Perbedaan akhlak antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren (studi komparasi siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan Jakarta Barat)

(1)

PERBEDAAN AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL

DI LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN SISWA YANG

TINGGAL DI LINGKUNGAN PESANTREN

(Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan

Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

SAIFUL MILLAH

NIM: 107011000985

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

PERBEDAAN AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL

DI LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN SISWA YANG

TINGGAL DI LINGKUNGAN PESANTREN

(Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan

Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana

Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

SAIFUL MILLAH

NIM: 107011000985

Di Bawah Bimbingan

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(3)

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul “Perbedaan Akhlak Antara Siswa Yang Tinggal Di Lingkungan Keluarga Dengan Siswa Yang Tinggal Di Lingkungan Pesantren (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan Jakarta Barat)” disusun oleh Saiful Millah, NIM: 107011000985, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 22 Juli 2014 Yang Mengesahkan,


(4)

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Perbedaan Akhlak Antara Siswa yang Tinggal di Lingkungan Keluarga dengan Siswa yang Tinggal di Lingkungan Pesantren (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol Kembangan, Jakarta Barat)” disusun oleh SAIFUL MILLAH Nomor Induk Mahasiswa 107011000985, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 25 Juli 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama Islam.

Jakarta, 25 Juli 2014


(5)

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Saiful Millah NIM : 107011000985

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Jl. Raden Saleh Gg. Masjid Al-Mukarom No. 65 RT 004/01 Karang Mulya, Kec. Karang Tengah, Kota Tangerang, Banten, Kode Pos: 15157.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul PERBEDAAN AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN SISWA YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN PESANTREN (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan Jakarta Barat) adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama Pembimbing : Dr. Khalimi, M.Ag. NIP : 19650515 199403 1 006 Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 22 Juli 2014 Yang Menyatakan


(6)

ABSTRAK

Saiful Millah (NIM: 107011000985). Perbedaan Akhlak Antara Siswa yang Tinggal di Lingkungan Keluarga dengan Siswa yang Tinggal di Lingkungan Pesantren (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan, Jakarta Barat).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana akhlak siswa yang tinggal di lingkungan keluarga, bagaimana akhlak siswa yang tinggal di lingkungan pesantren, dan apakah ada perbedaan akhlak antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2014 di MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan Jakarta Barat.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan teknik komparatif dan pendekatan kuantitatif. Reponden dalam penelitian ini berjumlah 32 siswa dari 127 atau sekitar 25% yang terdiri dari 16 siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dan 16 siswa yang tinggal di lingkungan pesantren. Teknik pengambilan sampel yaitu cluster random sampling.

Dari hasil perhitungan diperoleh to sebesar 0.354; sedangkan tt = 2,04 dan 2,75 maka to lebih kecil dari tt, baik pada taraf signifikansi 5 % maupun pada taraf signifikansi 1 %. Dengan demikian hipotesis nihil (Ho) yang menyatakan tidak terdapat perbedaan akhlak yang signifikan antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren diterima atau disetujui dan hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan akhlak yang signifikan antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren ditolak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akhlak siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan akhlak siswa yang tinggal di lingkungan pesantren.


(7)

KATA PENGANTAR

ﻢﺴﺑ

ا

ّﺮﻟ

ﻦﻤﺣ

ا

ّﺮﻟ

ﻢﻴﺣ

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas rahmat, inayah, dan hidayah-Nya,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Akhlak

Antara Siswa yang Tinggal di Lingkungan Keluarga dengan Siswa yang Tinggal di Lingkungan Pesantren (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol,

Kembangan, Jakarta Barat)”. Shalawat dan salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang seperti saat ini.

Penulisan skripsi ini ditujukan guna sebagai tugas akhir mahasiswa dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa ada dukungan dan bantuan, baik berupa moril maupun materil, dari para pihak yang telah banyak berjasa. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Marhamah Saleh, Lc., M.A selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

5. Bapak Dr. Khalimi, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi. 6. Ibu Dra. Hj. Elo Al-Bugis, M.A selaku Dosen Penasehat Akademik.


(8)

7. Bapak/Ibu dosen di Jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah meluangkan waktunya untuk mengajar dan memberikan bimbingan kepada para mahasiswanya.

