Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini merupakan kajian tentang proses perkembangan Nandong sebagai kesenian tradisional masyarakat di Kecamatan Simeulue Timur, Kabupaten Simeulue, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kesenian tradisional kita ketahui secara umum sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan pada masa sekarang ini. Untuk itulah diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang proses perkembangan kesenian tradisional itu hingga pada masa sekarang di masyarakat. Perlunya pelestarian dan pengembangan, karena kesenian tradisional adalah merupakan salah satu aset bangsa dan salah satu identitas budaya lokal yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional. Bangsa Indonesia merupakan masyarakat majemuk terdiri atas beberapa ragam etnis, bahasa, dialek, kesenian, religi dan agama, tersebar di berbagai daerah yang mendiami berbagai kepulauan nusantara. Indonesia terdiri atas banyak pulau sekitar 17.000 pulau yang tersebar di seluruh nusantara yang dihuni oleh berbagai macam suku-suku bangsa. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki identitas budaya yang merupakan jati diri sebuah masyarakat. Hal inilah yang menandakan adanya perbedaan ciri khas antara setiap suku-suku bangsa yang ada di setiap daerah dalam kebudayaannya. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan ciri Universitas Sumatera Utara setiap masyarakat yang bermukim di seluruh penjuru nusantara. Dengan demikian, setiap ciri-ciri yang tampak di masyarakat tersebut adalah merupakan kekayaan budaya nasional yang patut kita ketahui dan dilestarikan keberadaannya. Ciri pokok yang selalu tampak di masyarakat pada setiap suku – suku bangsa yang ada di Indonesia salah satunya adalah kesenian tradisional. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kesenian tradisional yang mereka wujudkan dalam berbagai bentuk seperti ukiran, lukisan, tari-tarian, pantun, gurindam, lagu daerah, dan sebagainya. Kesenian tradisional masyarakat Indonesia tersebut, memiliki corak – corak yang beraneka warna bentuk, fungsi, serta makna – makna yang terkandung di dalamnya, menunjukkan kekhasan suatu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini dapat terlihat pada ragam tingkah laku dan aktivitas masyarakat pada setiap waktu dalam memproduksi suatu kesenian tradisional. Kesenian yang ada di Indonesia adalah suatu keindahan dan keterampilan yang memiliki fungsi dan tujuan untuk masyarakat. Kesenian tidak pernah terlepas dari masyarakat, sebagai salah satu bagian dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari kebudayaan itu sendiri Umar Kayam, 1981:38. Seni juga merupakan keahlian dan keterampilan manusia untuk mengekspresikan dan menciptakan hal – hal yang indah serta bernilai bagi kehidupan baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat umum Ariyono dalam kamus antropologi, 1985:368. Universitas Sumatera Utara Kesenian merupakan salah satu isi dari kebudayaan manusia secara umum, karena dengan berkesenian adalah cerminan dari suatu bentuk peradaban yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan cita – cita dan keinginan dengan berpedoman pada nilai-nilai yang berlaku dan dilakukan dalam bentuk aktivitas berkesenian, sehingga masyarakat mengetahui bentuk keseniannya. Untuk menjaga kesenian- kesenian yang telah mentradisi dalam kehidupan masyarakat, serta untuk melestarikannya dalam masa pembangunan nasional, kita harus menyadari sesungguhnya bentuk-bentuk kesenian tradisional yang telah mengakar di tengah- tengah masyarakat tersebut, perlu dilestarikan karena merupakan cerminan budaya nasional kita. Kesenian tradisional masyarakat pada perkembangan saat ini beberapa di antaranya banyak yang telah mulai menghilang di tengah-tengah masyarakat bahkan sebagian lainnya terlupakan, atau pada bagian lainnya kesenian tersebut diadopsi oleh negara tetangga seperti Malaysia misalnya yang beberapa waktu lalu di kalangan media massa serta masyarakat menjadi pembicaraan hangat atas pengklaiman kepemilikan salah satu kesenian tradisional masyarakat Indonesia