63
tongkat dan observasi keterampilan melawat dengan tongkat. Hasil pengumpulan data dari tes perbuatan dianalisis menggunakan statistik
nonparametrik dengan tes U Mann Whitney untuk mengetahui dan menguji perbedaan keterampilan melawat dengan tongkat antara siswa tunanetra yang
tinggal di rumah dengan yang tinggal di asrama. Selain itu menurut Zainal Arifin 2012: 46 menjelaskan bahwa, hasil
perbandingan dapat menentukan unsur-unsur atau faktor-faktor penting yang melatarbelakangi persamaan dan perbedaan. Oleh karena itu, berdasarkan
hasil perbandingan data kualitatif akan ditentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan melawat dengan tongkat pada siswa.
Pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa komparasi tentang keterampilan melawat dengan tongkat antara siswa tunanetra yang tinggal di
rumah dengan yang tinggal di asrama merupakan suatu kegiatan membandingkan keterampilan melawat dengan tongkat antara siswa tunanetra
yang tinggal di rumah dengan siswa tunanetra yang tinggal di asrama. Ada dua lingkungan tempat tinggal yang berbeda yaitu rumah dan asrama. Selain
itu, di kedua tempat tinggal tersebut memiliki berbagai aktivitas yang berbeda-beda. Salah satunya kebiasaan serta intensitas melakukan orientasi
dan mobilitas seperti melawat dengan tongkat sehingga perlu dilakukan komparasi.
64
F. Kerangka Pikir
Penyandang tunanetra total adalah seseorang yang mengalami gangguan pada persepsi pengelihatan, sehingga menyebabkan mereka tidak
dapat menerima rangsang secara visual. Kondisi ini menyebabkan beberapa keterbatasan diantaranya keterbatasan dalam lingkup keanekaragaman
pengalaman, keterbatasan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta keterbatasan berpindah tempat atau mobilitas Irham Hosni, 1996: 29.
Keterbatasan berpindah tempat pada seorang tunanetra dapat diminimalisir dengan menguasai berbagai metode orientasi dan mobilitas. Salah satunya
keterampilan melawat dengan tongkat. Keterampilan melawat dengan tongkat merupakan suatu kecakapan
dalam menggunakan tongkat sebagai alat mobilitas agar siswa tunanetra mampu melawat secara aman, efektif, efisien dan mandiri di lingkungan yang
sudah dikenal maupun belum dikenal. Seorang tunanetra harus menerapkan teknik-teknik melawat dengan tongkat untuk mampu melawat aman, efektif,
efisien dan mandiri. Agar menjadi terampil dalam menggunakan tongkat seorang tunanetra juga harus selalu berlatih menggunakan teknik-teknik
melawat dengan tongkat. Sekolah menyediakan program sekolah asrama dan sekolah harian.
Siswa yang tinggal di rumah menjadi tanggung jawab orang tua ketika di rumah, sehingga orang tua dapat mendidik dan mengawasi setiap
perkembangan siswa termasuk kemandiriannya. Banyak kasus orang tua memberikan bantuan yang berlebihan sehingga seorang tunanetra kurang
65
mendapat kesempatan untuk melakukan kegiatan yang sesungguhnya mampu untuk dilakukannya sendiri Juang Sunanto, 2005:177. Memberikan bantuan
yang berlebihan merupakan bentuk dari tingginya sikap melindungi orang tua kepada siswa tunanetra. Hal ini diwujudkan dengan selalu memberikan
bantuan kepada siswa dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, selalu menuntun siswa ketika melawat dan tidak memberikan tanggung jawab rumah
pada siswa. Padahal berbagai aktivitas tersebut secara tidak langsung dapat melatih siswa untuk hidup mandiri dan melatih keterampilan orientasi dan
mobilitas terutama keterampilan melawat dengan tongkat. Oleh karena itu, sikap orang tua yang sangat melindungi dan memberikan bantuan yang
berlebihan akan berdampak negatif kepada siswa. Sikap ini dapat menyebabkan siswa selalu tergantung pada orang lain dan tidak mampu
bereksplorasi di lingkungannya. Hal ini menyebabkan rendahnya keterampilan orientasi dan mobilitas terutama keterampilan melawat dengan tongkat pada
siswa yang tinggal di rumah, karena siswa tidak diberi kesempatan untuk berlatih keterampilan tersebut.
Sekolah asrama bertujuan untuk mengawasi siswa sebelum dan sesudah jam sekolah Mardiati Busono, 1980: 104. Siswa yang tinggal di asrama
diawasi 24 jam oleh pihak yang berkepentingan dan siswa harus mematuhi berbagai peraturan yang ada di asrama. Orang di sekitar asrama memberikan
kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk bebas mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan membiasakan siswa untuk
melakukan berbagai aktivitas secara mandiri termasuk berpergian secara
66
mandiri. Oleh karena itu, siswa yang tinggal di asrama mampu mengelola kehidupannya dan mampu berpergian secara mandiri dengan tongkat maupun
tanpa tongkat. Kebiasaan hidup mandiri dan sikap lingkungan yang memberikan kesempatan siswa melakukan berbagai aktivitas secara mandiri
menjadikan siswa terampil dalam orientasi dan mobilitas terutama keterampilan melawat dengan tongkat.
Siswa yang tinggal di rumah dan siswa yang tinggal di asrama memiliki tempat tinggal yang berbeda, aktivitas keseharian yang berbeda dan sikap
orang di sekitar lingkungan berbeda. Adanya kondisi ini menyebabkan adanya perbedaan keterampilan melawat dengan tongkat antara siswa tunanetra yang
tinggal di rumah dengan yang tinggal di asrama. Adapun bagan kerangka pikir sebagai berikut:
Penyandang tunanetra memiliki tiga keterbatasan yaitu dalam lingkup keanekaragaman pengalaman, keterbatasan dalam
berinteraksi dengan lingkungan serta keterbatasan berpindah tempat
Keterampilan orientasi dan mobilitas terutama keterampilan melawat dengan tongkat yang dimiliki siswa tunanetra
Siswa yang tinggal di rumah Siswa yang tinggal di asrama
day school residential school
Ada perbedaan keterampilan melawat dengan tongkat antara siswa tunanetra yang tinggal di rumah dengan yang tinggal di asrama
Gambar 1. Bagan kerangka pikir