8. Bapak H. Zufar, S.E selaku Kepala Madrasah MTs. Al-Hidayah.

9. Bapak Abdul Latif, S.Pd selaku Bag. Tata Usaha MTs. Al-Hidayah yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis. Serta para guru di MTs. Al-Hidayah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya, namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada beliau.

10.Ibu dan Bapak tercinta, Hj. Samimah dan H. Muhasyar, S.Ag, yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moral dan material.

11.Adik-adikku yang terus memberikan motivasi untuk tetap semangat menyelesaikan tugas akhir.

12.Teman-teman mahasiswa seperjuangan Kelas C PAI angkatan 2007.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan baik dalam penyajian materi maupun pemberian analisisnya. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.

Jakarta, 25 Juli 2014


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

1. Pembatasan Masalah ... 6

2. Perumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teori ... 8

1. Akhlak di Lingkungan Keluarga ... 8

a. Pengertian Akhlak ... 8

b. Ruang Lingkup Akhlak ... 9

c. Manfaat Akhlak ... 12

d. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Akhlak ... 13

e. Pengertian Lingkungan ... 14

f. Pengertian Keluarga ... 16


(10)

h. Pembinaan Akhlak dalam Keluarga ... 18

1.) Pendekatan Keteladanan ... 19

2.) Pendekatan Pembiasaan ... 19

3.) Nasihat... 20

4.) Bercerita ... 21

2. Akhlak di Lingkungan Pesantren ... 21

a. Pengertian dan Sejarah Pesantren ... 21

b. Tujuan Pesantren ... 22

c. Elemen-elemen Pesantren ... 22

d. Pembinaan Akhlak di Pesantren ... 25

1.) Metode Keteladanan... 26

2.) Metode Latihan dan Pembiasaan ... 26

3.) Mendidik Melalui Ibrah ... 27

4.) Mendidik Melalui Mauidzah (Nasehat) ... 27

5.) Mendidik Melalui Kedisiplinan ... 28

6.) Mendidik Melalui Targhib wa Tahzib ... 28

B. Kerangka Berfikir... 28

C. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

B. Metode Penelitian... 31

C. Populasi dan Sampel ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian... 38

1. Letak Geografis ... 38

2. Profil Madrasah ... 38


(11)

4. Struktur Organisasi ... 39

5. Keadaan Siswa, Guru dan Karyawan ... 40

6. Sarana dan Prasarana ... 42

7. Kurikulum... 43

B. Deskripsi Data ... 43

C. Analisis dan Interpretasi Data ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nama-nama Siswa yang Tinggal di Lingkungan Keluarga ... 32

