Sejarah Kabupaten Simeulue GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

hingga Agustus, biasanya terjadi kemarau yang diselingi hujan yang tidak merata serta keadaan laut yang relative tenang. Suhu berkisar antara 25° - 33° serta kelembaban nisbi antara 60 – 75 yang berlangsung sepanjang tahun. Kecepatan angin rata-rata sebesar 3 knot.

2.2 Sejarah Kabupaten Simeulue

Kabupaten Simeulue dengan persekutuan beberapa suku atau penduduk yang mendiaminya disebut Banon. Awal mula pemerintahan Simeulue secara testruktur dan teratur dibentuk oleh Belanda dan Jepang. Pada pertengahan abad 18 atau zaman Kolonil Belanda, Simeulue dibagi kepada lima Banon yaitu, Banon Teupah, Banon Simulul, Banon Sigulai, Banon Leukon, Banon Salang, setelah itu berubah kembali pada masa kekuasaan Belanda nama baru disesuaikan dengan struktur pemerintahan Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Belanda, pulau Simeulue merupakan salah satu bagian Afdelling witkust Fan Aceh disebut dengan Onderarfdeeling. Simeulue sejak tahun 1912 yang diperintah seseorang controller dan dibagi atas nama lima landschap yaitu: 1. Landschap Teupah dengan ibu negerinya Sinabang 2. Landschap Salang ibu negerinya Nasreuhe 3. Lanschap Simeulue dengan ibu negerinya Simeulue 4. Lanschap Leukon ibu negerinya Leukon 5. Lanschap Sigulai dengan ibu negerinya Lamamek Universitas Sumatera Utara Masing-masing Lanschap tersebut di kepalai oleh seorang Zelthertuurder yang memimpin pada masing-masing lanschap pada tahun 1916 adalah : 1. Landschap Teupah dipimpin oleh Sultan Amin 2. Landschap Salang dipimpin oleh Datol Ma’syawal 3. Landschap Simeulue dipimpin oleh Teungku Raja Mahmud 4. Landschap Leukon dipimpin oleh Silagauri 5. Landschap Sigulai dipimpin oleh Datuk M. Tunei Istilah Landschap membedakan cara pembagian daerah di pulau Simeulue pada masa penjajahan Belanda dengan masa-masa sebelum dan sesudah penjajahannya. Penggunaan istilah landschap ini berakhir terhadap wilayah-wilayah di pulau Simeulue adaalh sejalan dengan berakhirnya penjajahan Belanda di daerah ini. Setelah berakhir penjajahan Belanda pada tahun 1942, Jepang mulai berkuasa dengan menginjakan kakinya di Simeulue dalam tahun 1942. Namun dengan mendaratnya Jepang wilayah pulau Simeulue tetap dibagi lima wilayah dengan wilayah-wilayah yang sama, akan tetapi dari segi istilah-istilanya yang digunakan pada masa penjajahan Belanda terhadap bagian-bagian wilayah Simeulue seperti landschap, diganti oleh Jepang dengan bahasanya sendiri yaitu son. Adapun nama-nam daerah yang diganti dengan istilah Jepang adalah: 1. Landschap Teupah diganti dengan Teupah Son Universitas Sumatera Utara 2. Landschap Simeulue diganti dengan Simeulue Son 3. Landschap Salang diganti dengan Salang Son 4. Landschap Leukon diganti dengan Leukon Son 5. Landschap Sigulai diganti dengan Sigulai Son Begitu juga dengan orang-orang yang menjadi kepala masing-masing Son tersebut. Jepang tidak menaru kepercayaan terhadap orang-orang yang pernah menjadi kepercayaan Belanda, maka orang yang menjadi kepala masing-masing landschap juga diganti dengan orang yang menjadi kepercayaan orang Jepang. Dalam penyelenggaraan pemerintahan wilayah kerja Simeulue dikepalai oleh seoarang yang disebut Guntyoo yang berfungsi sebagai kepala pemerintahan. Sedangkan untuk masing-masing daerah son dikepalai seorang yang disebut suntyoo. Adapun nama- nama yang diangkat sebagai suntyoo pada masa penjajahan Jepang untuk masing- masing son tersebut adalah sebagai berikut: 1. Teupah son dikepalai oleh T. Raja Mahmud 2. Simeulue son dikepalai oleh T. Raja Mahmud 3. Salang son dikepalai oleh T. Hamzah 4. Leukon son dikepalai oleh Syamsudin 5. Sigulai son dikepalai T.R. Husaini Jepang juga pernah berkuasa menjalankan kegiatan adminitrasinya di kepulauan Simeulue yang berlangsung hingga kemerdekaan Indonesia. Setelah Jepang menyerah tampa syarat kepada sekutu karena kota Hirosima dan Nagasaki dibom Universitas Sumatera Utara oleh sekutu, maka pada saat ituseluruh berita kekalahan Jepang cepat sekali menyebar samapi ke polosok negeri. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia mengumandangankan kemerdekaan dan beritanya terus disampaikan oleh seluruh pejuang Indonesia dari satu negeri hingga ke negeri berikutnya. Begitu pula dengan pulau-pulau yang berjarak sekitar 105 mil laut sebelah barat daya wilayah sumatera juga mendapatkan kabar yang sama pada tanggal 25 Desember 1945. Dengan merdekanya Indonesia maka daerah Aceh juga ikut merdeka. Kabupaten Simeulue yang merupakan bagian pemekaran dari Aceh Barat ini merupakan Kabupaten Simulue adalah salah satu kabupaten termuda di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam. Perjuangan untuk meningkatkan status Simeulue menjadi sebuah Kabupaten telah dimulai sejak tahun 1957 melalui Kongres Rakyat Simeulue. Sebelum tahun 1965, wilayah yang terletak disebelah barat daya Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam ini merupakan salah satu kewedanana dan bagian dari bagian Aceh Barat. Sejak tahun 1967 sampai 1996 daerah yang terdiri dari 41 pulau besar dan kecil ini berubah status menjadi wilayah pembantu Bupati. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 1996, status gugus kepulauan yang terpisah + 100 Mil Laut dari Pulau Sumatera ini meningkat menjadi Kabupaten Administrasif. Akhirnya berdasarkan undang-undang No. 48 Tahun 1999 yang dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1999, Kabupaten yang berluas 212.512 Ha ini diresmikan menjadi Kabupaten Otonom. Universitas Sumatera Utara Sebelumnya Simeulue yang terdiri dari lima kecamatan ini, pada tahun 2002 terjadi pemekaran kecamatan lagi sehingga terbentuklah delapan kecamatan lagi, yaitu: 1. Kecamatan Simeulue Timur dengan ibu kotanya Sinabang 2. Kecamatan Simeulue Tengah dengan ibu kotanya Kampung aie 3. Kecamatan Simeulue Barat dengan ibu kotanya Sibigo 4. Kecamatan Teupah Barat dengan ibu kotanya Salur 5. Kecamatan Teupah Selatan dengan ibu kotanya Kawat 6. Kecamatan Salang dengan ibu kotanya Nasrehe 7. Kecamatan Teluk Dalam dengan ibu kotanya Luan Balu 8. Kecamatan Alafan dengan ibu kotanya Alafan

2.3. Gambaran Umum Kecamatan