta yang terasa kejam adanya anggapan bahwa masa pensiun adalah merupakan tanda seseorang sudah tidak berguna dan tidak dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas menurun (Widiarni, 2013).

Namun, beberapa orang beranggapan positif terhadap masa pensiun. Mereka menilai bahwa pensiun dapat meningkatkan kesehatan dengan berkurangnya beban tekanan yang harus dihadapi, setelah pensiun akan lebih banyak waktu dan kesempatan kebersamaan bagi keluarga dan pasangan (Ermayanti & Abdullah). Masa pensiun juga bisa menjadi masa yang menyenangkan baik secara jasmani maupun rohani, karena individu menemukan kebebasan dalam hidupnya. Atchley mengungkapkan bahwa masa pensiun merupakan kesempatan individu untuk dapat mengembangkan hobi yang sempat tertunda (Rachman, 2013). Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan seseorang menjadi cepat tua dan mudah sakit karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena semakin bisa mengatur waktu untuk berolahraga (Ermayanti & Abdullah).

Mangkuprawira (dalam Widiarni, 2013) menyebutkan bahwa ketika masa pensiun terjadi maka diperkirakan ada beragam fenomena psikologis yang muncul. Pertama, merasa bingung apa yang harus diperbuat akibat sudah tidak memiliki kegiatan rutin lagi. Kedua, merasa kesepian dibandingkan ketika masih aktif sebagai pegawai. Ketiga, merasa biasa-biasa saja. Hal ini mungkin dikarenakan pensiunan tersebut belum mempersiapkan rencana kegiatan sesudah pensiun secara matang. Hal demikian, bisa juga karena yang bersangkutan merasa tidak memiliki sumber daya khususnya dana dan pengalaman serta jejaring bisnis,


(23)

misalnya untuk berwirausaha. Selain itu juga mungkin dikarenakan yang bersangkutan sudah memiliki rencana kegiatan pasti yang telah dirintis sebelum pensiun. Selain fenomena psikologis yang muncul, beberapa peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan hidup yang disebabkan oleh pensiun. Hal ini masih ditambah oleh persepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi fisiknya.

Bonsang & Klein (2011) bahwa pensiun berdampak negatif terhadap kepuasan hidup pensiunan. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Diener & Biswar-Diener bahwa bekerja merupakan area penting dalam penentuan kepuasan hidup individu (Sihombing, 2011). Argyle menambahkan bahwa individu dengan status bekerja merasa lebih puas daripada individu yang tidak bekerja (Nasution, 2012). Kepuasan hidup secara eksplisit menggambarkan kondisi yang bersifat khas pada orang yang mempunyai semangat hidup dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan kondisi dalam diri maupun perubahan kondisi di lingkungannya (Datan & Lohman dalam Purnama, 2009).

Individu diharapkan dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun mental, demi dapat mencapai kepuasan hidup (Minaswari, 2007). Kemampuan individu menerima perubahan yang terjadi pada masa pensiun menyebabkan individu memiliki kepuasan hidup yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Rachman (2013) pada 30 orang pensiunan dosen, dimana 27 orang dari pensiunan dosen tersebut berada pada kategori kepuasan hidup tinggi. Dimana, individu yang merasa puas akan kehidupannya,


(24)

terlihat dari sikap dan pemikirannya yang positif mengenai masa pensiun serta dapat melakukan tugas perkembangannya dengan baik (Minaswari, 2007).

Altson & Dudley menyatakan bahwa kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman-pengalaman yang disertai dengan tingkat kegembiraan yang timbul dari pemenuhan kebutuhan atau harapan dan merupakan sarana untuk menikmati suatu hal. Kepuasan hidup berkaitan juga dengan beberapa karakteristik internal, salah satunya spiritualitas (Khan dkk, 2011). Hal ini sesuai dengan berbagai penelitian (Kelley & Miller, 2007 ; Zullig, Ward & Horn, 2006 dalam Khan dkk, 2011) yang menyatakan bahwa spiritualitas dan religiusitas berkorelasi positif dengan subjective well being dan kepuasan hidup. Selain itu, Wilkerson (2005) menyatakan bahwa spiritualitas merupakan variabel prediktor kepuasan hidup. Diener & Biswas Diener (2008) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup adalah hubungan, kesehatan, pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan jabatan. Lebih lanjut, Starks & Hughey (2003) menyatakan bahwa spiritualitas secara signifikan berkorelasi dengan kepuasan hidup.

Segi spiritual merupakan salah satu yang harus dipersiapkan dalam menghadapi berbagai kemungkinan dimasa pensiun, selain adanya persiapan dari segi sosial, finansial, fisik dan mental (Fakhri, 2012). Spiritualitas dibutuhkan individu dalam mengkonstruksi makna atas pengalaman hidup, dengan adanya kepercayaan pribadi untuk memberikan makna luar biasa kepada realitas kehidupan. Spiritualitas mengacu kepada usaha manusia menjadi sosok manusia sepenuhnya, untuk mengembangkan diri yang sebenarnya. Spiritualitas


(25)

merupakan keterhubungan manusia dengan sosok ‘supreme power’. Spiritualitas mendorong manusia untuk hidup dan tumbuh dengan cara yang positif. Spiritualitas adalah kualitas yang melebihi religiusitas, yang berusaha untuk mencapai inspirasi, kehormatan, kagum, berarti dan memiliki tujuan, walaupun pada individu yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Dimensi spiritual mencoba untuk selaras dengan alam semesta, berjuang demi jawaban yang tak terbatas, dan menjadi fokus ketika individu dalam menghadapi stress emosional, penyakit fisik dan kematian (Munro, 2011).

Kegiatan spiritual merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dibutuhkan pensiunan (Severson, 2013). Hal ini dikarenakan spiritualitas menjadi jauh lebih penting pada kelompok usia pensiun, dimana mereka mencari makna yang lebih besar atas kehidupan setelah tidak bekerja lagi, serta mulai menuju kepada akhir kehidupan mereka. Pada masa ini, kegiatan spiritual merupakan aktivitas berharga yang penting untuk dilakukan. Ini terbukti bahwa 3 dari 4 pensiunan yang diwawancarai mengaku tergabung dalam komunitas spiritual berdasarkan agama masing-masing. Mereka mengaku bahwa dengan aktif melakukan kegiatan spiritual seperti berdoa, bernyanyi dan pelayanan, mereka merasa lebih bahagia. Michael & Gornik (2011) menyatakan bahwa individu dengan tingkat spiritualitas yang baik, berpartisipasi dalam komunitas spiritual, dan melakukan kegiatan spiritual memiliki hidup yang lebih lama, lebih sehat dan bermakna (berdasarkan studi di Polestar Garden – Spiritual Retirement in Hawaii, 2011). Kegiatan spiritual yang bisa dilakukan pensiunan antara lain meditasi, pelayanan


(26)

religiusitas/spiritualitas, chanting, yoga, berkebun, kegiatan pemeliharaan, pekerjaan administratif, memasak, dan rekreasi.

