IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL.

(1)

i

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Alfrendy Tatto NIM 12110241026

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Orang yang tidak pernah membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah mecoba hal baru.

- Albert Einstein

Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul

dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Puji dan Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan dan kasihnya yang telah memberikan berkat dan tuntunan sehingga karya ini dapat selesai, karya ini saya persembahkan untuk:

1. Orang tua saya tercinta, Alm. Ayahanda Yusuf Amin dan Ibunda Marselina Embong Bulan, yang selalu mengajarkan kesabaran, memberikan dukungan, kasih sayang dan do’a, sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis ini.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

vii

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL

Oleh Alfrendy Tatto NIM 12110241026

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Deskripsi tersebut terkait dengan Pendidikan Keaksaraan Dasar antara lain perencanaan, langkah dan evaluasi, serta faktor pendukung dan penghambat dalam mengimplementasikan Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, subjek dalam penelitian ini adalah ketua PKBM Persada, tutor keaksaraan dasar dan warga belajar pendidikan keaksaraan dasar, dengan objek penelitian implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada Bantul. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan model interaktif Miles dan Huberman meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi/penarikan kesimpulan. Adapun validasi data yang menggunakan trianggulasi sumber, trianggulasi teknik dan trianggulasi waktu.

Penelitian ini menggunakan teori Edward untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang meliputi komunikaasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Hal tersebut merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada meliputi (1) komunikasi, meliputi adanya sosialisasi untuk mengajak warga masyarakat yang masih buta aksara untuk mengikuti pendidikan keaksaraan dasar, dan sosialisasi dari Dinas Pendidikan berupa memberikan pelatihan bagi tutor keaksaraan dasar; (2) Sumber daya manusia sudah mencukupi untuk Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar, sumber daya sarana dan prasarana berupa meja belajar dan rak buku masih belum mencukupi untuk menunjang pelakasanaan pendidikan keaksaraan dasar, sumber daya finansial menggunakan APBD Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian dari swasembada PKBM Persada; (3) Disposisi, adanya komitmen dan sikap positif dari pihak PKBM untuk terus mengimplemetasikan Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar; (4) Struktur birokrasi dalam megimplementasikan Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar dengan menjadikan pendidikan keaksaraan dasar sebagai salah satu program pendidikan non formal yang diselenggarakan di PKBM Persada. Faktor pendukungnya adalah adanya dukungan dari masyarakat setempat, perangkat desa dan dinas-dinas terkait, serta adanya bantuan dana dari APBD Daerah Istimewa Yogyakarta. Faktor penghambatnya adalah kurangnya sarana


(8)

viii

yang menunjang dalam pembelajaran seperti meja belajar, kursi dan rak buku dan kesibukan dari warga belajar yang sering bertabrakan dengan jadwal pembelajaran keaksaraan dasar.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pendidikan Keaksaraan Dasar, PKBM Persada.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan kasihnya yang besar, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berisi tentang “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN DASAR DI PKBM PERSADA BANTUL” dengan baik dan lancar. Penulis menyadari keberhasilan yang diraih dalam penyusunan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka penulis menyampaikan ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi saya bisa berjalan dengan lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasitlitas dan kemudahan sehingga studi saya berjalan lancar.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta dan Dosen Pembimbing Akademik.

4. Dr. Arif Rohman, M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta menyetujui skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan selama mengenyam pendidikan strata 1.


(10)

x

6. Ketua dan Tutor PKBM Persada yang telah memberikan izin dan kemudahan selama proses penelitian.

7. Warga belajar dari PKBM Persada yang ikut berpartisipasi selama proses penelitian.

8. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, semangat dan doa demi keberhasilan dalam studi.

9. Kakak saya tercinta Dermiati Tatto dan Novianti Tatto yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doa.

10.Fitri Ramadhani yang memberikan semangat dan dukungan selama masa studi.

11.Rekan-rekan mahasiswa Prodi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan dukungan, masukan dan saran selama penyusunan skripsi dan masa studi. 12.Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga penulisan ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 27 April 2017 Penulis


(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMANA JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN.... ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... ...iv

MOTTO... ... ... .... iv

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Batasan Masalah ... 6

D.Rumusan Masalah ... 7

E.Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A.Kajian Kebijakan ... 9

B.Proses Perumusan Kebijakan ... 14

C.Kajian Implementasi ... 18

D.Kajian Keaksaraan Dasar ... 27

E.Kajian PKBM... ... 32

F. Penelitian Yang Relevan ... 36

G.Kerangka Pikir ... 39

H.Pertanyaan Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 47

B.Setting Penelitian ... 48


(12)

xii

D.Instrument Penelitian ... 49

E.Metode Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 52

G.Teknik Uji Validitas Data ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi PKBM Persada...57

1. Profil PKBM Persada... ... 57

2. Pengalaman Lembaga Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan 5 Tahun Terakhir... ... 58

3. Prestasi Yang Pernah Diperoleh... ...59

4. Mitra PKBM... ...60

5. Struktur Organisasi PKBM Persada... ...61

6. Uraian Tugas Pengelola/Penyelenggara PKBM... ... 62

7. Sejarah PKBM Persada... ...63

8. Visi dan Misi... ... 64

9. Personalia Tenaga Pendidik Keaksaraan Dasar... ...65

10. Sarana dan Prasarana PKBM Persada... ...66

B. Hasil Penelitian... ...67

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ...67

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... ....98

3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Perdada... ...100

C. Pembahasan... ...102

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... 102

2. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... .... 121

3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Persada... ... 122


(13)

xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... ...123

B. Saran... . ...128

DAFTAR PUSTAKA.... ... 131


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Personalia Tenaga Pendidik.... ... 65 Tabel 2. Sarana dan Prasarana... ... 66


(15)

xv

DAFTAR BAGAN

hal Bagan 1. Kerangka Pikir... ... 44 Bagan 2. Struktur Organisasi PKBM ... ... 61 Bagan 3. Struktur Organisasi PKBM... ... 94


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Tampak Depan Tempat Pembelajaran Keaksaraan Dasar.. ... 172

Gambar 2. Tampak Bagian Dalam Tempat Pembelajaran.. ... 172

Gambar 3. Pembelajaran Keaksaraan Dasar.... ... 173

Gambar 4. Pembelajaran Keaksaraan Dasar. ... 173

Gambar 5. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar... ... 174

Gambar 6. Wawancara Tutor Keaksaraan Dasar.. ... 174


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Catatan Lapangan... ... 135

Lampiran 2. Pedoman Wawancara. ... 141

Lampiran 3. Transkrip Wawancara Yang Telah Direduksi... ... 146

Lampiran 4. Daftar Gambar... ... 172

Lampiran 5. Surat Penetapan Akreditasi PKBM Persada... 176

Lampiran 6. Pengesahan Pendirian Badan Hukum. ... 180

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian Dari BAPPEDA Bantul... ... 182

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian Dari FIP... ... 183


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam proses pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena sejatinya tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 telah memiliki kewajiban untuk memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mewujudkan pembangunan nasional.

Selain berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang bermutu, pemerintah juga berkewajiban untuk memberikan pendidikan yang merata bagi masyarakat. Mengingat kesenjangan pendidikan di Indonesia masih terbilang tinggi, seperti pendidikan masih belum bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat sehingga angka buta huruf masih terbilang cukup


(19)

tinggi dan perlu ada upaya dari pemerintah untuk melakukan pemerataan pendidikan. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) dan pasal 11 ayat (1) berbunyi:

“Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu ( pasal 5 ayat 1)”.

“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (pasal 11, ayat 1)”.

Undang-undang ini menjadi landasan dalam memutuskan Permendiknas Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Sasaran GNP-PBA adalah: 1) Penduduk buta aksaran usia 15 tahun keatas, dengan prioritas penduduk buta aksara usia 15-44 tahun; 2) Penduduk buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa membaca dan menulis selain huruf latin. Dalam Petunjuk Teknis Program Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2016 Pendidikan Keaksaraan Dasar diartikan sebagai Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi warga masyarakat buta aksara latin usia 15-59 tahun, prioritas 45 tahun ke atas agar memiliki sikap, pengetahuan, keterampilan dalam menggunakan Bahasa Indonesia, membaca, menulis, dan berhitung, untuk mendukung aktivitas sehari-hari dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Biaya Operasional Keaksaraan Dasar merupakan alokasi biaya APBN yang dapat diakses oleh


(20)

lembaga/organisasi untuk menyelenggarakan program pendidikan keaksaraan dasar bagi penduduk dewasa dengan kemampuan melek aksara parsial yang cenderung buta aksara, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan dan berbicara untuk mengkomunikasikan teks lisan dan tulis dengan menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia.