Tabel 2. Nama-nama Siswa yang Tinggal di Lingkungan Pesantren ... 33

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Akhlak Siswa ... 34

Tabel 4. Keadaan Siswa MTs. Al-Hidayah Tahun Ajaran 2013-2014 ... 40

Tabel 5.Keadaan Guru dan Karyawan di MTs. Al-Hidayah ... 41

Tabel 6.Shalat fardu tepat waktu ... 44

Tabel 7.Melaksanakan puasa di bulan Ramadhan ... 44

Tabel 8.Bertaubat atas kesalahan/dosa yang diperbuat ... 45

Tabel 9.Mensyukuri segala sesuatu yang diberikan Allah SWT. ... 45

Tabel 10.Bertawakal kepada Allah ... 46

Tabel 11. Berkata jujur kepada setap orang ... 46

Tabel 12.Meminta imbalan ketika membantu orang lain ... 47

Tabel 13.Menjaga amanah dengan sebaik-baiknya ... 47

Tabel 14.Suka berprasangka buruk pada setiap orang ... 48

Tabel 15.Sabar dalam menghadapi kesulitan ... 48

Tabel 16.Suka menyakiti atau mencela teman ... 49

Tabel 17.Memaafkan kesalahan orang lain ... 49

Tabel 18.Membantu orang yang sedang kesulitan ... 50

Tabel 19.Suka memakai aksesoris dan pakaian yang mahal ... 50

Tabel 20. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari ... 51

Tabel 21.Memberikan pinjaman pada orang yang membutuhkan ... 51

Tabel 22.Suka membantu pekerjaan orang tua di rumah ... 52

Tabel 23.Suka merusak tanaman di mana saja ... 52

Tabel 24. Suka menyakiti dan mengganggu hewan ... 53

Tabel 25.Suka membuang sampah sembarangan (tidak pada tempatnya) ... 53

Tabel 26. Jumlah Total Jawaban Responden ... 54


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan maupun penelitian.1

Dalam diri manusia terdapat potensi baik dan buruk. Menjadi baik atau buruk tergantung kepada kecondongan individu tersebut ke arah yang mana. Bila potensi baik lebih dominan, maka baiklah individu itu. Sebaliknya, jika yang buruk yang lebih dominan, maka buruklah individu tersebut. Di dalam persoalan akhlak juga ada yang disebut dengan akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Akhlak yang baik lazim dikenal dengan akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak karimah (akhlak mulia). Sementara akhlak yang buruk disebut dengan al-akhlakul madzmumah (akhlak tercela).

Quraish Shihab menyebutkan bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam dan keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari

1

Din Zainuddin, Pendidikan Budi Pekerti Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004), Cet. ke-1, h. 3.


(14)

objeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan.2 Beliau berargumen pada surat al-Lail: 4 sebagai berikut:











Sungguh, usahamu memang beraneka macam. (QS. al-Lail: 4)3

Dalam agama Islam, sosok yang dijadikan teladan dalam akhlak adalah Nabi Muhammad SAW., sebagaimana di dalam Al-Qur’an disebutkan dalam surat al-Qalam ayat 4:









Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur. (QS. al-Qalam: 4)4

Akhlak mulia merupakan salah satu daripada cita-cita pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.5

Begitu pentingnya akhlak mulia dalam kehidupan manusia sehingga dicantumkan dalam salah satu tujuan dari penyelenggaraan pendidikan sebagaimana telah disebut dalam UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS di atas. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apakah tujuan tersebut telah tercapai.

2

Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. ke-6, h. 253-254.

3

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Direktorat Janderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam, 2012), h. 898.

4

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 826.

5

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 72.


(15)

Saat ini bangsa Indonesia tengah mengalami degradasi moral atau dengan kata lain penurunan kualitas akhlak ditandai dengan banyaknya penyimpangan yang telah dilakukan terutama oleh para remaja. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para remaja sebagai peserta didik yang akan menjadi generasi penerus bangsa merupakan bentuk dari belum tercapainya tujuan pendidikan.

Remaja merupakan tahapan umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir yang biasanya ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat. Pertumbuhan yang cepat tersebut membawa pengaruh terhadap sikap, prilaku, kesehatan dan kepribadian remaja. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan kegoncangan jiwa. Sebab masa ini merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa.6

Banyak sekali penyimpangan yang biasa dikenal dengan kenakalan-kenakalan yang telah dibuat oleh siswa sebagai peserta didik yang merupakan indikator dari belum tercapainya tujuan pendidikan yaitu akhlak mulia. Di antara kenakalan yang umum terjadi seperti tawuran yang bahkan pernah sampai menyebabkan kematian seorang siswa, seks bebas yang berujung pada aborsi, menyalahgunakan narkoba, mencuri, mengganggu ketertiban lalu lintas, melanggar tata tertib sekolah dan sebagainya. Hal tersebut tentunya mengganggu ketenangan hidup dan keamanan orang lain, serta dapat memberikan kerugian bagi diri pelaku sendiri.

Kerugian-kerugian yang akan dialami apabila permasalahan tersebut dibiarkan begitu saja di antaranya adalah peserta didik akan dijauhi oleh teman sejawat, tidak akan dipercaya oleh orang lain, dan dikucilkan oleh masyarakat. Dan ketika menapaki dunia pekerjaan pun peserta didik akan sulit diterima bekerja, dan sulit menemukan bidang pekerjaan yang sesuai.

Penurunan akhlak yang telah terjadi demikian bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi akhlak seseorang. Di antaranya faktor keturunan dan faktor lingkungan. Lingkungan yang buruk akan memberikan

6

Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), Cet. ke-1, h. 103.


(16)

pengaruh yang buruk bagi seseorang, sebaliknya lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula.

Ki Hajar Dewantara membagi lingkungan pendidikan kepada tiga bagian, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga dikatakan merupakan lingkungan pendidikan yang utama. Karena bagaimanapun peserta didik hidup dan tinggal dalam lingkungan keluarga. Orang tua wajib memberikan pendidikan yang baik dan layak bagi anaknya. Orang tua yang mengabaikan pendidikan anaknya adalah orang tua yang tidak bertanggung jawab.