Sesuai dengan pernyataan sebelumnya bahwa spiritualitas merupakan variabel prediktor kepuasan hidup, maka dapat dikatakan bahwa pensiunan yang tergabung dalam komunitas spiritual dan dengan aktif melakukan kegiatan spiritual mempengaruhi kepuasan hidupnya.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melihat pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan. Diperkirakan, spiritualitas dapat membantu dalam proses penerimaan yang tulus atas keadaan yang dihadapi pensiunan, dan dapat mengurangi tekanan psikologis yang dialami pensiunan, dan membantu pensiunan menemukan makna positif dari pengalaman dan kehidupannya. Penerimaan, pengurangan tekanan dan penemuan makna positif yang difasilitasi oleh spiritualitas dapat membuat pensiunan lebih puas pada kehidupannya.


(27)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan permasalahan yang ingin diketahui dari penelitian ini yaitu ‘Sejauh mana spiritualitas mempengaruhi kepuasan hidup pensiunan ?’

3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.

4. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis

Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu Psikologi terutama yang berkaitan dengan topik pensiunan dan lansia, khususnya melalui sudut pandang psikologi positif yang sedang berkembang saat ini. b. Manfaat praktis

1. Bagi masyarakat umum

Mendapatkan gambaran dan pemahaman ilmiah mengenai pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.

2. Bagi pensiunan

Mengenal diri dan aspek spiritualitas sendiri dan kaitannya dengan kepuasan hidup.


(28)

5. Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan

Menjelaskan tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Memuat landasan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Mencakup teori mengenai spiritualitas, kepuasan hidup, pensiunan.

Bab III : Metodologi penelitian

Menjelaskan mengenai metode penelitian kuantitatif, partisipan, metode pengumpulan data, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Bab IV : Hasil Analisa Data

Menjabarkan hasil dari analisis data ke dalam penjelasan yang terperinci disertai dengan data pendukung.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi jawaban dari pertanyaan penelitian dan saran untuk penelitian lanjutan.


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Hidup

1. Defenisi kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan dimensi kognitif subjective well-being. Kepuasan hidup (life satisfaction) merupakan penilaian kognitif seseorang mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang dijalaninya berjalan dengan baik. Ini merupakan perasaan cukup, damai dan puas, dari kesenjangan antara keinginan dan kebutuhan dengan pencapaian dan pemenuhan. Campbell, Converse, dan Rodgers (dalam Diener, 1994) menyatakan bahwa komponen kognitif ini merupakan kesenjangan yang dipersepsikan antara keinginan dan pencapaiannya apakah terpenuhi atau tidak.

Neugarten & Havighurst menyatakan bahwa kepuasan hidup erat kaitannya dengan kualitas moral, dimana menjelaskan kualitas kepuasan hidup secara baik (McDowell, 2006). Menurut pendekatan quality of life, kepuasan hidup mengacu pada evaluasi subjektif mengenai seberapa banyak kebutuhan, tujuan, dan nilai-nilai yang kita punya telah terpenuhi dalam kehidupan. Sehingga, kesenjangan yang dirasakan antara apa yang kita miliki dan apa yang kita inginkan menjadi penentu tingkat kepuasan hidup atau ketidakpuasan seseorang.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan hidup merupakan penilaian subjektif individu secara kognitif atas kehidupannya,


(30)

meliputi perasaan cukup, damai dan puas terkait kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang dicapai.

2. Komponen kepuasan hidup

Neugarten (McDowell, 2006) menyatakan bahwa terdapat lima komponen dalam kepuasan hidup yaitu :

a. Zest vs apathy

Berkaitan dengan antusiasme respon terhadap kehidupan secara umum dan tidak berhubungan dengan jenis kegiatan tertentu, seperti kegiatan sosial atau intelektual.

b. Resolution & fortitude

Mengukur penerimaan aktif individu akan tanggung jawab pribadi untuk kehidupan mereka, bukan secara pasif menerima atau memaafkan apa yang telah terjadi pada mereka. Konsep integritas oleh Erikson mirip dengan konseptualisasi dan berhubungan dengan kebermaknaan hidup dan kurangnya rasa takut akan kematian. Terlalu banyak menyalahkan diri sendiri atau menempatkan terlalu banyak tanggung jawab pada orang lain dan dunia pada umumnya akan menghasilkan nilai yang rendah pada komponen ini.

c. Congruence between desired and achieved goals

Komponen ketiga adalah persepsi kesesuaian antara apa yang diinginkan dan yang dicapai. Perbedaan relatif antara apa yang diinginkan dengan tujuan yang dicapai menyebabkan individu merasa puas atau tidak puas dengan kehidupannya.


(31)

d. Positive self concept

Penetapan penilaian konsep diri termasuk di dalamnya dimensi emosional, fisik, dan intelektual individu. Individu yang tidak merasa dirinya tua namun memperhatikan penampilan dan menuntut diri menjadi bijaksana dan kompeten cenderung memiliki self concept yang lebih baik. Selain itu, kesuksesan hidup di masa lalu juga turut berkontribusi terhadap self concept individu namun secara tidak langsung. Individu yang merasa berada di belakang orang lain dan menganggap diri tidak berharga akan memiliki self concept yang buruk.

e. Mood tone

Berkaitan dengan optimism dan kebahagiaan serta respon afektif positif lainnya. Depresi, kesedihan karena kesendirian, mudah marah, dan pesimisme merupakan perasaan yang menyebabkan rendahnya tingkat mood tone individu. Penilaian akan kepuasan hidup memang lebih kompleks daripada penilaian akan kebahagiaan, namun kebahagiaan akan kehidupan saat ini merupakan kontributor penting dalam pengukuran kepuasan hidup.

3. Struktur kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan aspek kognitif dari subjective well being (Diener, 2009). Kepuasan hidup dapat dilihat dari dua pendekatan berbeda yakni teori bottom-up dan top-down. Teori bottom-up, dimana kepuasan hidup dipengaruhi oleh penilaian individu terhadap domain-domain yang menurutnya penting dalam kehidupannya. Teori top-down, dimana kepuasan hidup akan


(32)

mempengaruhi domain kepuasan seseorang. Seseorang yang umumnya puas dengan kehidupannya juga akan mengevaluasi domain penting dalam kehidupan dengan lebih positif, meskipun kepuasan hidup secara umum tidak hanya didasarkan pada kepuasan terhadap domain tersebut saja.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan dimensi kognitif subjective well-being, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener yaitu:

a. Perbedaan jenis kelamin

Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan subjective well being yang signifikan antara pria dan wanita. b. Tujuan

Emmons (dalam Diener, 1999) menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada emotional dan cognitive well being. c. Kepribadian

Tatarkiewicz (dalam Diener, 1984) menyatakan bahwa kepribadian lebih berpengaruh pada subjective well being dibandingkan dengan faktor lainnya. Beberapa variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective well being diantaranya self esteem.