Dalam implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar, telah disusun suatu pedoman untuk penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, dengan tujuan: 1) menjamin penyelenggaran pendidikan keaksaraan dasar; 2) mendorong pengembangan budaya mutu pendidikan keaksaraan dasar; 3) mendorong percepatan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan keaksaraan dasar; 4) melindungi warga Negara dari praktik pendidikan keaksaraan dasar yang tidak terstandar; dan 5) menuntaskan target pemberantasan buta aksara. Materi yang dikembangkan dalam pedoman penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar ini berlandaskan pada 8 (delapan) standar nasional pendidikan yang meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidika, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiyayaan, dan standar penilaian.


(21)

Di daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri angka buta aksara menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka buta aksara di DIY bagi penduduk berusia diatas 45 tahun masih 19,6 % dari total jumlah penduduk usia diatas 45 tahun. Berdasarkan data dari pra observasi yang dilaksanakan di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai jumlah PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) dan PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) yang aktif di Propinsi DIY diketahui di Kota Yogyakarta terdapat 7 PKBM yang akan menangani 350 orang, dan PKK yang akan menangani 50 orang, sehingga total terdapat 400 orang buta aksara yang akan diberantas di Kota Yogyakarta. Di Kabupaten Bantul, terdapat 33 PKBM yang akan menangani 2450 orang, dan PKK Bantul yang akan menangani 100 orang, sehingga total terdapat 2550 orang buta aksara yang akan diberantas di Kabuapaten Bantul. Di Kabupaten Kulonprogo, terdapat 11 PKBM yang akan menangani 550 orang, dan PKK yang akan menangani 150 orang, sehingga total terdapat 700 orang buta aksara yang akan diberantas di Kulonprogo. di Sleman, terdapat 18 PKBM yang akan menangani 2150 orang buta aksara, dan sejumlah itulah angka buta aksara yang akan dihapus di Sleman. Terakhir, terdapat 37 PKBM di Gunungkidul yang akan menangani 2900 orang buta aksara, ditambah PKK Gunungkidul yang akan menangani 1300 orang buta aksara, sehingga total terdapat 4200 orang buta aksara yang akan diberantas di Gunungkidul. Dari masing-masing Kabupaten-Kota, apabila


(22)

dijumlah maka akan terdapat sepuluh ribu orang buta aksara yang akan diberantas di DIY.

Dengan kondisi tingginya angka orang buta aksara tersebut maka pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Propinsi DIY, mengupayakan pemberantasan buta aksara melalui pendidikan keaksaraan dasar. Pendidikan keaksaraan dasar merupakan bentuk layanan bentuk Pendidikan Non Formal untuk membelajarkan warga masyarakat buta aksara, agar memiliki kemampuan menulis, membaca, berhitung dan menganalisa, yang berorientasi pada kehidupan sehari – hari dengan memanfaatkan potensi yang ada dilingkungan sekitarnya, sehingga warga belajar dan masyarakat dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. Pelaksanaan pendidikan keaksaraan dasar dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang aktif di berbagai wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diharapkan dapat menekan angka buta aksara di Yogyakarta.

Tema penelitian ini dipilih dengan alasan untuk mengetahui implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar seperti proses belajar mengajar, strategi pembelajaran, materi yang dikembangkan, rekrutmen peserta didik, pencapaian hasil belajar, dan komponen penyelenggaraan pendidikan keaksaraan. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah PKBM Persada, Bantul, Yogyakarta.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka identifikasi masalah dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melek aksara

2. Masih kurang meratanya pendidikan dan pengembangan mutu

pendidikan keaksaraan dasar diberbagai daerah.

3. Pemerintah masih perlu menggencarkan pendidikan keaksaraan

dasar agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas.

4. Perlunya dukungan dari semua pihak demi terselenggarakannya

pendidikan keaksaraan dasar yang bermutu demi peningkatan taraf hidup masyarakat.

C. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan masalah yang akan diteliti maka, dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya pada Implementasi Kebijakan Keaksaraan Dasar di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.


(24)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di

PKBM Persada?

2. Faktor apakah yang menjadi pendukung dalam Implementasi

Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar?

3. Faktor apakah yang menjadi penghambat dalam implementasi

kebijakan pendidikan keaksaraan dasar? E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM

Persada.

2. Faktor pendukung dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan

Keaksaran Dasar.

3. Faktor penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan


(25)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan paparan diatas, maka paling tidak terdapat dua manfaat yang diinginkan dari hasil penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

A. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memperluas keilmuan terutama bagi pengembangan Studi Kebijakan Pendidikan, yang pada akhirnya dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pendidikan keaksaraan dasar.

B. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

(PKBM) mengenai implementasi kebijakan keaksaraan dasar.

b. Memberikan informasi bagi Dinas Pendidikan Pemuda dan

Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya seksi kesetaraan dalam membuat dan menerapkan kebijakan keaksaraan dasar dan pemerataan pendidikan.

c. Memberikan wawasan bagi penelitian bagi penelitian berikutnya dan dapat dijadikan salah satu referensi untuk penelitian bidang yang sama.


(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan merupakan suatu rangkaian konsep dan landasan yang menjadi dasar atau pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan, kegiatan, dan program. Kebijakan (policy) secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Polis yang memiliki arti kota. Munculnya suatu kebijakan dilatar belakangi oleh suatu masalah yang terjadi, sehingga kebijakan dirumuskan agar dapat menjadi solusi dalam penyelesaian masalah yang terjadi.

Sudiyono (2007:3) menyebutkan, munculnya suatu permasalahan pasti akan diselesaikan dengan suatu kebijakan, inilah yang melatar belakangi adanya suatu kebijakan, salah satunya adalah kebijakan pendidikan. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia cukup 5 masalah yaitu 1) Pemerataan pendidikan; 2) Daya tampung pendidikan; 3) Relevansi pendidikan; 4) Kualitas pendidikan; 5) Efisiensi dan efetifitas pendidikan.

Terdapat berbagai kajian mengenai pengertian dari kebijakan yang telah dirumuskan oleh para ahli, berikut adalah pengertian-pengertian dari kebijakan menurut para ahli.

Menurut Syafaruddin dalam bukunya Efektifitas Kebijakan Pendidikan mengatakan:


(27)

Kebijakan adalah suatu keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambilan keputusan puncak dan kegiatankegiatan berulang dan rutin yang terprogram atau terkait dengan aturan-aturan keputusan. Definisi lain dijelaskan oleh Gemage dan Pang, kebijakan adalah terdiri dari persyaratan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program (Syafaruddin, 2008:76).

Pendapat lain dikemukakan oleh Carl J. Frendrick, seperti dikutip dalam Sudiyono sebagai berikut:

Kebijakan dimaknai sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan oleh perorangan, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan memberikan gambaran tentang hambatan dan kesempatan dalam pelakasanaanya untuk mencapai tujuan. Artinya, kebijakan dapat berasal dari perorangan, kelompok maupun pemerintah. Tentu saja hal ini sangat tergantug pada sistem politik dan budaya suatu Negara (Sudiyono, 2007:3-7).

Rumusan mengenai kebijakan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam Arif Rohman adalah sebagai berikut:

Kebijakan dalah sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut bisa yang berwujud amat sederhana atau kompleks, bersifat umum ataupun khusus, luas ataupun sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana (Arif Rohman 2014:108).