yaitu tarian Reog Ponorogo. Keadaan ini dapat menimbulkan permasalahan menghilangnya identitas budaya yang khas selama ini, sehingga pada akhirnya dapat menghilangkan jati diri dan kepercayaan masyarakat pada suatu bangsa yang berbudaya. Berikut petikan berita surat kabar “Pikiran Rakyat” baru-baru ini tentang kondisi kesenian tradisional kita di Jawa sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Kesenian tradisional teater dan sandiwara rakyat dari rumpun seni tutur tradisional menjadi bagian dari 10 persen kesenian tradisional yang punah. Tidak kurang dari 40 kesenian tradisional Jawa Barat dari 243 jenis kesenian terancam punah. “Ada banyak penyebab punahnya kesenian tradisional di Jawa Barat. Selain karena tokohnya meninggal dunia, kesenian sudah tidak mendapat tempat ataupun tidak ditanggap masyarakatnya serta kalah dengan kesenian yang berkembang saat ini,” ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Drs. Nunung Sobari, M.M., dalam paparanya pada acara Forum Diskusi Wartawan Bandung, bertempat di Toko Yu, Jalan Hasanudin Bandung, Rabu 222. Sedangkan kesenian yang terancam punah, ungkap Nunung, kebanyakan berupa seni teater dan sandiwara rakyat, reog, masres dan sebagainya. Dikatakannya, jika tidak ada upaya dari masyarakat maupun pemerintah daerah, seni yang terancam punah ini justru akan punah. Oleh karena itu, lanjut dia, Disparbud Jabar melalui Balai Taman Budaya Jabar melakukan program pewarisan seni dan revitalisasi seni. Untuk menangani kepunahan sejumlah kesenian tradisional, menurut Nunung, Disparbud Jabar melalui Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat BPTB Jabar melakukan program revitalisasi dan pewarisan. Program pewarisan yang diselenggarakan sejak tahun 2005 hingga 2011 telah merevitalisasi 11 kesenian tradisional dan tahun 2012 ada tiga kesenian yang masuk program revitalisasi dan 13 kesenian masuk program pewarisan. Kesenian tradisional yang berhasil direvitalisasi, meliputi kesenian Topeng Lakon Kab. Cirebon, Gondang Buhun Kab. Ciamis, Angklung Badud Kota Tasikmalaya, Parebut Seeng Kab. Bogor, Goong Kaman Kab. Bekasi, Cokek Kab. Bekasi, Gamelan Ajeng Kab. Karawang, Topeng Menor Kab. Subang, Randu Kentir Kab. Indramayu, Seni Uyeg Kota Sukabumi dan Ketuk Tilu Buhun Kota Bandung. “Dari kesebelas kesenian yang punah dan nyaris punah, kesenian Uyeg pada masa kerajaan Padjajaran abad ke 15 yang paling tua, dan tahun ini ada empat yang masuk program revitalisasi,” terang Nunung Sumber elektronik http:www.pikiran-rakyat.com, 23 februari 2012. Kutipan berita tersebut mengisyaratkan bahwa keadaan kesenian tradisional kita sangat memprihatinkan. Keadaan tersebut perlu kita sadari dan waspadai saat ini agar generasi mendatang mengenal bentuk-bentuk kesenian tradisional bangsanya dan mengembangkan kesenian tradisional tersebut sesuai dengan aturan dan norma- norma yang berlaku. Selain itu, kebijakan-kebijakan politik dan perdagangan dunia memungkinkan tidak terjaringnya budaya-budaya dan jenis-jenis kesenian bangsa Universitas Sumatera Utara lainnya yang tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. Pada akhirnya dapat merusak moral generasi yang akan datang terhadap nilai-nilai budaya dan nilai-nilai luhur kesenian tradisional bangsa kita sendiri. Hal ini menandakan bahwa perkembangan kesenian tradisional yang merupakan kebudayaan nasional tersebut dapat terpinggirkan pada masa yang akan datang apabila kesadaran manusia untuk bangga terhadap keseniannya terlupakan. Perkembangan kesenian tradisional di Indonesia sesungguhnya sangat banyak variasi bentuk dan corak ragamnya. Namun, beberapa diantara varian-varian kesenian tradisional tersebut masih banyak yang belum diketahui oleh masyarakat Indonesia secara umum. Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai alasan, yang mana pada intinya kurangnya kesadaran kita untuk menginventarisasi, merevitalisasi, melestarikan serta mengembangkan kesenian tradisional tersebut pada masa sekarang ini. Padahal, kesenian tradisional tersebut mengandung makna – makna berupa fungsi estetika dan fungsi sosial yang sangat penting di tengah – tengah masyarakat. Selain itu, kesenian tradisional di Indonesia juga diantaranya memiliki kearifan tradisional. Salah satu kesenian tradisional yang selama ini kurang popular dikenal oleh masyarakat umum serta mengandung makna luas dengan kearifannya adalah kesenian Nandong. Nandong adalah merupakan salah satu kesenian tradisional masyarakat Kabupaten Simeulue, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kesenian ini diketahui memiliki nilai-nilai estetika yang tinggi serta makna yang luas bermanfaat bagi Universitas Sumatera Utara masyarakat setempat. Kabupaten Simeulue merupakan sebuah kepulauan yang terletak di pantai bagian barat Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berjarak 105 mil laut dari kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat atau sekitar 85 mil laut dari kota Labuhan Haji Kabupaten Aceh Barat Daya. Letak Kabupaten Simeulue ini terbilang jauh dari Ibukota Propinsi sehingga membuat kesenian tradisional ini kurang dikenal oleh masyarakat luas di luar Kabupaten Simeulue serta masyarakat kita pada umumnya. Padahal diketahui, wilayah ini memiliki kekayaan seni dan budaya yang beranekaragam varian – variannya yang mana saat sekarang masih banyak yang belum dikenal oleh masyarakat umum. Kesenian nandong adalah seni vokal yang diwariskan secara turun – temurun pada masyarakat Simeulue. Kesenian nandong merupakan sejenis seni bertutur yang dalam syair – syairnya berisikan karangan yang mengandung nasehat – nasehat, sindiran, rintihan yang dilantunkan dengan diiringi alat musik yaitu gendangkendang, biola, dan seruling. Pada setiap lirik – lirik yang disampaikan mengandung nilai-nilai estetika antara perpaduan irama dengan makna syairnya mendayu-dayu. Selain itu, terdapat juga makna sosial yang terkandung didalam syair- syairnya yang berupa nasehat, petuah, yang menceritakan kehidupan seseorang atau pesan dari leluhur kepada cucunya yang digunakan pada saat pesta pernikahan. Perbedaan yang nyata terlihat dari kesenian ini adalah dalam hal keunikan dialeknya. Selain hal tersebut, nandong juga memiliki fungsi dalam mengetahui gejala – gejala alam seperti misalnya gempa bumi. Universitas Sumatera Utara Bencana gempa serta gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 lalu yang melanda kawasan Aceh telah menelan korban ratusan ribu jiwa penduduknya serta kehancuran lingkungan dan bangunan fisik sarana dan prasarana publik yang jumlahnya tak terhitung. Selain menerjang wilayah Aceh daratan, gelombang tsunami juga melanda wilayah Pulau Simeulue. Lingkungan dan sarana fisik di Kabupaten Simeulue terlihat hancur, tetapi anehnya korban jiwa dalam musibah ini di sana terbilang sangat sedikit hanya berjumlah tujuh orang. Minimnya jumlah korban jiwa di Kabupaten Simeulue pada waktu itu menjadi tanda tanya masyarakat internasional karena musibah ini tergolong salah satu bencana terbesar sepanjang sejarah dunia. Jumlah korban jiwa di Kabupaten Simeulue akibat gempa bumi yang sangat kecil tersebut, tidak terlepas dari kemampuan masyarakat setempat dalam membaca gejala – gejala alam. Pengetahuan ini diperoleh masyarakat berdasarkan peristiwa yang sama dialami masyarakat Simeulue pada tahun 1907. Peristiwa tersebut ternyata diungkapkan oleh nenek moyang masyarakat Simeulue lewat syair nandong, sehingga generasi berikutnya mengerti bagaimana cara mengetahui gejala-gejala alam serta cara mengatasinya lewat kesenian nandong tersebut. Salah satu syair nandong sebagai berikut: Enggel mon sao curito dengarlah sebuah kisah Inang maso semonan pada zaman dahulu kala Manoknop sao fano tenggelam sebuah desa Uwi lah da sesewan begitulah dituturkan Unen ne alek linon Diawali oleh gempa Fesang bakat ne mali Disusul ombak raksasa Manoknop sao hampong tenggelam seluruh negeri Universitas Sumatera Utara Tibo-tibo mawi secara tiba-tiba Angalinon ne mali jika gempanya kuat Uwek suruik sahuli Disusul air yang surut Maheya mihawali segeralah cari tempat Fano me singa tenggi dataran tinggi agar selamat Ede smong kahanne Itulah smong namanya Turiang da nenekta sejarah nenek moyang kita Miredem