Di samping lingkungan keluarga, terdapat pula lingkungan pesantren. Di pesantren, anak didik diajarkan ilmu agama, karena setelah lulus dari pesantren diharapkan anak didik menjadi ulama atau pemuka agama yang menguasai ilmu-ilmu agama. Ilmu agama yang diajarkan kepada anak didik (santri) akan memberikan pengaruh positif bagi perkembangan akhlaknya.

Di dalam pesantren, anak didik yang biasa disebut santri diawasi oleh seorang kyai maupun oleh para pengurus pondok atau ketua asrama. Kendati demikian, pengawasan yang diberikan pun tidak setiap saat dalam aktifitas santri sehari-hari. Sehingga memungkinkan bagi beberapa santri yang nakal untuk melakukan penyimpangan atau pelanggaran tata tertib. Seperti misalnya mengambil barang milik santri lain tanpa seizin pemiliknya. Penyimpangan lain yang biasa terjadi seperti perlakuan yang kurang baik yang dilakukan oleh santri senior terhadap santri junior. Berdasarkan pengalaman penulis, di antara pelanggaran tata tertib yang pernah terjadi di pesantren misalnya adanya santri yang tertangkap tangan sedang merokok, yang mana menurut aturan pesantren tidak diperbolehkan. Ada juga santri melakukan pacaran, keluar asrama tidak menggunakan pakaian ala santri, dan berbagai pelanggaran tata tertib lainnya.

Pesantren yang berada di daerah perkampungan atau pedesaan tentu berbeda dengan pesantren yang berada di daerah perkotaan. Pesantren yang berada di daerah pedesaan jauh dari suasana yang penuh dengan kebisingan kendaraan bermotor yang lalu lalang, jauh dari godaan keduniawian seperti banyaknya wanita yang lalu lalang menebar auratnya, kondisi udaranya sejuk


(17)

dan sebagainya. Berbeda dengan pesantren yang berada di lingkungan perkotaan yang selalu ramai dengan kendaraan bermotor yang lalu lalang di jalan raya yang macet, banyak pertokoan, banyak gedung-gedung bertingkat, polusi udara yang tercemar, banyaknya pasar modern yang mengundang orang untuk melakukan budaya konsumtif, dan kondisi-kondisi lainnya yang tentunya tidak sama dengan yang ada di pedesaan. Hal tersebut pun tentunya membawa pengaruh terhadap santri-santrinya.

MTs. Al-Hidayah adalah salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Islam Al-Hidayah yang letaknya berada di lingkungan kota Jakarta. Para siswanya terdiri dari siswa yang bertempat tinggal di lingkungan keluarga dan yang bertempat tinggal atau mukim di pesantren.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: “PERBEDAAN AKHLAK ANTARA

SISWA YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN KELUARGA DENGAN SISWA YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN PESANTREN (Studi Komparasi Siswa MTs. Al-Hidayah Basmol, Kembangan Jakarta Barat)”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah, yaitu:

1. Belum tercapainya tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS.

2. Penurunan akhlak remaja sebagai peserta didik yang terus terjadi. 3. Kerugian yang akan didapat peserta didik yang melakukan kenakalan. 4. Faktor lingkungan menjadi penyebab merosotnya akhlak peserta didik. 5. Perbedaan lingkungan dapat mempengaruhi akhlak.

6. Lingkungan perkotaan yang berbeda dengan lingkungan pedesaan mempengaruhi akhlak santri.

7. Adanya perbedaan akhlak antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan yang tinggal di lingkungan pesantren.


(18)

C.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada adanya perbedaan akhlak antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren, dengan deskripsi sebagai berikut:

a. Akhlak yang dimaksud adalah akhlak siswa yang meliputi akhlak terhadap Allah SWT., akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap lingkungan.

b. Siswa yang tinggal di lingkungan keluarga adalah siswa MTs. Al-Hidayah yang tinggal bersama orang tuanya, dan bukan di pesantren. c. Siswa yang tinggal di lingkungan pesantren adalah siswa MTs.

Al-Hidayah yang tinggal serta melakukan aktifitas di pesantren dan jauh dari orang tua.

2. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah akhlak siswa MTs. Al-Hidayah yang tinggal di lingkungan keluarga?

b. Bagaimanakah akhlak siswa MTs. Al-Hidayah yang tinggal di lingkungan pesantren?

c. Adakah perbedaan akhlak siswa MTs. Al-Hidayah antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren?

D.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.

Tujuan Penelitian


(19)

a. Untuk mengetahui akhlak siswa MTs. Al-Hidayah yang tinggal di lingkungan keluarga.

b. Untuk mengetahui akhlak siswa MTs. Al-Hidayah yang tinggal di lingkungan pesantren.

c. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan akhlak siswa MTs. Al-Hidayah antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren.

2.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Kegunaan Teoritis; yaitu sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pendidikan agama Islam, serta sebagai bahan kajian bagi penelitian selanjutnya.

b. Kegunaan Praktis; yaitu sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi para orang tua untuk mendidik dengan baik akhlak anaknya. Dan sebagai masukan bagi lingkungan pesantren untuk lebih menghidupkan suasana akhlak yang islami.


(20)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A.

Deskripsi Teori

1.

Akhlak di Lingkungan Keluarga

a.

Pengertian Akhlak

Secara bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu akhlaq (

ٌ اْخأ ) yang merupakan bentuk jama’ dari kata khuluq ( ٌ لخ ) yang berarti perangai, akhlak,1 tabiat, budi pekerti.2 Kata akhlaq, jika diuraikan secara bahasa berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa (

خ - - ), jika digabung (khalaqa) berarti menciptakan. Kata ini memiliki keterkaitan dengan kata al-Khaliq yaitu Allah SWT. dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Sehingga kata akhlak tidak bisa dipisahkan dengan al-Khaliq (Allah) dan makhluk. Akhlak berarti sebuah perilaku yang muatannya “menghubungkan” antara hamba dengan Allah swt. sang Khaliq.3

1

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010), h. 120.

2

Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2002), Cet. ke-25, h. 364.

3

Wahid Ahmadi, Risalah Akhlak; Panduan Perilaku Muslim Modern, (Solo: Era Intermedia, 2004), Cet. ke-1, h. 13.


(21)

Sedangkan secara istilah, Imam Al-Ghazali di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa akhlak ialah:

ٌ ْنعٌ خس رٌسْ َنل ٌىفٌ ْيهٌ ْنعٌ ر عٌ لخْل ٌ ج حٌرْيغٌ ْنمٌرسيٌ ٌ لْ سبٌ عْف ْْ ٌردصت

ٌَي رٌ ٌرْ فٌىلإ 4

ٌ

(Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan).

Ibn Miskawaih di dalam kitab Tahdzib al-Akhlaq mendefinisikan akhlak (karakter) sebagai suatu keadaan jiwa yang mana keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir atau dipertimbangkan secara mendalam.5 Lebih lanjut Ibn Miskawaih menjelaskan, keadaan tersebut ada dua jenis. Pertama, alamiah dan bertolak dari watak. Seperti pada orang yang mudah sekali marah karena hal yang paling kecil, atau takut menghadapi insiden yang paling sepele. Kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Pada mulanya keadaan ini terjadi karena diperimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian, melalui praktik terus menerus, menjadi karakter (akhlak).6

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan akhlak ialah suatu sifat atau keadaan jiwa yang menimbulkan perbuatan atau tindakan yang tanpa didahulukan dengan proses berpikir dan dilakukan dengan mudahnya.

b.

Ruang Lingkup Akhlak

Secara umum ruang lingkup akhlak sama dengan ruang lingkup ajaran Islam itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan pola hubungan. Akhlak Islami mencakup berbagai aspek, di antaranya

4

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulum al -Din, (Kairo: Dar al-Kutub al-Islamiyah), Jilid III, h. 52.

5

Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Terj. dari Tahdzib al-Akhlaq oleh Helmi Hidayat, (Bandung: Mizan, 1994) Cet. ke-1, h. 56.