(28)

2. Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan adalah suatu hasil dari kajian mengenai berbagai permasalahan dalam pendidikan, dalam upaya untuk mendapatkan suatu solusi dalam mengatasi pemasalahan pendidikan. Kebijakan pendidikan juga merupakan landasan dalam melaksanakan praktek pendidikan. Berbagai macam kebijakan pendidikan telah dihasilkan oleh pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menjadi pedoman dan peraturan dalam dunia pendidikan. Dengan adanya kebijakan yang mengatur pendidikan diharapkan permasalahan-permasalahan pendidikan dapat diminimalisir seminimal mungkin.

Berikut adalah pengertian (definisi) dari kebijakan pendidikan menurut para ahli:

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).

Arif Rohman dalam bukunya Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan, mengungkapkan:

Kebijakan pendidikan sering dikonotasikan dengan istilah perencanaan pendidikan (educational planning), rencana induk tentang pendidikan (master plan of education), pengaturan pendidikan (educational regulation), kebijakan tentang pendidikan (policy of education), serta istilah lain yang senada dengan istilah tersebut. Kebijakan pendidikan (educational policy) merupakan keputusan berupa pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan,


(29)

program serta rencana tertentu dalam menyelenggarakan pendidikan (Arif Rohman 2009:107).

Suatu kebijakan mempunyai makna intensional, oleh karena itu kebijakan mengatur tingkah laku seseorang atau organisasi dan kebijakan meliputi pelaksanaan serta evaluasi akan menentukan bobot serta validitas dari kebijakan tersebut. Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan dalam H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008:141-154) antara lain: 1) Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai makhluk yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan; 2) Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praktis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan; 3) Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam dalam mengembangkan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan bagi perkembangan individu; 4) Kebijakan pendidikan didukung oleh riset dan pengembangan. Suatu kebijakan pendidikan merupakan pilihan dari berbagai alternatif kebijakan sehingga perlu output dari kebijakan tersebut dalam praktek; 5) Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan tertentu. Setiap kebijakan pendidikan haruslah ditopang oleh riset dan pengembangan agar dalam kesamaan arah yang ditentukan oleh stretch goals; 6) Kebijakan pendidikan bukan berdasarkan pada kekuasaan tetapi kepada kebutuhan peserta didik. Menyadari hal itu, sebaiknya kekuasaan itu diarahkan bukan untuk menguasai peserta didik tetapi


(30)

kekuasaan untuk memfasilitasi dalam pengembangan peserta didik; 7) Kejelasan tujuan akan melahirkan kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan yang kurang jelas arahnya akan mengorbankan kepentingan peserta didik; 8) Kebijakan pendidikan diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan peserta didik. Titik tolak dari segala kebijakan pendidikan adalah untuk kepentingan peserta didik.

Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa, kebijakan pendidikan merupakan suatu upaya dalam memfasilitasi suatu penyelesaian permasalahan dalam pendidikan. Kebijakan pendidikan merupakan suatu landasan dan pedoman yang mengatur pelaksanaan pendidikan agar pendidikan yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan target.

Dalam perumusan suatu kebijakan pendidikan dibutuhkan suatu riset untuk mengetahui keefektifan dari kebijakan yang akan dirumuskan. Kebijakan pendidikan yang akan dirumsukan harus berdasarkan fakta dan bukti empirik di lapangan untuk mengetahui input dari kebutuhan masyarakat, hasil riset yang benar dan berdasarkan kebutuhan di lapangan akan menghasilkan suatu kebijakan pendidikan yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, dengan kata lain kebijakan pendidikan yang diterapkan tersebut efektif. Untuk selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah dirumuskan ditest keefektifannya dengan diterapkan di lapangan dan


(31)

selanjutnya kebijakan pendidikan yang telah diterapkan dievaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilannya maupun kekurangannya. Penelitian kebijakan pendidikan yang berdasarkan riset yang benar inilah yang sangat dibutuhkan oleh lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan yang bertanggung jawab dalam pendidikan, agar dapat menghasilkan suatu kebijakan pendidikan yang efektif dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

3. Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar

Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan adalah berupa pedoman yang disusun untuk menjadi landasan dalam praktek pendidikan. Menurut H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho:

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi-misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu tertentu (H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140).

Setelah mengetahui apa itu kebijakan pendidikan maka diperlukan kajian mengenai keaksaraan dasar, dalam Petunjuk Teknis Keaksaraan Dasar tahun 2015, menyebutkan:

Pendidikan keaksaraan dasar merupakan upaya peningkatan kemampuan keberaksaraan penduduk buta aksara usia 15-59 tahun agar memiliki kemampuan membaca, menulis,

berhitung, mendengarkan, dan berbicara untuk

mengkomunikasikan teks lisan dan tulis menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia (Ditjen PAUD dan DIKMAS dan Direktur Pembinaan Pembinaan Pendidikan Masyarakat 2015: 4)


(32)

Dalam Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2015, Menyebutkan:

Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan pendidikan keaksaran dasar perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dirumuskan berdasarkan visi dan misi pendidikan, dengan tujuan sebagai pedoman untuk menyelenggarakan layanan pendidikan untuk warga masyarakat yang buta aksara agar dapat memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia.

4. Landasan Hukum Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar

Pendidikan keaksaraan dasar adalah salah satu upaya pemerintah dalam pemberantasan buta aksara. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, menginstruksikan kepada Menteri Pendidikan Nasional, untuk:


(33)

a. Menetapkan Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara;

b. Melaksanakan, mengendalikan, memantau dan mengevaluasi

Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.

Selanjutnya instruksi presiden menjadi acuan dalam menyusun Permendiknas Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Peraturan tersebut menyebutkan mengenai strategi pelaksanaan GNP-PBA untuk pemberantasan buta aksara dengan sasaran yaitu:

1. Penduduk buta aksara usia 15 tahun keatas, dengan prioritas penduduk buta aksara usia 15-44 tahun.

2. Penduduk buta aksara parsial atau penduduk yang hanya bisa membaca dan menulis selain huruf latin.

Dalam strategi pelaksanaan GNP-PBA peningkatan mutu pendidikan keaksaraan dilakukan dengan pengembangan dan penetapan Standar Kompetensi Keaksaraan (SKK) dan Standar Isi (SI) pendidikan keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri.


(34)

Untuk menjaga kualitas proses dan pencapaian tujuan pendidikan keaksaraan dasar maka Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 86 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar, yang bertujuan untuk:

1. Menjamin penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar.

2. Mendorong pengembagan budaya mutu pendidikan keaksaraan

dasar.

3. Mendorong percepatan peningkatan dan pemerataan mutu

pendidikan keaksaraan dasar.

4. Melinungi warga negara dari praktik pendidikan keaksaraan dasar yang tidak terstandar.

5. Menuntaskan target pemberantasan buta aksara.

Peraturan menteri pendidikan dan instruksi presiden diatas menjadi landasan hukum bagi Kemendikbud untuk menyusun Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran Pendidikan Keaksaraan Dasar Tahun 2015 yang merupakan bentuk dukungan terhadap penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 84 Tahun 2014 tersebut agar lebih aplikatif dan implementatif, untuk mendorong terciptanya pendidikan keaksaraan dasar yang mampu berkontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk buta aksara, peningkatan minat baca, penjaminan mutu program pendidikan keaksaraan dasar.


(35)

B. Proses Perumusan Kebijakan

1. Teori Perumusan Kebijakan Pendidikan

Perumusan kebijakan adalah proses dimana kebijakan tersebut dibuat berdasarkan pertimbangan dan kajian-kajian yang dilakukan berdasarkan pengalaman empirik dan riset yang telah dilakukan, untuk selanjutnya dijadikan landasan dalam perumusan kebijakan.