(33)

Campbell (dalam Diener, 1984) menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup.

d. Kualitas hubungan sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Seligman (dalam Diener & Scollon, 2003) menunjukkan bahwa individu dengan kepuasan hidup tinggi memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik, biasanya berhubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan.

e. Agama dan spiritualitas

Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung memiliki tingkat well being yang lebih tinggi. Partisipasi dalam pelayanan relijius, kegiatan keagamaan bersama, berhubungan dengan Tuhan biasanya melalui berdoa dikaitkan dengan tingkat well being yang lebih tinggi. Diener (2009) juga menyatakan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan religiusitas dengan subjective well being berkaitan dengan terciptanya kelompok dan dukungan sosial oleh kelompok keagamaan.

Spiritualitas dan religiusitas mengacu kepada keyakinan dan praktek bahwa terdapat dimensi transenden di dalam kehidupan. Keyakinan ini menentukan jenis atribusi yang dibuat manusia, makna hidup, dan bagaimana manusia menciptakan hubungan. Religiusitas diyakini menjelaskan derajat penerimaan individu dari keyakinan yang berhubungan dengan pemujaan figure Illahi dan partisipasi individu pada pemujaan publik maupun pribadi. Relijiusitas merupakan hal yang dibentuk dan diadakan oleh manusia, yang umumnya disebut


(34)

dengan istilah ‘agama’ yang apabila dipahami maka seseorang akan dapat mencapai kepuasan hidup Agama merupakan doktrin kepercayaan yang diatur secara formal yang merupakan sumber dukungan dan dapat membantu penyembuhan (Singh, 2005). Spiritualitas, diyakini menjelaskan hubungan intim dan pribadi antara manusia dengan Illahi, dan sejumlah kebaikan sebagai hasil dari hubungan tersebut (Peterson & Seligman, 2004).Penelitian ini akan berfokus pada spiritualitas yang akan dibahas pada sub bab berikut.

B. Spiritualitas

1. Defenisi spiritualitas

Spiritualitas diartikan sebagai ‘respon manusia terhadap panggilan Tuhan yang baik untuk dapat membangun hubungan dengan-Nya’, ‘pengalaman subjektif terkait sesuatu yang suci’, ‘alam luas yang berisi kemampuan manusia untuk bertransaksi dengan atau mencapai tujuan utama, dengan kesatuan yang lebih tinggi, dengan Tuhan, dengan cinta, dengan iba, dengan tujuan’ (Benner, Vaughan & Tart dalam Zinnbauer, dkk, 1997). Hill menambahkan bahwa spiritualitas merupakan sisi personal dan pengalaman akan hubungan kita dengan sesuatu yang suci atau maha.

Spiritualitas berkaitan dengan kekuatan yang tidak tampak, yang menangani hal-hal mendasar terkait makna hidup, dengan asumsi bahwa terdapat sesuatu yang lebih daripada apa yang kita lihat atau pahami. Spiritualitas dapat mengarahkan kita terhadap kasih sayang akan sesama (Underwood, 2002).


(35)

Menurut Dossey, et al. (dalam Young & Koopsen, 2007) spiritualitas adalah hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia dan dikatakan juga spiritualitas amat penting bagi kehidupan manusia. Young & Koopsen (2007) juga menambahkan bahwa spiritualitas merupakan ekspresi dari motif dan dorongan dalam diri manusia yang diarahkan pada kedalaman hidupnya dan pada Tuhan, serta usaha seseorang dalam mencari makna, tujuan dan arah hidup. Spiritualitas juga dapat didefinisikan sebagai kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ‘sesuatu yang lebih besar dari manusia’ adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal :

- Komponen vertikal, merujuk pada adanya sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi (maha), sumber,kesadaran yang luar biasa, biasanya disebut Tuhan. Schreurs (2002) menambahkan bahwa spiritualitas merupakan hubungan personal dengan sosok transenden. - Komponen horizontal, yaitu melayani manusia secara

keseluruhan, merujuk pada aktivitas yang dilakukan bersama-sama misalnya kegiatan afiliasi atau ibadah keagamaan bersama. Fernando (2006) menambahkan bahwa spiritualitas juga bias tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain.


(36)

Dari berbagai definisi diatas, definisi spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepercayaan akan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu kesadaran yang menghubungkan seseorang langsung kepada Tuhan, atau yang disebut sebagai sumber keberadaan seseorang dalam mencapai suatu kebermaknaan hidup , yang disertai dengan melakukan pelayanan maupun aktifitas keagamaan kepada sesama manusia.

2. Aspek-aspek spiritualitas

Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional :

a. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk ‘mematikan’ bagian dari dirinya yang bersifat egosentrik dan defensive. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self).

b. Aspek kognitif, merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual dimana seseorang mencoba untuk menjadi lebih dapat memahami realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman tersebut.


(37)

c. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan.

3. Dimensi kunci spiritualitas

Dimensi kunci spiritualitas (Underwood dalam Fetzer Institude, 1999) antara lain:

a. Connection with the Transcendent

Seperti halnya hubungan individu dengan orang lain, kualitas keintiman dengan sosok transcendental juga sangat penting. Hal ini ditujukan baik kepada individu yang mwmiliki pengalaman hubungan dengan sosok transcendental secara pribadi dan individu yang menggambarkan pengertian yang lebih umum akan hubungan dengan sosok transenden.

b. Sense of Support from the Transcendent Dimensi ini dinyatakan dalam 3 cara yakni

- Strength and support : dinyatakan dalam bentuk dukungan sosial dan rasa nyaman dari sosok transendental.

- Perceived love : individu percaya bahwa Tuhan mencintai tanpa dicintai. Dukungan emosional serta perasaan dicintai dapat membuktikan bahwa hal ini penting dalam hubungan agama maupun masalah spiritual. Kualitas cinta yang diberikan oleh


(38)

Tuhan berbeda dengan cinta manusia akan sesamannya, dan ada banyak jenis cinta yang ditujukan kepada Tuhan. Kasih Tuhan dapat sebagai penegasan, serta dapat berkontribusi terhadap rasa percaya diri dan harga diri.

- Inspiration/Discernment : terkait dengan harapan akan campur tangan Ilahi atau inspirasi dan perasaan bahwa kekuatan Ilahi telah menginspirasi atau melakukan pertolongan.

c. Sense of Wholeness, Internal Integration

Dimensi ini mencoba menggali lebih dalam melampaui kesejahteraan psikologis seseorang.

d. Transcendent Sense of Self

Mencoba mengidentifikasi pengalaman pelayanan dan kebaktian semasa hidup dimana saat ini perhatian individu dapat dialihkan saat melakukan ibadah. Adanya sosok transcendental yang melebihi penyakit fisik dan masalah psikologis menunjukkan bahwa hidup tidak hanya terdiri dari aspek fisik dan psikologis. e. Sense of awe

Aspek ini mencoba menjelaskan bagaimana cara individu mengalami pengalaman transcendental. Rasa kagum dapat dipicu oleh pemaparan akan alam, atau langit malam, dan memiliki kemampuan untuk memperoleh pengalaman spiritual yang melintasi batas agama dan mempengaruhi individu tanpa koneksi keagamaan.