teher ere Ingatlah ini semua Pesan navi da pesan dan nasihatnya dikutip dari buku gelombang smong yang menggungah 2006:78 Syair – syair dalam nandong ini menceritakan bagaimana gejala-gejala alam serta bagaimana cara mengatasinya. Lewat syair nandong ini masyarakat mengetahui tanda-tanda kejadian yang akan terjadi. Sehingga masyarakat Simeulue dapat terhindar dari gelombang tsunami yang melanda atau sedikit memakan korban jiwa. Nandong ternyata memiliki manfaat yang sangat besar dari masyarakat selain berfungsi sebagai estetika dan sosial, juga memiliki fungsi sebagai pengetahuan lokal local genius di tengah – tengah masyarakat Simeulue. Pengetahuan lokal ini diwariskan dari generasi ke generasi masyarakat Simeulue melalui pesan-pesan nasehat yang disampaikan melalui kesenian nandong. Pesan-pesan yang disampaikan oleh leluhur ini adalah berupa cerita rakyat folklore dengan dibarengi irama mendayu-dayu menghibur hati rakyat yang dengan sendirinya mempengaruhi tingkah laku masyarakat dalam berhati-hati mengambil tindakan agar tidak terjadi resiko fatal dalam perjalanan kehidupannya. Dalam buku kumpulan folklore, nandong termasuk dalam folklore lisan yakni berupa puisi rakyat seperti pantun, gurindam dan syair-syair. Menurut Alane dundes Universitas Sumatera Utara folklore adalah sebagai bagian kebudayaan suatu kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pengingat. Folklore termasuk salah satu bentuk kesenian tradisional masyarakat yang sudah turun-temurun diketahui masyarakat dan merupakan wujud kebudayaan. Dalam kaitan antara kesenian tradisional seperti nandong ini terhadap kebudayaan adalah didalamnya terdapat nilai-nilai budaya berupa makna-makna tersirat yang diketahui oleh masyarakat Simeulue sehingga menjadi sebuah aturan-aturan serta pedoman dalam aktivitas kehidupan masyarakat disana. Kesenian nandong ini juga merupakan sebuah tradisi budaya yang diduga diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi masyarakat yang dapat diterima, dimiliki, dan dijadikan sebagai pedoman terutama sekali dalam menghadapi bencana alam, perkawinan, dan sebagainya. Hal inilah menunjukkan bahwa kesenian tradisional nandong ini diduga adalah merupakan bagian kebudayaan Simeulue yang akan menunjukkan adanya rasa kebanggaan masyarakat terhadap kesenian tersebut. Seterusnya dengan adanya kebanggaan mereka, rasa memiliki dan menjadi identitas budaya masyarakat setempat datang dengan sendirinya. Kebudayaan Simeulue sangat sedikit sekali diketahui oleh masyarakat umum saat ini. Masyarakat yang berasal dari daerah lain banyak yang belum memahami dan menemukan tentang bagaimana corak perkembangan kesenian tradisional masyarakat Simeulue. Masyarakat Indonesia hanya dapat mengetahui salah satu kebudayaan Aceh yang merupakan unsur keseniannya yang khas menjadi identitas budaya Aceh Universitas Sumatera Utara icon misalnya tari Saman. Bahkan, tari tersebut sudah banyak dikenal oleh masyarakat luas bahkan bangsa-bangsa lain di dunia. Padahal, wilayah Kabupaten Simeulue sangat banyak kesenian tradisionalnya yang sampai saat ini diperkirakan masih cukup bertahan. Kurangnya informasi dan publikasi penelitian tentang kebudayaan Simeulue, salah satu kemungkinan penyebab dari masalah tersebut. Kesenian nandong sebagai bagian kebudayaan nasional terlihat sangat penting untuk dikaji dan dilestarikan. Sehingga sebagai salah satu cara untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut yang telah dipaparkan diatas, peneliti termotivasi untuk mengkaji lebih jauh bagaimana kesenian Nandong dalam kehidupan masyarakat Simeulue. Dengan adanya peneltian ini, diharapkan akan menjadi bahan kebijakan-kebijakan Pemerintah setempat sebagai upaya untuk memperhatikan kemajuan seni dan budaya Kabupaten Simeulue. Seterusnya, diharapkan akan menjadi sebuah bahan publikasi dan informasi kepada masyarakat umum lainnya dalam melihat kebudayaan Simeulue lebih khusus, dan Kebudayaan Aceh pada umumnya. Dan pada akhirnya akan ditemukan gambaran makna-makna dari kesenian tradisional di Simeulue yang juga mengandung kearifan tradisional.

1.2. Tinjauan Pustaka