Terdapat berbagai teori perumusan kebijakan menurut para ahli yang menjadi landasan dalam pembuatan kebijakan pendidikan, salah satunya adalah teori perumusan kebijakan pendidikan menurut Hudson dalam Arif Rohman (2014:125-128) sebagai berikut: 1) Teori radikal, Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaraan pendidikan ditingkat daerah diserahkan kepada daerah; 2) Teori advokasi (advocacy theory) agak berbeda dengan teori radikal diatas. Teori advokasi ini tidak menghiraukan perbedaan-perbedaan seperti karakteristik lembaga, lingkugan sosial dan kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya. Sebaliknya teori advokasi ini lebih mendasarkan pada argumentasi yang rasional, logis dan bernilai; 3) Teori transaktif (transactive theory) ini menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat perlu didiskusikan secara bersama dulu dengan semua pihak. Hasil dari diskusi tersebut kemudian dievolusikan atau digelindingkan terlebih


(36)

dahulu secara perlahan-lahan. Pada dasarnya teori transaktif ini sangat menekankan harkat individu serta menjunjung tinggi kepentingan masing-masing pribadi; 4) Teori sinoptik (synoptic theory) lebih menekankan bahwa dalam menyusun sebuah kebijakan supaya menggunakan metode berfikir sistem. Obyek yang dirancang dan terkena kebijakan, dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dengan tujan yang sering disebut dengan ‘misi’; 5) Teori Inkremental (inchremental theory) ini adalah teori yang menekankan pada perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka panjang. Penekanan semacam ini diambil disebabkan karena masalah-masalah yang dihadapi serta performa dari para personalia pelaksana kebijakan dan kelompok yang terkena kebijakan sulit diprediksi.

2. Proses Perumusan Kebijakan Pendidikan

Proses pembuatan kebijakan adalah proses mengkaji masalah dan konsep. Dalam pembuatan kebijakan terdapat banyak aspek, proses dan variabel yang perlu untuk dikaji secara intensif. Untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam kebijakan pendidikan proses penyusunan kebijakan dibagi dalam berbagai tahap dan fase. Berikut adalah fase-fase penyusunan dalam pembuatan kebijakan menurut William Dunn:


(37)

1. Fase penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

2. Fase formulasi kebijakan

Para pejabat merumuskan alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah. Alternatif kebijakan meihat perlunya membuat perintah eksekutif, keputusan peradilan, dan tindakan legislatif.

3. Fase adopsi kebijakan

Alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga, atau keputusan peradilan.

4. Fase implementasi kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia.

5. Fase penilaian kebijakan

Unit-unit pemeriksaan dan akutansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan-badan eksekutif, legislatif dan peradilan memenuhi persaratan undang-undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan (William N. Dunn 1999:24).

Adapun tahap-tahap prosedur pembuatan kebijakan menurut William Dunn (1999:26-29) sebagai berikut: 1) Perumusan masalah, yaitu tahap yang dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memesuki proses pembuatan kebijakan melaui perumusan agenda (agenda setting); 2) Peramalan adalah tahap menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang terjadi di masa mendatang sebagai akibat diambilnya


(38)

alternatif. Dalam tahap formulasi kebijakan peramalan dapat menguji masa depan yang plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari kebijakan yang ada atau diusulkan, mengenali kendala-kendala yang mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan. mengestimasi kelayakan politik (dukungan dan oposisisi) dari berbagai pilihan; 3) Rekomendasi adalah suatu tahap membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan-kebijakan tentang manfaat atau biyaya dari berbagai alternatif. Rekomendasi membantu mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembatan pilihan, dan menentukan pertanggung jawaban administratif bagi implementasi kebijakan; 4) Pemantauan (Monitoring) adalah tahap dimana kebijakan dipantau untuk mengetahui keberhasilan dari kebijakan yang dibuat. Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan imlementasi; 5) Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidak sesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan. Jadi ini membantu pengambilan


(39)

kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan.

C. Kajian Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Impelentasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :

“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”(Usman, 2002:70).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di dalam buku Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu


(40)

implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:

Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif (Setiawan, 2004:39).

Charles O. Jones dalam Arif Rohman menyatakan:

Implementasi adalah suatu aktifitas yang dimaksudkan untuk

mengoperasikan program tersebut adalah: 1).

Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan; 2). Interpretasi, yaitu aktifitas menafsirkan agar program menjadi pengarahan yang dapat diterima serta dapat dilaksanakan; 3). Aplikasi berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan adminsitratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada kelompok sasaran (target group) melainkan juga menyangkut faktor hukum, politik, ekonomi sosial, yang langsung terlibat dalam program (Arif Rohman 2014:135).

Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya. Dengan kata lain


(41)

implementasi merupakan suatu tindakan melaksanakan semua program kebijakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan segala tugas, menaati peraturan, dan mengitegrasikan program pada berbagai faktor agar sesuai dengan tujuan dari kebijakan atau program yang telah dibuat.

2. Pengertian Implementasi Kebijakan

Seperti yang kita ketahui implementasi adalah sebuah pelaksanaan dari perencanaan yang sudah disusun dan direncanakan secara terperinci. Implementasi selalu berkaitan dengan kebijakan, karena kebijakan sendiri memerlukan implementasi agar program tersebut dapat diterapkan.

Implementasi merupakan tahap yang penting dalam proses kebijakan pendidikan, suatu program atau kebijakan harus diimplementasikan untuk diketahui dampak dan hasil dari kebijakan tersebut. Seperti yang kita ketahui bahwa kebijakan pendidikan merupakan proses yang kompleks dan memiliki tahap dari pendefinisian masalah hingga evaluasi dampak kebijakan, hal ini berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh terhadap suatu keberhasilan kebijakan terhadap persoalan-persoalan dalam dunia pendidikan.

Proses implementasi kebijakan pendidikan melibatkan perangkat politik, sosial, hukum, maupun administratif dalam upaya


(42)

mencapai suksesnya implementasi kebijakan pendidikan tersebut. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Arif Rohman (2014:134) implementasi kebijakan adalah keseluruhan tindakan dan upaya yang dilakukan individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan kedalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh beberapa variabel dan faktor yang berkaitan satu sama lain, terdapat beberapa teori variabel yang mempengaruhi implementasi dari beberapa ahli antara lain:

Edward implementasi kebijakan dipengaruhi oleh variabel sebagai berikut:

a. Komunikasi, agar implementasi menjadi efektif,maka

mereka yang bertanggungjawab untuk

mengimplementasikan suatu keputusan harus paham dengan yang seharusnya mereka kerjakan.

b. Sumberdaya, jika personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan semua kebijakan kurang sumberdaya untuk melakukan pekerjaan efektif, maka implementasi tidak akan efektif pula.

c. Disposisi, sikap dari implementor adalah faktor kritis ketiga didalam pendekatan terhadap studi implementasi kebijakan. d. Struktur birokrasi, jika sumberdaya yang cukup untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan dan para implementor tahu apa yang harus dikerjakan dan ingin mengerjakannya, implementasi mungkin masih dicegah


(43)

karena kekurangan dalam struktur birokraasi (Edward 2003: 12-13).

Sedangkan menurut Grindle implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel yaitu:

a. Variabel isi kebijakan, mencakup: kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan, jenis manfaat yang akan dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, kedudukan pembuat kebijakan, (siapa) pelaksana program dan sumber daya yang dikerahkan.

b. Variabel lingkungan kebijakan, mencakup: seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsibilitas kelompok sasaran (Subarsono, 2005:93).

Berikutnya dalam pandangan Weimer dan Vining ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu:

a. Logika kebijakan, suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis.

b. Lingkungan tempat kebijakan dioperasikan akan

mempengaruhi keberhasilan implemetasi suatu kebijakan. c. Kemampuan implementasi kebijakan, keberhasilan suatu

kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari para implementor kebijakan (Subarsono, 2005:103).

Suatu implementasi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan implementasi, berikut adalah teori para ahli mengenai faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan implementasi.

Meter dan Horn menyatakan bahwa model implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 6 faktor yaitu:


(44)

a. Standar dan sasaran kebijakan yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh.

b. Sumberdaya kebijakan berupa dana pendukung implementasi.

c. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran

digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

d. Karakteristik pelaksanaan, yaitu karakteristik organisasi yang merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program.

e. Kondisi sosial, ekonomi politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan.

f. Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan

ditetapkan (Tangkilisan, 2003:20).

Dari kajian-kajian diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah tahap dimana kebijakan yang telah dirumuskan ditransformasikan kedalam bentuk tindakan untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Dalam penelitian ini teori yang dipilih untuk menganalisa implementasi dari kebijaian pendidikan keaksaraan dasaar adalah teori Edward, dimana keberhasilan dari suatu implementasi kebijakan dilihat dari beberapa aspek yaitu: Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Birokrasi.