(39)

f. Sense of gratitude

Aspek ini dianggap sebagai pusat spiritualitas bagi kebanyakan orang, serta kemungkinan berkoneksi dengan cara –cara positif secara psikologis dalam memandang kehidupan. Hal ini dikarenakan kemungkinan koneksi antara rasa syukur dan keadaan hidup, stressor eksternal dapat mengubah perasaan individu terkait rasa syukur. Penting untuk diingat bahwa beberapa orang menemukan berkat yang mendalam bahkan dalam situasi mengerikan sekalipun.

g. Sense of compassion

Compassion merupakan nilai dalam Buddha, Kristiani, Yahudi, dan juga dapat berguna diluar agama tersebut.

h. Sense of mercy

Membahas pengertian perasaan akan belas kasihan, bukan sekedar kesadaran kognitif bahwa belas kasihan merupakan kualitas yang baik. Mercy berkaitan erat dengan pengampunan, namun lebih dalam dari sekedar tindakan mengampuni.

i. Longing for the transcendent

Mengevaluasi pengalaman spiritual, untuk menilai keinginan atau kerinduan spiritual.


(40)

C. Pensiun

1. Defenisi Pensiun

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pensiun merupakan individu yang tidak bekerja lagi karena masa tugasnya sudah selesai. Hurlock (1996) menyatakan bahwa masa pensiun merupakan pengunduran diri individu dari aktivitas sehari-hari dan kebanyakan individu memandang pensiun sebagai masa kritis, dikarenakan persepsi orang lain terhadap dirinya yang sudah tidak berguna dan tidak kompeten lagi. Masa pensiun, menurut Schwartz (dalam Hurlock, 1996) merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu.

Santrock (1998) mengungkapkan bahwa pensiun merupakan masa penyesuaian yang mengakibatkan pergantian peran, perubahan dalam interaksi sosial dan terbatasnya sumber keuangan. Individu yang merasa pekerjaan sebagai hidup dan identitas mereka akan merasa kehilangan saat pensiun tiba.

2. Batas Usia Pensiun

Batas usia pensiun Pegawai Negeri Sipil di Indonesia diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 tahun 2014 Bab II tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Yang Mencapai Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional. Berikut adalah bunyi pasal tersebut :


(41)

(1) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

(2) Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu : a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat fungsional Ahli

Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat fungsional Keterampilan; b. 60 (enam puluh) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang

memangku:

(1) Jabatan Fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya; (2) Jabatan Fungsional Apoteker;

(3) Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

(4) Jabatan Fungsional Dokter Gigi yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri;

(5) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Muda dan Pertama;

(6) Jabatan Fungsional Medik Veteriner; (7) Jabatan Fungsional Penilik;

(8) Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah;

(9) Jabatan Fungsional Widyaiswara Madya dan Muda; atau (10)Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden. c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang


(42)

(1) Jabatan Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian;

(2) Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya;

(3) Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama; (4) Jabatan Fungsional Pengawas Radiasi Utama; (5) Jabatan Fungsional Perekayasa Utama; (6) Jabatan Fungsional Pustakawan Utama;

(7) Jabatan Fungsional Pranata Nuklir Utama; atau

(8) Jabatan Fungsional lain yang ditentukan oleh Presiden.

Menurut Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mengatur kapan saatnya pensiun dan berapa Batas Usia Pensiun (BUP) untuk pekerja sektor swasta. Dalam pasal 167 ayat 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa salah satu alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah karena pekerja telah memasuki usia pensiun. Akan tetapi tidak diatur secara jelas dan tegas pada usia berapa batas usia pensiun berlaku. Ketentuan mengenai batas usia pensiun ditetapkan dalam Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP) / Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

`Maka dapat disimpulkan bahwa batas usia pensiun bagi pegawai negeri maupun swasta adalah 58 tahun hingga 65 tahun.


(43)

Ditinjau berdasarkan batas usia pensiun diatas, maka tergolong ke dalam kategori middle adulthood yakni rentang usia 40 hingga 65 tahun (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Adapun perubahan yang terjadi pada masa ini adalah :

- Perubahan fisik : menurunnya kinerja sensoris dan psikomotor, masalah penglihatan seperti myopia dan byopia, menurunnya kemampuan pendengaran, mengalami gangguan pada metabolisme, terjadinya menopause pada wanita, dan andropause pada pria, serta kemungkinan terjadinya beberapa masalah kesehatan lainnya.

- Perubahan kognitif : berada pada masa puncak kognitif, meningkatnya kemampuan memecahkan masalah, serta menggabungkan logika dengan intuisi dan emosi.

3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah pada masa pensiun Menurut Jacinta (2001) terdapat beberapa penentu terjadinya masalah di masa pensiun yaitu :

a. Kepuasan kerja dan pekerjaan

Pekerjaan membawa kepuasan tersendiri karena disamping mendatangkan uang dan fasilitas, dapat juga memberikan nila dan kebanggaan pada diri sendiri (karena berprestasi maupun kebebasan menuangkan kreativitas). Pada saat pensiun, mereka akan merasa kehilangan harga diri dan ditambah kesepian karena tidak punya teman-teman.


(44)

b. Usia

Banyak orang yang takut menghadapi masa tua karena asumsinya jika sudah tua maka fisik akan semakin lemah, makin banyak penyakit, cepat lupa, penampilan makin tidak menarik dan makin banyak hambatan lain yang membuat hidup makin terbatas. Pensiun sering diidentikkan dengan tanda seseorang memasuki masa tua. Banyak orang mempersepsi secara negative dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas makin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi organisasi tempat mereka bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi seseorang sehingga ia menjadi over sensitive dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi inilah yang akan membuat orang jadi sakit-sakitan saat pensiun tiba.

c. Kesehatan

Beberapa peneliti melakukan penelitian dan menemukan bahwa kesehatan mental dan fisik merupakan prekondisi yang mendukung keberhasilan seseorang beradaptasi terhadap perubahan yang disebabkan oleh pensiun. Hal ini masih ditambah dengan persepsi orang tersebut terhadap penyakit atau kondisi fisiknya. Jika ia menganggap bahwa kondisi fisik


(45)

atau penyakit yang dideritanya itu sebagai hambatan besar dan bersikap pesimistik terhadap hidup, maka ia akan mengalami masa pensiun dengan penuh kesukaran. Menurut hasil penelitian, pensiun tidak menyebabkan orang menjadi cepat tua dan sakit-sakitan, karena justru berpotensi meningkatkan kesehatan karena mereka semakin bias mengatur waktu untuk berolah tubuh.

d. Persepsi seseorang tentang bagaimana ia akan menyesuaikan diri dengan masa pensiunnya

