Struktur kepuasan hidup Pengaruh Spiritualitas Pada Kepuasan Hidup Pensiunan

mempengaruhi domain kepuasan seseorang. Seseorang yang umumnya puas dengan kehidupannya juga akan mengevaluasi domain penting dalam kehidupan dengan lebih positif, meskipun kepuasan hidup secara umum tidak hanya didasarkan pada kepuasan terhadap domain tersebut saja.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan dimensi kognitif subjective well-being, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener yaitu: a. Perbedaan jenis kelamin Diener 2009 menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan subjective well being yang signifikan antara pria dan wanita. b. Tujuan Emmons dalam Diener, 1999 menyatakan bahwa berbagai bentuk tujuan seseorang, termasuk adanya tujuan yang penting, kemajuan tujuan-tujuan yang dimiliki, dan konflik dalam tujuan-tujuan yang berbeda memiliki implikasi pada emotional dan cognitive well being. c. Kepribadian Tatarkiewicz dalam Diener, 1984 menyatakan bahwa kepribadian lebih berpengaruh pada subjective well being dibandingkan dengan faktor lainnya. Beberapa variabel kepribadian menunjukkan kekonsistenan dengan subjective well being diantaranya self esteem. Campbell dalam Diener, 1984 menunjukkan bahwa kepuasan terhadap diri merupakan prediktor kepuasan terhadap hidup. d. Kualitas hubungan sosial Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dalam Diener Scollon, 2003 menunjukkan bahwa individu dengan kepuasan hidup tinggi memiliki kualitas hubungan sosial yang dinilai baik, biasanya berhubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan. e. Agama dan spiritualitas Diener 2009 menyatakan bahwa secara umum orang yang religius cenderung memiliki tingkat well being yang lebih tinggi. Partisipasi dalam pelayanan relijius, kegiatan keagamaan bersama, berhubungan dengan Tuhan biasanya melalui berdoa dikaitkan dengan tingkat well being yang lebih tinggi. Diener 2009 juga menyatakan bahwa hubungan positif antara spiritualitas dan religiusitas dengan subjective well being berkaitan dengan terciptanya kelompok dan dukungan sosial oleh kelompok keagamaan. Spiritualitas dan religiusitas mengacu kepada keyakinan dan praktek bahwa terdapat dimensi transenden di dalam kehidupan. Keyakinan ini menentukan jenis atribusi yang dibuat manusia, makna hidup, dan bagaimana manusia menciptakan hubungan. Religiusitas diyakini menjelaskan derajat penerimaan individu dari keyakinan yang berhubungan dengan pemujaan figure Illahi dan partisipasi individu pada pemujaan publik maupun pribadi. Relijiusitas merupakan hal yang dibentuk dan diadakan oleh manusia, yang umumnya disebut