D. Kajian Keaksaraan Dasar

1. Pendidikan Non-Formal

Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Program pendidikan nonformal melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk pemerintah atau pemerintah


(45)

daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Proses belajar pendidikan nonformal sendiri diorganisaikan diluar sistem persekolahan atau pendidikan formal, baik dilaksanakan terpisah maupun merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih besar yang dimaksudkan untuk melayani sasaran didik tertentu, seperti warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Berikut adalah beberapa konsep dasar dari pendidikan nonformal yang merupakan kerangka umum menganalisis fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat menurut Saleh Marzuki (2012:136-140) sebagai berikut:

1. Konsep dasar pertama adalah pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat manusia. Artinya, pendidikan merupakan upaya manusia untuk mengubah dirinya ataupun orang lain selama dia hidup.

2. Konsep dasar yang kedua adalah kebutuhan belajar minimum yang

esensial (minimum essential learning needs). Yang dimaksud dengan kebutuhan belajar disini adalah sesuatu yang harus diketahui dan dapat dikerjakan oleh anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebelum mereka mereka bertanggung jawab sebagai orang dewasa.


(46)

3. Proses pertumbuhan dalam masyarakat transisi memerlukan layanan pendidikan guna membantu pertumbuhan individu secara efektif.

4. Konsep dasar keempat terkait dengan peran pendidikan dalam pengembangan pedesaan. Para pakar telah banyak menulis tentang pembangunan nasional menyeluruh terutama tentang pertumbuhan ekonomi. Dalam peran pendidikan dalam pengembangan pedesaan, pendidikan hendaknya dipandangn sebagai salah satu input yang diperlukan bagi pembagunan pedesaan.

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan non formal adalah layanan pendidikan yang dilaksanakan diluar pendidikan formal (Sekolah), dengan tujuan agar dapat memberikan masyarakat layanan pendidikan yang berkualitas dengan proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Adapun konsep yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan non-formal adalah, pendidikan dipandang sebagai proses belajar sepanjang hayat dan memiliki tujuan untuk pengembangan individu manusia dan masyarakat.


(47)

2. Keaksaraan Dasar

Buta aksara adalah salah satu permasalahan yang terjadi di Indonesia, belum meratanya pendidikan dan kurang sadarnya masyarakat tentang pentingnya pendidikan merupakan salah satu penyebab adanya sebagian masyarakat yang masih belum melek aksara.

Pemerintah Indonesia melalui kebijakan pendidikan keaksaraan dasar berupaya agar meningkatkan angka melek aksara di Indonesia, sehingga dengan adanya kebijakan ini diharapkan pemerintah dapat menekan dan mengurangi anga buta aksara di Indonesia. Adapun tujuan dari kebijakan pendidikan keaksaraan dasar adalah upaya pemberian kemampuan keaksaraan bagi penduduk buta aksara usia 15-59 tahun agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan dan berbicara untuk mengkomunikasikan teks lisan dan tulisan dengan menggunakan aksara dan angka dalam bahasa Indonesia. Dalam panduan penyelenggaraan dan pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar, dijelaskan bahwa:

Pendidikan keaksaraan dasar adalah layanan pendidikan bagi penduduk buta aksara agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia, dan menganalisa sehingga memberikan peluang untuk aktualisasi potensi diri (Kemendikbud 2015:3).

Dengan demikian dapat disimpulkan keaksaraan dasar adalah kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan, dan


(48)

berbicara untuk mengomunikasikan teks lisan dan tulis sederhana dengan menggunakan aksara dan angka dalam Bahasa Indonesia.

3. Tujuan Pendidikan Keaksaraan Dasar

Setiap program pendidikan tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai, begitupun dengan pendidikan keaksaraan dasar. Ditjen PAUD dan DIKMAS dan Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat (2015:4) menyebutkan tiga tujuan pendidikan keaksaraan dasar, yaitu:

1. Memberikan layanan pendidikan kepada warga masyarakat usia 15-59 tahun yang belum dapat membaca, menulis dan berhitung dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

2. Memberikan kemampuan dasar membaca, menulis, berhitung dan

berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, serta pengetahuan dasar kepada peserta didik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memperepat penuntasan penduduk buta aksara di Indonesia Adapun hasil yang diharapkan dari lulusan pendidikan keaksaraan dasar diharapkan:

1. Memiliki perilaku dan etika yang mencerminkan sikap orang beriman dan bertanggung jawab dalam berinteraksi dengan lingkungan keluarga, masyarakat dan alam dalam kehidupan sehari-hari.


(49)

2. Menguasai pengetahuan faktual tentang cara berkomunikasi melalui bahasa Indonesia dan berhitung untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat.

3. Mampu menggunakan bahasa Indonesia dan keterampilan

berhitung untuk melakukan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat (Ditjen PAUD dan DIKMAS dan Direktur Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan).

Kesimpulan dari beberapa kajian di atas adalah, pendidikan keaksaraan dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam membaca, menulis dan berhitung. Pendidikan keaksaraan juga bertujuan untuk memberikan contoh sikap, kemampuan dan keterampilan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk dimanfaatkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Kajian PKBM

1. Pengertian PKBM

PKBM atau Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan prakarsa pembelajaran masyarakat yang didirikan dari, oleh dan untuk masyarakat, dimana PKBM menjadi wadah dimana seluruh kegiatan belajar masyarakat dalam rangka peningkatan pengetahuan, keterampilan/keahlian, hobi, atau bakatnya yang dikelola dan diselenggarakan sendiri oleh masyarakat. Keterlibatan masyarakat


(50)

dalam proses pendidikan dalam proses pendidikan secara tidak langsung akan memberikan ruang gerak yang lebih luas sehingga masyarakat akan semakin dewasa dan semakin mandiri dalam menentukan masa depannnya. Landasan yang menjadi dasar pemikiran PKBM menurut DR. Umberto Sihombing (1999:102,104) adalah kesadaran terhadap pentingnya kedudukan masyarakat dalam proses pembangunan pendidikan, merupakan tongkak sejarah yang penting dalam menghadapi era globalisasi. Bentuk konkrit dari lahirnya kesadaran bahwa masyarakat merupakan suatu potensi besar yang akan lebih mampu membangun dirinya sendiri, diwujudkan dalam pendekatan baru yang diharapkan dapat ditangkap oleh masyarakat sebagai pilihan terbaik guna membangkitkan semangat masyarakat yang selama ini tertutupi oleh asumsi yang salah, yakni bahwa masyarakat itu merupakan obyek semata.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih dan dijadikan ajang pemberdayaan masyarakat. Hal ini selaras dengan pemikiran bahwa dengan melembagakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat, akan banyak potensi yang selama ini tidak tergali akan dapat digali. Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat diharapkan dapat dapat menjadi sentra seluruh kegiatan pembelajaran masyarakat, kemandirian dan kehandalannya perlu dijamin oleh semua pihak.


(51)

Dari hasil kajian diatas dapat disimpulkan bahwa PKBM adalah sebuah lembaga pendidikan yang dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat serta diselenggarakan di luar sistem pendidikan formal baik di perkotaan maupun di pedesaan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan belajar kepada seluruh lapisan masyarakat agar mereka mampu membangun dirinya secara mandiri sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itulah PKBM berperan sebagai tempat pembelajaran masyarakat terhadap berbagai pengetahuan atau keterampilan dengan memanfaatkan sarana, prasarana dan potensi yang ada di sekitar lingkungannya, agar masyarakat memiliki keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup.

2. Fungsi PKBM

PKBM sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, secara kelembagaan padanya melekat beberapa fungsi yang secara hakiki sulit dipisahkan, menurut DR. Umberto Sihombing (1999:110-112) fungsi-fungsi PKBM adalah sebagai berikut:

a. Sebagai wadah pembelajaran, artinya tempat warga masyarakat

dapat menimba ilmu dan memperoleh berbagai jenis keterampilan dan pengetahuan fungsional dapat digunakan dalam peningkatan kualitas hidupnya.