Hal ini erat kaitannya dengan rencana persiapan yang dibuat jauh sebelum masa pensiun tiba. Menurut para ilmuwan, perencanaan yang dibuat sebelum pensiun akan memberikan kepuasan dan rasa percaya diri pada individu bersangkutan. Bagaimana pun juga, perencanaan untuk masa pensiun bukanlah sesuatu yang berlebihan karena banyak aspek kehidupan yang harus disiapkan dan dipertahankan seperti keuangan (apa yang akan dilakukan untuk tetap bisa berpenghasilan, apakah terdapat keinginan untuk mencari kerja part time), kesehatan (bagaimana cara agar dapat menjaga kesehatan ), spiritualitas (bagaimana supaya saya memiliki kehidupan rohani yang sehat dan tetap memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan), dan kehidupan sosial (apa kegiatan kebersamaan dengan teman-teman kelak, saya ingin aktif


(46)

dalam kegiatan seperti apa, dsb). Namun, hal ini juga tidak terlepas dari persepsinya tentang hidup dan diri sendiri. Individu yang kurang percaya pada potensi diri dan kurang memiliki kompetensi sosial yang baik cenderung akan pesimistik dalam menghadapi masa pensiunnya karena merasa cemas dan ragu, akankah ia mampu menghadapi dan mengatasi perubahan hidup dan membangun kehidupan yang baru.

e. Status sosial sebelum pensiun

Status sosial berpengaruh terhadap kemampuan seseorang menghadapi masa pensiunnya. Jika semasa kerja ia memiliki status sosial tertentu sebagai hasil dari berprestasi dan kerja keras (sehingga mendapat penghargaan dan pengakuan dari masyarakat atau organisasi), maka ia cenderung lebih memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik (karena konsep diri yang positif atau social network yang baik). Namun, jika status sosial tersebut didapat bukan murni dari hasil jerih payah prestasinya (misalnya lebih karena politis dan uang/harta) maka orang tersebut justru cenderung mengalami kesulitan saat menghadapi pensiun karena begitu pensiun, maka kebanggaan dirinya lenyap sejalan dengan hilangnya atribut dan fasilitas yang menempel pada dirinya selama ia masih bekerja.


(47)

D. Hubungan Spiritualitas Dengan Kepuasan Hidup Pada Pensiunan

Bekerja merupakan aktivitas penting dalam kehidupan manusia guna memenuhi salah satu dari kelima hierarki kebutuhan Maslow yakni physiological need, safety need, love and belongingness need, self esteem need, dan self actualization (Eliana, 2003). Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya usia maka seseorang akan mengalami penurunan fungsi fisik dan kognitif yang akan mempengaruhi produktivitasnya dalam bekerja. Saat memasuki batas usia tertentu, instansi tempat individu bekerja mengharuskan individu untuk berhenti dari pekerjaannya, atau disebut dengan pensiun (Tarigan dalam Rahmi, 2013).

Masa pensiun, menurut Schwartz merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru, dimana pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup individu (Hurlock, 1991).

Individu diharapkan dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun mental, demi dapat mencapai kepuasan hidup (Minaswari, 2007). Salah satu variabel prediktor kepuasan hidup adalah spiritualitas (Diener & Biswas-Diener, 2008). Dengan kegiatan spiritual, mereka dapat mencari makna kehidupan setelah tidak bekerja lagi. Spiritualitas diperkirakan dapat membantu proses penerimaan dan penyesuaian atas kondisi yang dialami pensiunan. Sehingga, mereka dapat merasa lebih puas akan kehidupannya.


(48)

E. HIPOTESIS

Hipotesa dalam penelitian ini adalah spiritualitas berpengaruh pada kepuasan hidup pensiunan. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa semakin tinggi tingkat spiritualitas pensiunan maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan hidupnya, dan semakin rendah tingkat spiritualitas pensiunan maka semakin rendah pula tingkat kepuasan hidupnya.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan.Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode korelasional.

1. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

a. Variabel tergantung (dependentvariable) : Kepuasan Hidup b. Variabel bebas (independentvariable) : Spiritualitas

2. DEFENISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Defenisi Operasional setiap variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepuasan Hidup adalah penilaian kognitif seseorang atas kehidupannya, membandingkan antara apa yang diinginkan dengan apa yang telah dicapai, meliputi perasaan cukup, damai, dan puas. Kepuasan Hidup diukur dengan menggunakan The Life Satisfaction Index yang dikemukakan oleh Neugarten & Havighurst (1961). Alat ukur tersebut diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan back translation process. Total skor akan menunjukkan tingkat kepuasan


(50)

individu akan kehidupannya. Dimana semakin tinggi skor akan menunjukkan perasaan puas yang tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan rendahnya rasa puas individu akan kehidupannya.

b. Spiritualitasmerupakan tingkat kepercayaan akan adanya kekuatan non-fisik yang Maha Besar yang menjadi sumber motivasi dalam usahanya mencapai kebermaknaan hidup, baik dalam konteks hubungannya dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Spiritualitas diukur dengan menggunakan Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan back translation process. Semakin tinggi skor spiritualitas menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin rendah.

3. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN

3.1.Populasi dan sampel

Populasi merupakan objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.Populasi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek tersebut (Sugiyono, 2004).


(51)

Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Pensiunan

b. Usia 58-72 tahun

c. Maksimal batas pensiun 7 tahun

3.2.Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil secara nonrandom, dengan accidental sampling, dimana pengambilan sampel didasarkan kepada individu-individu atau grup-grup yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yang kebetulan dijumpai dan bersedia mengisi alat ukur(Hadi, 2000). Teknik ini bersifat praktis yang didasarkan dari keterbatasan waktu dan dana.

4. METODE PENGAMBILAN DATA

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat ukur berbentuk inventori dimana disediakan daftar pernyataan yang harus direspon oleh responden.Alat ukur yang digunakan adalah pengukuran Spiritualitasdan pengukuran Kepuasan Hidup.

Dalam penelitian ini, alat pengukuran Kepuasan Hidup menggunakan The Life Satisfaction Index yang dikemukakan oleh Bernice L.Neugarten & Robert J.Havighurst (1961). Alat ukur ini menggunakan dua pilihan respon yakni Setuju dan Tidak Setuju. Tingkat penilaian untuk Kepuasan Hidup dapat dilihat pada tabel 1.


(52)

Tabel 1. Tingkat Penilaian Pengukuran Kepuasan Hidup

Setuju 1

Tidak Setuju 0

Tabel 2. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sebelum Uji Coba Aitem

Favorable

Aitem Unfavorable

Jumlah

1,2,4,6,8,9,11,12,13,15,16,19 3,5,7,10,14,17,18,20 20

Pengukuran Spiritualitas dalam penelitian ini menggunakan Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002).Alat ukur ini menggunakan model skala Likert dengan enam alternatif respon yang harus dipilih.Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Penilaian Pengukuran Spiritualitas

Banyak kali dalam sehari 6

Setiap hari 5

Kebanyakan hari 4

Beberapa hari 3

Sesekali 2


(53)

Tabel 4. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sebelum Uji Coba

No. Dimensi Aitem Jumlah

1. Connection with the Transcendent 1,2 2

2. Sense of Support from the Transcendent 4,5,7,8,9 5

3. Sense of Wholeness, Internal Integration 6 1

4. Transcendent Sense of Self 3 1

5. Sense of awe 10 1

6. Sense of gratitude 11 1

7. Sense of compassion 12 1

8. Sense of mercy 13 1

9. Longing for the transcendent 14,15 2

Jumlah 15

5. UJI COBA ALAT UKUR 5.1.Uji Validitas

Dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan dengantujuan adalah : pertama, seberapa jauh alat ukur Spiritualitas dan alat ukur Kepuasan Hidup mengukur atau mengungkap tingkat Spiritualitas dan tingkat Kepuasan Hidup dengan tepat pada kelompok pensiunan. Kedua, seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitianpengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan yang sebenarnya(Azwar, 2004).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan validitas isi yang merupakan validitas yang diestemasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis


(54)

rasional dan melalui professional judgement oleh dosen pembimbing di Fakultas Psikologi USU dengan mempertimbangkan indeks daya beda item.