6


(22)

akhlak terhadap Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda yang tidak bernyawa). 1) Akhlak Terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah bisa diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khalik. Adapun cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah, yaitu: tidak menyekutukan-Nya, takwa kepada-Nya, mencintai-Nya, ridla dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya dan bertaubat, mensyukuri nikmat-Nya, selalu berdoa kepada-Nya, beribadah, meniru-niru sifat-Nya, dan selalu berusaha mencari keridlaan-Nya.7

2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Di dalam al-Qur’an banyak sekali rincian yang dikemukakan berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini tidak hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah, sekalipun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.8

Adapun bentuk-bentuk akhlak terhadap sesama manusia diantaranya yaitu jujur, ikhlas, amanah, tawadhu, sabar, kasih sayang, pemaaf, penolong, berani, adil, rajin, disiplin, kreatif, sederhana, baik sangka, dermawan, toleransi, berbakti kepada orang tua, dan iffah.9

3) Akhlak Terhadap Lingkungan

Selain diperintahkan untuk berakhlak yang baik kepada sesama manusia, seorang hamba juga diperintahkan untuk berbuat baik

7

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. ke-9, h. 149-150.

8

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 151.

9

Heny Narendrany Hidayati, Pengukuran Akhlakul Karimah Mahasiswa, (Jakarta: UIN Press, 2009), Cet. ke-1, h. 14.


(23)

terhadap lingkungan. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan mangambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Di dalam al-Qur’an terdapat petunjuk yang melarang melakukan penganiayaan baik dalam keadaan masa damai, maupun saat dalam peperangan. Tidak hanya larangan menganiaya manusia, binatang pun dilarang untuk dianiaya. Mencabut, menebang pohon juga dilarang, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itu pun harus dengan seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar. Selain itu agama Islam juga memperhatikan kelestarian dan keselamatan binatang.10

Sementara itu, Muhammad Abdullah Draz dalam bukunya Dustur al-Akhlaq, seperti yang dikutip oleh Yunahar Ilyas,11 membagi ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian:

1) Akhlak Pribadi; yang terdiri dari yang diperintahkan, yang dilarang, yang dibolehkan, serta akhlak dalam keadaan darurat. 2) Akhlak Berkeluarga; yang terdiri dari kewajiban timbal balik

orang tua dan anak, kewajiban suami isteri, dan kewajiban terhadap karib kerabat.

3) Akhlak Bermasyarakat; terdiri dari yang dilarang, yang diperintahkan, dan kaedah-kaedah adab.

4) Akhlak Bernegara; terdiri dari hubungan antara pemimpin dan rakyat, dan hubungan luar negeri.

5) Akhlak Beragama; yaitu kewajiban terhadap Allah swt.

10

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 152-153.

11

Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 2012), Cet. ke-12, h. 5-6.


(24)

c.

Manfaat Akhlak

Adapun manfaat akhlak dijelaskan dalam Surah al-Nahl: 97, sebagai berikut:

ٌ

ٌ



ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ



ٌٌٌ ٌ

Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Nahl: 97)12

Ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang mengerjakan kebajikan atau amal saleh, dalam hal ini akhlak yang baik, akan diberi oleh Allah swt. kehidupan yang baik, serta diberi balasan pahala yang lebih baik dari amal saleh yang telah dikerjakan.

Selanjutnya dalam Surah al-Kahfi: 88, Allah swt. berfirman:

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌٌٌ ٌ

Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka dia mendapat (pahala) yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami sampaikan kepadanya perintah Kami yang mudah-mudah. (QS. al-Kahfi: 88)13

Pada ayat tersebut Allah swt. juga menerangkan bahwa orang beriman dan yang mengerjakan amal saleh diberikan pahala yang terbaik sebagai balasan atas apa yang telah ia kerjakan.

Kemudian di dalam Surah al-Mu’min: 40, Allah swt. berfirman:

12

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Direktorat Janderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam, 2012), h. 378-379.

13


(25)

ٌ

ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ



ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ

ٌ



ٌ

ٌ



ٌ



ٌ

ٌ



ٌ



ٌٌٌ ٌ

Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga. (QS.

al-Mu’min: 40)14

Ayat di atas menerangkan bahwa siapa saja yang mengerjakan perbuatan yang tercela akan diberi balasan yang sebanding dengan kejahatan yang diperbuat. Sedangkan sebaliknya, orang yang melakukan perbuatan terpuji baik dia itu laki-laki maupun perempuan dimasukkan kedalam surga oleh Allah swt. serta diberi rezeki yang tiada terhingga di dalam surga itu.

d.

Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Akhlak

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama, aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga, aliran konvergensi.15

Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik, maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik.16

14

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya…, h. 677.

15

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 166.