(52)

b. Sebagai tempat pusaran semua potensi masyarakat, artinya PKBM sebagai tempat pertukaran berbagai potensi yang ada dan berkembang dimasyarakat, sehingga menjadi suatu sinergi yang dinamis dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

c. Sebagai pusat dan sumber informasi, artinya tempat masyarakat menannyakan berbagai informasi tentang berbagai jenis kegiatan pembelajaran dan keterampilan fungsional yang dibutuhkan masyarakat.

d. Sebagai ajang tukar menukar keterampilan dan pengalaman, artinya tempat berbagai jenis keterampilan dan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan dengan prinsip saling belajar dan membelajarkan melalui diskusi mengenai permasalahan yang diahadapi.

e. Sebagai sentra pertemuan antar pengelola dan sumber balajar, artinya tempat diadakannya berbagai pergtemuan para pengelola dan sumber belajar baik secara intern maupun dengan PKBM di sekitarnya.

f. Sebagai loka belajar yang tidak pernah kering, artinya sebagai tempat yang secara terus menerus digunakan untuk kegiatan berbagai masyarakat dalam bentuknya.

g. Sebagai tempat pembelajaran yang dapat digunakan oleh

berbagai departemen dan lembaga-lembaga pemerintah serta lembaga swasta, untuk menyampaikan hal-hal atau penjelasan


(53)

tentang tugas dan tanggung jawabnya dalam melayani masyarakat.

Dari beberapa fungsi yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi PKBM adalah sebagai tempat pembelajaran dan pengembangan potensi masyarakat, sumber informasi dan sebagai penghubung masyarakat dengan lembaga pemerintah atau swasta yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam melayani pendidikan masyarakat.

F. Penelitian Yang Relevan

Penelitian relevan yang berkaitan dengan pembelajaran keaksaraan dilakukan oleh Ani Irmawati (2015) dengan judul “Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Pekerja Buruh Gendong di Pasar Giwangan”, dari hasil penelitian yang dilakukan, hasil program pembelajaran keaksaraan fungsional yang didapat oleh warga belajar yang dulunya belum pernah mengenyam pendidikan memberikan manfaat yang positif bagi buruh gendong yang mengikuti pembelajaran, setelah mengikuti pembelajaran tersebut mereka dapat membaca dan menulis serta dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Salah satu contoh manfaat positif dari program pembelajaran keaksaraan fungsional adalah setelah mereka bisa membaca dan menulis, mereka sudah tidak kesulitan lagi untuk menulis namanya sendiri dan alamat rumah mereka. Adapun faktor pendukung program pembelajaran


(54)

keaksaraan fungsional antara lain semangat dan motivasi diri warga belajar, sarana dan prasarana yang memadai, faktor dari orang-orang terdekat warga belajar, adanya tutor dan relawan yang mau mengajar, adanya lembaga yang menaungi program keaksaraan fungsional dipasar giwangan. Selain faktor pendukung terdapat juga faktor penghambat antara lain, dana yang minim, kuriulum yang belum sesuai dengan standar program keaksaraan fungsional pada umumnya, faktor usia yang sudah tidak muda lagi, kurangnya tenaga/jumlah tutor, terbenturnya waktu belajar dengan waktu bekerja buruh gendong, dan adanya pekerjaan lain yang mendadak yang menghambat para warga didik untuk mengikuti pembelajaran keaksaraan fungsional.

a. Persamaan

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas mengenai pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan di masyarakat, sebagai upaya untuk menuntaskan buta huruf.

b. Perbedaan

Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan proses pembelajaran keaksaraan daripada proses implementasi kebijakan secara keeluruhan, dan perbedaan lainnya adalah pendidikan keaksaraan dalam penelitian di atas lebih menspesifikasikan target warga belajar pendidikan keaksaraan kepada buruh gendong di pasar Giwangan.


(55)

Penelitian yang relevan yang kedua yang berkaitan dengan keaksaraan dasar dilakukan oleh Riski Yuliani (2016) dengan judul “Implementasi Akselerasi Pendidikan Keaksaraan Dasar di PKBM Ngundi Makmur Pengasih Kulon Progo Tahun 2015”, dari hasil penelitian yang dilakukan adalah bertambahnya lulusan sejumlah 40 peserta yang bertambah kemampuannya dalam membaca, menulis, berhitung, mendengar, dan berbicara. Hal ini didukung dengan nilai yang diperoleh yaitu kisaran 70-95 dan rata-rata keseluruhan 79,99. Sedangkan rata-rata perkemampuan yaitu mendengar 82,87; berbicara 77,3; menulis 78,45; dan berhitung 82,22. Faktor pendukung program terdiri dari faktor eksternal dan fisik berupa fasilitas yang lengkap dan memadai, faktor internal non fisik berupa semangat peserta didik mengikuti KBM, dan faktor eksternal nonfisik berupa kemampuan dan tanggungjawab tutor dalam mengajar dan mengelola program. Faktor-faktor penghambatnya meliputi faktor internal nonfisik berupa motivasi belajar yang rendah dari beberapa peserta, faktor eksternal fisik berupa keadaan cuaca yang tidak stabil dan tutor yang kaang terlambat hadir membaca. Faktor internal fisik berupa keadaan penglihatan dan pendengaran peserta menurun, dan faktor eksternal nonfisik berupa kesibukan lain seperti pekerjaan dan keluarga peserta didik.

a. Persamaan

Persamaan dengan penelitian ini adalah membahas mengenai Implementasi dan Keaksaraan Dasar sebagai objek yang diteliti.


(56)

b. Perbedaan

Perbedaannya adalah penelitian ini lebih membahas akselerasi pendidikan keaksaraan dasar, daripada membahas implementasi kebijakan pendidikan keaksaraan dasar secara keseluruhan.

G. Kerangka Pikir

Dalam konteks pendidikan untuk semua (Education For All) dan peningkatan kualitas hidup manusia Indonesia yang dilandasi oleh prinsip pedidikan sepanjang hayat, pendidikan keaksaraan memiliki fungsi strategis untuk memenuhi hak pendidikan dasar bagi warga Negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar amandemen ke-IV juga telah dijelaskan bahwa salah satu tujuan Negara juga adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai minat dan bakat yang dimiliki setiap peserta didik tanpa memandang status sosial, etnis dan gender. Dengan kata lain pemerintah melalui UUD 1945 dan amandemennya memiliki kewajiban untuk memberikan dan menyediakan pendidikan yang merata dan bermutu bagi masyarakat Indonesia, agar setiap warga negara Indonesia dapat menikmati pendidikan yang berkualitas sebagai salah satu usaha untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional.


(57)

Pendidikan merupakan suatu dasar bagi sebuah Negara untuk dapat berkembang. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat 3 mengenai pendidikan nonformal menyatakan; pendidikan nonformal merupakan pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangakan kemampuan peserta didik. Pendidikan nonformal adalah salah satu jalur pendidikan nasional yang turut bertugas dan bertanggungjawab untuk mengantar bangsa agar siap menghadapi perkembangan jaman dan mampu meningkatkan kualitas hidup bangsa dimasa mendatang. Pendidikan nonformal diprioritaskan ke dalam beberapa progam sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Keaksaraan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara, sebagaimana disebutkan dalam strategi peningkatan mutu pendidikan keaksaraan dasar: “Pengembangan dan penetapan standar kompetensi keaksaraan (SKK) dan standar isi (SI) pendidikan keaksaraan mulai dari keaksaraan dasar, keaksaraan lanjutan dan keaksaraan mandiri. Kemudian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan Dasar menjadi acuan dan penjaminan mutu


(58)

dalam menyelenggarakan pendidikan keakasaraan dasar. Dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk menyoroti tentang kebijakan pendidikan keaksaraan dasar. Karena penulis merasa bahwa kebijakan ini berhubungan dengan masyarakat golongan bawah dan jika kebijakan ini berhasil diimplementasikan maka dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Saleh Marzuki (2012:118) teori ekonomi mendukung keaksaraan fungsional dengan penelitian yang dilakukan oleh Philips (1964) dengan dasar rancangan expost facto, analisis sistem ekonomi yang menunjukkan adanya pertumbuhan produktivitas sebagai dampak pendidikan. Studi ini menunjukan bahwa sebagian besar dar pertumbuhan dibidang produksi di Negara berkembang sebagian besar berasal dari kemajuan teknis dan kualitas sumber daya manusia, yang keduanya merupakan peran pendidikan. Adapun dampak dari pendidikan keaksaraan terhadap produktivitas tergambar dalam penelitian Stanislav Strumlin (1965) yang menunjukan bahwa seorang pekerja yang berpendidikan setahun di sekolah dasar memiliki pertubuhan peoduktivitas sebesar 30%, sedangkan pekerja buta aksara yang dimagangkan di industri selama satu tahun hanya memiliki petambahan produktivitas sebesar 12%. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pendidikan keaksaraan memberikan sumbangan besar terhadap pembangunan ekonomi. Penelitian tersebut adalah salah satu bukti bahwa pendidikan keaksaraan dasar dapat meningkatkan produktivitas seseorang dan secara tidak langsung akan


(59)

memperbaiki taraf hidupnya menjadi lebih baik. Keaksaraan dasar merupakan suatu langkah awal dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas maka tujuan pambangunan nasional dapat tercapai.