Uji coba pengukuran Spiritualitas dan pengukuran Kepuasan Hidup dilakukan terhadap 42 pensiunan. Nilai daya beda aitem menggunakan batasan rit ≥ 0.257 untuk N = 42, dimana aitem yang memiliki nilai daya beda di bawah 0,257 akan dievaluasi. Didapat 11 aitem yang lolos pada skala kepuasan hidup dan pada skala spiritualitas tidak terdapat aitem yang gugur.

Pada pengukuran Spiritualitas didapat 15 aitem dengan indeks daya beda aitem bergerak dari rit= 0,399 sampai 0,793, dan koefisien reliabilitas sebesar 0,892. Pada pengukuran 20 aitem kepuasan hidup didapat indeks daya beda aitem bergerak dari rit= 0,000 sampai 0,604, dan koefisien reliabilitas sebesar 0,704. Dan setelah dilakukan evaluasi, maka hanya 11 aitem kepuasan hidup yang lolos dengan indeks daya beda aitem bergerak dari rit = 0,303 sampai 0,727, dan koefisien reliabilitas sebesar 0,734.

5.2.Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat konsistensi alat ukur yang bersangkutan biladiterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000).Reliabilitasalat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indicator konsistensi item-item tes dalam menjalankan fungsi ukurnya bersama-sama(Azwar, 1997).

Uji reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan pendekatanreliabilitas konsistensi internal yaitu single trial administration dimana


(55)

pengukuran hanya diberikan satu kali saja pada sekelompok individu.Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar,2004). Metode konsistensi internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien Alpha Cronbach, dimana tes dibelah menjadi bagian-bagian sebanyak jumlah aitem.

Reliabilitas yang baik adalah yang nilai rxx semakin mendekati 1. Dari 15 aitem spiritualitas yang diuji coba ditemukan nilai reliabilitas sebesar 0,892, dimana nilai ini dinyatakan baik. Dari 20 aitem kepuasan hidup yang diuji coba, ditemukan nilai reliabilitas sebesar 0,704, dimana nilai ini dinyatakan baik. Namun setelah dilakukan evaluasi terhadap ke 20 aitem kepuasan hidup tersebut, 9 diantaranya dinyatakan gugur sehingga tersisa 11 aitem yang layak digunakan. Maka setelah dilakukan analisa, seluruh aitem dianggap valid untuk mengukur pengaruh spiritualitas pada kepuasan hidup pensiunan. Dengan begitu, aitem-aitem setelah uji coba akan didistribusikan sebagai berikut :

Tabel 5. Distribusi Aitem Pengukuran Kepuasan Hidup Sesudah Uji Coba Aitem

Favorable

Aitem Unfavorable

Jumlah

1(1), 2(2), 6(4), 9(5), 12(6), 13(7), 15(8), 19(11)


(56)

Tabel 6. Distribusi Aitem Pengukuran Spiritualitas Sesudah Uji Coba

No. Dimensi Aitem Jumlah

1.

Connection with the

Transcendent

1,2 2

2.

Sense of Support from the Transcendent

4,5,7,8,9 5

3.

Sense of Wholeness, Internal Integration

6 1

4. Transcendent Sense of Self 3 1

5. Sense of awe 10 1

6. Sense of gratitude 11 1

7. Sense of compassion 12 1

8. Sense of mercy 13 1

9. Longing for the transcendent 14,15 2

Jumlah 15

6. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian akan diuraikan ke dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Persiapan

Dalam tahap ini, peneliti melakukan peninjauan pada pensiunan, bertujuan untuk dapat melihat bagaimana gambaran spiritualitas dan kepuasan hidup pada kelompok pensiunan.


(57)

b. Adaptasi Alat Ukur

Pada tahapan ini yang dilakukan oleh peneliti adalah mengadaptasi alat ukur. Penelitian ini menggunakan alat ukur Spiritualitas yang diadaptasi dari Daily Spiritual Experience Scale (DSES) yang dikemukakan oleh Underwood & Teresi (2002) yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan back translation process. Proses adaptasi dimulai dari menerjemahkan kelimabelas pernyataan dalam Daily Spiritual Experience Scale (DSES) kedalam Bahasa Indonesia. Kemudian, pernyataan yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia tersebut diterjemahkan kembali kedalam Bahasa Inggris.Total skor pada alat pengukuran akan menunjukkan tinggi rendahnya spiritualitas individu.Semakin tinggi skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin tinggi, dan semakin rendah skor menunjukkan tingkat spiritualitas yang semakin rendah.

Alat ukur Kepuasan Hidup yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari The Life Satisfaction Index yang dikemukakan oleh Bernice L.Neugarten & Robert J.Havighurst (1961) menggunakan back translation process. Proses adaptasi dimulai dari menerjemahkan keduapuluh pernyataan dalam The Life Satisfaction Index kedalam Bahasa Indonesia. Kemudian, pernyataan yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia tersebut diterjemahkan kembali kedalam Bahasa Inggris.


(58)

Total skor pada alat pengukuran menunjukkan tingkat kepuasan individu akan kehidupannya, dimana semakin tinggi skor menunjukkan perasaan puas yang tinggi akan kehidupannya, dan semakin rendah skor menunjukkan perasaan puas yang rendah akan kehidupannya.

c. Uji Coba Alat Ukur

Setelah alat ukur diadaptasi, maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 15 April 2014 sampai 25 April 2014 yang melibatkan 42 orang pensiunan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan pengambilan data dengan memberikan kedua alat ukur kepada subjek penelitian sebanyak 91 pensiunan.

3. Tahap Pengolahan Data Penelitian

Setelah diperoleh data maka dilakukan pengolahan data dengan menganalisa korelasi serta arah korelasi penelitian.

