b. Perbedaan Perbedaannya adalah penelitian ini lebih membahas akselerasi
pendidikan keaksaraan dasar, daripada membahas implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar secara keseluruhan.
G. Kerangka Pikir
Dalam konteks pendidikan untuk semua Education For All dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang dilandasi oleh prinsip
pedidikan sepanjang hayat, pendidikan keaksaraan memiliki fungsi strategis untuk memenuhi hak pendidikan dasar bagi warga Negara.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar amandemen ke-IV juga telah dijelaskan bahwa salah satu tujuan Negara juga adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai minat
dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik tanpa memandang status sosial, etnis dan gender. Dengan kata lain pemerintah melalui UUD 1945
dan amandemennya memiliki kewajiban untuk memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat
Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional.
Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk dapat berkembang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 mengenai pendidikan nonformal menyatakan; pendidikan nonformal merupakan pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik.
Pendidikan nonformal adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap
menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas hidup bangsa dimasa mendatang. Pendidikan nonformal diprioritaskan ke
dalam beberapa progam sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Keaksaraan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta
Aksara, sebagaimana disebutkan dalam strategi peningkatan mutu pendidikan keaksaraan dasar: “Pengembangan dan penetapan standar
kompetensi keaksaraan SKK dan standar isi SI pendidikan keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri.
Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendidikan Keaksaraan Dasar menjadi acuan dan penjaminan mutu
dalam menyelenggarakan pendidikan keakasaraan dasar. Dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk menyoroti tentang kebijakan
pendidikan keaksaraan dasar. Karena penulis merasa bahwa kebijakan ini berhubungan dengan masyarakat golongan bawah dan jika kebijakan ini
berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Saleh Marzuki 2012:118 teori ekonomi mendukung keaksaraan fungsional dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips 1964 dengan
dasar rancangan expost facto, analisis sistem ekonomi yang menunjukkan adanya pertumbuhan produktivitas sebagai dampak pendidikan. Studi ini
menunjukan bahwa sebagian besar dar pertumbuhan dibidang produksi di Negara berkembang sebagian besar berasal dari kemajuan teknis dan
kualitas sumber daya manusia, yang keduanya merupakan peran pendidikan. Adapun dampak dari pendidikan keaksaraan terhadap
produktivitas tergambar dalam penelitian Stanislav Strumlin 1965 yang menunjukan bahwa seorang pekerja yang berpendidikan setahun di
sekolah dasar memiliki pertubuhan peoduktivitas sebesar 30, sedangkan pekerja buta aksara yang dimagangkan di industri selama satu
tahun hanya memiliki petambahan produktivitas sebesar 12. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan keaksaraan memberikan
sumbangan besar terhadap pembangunan ekonomi. Penelitian tersebut adalah salah satu bukti bahwa pendidikan keaksaraan dasar dapat
meningkatkan produktivitas seseorang dan secara tidak langsung akan
memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Keaksaraan dasar merupakan suatu langkah awal dalam menciptakan sumber daya manusia
yang berkualitas, dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka tujuan pambangunan nasional dapat tercapai.
Namun pada kenyataannya kondisi dan karakteristik geografi, ekonomi, serta sosial budaya Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan
yang luas dan multikultural merupakan tantangan untuk terciptanya layanan pendidikan yang merata dan bermutu, salah satu dampaknya
adalah terjadi permasalahan buta akasara. Mengacu pada data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan tahun 2015 masih terdapat
sekitar 3,56 atau sebanyak 5,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk Indonesia buta aksara. Mayoritas penyandang buta aksara tersebut adalah
kaum perempuan dari keluarga miskin yang berdomisili diwilayah pedesaan yang mayoritas berusia diantara 15-59 tahun. Dengan adanya
kondisi tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dan peningkatan mutu
pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal, guna untuk menekan angka buta aksara.
Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai bagaimana implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar yang
diselenggarakan di PKBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Persada yang berada di Pendowo Harjo, kecamatan Sewon, Kab. Bantul,
Yogyakarta, sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang
mengimplementasikan kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang menjadi salah satu program pendidikan nonformal yang diselenggarakan.
PKBM Persada sendiri dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan rekomendasi dari Seksi Kesetaran Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga propinsi DIY. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk lebih melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan keaksaraan dasar yang
ada di PKBM Persada, peneliti menggunakan teori Edward dimana dalam keberhasilan Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh beberapa
variabel yaitu 1 Komunikasi: dimana implementor suatu kebijakan harus paham dengan apa yang dia kerjakan; 2 Disposisi: adalah komitmen dari
orang yang mengimplementasikan suatu kebijakan; 3 Sumber Daya, yaitu sumber yang mendukung dalam implementasi suatu kebijakan; 4
Struktur Birokrasi, struktur dimana tugas dan tanggung jawab para implementor diatur. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja
yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Langkah-langkah ini dipilih
sebagai salah satu upaya peneliti untuk melihat sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada,
Bantul, Yogyakarta.
Bagan 1. Kerangka Pikir
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara
Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Di PKBM Persada
Faktor
Pendukung
Implementasi Kebijakan
Pendidikan Keaksaraan
Dasar Faktor
Penghambat Implementasi
Kebijakan Pendidikan
Keakasaraan Dasar
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86
Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan
Dasar
Aspek yang dilihat dalam implementasi
kebijakan: Komunikasi
Disposisi Sumber Daya
Struktur
Birokrasi
H. Pertanyaan Penelitian