Namun pada kenyataannya kondisi dan karakteristik geografi, ekonomi, serta sosial budaya Indonesia sebagai sebuah Negara kesatuan yang luas dan multikultural merupakan tantangan untuk terciptanya layanan pendidikan yang merata dan bermutu, salah satu dampaknya adalah terjadi permasalahan buta akasara. Mengacu pada data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sampai dengan tahun 2015 masih terdapat sekitar 3,56% atau sebanyak 5,7 juta jiwa dari keseluruhan penduduk Indonesia buta aksara. Mayoritas penyandang buta aksara tersebut adalah kaum perempuan dari keluarga miskin yang berdomisili diwilayah pedesaan yang mayoritas berusia diantara 15-59 tahun. Dengan adanya kondisi tersebut maka pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan dan peningkatan mutu pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal, guna untuk menekan angka buta aksara.

Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini mengenai bagaimana implementasi dari kebijakan keaksaraan dasar yang diselenggarakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada yang berada di Pendowo Harjo, kecamatan Sewon, Kab. Bantul, Yogyakarta, sebagai salah satu lembaga pendidikan nonformal yang


(60)

mengimplementasikan kebijakan pendidikan keaksaraan dasar yang menjadi salah satu program pendidikan nonformal yang diselenggarakan. PKBM Persada sendiri dipilih sebagai tempat penelitian berdasarkan rekomendasi dari Seksi Kesetaran Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga propinsi DIY. Dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk lebih melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada, peneliti menggunakan teori Edward dimana dalam keberhasilan Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu 1) Komunikasi: dimana implementor suatu kebijakan harus paham dengan apa yang dia kerjakan; 2) Disposisi: adalah komitmen dari orang yang mengimplementasikan suatu kebijakan; 3) Sumber Daya, yaitu sumber yang mendukung dalam implementasi suatu kebijakan; 4) Struktur Birokrasi, struktur dimana tugas dan tanggung jawab para implementor diatur. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar. Langkah-langkah ini dipilih sebagai salah satu upaya peneliti untuk melihat sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan keaksaraan dasar yang ada di PKBM Persada, Bantul, Yogyakarta.


(61)

Bagan 1. Kerangka Pikir

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2006

Tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun

dan Pemberantasan Buta Aksara

Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Di PKBM Persada Faktor

Pendukung

Implementasi Kebijakan Pendidikan Keaksaraan Dasar Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Pendidikan Keakasaraan Dasar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 86

Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan

Dasar

Aspek yang dilihat dalam implementasi kebijakan:

 Komunikasi

 Disposisi

 Sumber Daya

 Struktur


(62)

H. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan konsep dan kerangka pikir tersebut, maka munculah pertanyaan penelitian sebagai dasar untuk mengetahui implementasi kebijakan keaksaraan dasar di PKBM Persada Bantul, Yokyakarta sebagai berikut:

1. Bagaimana perekrutan peserta didik yang akan mengikuti pendidikan keaksaraan dasar?

2. Bagaimana mengajak masyarakat untuk sadar akan pentingnya

kemampuan keaksaraan agar dapat tertarik untuk mengikuti program keaksaraan dasar?

3. Apakah ada persyaratan bagi tenaga pendidik atau tutor yang akan mengajar keaksaraan dasar?

4. Bagaimana peran tutor keaksaraan dasar bagi pelaksanaan program keaksaraan dasar?

5. Apa yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan program

keaksaraan dasar?

6. Sarana dan prasarana apa saja yang tersedia dan mendukung pelaksanaan program keaksaraan dasar?

7. Metode, media dan sumber belajar apa yang digunakan dalam pendidikan keaksaraan dasar?

8. Bagaimana proses penilaian pembelajaran keaksaraan dasar?

9. Apa yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pendidikan


(63)

10. Dari mana sumber daya dana dalam implementasi pendidikan keaksaraan dasar?

11. Seperti apa implementasi kebijakan keaksaraan dasar di PKBM Persada?


(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang bersifat deskriptif dan berusaha menggali makna suatu fenomena. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

Menurut Bogdan dan Taylor (1993:30) metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Menurut keduanya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara menyeluruh (holistic). Ini berarti bahwa individu tidak boleh diisolasi atau diorganisasikan ke variabel atau hipotesis, namun perlu dipandang sebagai bagian sebagai bagian dari suatu keutuhan

Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Penelitian kualitatif dengan pedekatan deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha


(65)

mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut.

B. Seting Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) Persada, Pendowoharjo, Kec. Sewon, Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai februari 2017.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek merupakan informan atau narasumber yang melekat dengan variabel yang akan diteliti. Subjek dalam penelitian diharapkan dapat berpartisipasi dalam penelitian dan dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi latar tempat penelitian. Sehingga informan atau narasumber yang menjadi subjek dalam penelitian dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam mengenai objek yang diteliti. Subjek dalam penelitian ini adalah Ketua PKBM, tutor keaksaraan dasar dan peserta PKBM yang mengikuti program keaksaraan dasar.


(66)

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian adalah apa yang akan diselidiki dalam penelitian. Menurut Bungin (2008:76) mengungkapkan bahwa:

Objek penelitian yang merupakan fokus dan lokus (tempat atau lokasi) penelitian. Atau, apa yang menjadi sasaran penelitiannya. Sasaran penelitian tidak tergantung oleh judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret digambarkan dalam rumusan masalah penelitian (Andi Prastowo 2012:203)

Objek dalam penelitian ini adalah kebijakan pendidikan keaksaraan dasar di PKBM Persada Bantul.

D. Instrument Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti adalah key instrument atau alat penelitian utama. Peneliti sendiri yang mengadakan pengamatan atau wawancara tak berstruktur. Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai instrument dikarenakan hanya manusia sebagai instrumen yang dapat memehami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, serta menyelami perasaan dan nilai-nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Peneliti juga melaksanakan peran sosial interaktif, melakukan pengamatan, interview, dokumentasi dan mencatat hasil pengamatan dan interaksi bersama partisispan.

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data seperti wawancara, observasi dan dokumentasi.

Prinsip dalam pengumpulan data penelitian kualitatif ialah: (1) menggunakan multisumber bukti, menggunakan banyak informan dan


(67)

memerhatikan sumber-sumber bukti lainnya; (2) menciptakan data dasar studi kasus, mengorganisir dan mengoordinasikan data yang telah terkumpul, biasanya studi kasus memakan waktu yang cukup lama dan data yang diperolehnya pun cukup banyak sehingga perlu dilakukan pengorganisasian data, upaya datayang terkumpul tidak hilang saat dibutuhkan nanti; dan (3) memelihara ragkaian bukti, tujuannya agar bisa ditelusuri dari bukti-bukti yang ada, berkenaan dengan studi kasus yang sedang dijaankan, pentingketika menelusuri kekurangan data lapangan (Imam Gunawan 2014:142-143).

1. Observasi

Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang seperti apa pelaksanaan program melalui pemantauan pada saat program dilaksanakan. Observasi juga memiliki manfaat agar peneliti mengetahui tujuan dan indikator yang telah dicapai dalam pelaksanaan kegiatan program. Observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang munculdan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.

Pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, yaitu mulai penyempitan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus-menerus terjadi.