7. METODE ANALISIS DATA

Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data (Prasetyo, 2005). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


(59)

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung telah terdistribusi secara normal.Data penelitian dikatakan terdistribusi secara normal jika p > 0.05.Uji normalitas sebaran pada penelitian ini dianalisa dengan menggunakan Kolgomorov Smirnov, dengan bantuan SPSS version 20.0 for Windows.

b. Uji linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel Spiritualitas berkorelasi secara linear terhadap data Kepuasan Hidup. Uji linieritas dapat diketahui dengan hasil analisis statistik yaitu dengan metode statistik uji F. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung adalah jika p < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier, sebaliknya jika p > 0,05 berarti hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan tidak linier (Hadi, 2000).

c. Uji korelasi

Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson Product Momentguna melihat hubunganSpiritualitasdengan Kepuasan Hidup. Data variabel dikatakan memiliki korelasi yang sangat signifikan p < α, dimana α = 0,05.


(60)

BAB IV

ANALISA DAN INTERPRETASI DATA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian. Analisa data akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.

A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah pensiunan yang berusia minimal 55 tahun dan maksimal 72 tahun, dan tinggal di kota Medan. Total subjek penelitian adalah 91 orang, dan dari jumlah ini diperoleh gambaran subjek penelitian berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, agama, kapan pensiun, tempat bekerja sebelum pensiun, jabatan sebelum pensiun, status pernikahan, status tempat tinggal, pendidikan terakhir, dan status kesehatan saat ini.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Tabel 7. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan usia

Usia Jumlah Persentase (%)

55-60 tahun 31 orang 34,1 %

61-66 tahun 41 orang 45 %

67-72 tahun 19 orang 20,9 %


(61)

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian dengan rentang usia 55 hingga 60 tahun sebanyak 31 orang (34,1%), subjek penelitian dengan rentang usia 61 hingga 66 tahun sebanyak 41 orang (45%), dan subjek penelitian dengan rentang usia 67 hingga 72 tahun sebanyak 19 orang (20,9%).

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 8. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 58 orang 63,7 %

Perempuan 33 orang 36,3%

Total 91 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 58 orang (63,7%) dan subjek penelitian dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 33 orang (36,3%).


(62)

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Suku

Tabel 9. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Suku Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Toba 8 orang 8,8 %

Karo 31 orang 34,1%

Mandailing 8 orang 8,8 %

Angkola 1 orang 1,1 %

Minangkabau 6 orang 6,6 %

Jawa 19 orang 20,9 %

Melayu 8 orang 8,8 %

Dll 10 orang 10,9 %

Total 91 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian suku Toba sebanyak 8 orang (8,8%), subjek penelitian suku Karo sebanyak 31 orang (34,1%), subjek penelitian suku Mandailing sebanyak 8 orang (8,8%), subjek penelitian suku Angkola sebanyak 1 orang (1,1%), subjek penelitian suku Minangkabau sebanyak 6 orang (6,6%), subjek penelitian suku Jawa sebanyak 19 orang (20,9%), dan subjek penelitian suku Melayu sebanyak 8 orang (8,8%), serta subjek penelitian suku dan lain-lain sebanyak 10 orang (10,9%).


(63)

4. Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Agama

Tabel 10. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Agama

Agama Jumlah Persentase (%)

Islam 52 orang 57.1 %

Kristen 37 orang 40.7%

Katolik 2 orang 2.2 %

Total 91 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang beragama Islam sebanyak 52 orang (57,1%), subjek penelitian yang beragama Kristen sebanyak 37 orang (40,7%), dan subjek penelitian yang beragama Katolik sebanyak 2 orang (2,2%).

5. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kapan Pensiun

Tabel 11. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Kapan Pensiun Kapan pensiun Jumlah Persentase (%)

0-11 bulan 29 hari 11 orang 12 %

1-2 tahun 7 orang 7,7 %

2-3 tahun 14 orang 15,4 %

3-4 tahun 8 orang 8,8 %

4-5 tahun 11 orang 12,1 %

5-6 tahun 12 orang 13,2 %

6-7 tahun 28 orang 30,8 %


(64)

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 0 hingga 11 bulan 29 hari sebanyak 11 orang (12%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 1 hingga 2 tahun sebanyak 7 orang (7,7%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 2 hingga 3 tahun sebanyak 14 orang (15,4%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 3 hingga 4 tahun sebanyak 8 orang (8,8%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 4 hingga 5 tahun sebanyak 11 orang (12,1%), jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 5 hingga 6 tahun sebanyak 12 orang (13,2%), dan jumlah subjek penelitian yang telah pensiun selama 6 hingga 7 tahun sebanyak 28 orang (30,8%).

6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun

Tabel 12. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Tempat Bekerja Sebelum Pensiun

Tempat Bekerja Jumlah Persentase (%)

PNS 43 orang 47,2 %

Swasta 21 orang 23,1 %

BUMN 27 orang 29,7 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang dulunya bekerja sebagai pegawai negeri sipil sebanyak 43 orang (47,2%), subjek penelitian


(65)

yang dulunya bekerja di instansi swasta sebanyak 21 orang (23,1%), dan subjek penelitian yang dulunya bekerja di Badan Usaha Milik Negara sebanyak 27 orang (29,7%).

7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun Tabel 13. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Jabatan Sebelum Pensiun

Jabatan sebelum pensiun Jumlah Persentase (%)

Pimpinan/Direktur 3 orang 3,3 %

General Manager, Manager, Kepala Bidang, Kepala Sekretaris, Vice President

38 orang 41,7 %

Sekretaris, Penata Madya, Guru, Bendahara

18 orang 19,8 %

Pegawai, Staff, Asisten Sekretaris 32 orang 35,2 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang dulunya menduduki jabatan pimpinan / direktur sebanyak 3 orang (3,3%), subjek penelitian yang dulunya menduduki jabatan General Manager, Manager, Kepala Bidang, Kepala Sekretaris, Vice President sebanyak 38 orang (41,7%), subjek penelitian yang dulunya menduduki jabatan Sekretaris, Penata Madya, Guru, Dosen, Bendahara sebanyak 18 orang (19,8%), dan subjek penelitian yang


(66)

dulunya menduduki jabatan Pegawai, Staf, Asisten Sekretaris sebanyak 32 orang (35,2%).

8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan

Tabel 14. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan Jumlah Persentase (%)

Menikah 71 orang 78 %

Bercerai 4 orang 4,4 %

Pasangan Meninggal 15 orang 16,5 %

Tidak Menikah 1 orang 1,1 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang menikah sebanyak 71 orang (78%), subjek penelitian yang bercerai sebanyak 4 orang (4,4%), subjek penelitian yang menjadi duda/janda karena pasangan meninggal sebanyak 15 orang (16,5%), dan subjek penelitian yang tidak menikah sebanyak 1 orang (1,1%).


(67)

9. Gambaran Sampel Penelitian Berdasarkan Status Tempat Tinggal

Tabel 15. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Tempat Tinggal

Status Tempat Tinggal Jumlah Persentase (%)

Hak Milik Sendiri 81 orang 89 %

Sewa 2 orang 2,2 %

Tinggal di Rumah Anak 2 orang 2,2 %

Tinggal di Rumah Saudara 2 orang 2,2 %

Dll 4 orang 4,4 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang tinggal dirumah sendiri sebanyak 81 orang (89%), subjek penelitian yang tinggal di rumah sewa sebanyak 2 orang (2,2%), subjek penelitian yang tinggal di rumah anak sebanyak 2 orang (2,2%), subjek penelitian yang tinggal di rumah saudara sebanyak 2 orang (2,2%), dan subjek penelitian yang tinggal selain keempat pilihan diatas sebanyak 4 orang (4,4%).