2. Metode Wawancara

Wawancara merupakan suatu kegiatan Tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana


(68)

pewawancara bermaksud memeperoleh persepsi, sikap dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan masalah yang diteliti.

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan

jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Wawancara digunakan untuk mengetahui pendapat peserta didik dari PKBM mengenai program keaksaraan dasar. Selain itu dengan wawancara juga peneliti bisa menggali lebih dalam untuk mendapatkan informasi dari peserta PKBM sebagai subjek dari penelitian.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan membaca surat-surat, pengumuman, iktisiar rapat, pernyaaan tertulis, pernyataan tertulis dan kebijakan tertentu. Metode pencarian data melalui dokumentasi sangat bermanfaat dalam membantu peneliti karena dapat dilakukan tanpa mengganggu obyek atau suasana penelitian. Dengan mempelajari dokumen-dokumen yang ada peneliti dapat lebih memahami dan mengenal obyek yang diteliti.

Menurut Bungin (2008: 121) teknik dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial untuk menelusuri data historis (Imam Gunawan 2014:177).


(69)

F. Teknik Analisis Data

Tekik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis Miles dan Hubberman. Menurut miles dan Hubberman (2007: 16) analisis data kualitatif adalah suatu proses analisis yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verivikasi.

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari data-data tertulis dilapangan. Reduksi data ini berlangsung secara terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Selama pengumpulan data berjalan, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya (membuat ringkasan, mengode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis memo). Reduksi data ini bahkan berjalan hingga setelah penelitian di lapangan berakhir dan laporan akhir lengkap tersususn.

Analisis yang kita kerjakan selama proses reduksi data adalah, misalnya melakukan pemilihan tentang bagian data mana yang dikode, mana yang dibuang, pola-pola mana yang meringkas sejumlah bagian yang tersebar, dan cerita-cerita apa yang sedang berkembang. Semua itu juga disebut pemilihan-pemilihan analitis. Sementara itu, data kualitatif dapat kita sederhanakan dan kita


(1)

Lampiran 9

Data PKBM Persada Profil PKBM Persada

Na a Le aga : PKBM PERSADA

NPSN : P

Iji Operasio al : /PKBM/ Tahu Pe diria : No e er Akte Notaris : /

/

NPWP : . . . . .

Surat i sta si

er e a g : Pe didika Me e gah da /PKBM/ oleh Di as No for al Ka upate Ba tul Keputusa Me teri

huku da HAM RI : No or AHU-.AH. . .TAHUN

Kepe gurusa . Ketua : Fajar Ri a ti . Sekretaris : )id i Nuzula . Be dahara : I dak Tu

Khasa ah

Ala at Le aga : Ko plek Balai Desa Pe do oharjo Jl.Ba tul K ,

Ke a ata : Se o Ka upate : Ba tul

Pro i si : Daerah Isti e a Yog akarta

No Telp :

Progra PNF a g

telah dilaksa aka . : . Pe didika Keaksaraa Dasar . Kesetaraa Paket A . Kesetaraa Paket B . Kesetaraa Paket C SK Akreditasi

Progra Keaksaraa : /K. /SK/AKR/ Na a Pe gelola : Fajar Ri a ti No. Telepo

E ail : di ka a a@ ahoo. o.id Reke i g Ba k


(2)

Pengalaman Lembaga Dalam Melaksanakan Pendidikan Keaksaraan Dasar 5 Tahun Terakhir

No Kegiata Tahu

Dilaksa aka SuDa a er Peserta Ju lah Didik

Lokasi Kegiata Keaksaraa

Dasar APBN Pa ar Glo do g

APBN Bi is

Soroge e

APBN Kepek

Ma ggu g Rogoita Sa a Ra du ela g Ta ju g Dru o Ngaglik Sudi oro Pe do o APBD Jo or

Rogoita APBD Re de g

Daga Re de g Ga usa Keaksaraa

Usaha Ma diri

APBN Po ggok

APBN Pa ar

Glo do g

APBN Bi is

Soroge e

APBN Kepek

Ma ggu g Rogoita Pe do o


(3)

Prestasi Yang Pernah Diraih PKBM Persada

No Na a Lo ba Prestasi Ti gkat Pe yele gga

ra Tahu

Pe ele ggara Pe didika Keaksaraa

Juara I Ka upate Dik e of Ka Ba tul Pe ele ggara

Pe didika Keaksaraa

Juara III Propi si Dikpora DIY Lo a Satua

Pe didika Ber a asa Ge der Kategori SKB/PKBM

Juara I Propi si Dikpora DIY

Lo a Kar a N ata

Pe gelola PKBM

Ja ore PTK Paud i

Juara II Ka upate Dik e of Ka . Ba tul

Pe ele ggara Pe didika Keaksaraa

Juara I Ka upate Dik e of Ka . Ba tul


(4)

Mitra PKBM Persada

No

Na a

Ala at

Be tuk

Hu u ga

Kerjasa a

Pera dala

pe i gkata

kapasitas

PKBM

Kodi

Ba tul Melika ,Ba tul Ba tua ATK Ba tua Ka a ata Pe da pi ga tutorial

Keaksaraa

Me u ja g kegiata Keaksaraa di PKBM

SDM Peserta didik le ih

erke a g Sulastri

A gkri ga Pojok

Kepek

Ti ulhaarjo Kegiata Usaha Me a pu g hasil usaha peserta keaksaraa Har adi

Dukuh Kepek

Kepek

,Ti ulharjo Me ediaka Peserta didik Peserta didik Sri Su ar i

Dukuh Soroge e

Soroge e ,Ti

ulharjo Me ediaka peserta didik da te pat pe elajara

Me a ah sara a PKBM


(5)

Personalia Tenaga Pendidik Keaksaraan Dasar

No Na a L P Te pat,tgl lahir pe d Bida g Studi Mulai Tugas Pad i i Kar a ti P Ba tul, Juli SMA Keaksaraa

Su irah, S.Pd P Ba tul, Mei S Keaksaraa

Susandi L SMA Keaksaraa

Tugi ah,A.Ma.Pd P Ba tul, Nope er D Keaksaraa Pur a i P Yog akarta, Dese er SMA Keaksaraa Jirha ah S.Pd P Yog akarta, April S Keaksaraa Siti Akhi ati,S.Pd P S Keaksaraa Marsi e P Ba tul, Dese er SPG Keaksaraa

Supriyati P Ba tul, Mei S Keaksaraa Sarti i Kasih P Ba tul, Ja uari Paket C Keaksaraa Eka Listia a P Wo ogiri, Ja uari SMA Keaksaraa Ja ro i L Jetis, Ja uari SMEA Keaksaraa Sugi ati P Klate , Maret SMEA Keaksaraa

Fitria A u

Fajar ati P Gu u gkidul, Ja uari SMK Keaksaraa Roha i Agusti P Gu u gkidul , Agustus S Keaksaraa Ret a D i Astuti P Ba tul, Septe er SMA Keaksaraa

Na ik


(6)

Sarana dan Prasarana

No Na a Ju lah Ko disi Asal Bara g

Meja peserta didik La ak Beli Meja kursi pe didik Set La ak Pi ja

Papa tulis/White

oard La ak Beli

Pe ggaris set La ak Beli Al ari pe i pa

doku e La ak Pi ja

Perle gkapa OR La ak Pi ja Laptop Thosi a La ak Pi ja Pri ter Brother La ak Beli Pri ter Ca o La ak Beli Bli der Clip No La ak Beli Bli der Clip No La ak Beli Bli der Clip No La ak Beli

File Bo La ak Beli

Te pat sa pah La ak Beli

Ko puter La ak Pi ja

Papa Data La ak Ba tua dari UMY Papa a a PKBM La ak Beli

Gero ag a gkri ga La ak Ba tua dari UMY

Karpet/Tikar La ak Beli

Glo e La ak Beli

Staples La ak Beli

O e La ak Beli

Mi er La ak Beli

Waja La ak Beli

Ti a ga kue La ak Beli

solet La ak Beli

Basko esar La ak Beli

Basko ke il La ak Beli

Lo a g persegi La ak Beli Lo a g u dar La ak Beli Cetaka eeg roll La ak Beli