(68)

10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 16. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)

SLTP (SMP, MTS, dll) 2 orang 2,2 %

SLTA (SMA, SMK,

MAN, dll)

14 orang 15,4 %

D-3/D-4 18 orang 19,8 %

S1 40 orang 43,9 %

S2 14 orang 15,4 %

S3 3 orang 3,3 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian dengan pendidikan terakhir SLTP(SMP, MTS, dll) sebanyak 2 orang (2,2%), subjek penelitian dengan pendidikan terakhir SLTA (SMA, SMK, MAN, dll) sebanyak 14 orang (15,4%), subjek penelitian dengan pendidikan terakhir D-3/D-4 sebanyak 18 orang (19,8%), subjek penelitian dengan pendidikan terakhir S1 sebanyak 40 orang (43,9%), subjek penelitian dengan pendidikan terakhir S2 sebanyak 14 orang (15,4%), dan subjek penelitian dengan pendidikan terakhir S3 sebanyak 3 orang (3,3%).


(69)

11. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini Tabel 17. Penyebaran subjek penelitian berdasarkan Status Kesehatan Saat Ini

Status Kesehatan Jumlah Persentase (%)

Sakit 1 orang 1,1 %

Agak Sakit 4 orang 4,4 %

Agak Sehat 16 orang 17,6 %

Sehat 70 orang 76,9 %

Total 91 orang 100 %

Berdasarkan data pada tabel diatas, jumlah subjek penelitian yang kesehatannya tidak baik atau sakit sebanyak 1 orang (1,1%), jumlah subjek penelitian yang kesehatannya kurang baik sebanyak 4 orang (4,4%), jumlah subjek penelitian yang kesehatannya cukup baik sebanyak 16 orang (17,6%), dan jumlah subjek penelitian yang sehat sebanyak 70 orang (76,9%).

B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Sebelum melakukan analisis tersebut maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang digunakan untuk mengetahui pengolahan data yang akan dipakai. Uji asumsi dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji linieritas.


(1)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan hormat,

Sehubungan dengan persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan Sarjana di F.Psikologi USU, saya akan mengadakan penelitian mengenai Pensiunan. Untuk itu, saya memerlukan kerjasama dan kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner ini.

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, kuesioner I berisi 15 pernyataan dan kuesioner II berisi 11 pernyataan. Setiap orang dapat mempunyai jawaban yang berbeda sesuai kondisi masing-masing. Oleh karena itu, SEMUA JAWABAN ADALAH BENAR.

Jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja.

Bantuan dan partisipasi Anda sangat besar artinya bagi keberhasilan penelitian ini. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih.

Hormat saya,


(2)

KUESIONER I

No Pernyataan Sering

sekali perharinya

Setiap hari

Hampir setiap

hari

Beberapa hari

Sekali sekali

Tidak pernah

atau hampir

tidak pernah 1. Saya merasa Tuhan mendampingi/ menyertai saya

2. Saya merasa dekat dengan Tuhan

3. Ketika melakukan ibadah (berdoa, sembahyang, pelayanan, dsb), saya merasa sangat bahagia/ sukacita sehingga beban hidup terasa lebih ringan

4. Saya menemukan kekuatan dalam keyakinan yang saya anut

5. Saya menemukan rasa damai dalam keyakinan yang saya anut

6. Saya merasakan ketenangan jiwa saat saya beribadah (berdoa, sembahyang, pelayanan, dsb)

7. Saya memohon bantuan Tuhan dalam aktivitas sehari-hari 8. Saya merasa Tuhan mengasihi dan menyayangi saya 9. Menurut saya, kasih sayang orang lain terhadap saya


(3)

No Pernyataan Sering sekali perharinya

Setiap hari

Hampir setiap

hari

Beberapa hari

Sekali sekali

Tidak pernah

atau hampir

tidak pernah 10. Melihat betapa luar biasanya ciptaan Yang Maha Kuasa

membuat iman saya menjadi lebih kuat 11. Saya bersyukur atas berkat yang saya terima

12. Saya memiliki kepedulian kepada orang lain tanpa pamrih 13. Saya mampu mentoleransi orang yang berbuat salah pada

saya

14. Saya berkeinginan untuk lebih dekat lagi dengan Tuhan

No Pernyataan Tidak Dekat

Sama Sekali

Agak Dekat Cukup Dekat Sangat Dekat


(4)

KUESIONER II

No. Pernyataan Setuju Tidak

setuju

1. Segalanya menjadi lebih baik seiring bertambahnya usia saya 2. Saya telah mengalami banyak

perubahan positif dalam hidup saya dibandingkan orang lain 3. Sebenarnya, hidup saya bisa lebih

bahagia daripada sekarang

4. Saat ini merupakan masa terbaik dalam hidup saya

5. Semua hal yang saya kerjakan selalu terasa menarik

6. Saya merasa cukup puas dengan kehidupan saya selama ini

No. Pernyataan Setuju Tidak

setuju

7. Saya tidak ingin mengubah apapun yang terjadi di masa lalu saya meskipun saya bisa

8. Penampilan saya terlihat jauh lebih baik dibandingkan orang-orang seumuran saya

9. Kalau mengingat kembali kehidupan saya, banyak hal-hal penting yang gagal saya capai 10. Saya lebih sering mengalami

keterpurukan dalam hidup dibandingkan orang lain

11. Saya telah mencapai apa yang saya inginkan dalam hidup


(5)

IDENTITAS DIRI

Isilah titik-titik di bawah ini, beri tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan diri Anda dan coret yang tidak perlu pada tanda bintang (*)

1. Usia : ….. tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan (*)

3. Suku :  Toba  Karo  Mandailing  Angkola  Aceh  Minangkabau  Simalungun  Pakpak  Nias  Jawa  Melayu  dll ……… (sebutkan)

4. Agama :  Islam Kristen  Katolik  Hindu  Budha  Konghucu Agama / kepercayaan lain, sebutkan………

5. Kapan pensiun : ……..tahun, ……..bulan

6. Tempat bekerja sebelum pensiun : PNS, sebutkan ………. Swasta, sebutkan ………. BUMN, sebutkan ………. 7. Jabatan sebelum pensiun :

8. Status pernikahan :  Menikah

Duda/Janda  Bercerai


(6)

9. Status Tempat Tinggal : Tinggal di rumah sendiri  Hak milik sendiri  Sewa

 Tinggal di rumah anak  Tinggal di rumah saudara  dll, sebutkan ……….

10.Pendidikan terakhir :  SLTP (SMP, MTS, dll)  S1  SLTA (SMA, SMK, MAN, dll)  S2

 D-3 / D-4  S3

11.Status Kesehatan Saat ini