16


(26)

Selanjutnya menurut aliran empirisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar, yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Apabila pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu. Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran.17

Sedangkan aliran konvergensi berpendapat bahwa pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar atau eksternal yaitu pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan sosial. Fithrah dan kecenderungan ke arah yang baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui berbagai metode. Nampaknya aliran inilah yang sesuai dengan ajaran Islam.18

e.

Pengertian Lingkungan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lingkungan diartikan sebagai semua yang mempengaruhi pertumbuhan manusia atau hewan.19 Dengan demikian segala sesuatu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan serta tingkah laku manusia atau hewan baik yang bersifat psikis maupun fisik disebut dengan lingkungan.

Sartain, seorang ahli psikologi Amerika, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan (environment) meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku kita, pertumbuhan, perkembangan atau life processes kita kecuali

17

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 167.

18

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 167-168.

19

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. ke-1, h. 526.


(27)

gen-gen. bahkan, gen-gen dapat pula dipandang sebagai menyiapkan lingkungan (to provide environment) bagi gen yang lain.20

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar/di sekeliling anak didik. Lingkungan ada yang membagi menurut wujudnya dan ada pula yang membagi dan menggolongkannya ke dalam lingkungan pendidikan.21

Menurut wujudnya, lingkungan ini dibagi menjadi empat bagian:22 1) Lingkungan berwujud manusia seperti orang tua atau keluarga,

teman bermain, teman sekolah dan lain-lain.

2) Lingkungan kesenian berupa macam-macam pertunjukan seperti gambar hidup, wayang ketoprak, sandiwara, dan lain-lain pertunjukan seperti yang ditayangkan di TV.

3) Lingkungan berwujud kesusastraan, seperti bermacam-macam tulisan, atau bacaan yang ada di koran, majalah dan buku-buku bacaan lainnya.

4) Lingkungan berwujud tempat/daerah di mana anak tinggal, dan lain-lain.

Ada pula sementara pendidik yang membagi lingkungan alam sekitar menjadi empat bagian, yaitu:23

1) Lingkungan fisik/tempat, seperti keadaan iklim, keadaan tanah, keadaan alam.

2) Lingkungan budaya, yaitu warisan budaya tertentu seperti bahasa, seni, ekonomi, ilmu pengetahuan, pandangan hidup, keagamaan. 3) Lingkungan sosial/masyarakat (kelompok hidup bersama) seperti

keluarga, kelompok bermain, desa, perkumpulan.

4) Lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan sekitar yang sengaja digunakan sebagai alat dalam proses pendidikan seperti pakaian,

20

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. ke-18, h. 72.

21

H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. ke-1, h. 19.

22

H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 19.

23


(28)

keadaan rumah, alat permainan, buku-buku, alat peraga, dan lain sebagainya.

Ki Hajar Dewantara membagi faktor lingkungan menjadi tiga bagian yang terkenal dengan istilah “Tri Pusat Pendidikan”, yaitu tiga pusat lingkungan pendidikan, yaitu; 1.) Lingkungan Keluarga; 2.) Lingkungan Sekolah; 3.) Lingkungan Masyarakat atau Organisasi Pemuda:24

Sedangkan Sartain membagi lingkungan menjadi tiga bagian, yaitu; 1.) Lingkungan alam atau luar (external or physical environment), yaitu segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuh-tumbuhan, air, iklim dan hewan; 2) Lingkungan dalam (internal environment), yaitu segala sesuatu yang telah termasuk ke dalam diri kita, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik kita; 3.) Lingkungan sosial (social environment), yaitu semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita.25

f.

Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan salah satu dari pada lingkungan pendidikan bagi anak didik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga diartikan dengan: 1.) Ibu bapak dengan anak-anaknya; seisi rumah; 2.) orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; 3.) sanak saudara; kaum kerabat; 4.) satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.26

Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya perkawinan. Anggota keluarga terdiri dari suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu) serta anak. Ikatan dalam keluarga tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang antara suami istri yang

24

H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 20.

25

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis…, h. 72-73.

26

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 413.


(29)

melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati antara orang tua dan anak.27

g.

Fungsi dan Peranan Keluarga

Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama, mempunyai tujuh fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan anak, yaitu:28

1) Fungsi biologik; yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, karena secara biologis anak berasal dari orang tuanya.

2) Fungsi afeksi; yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang dan rasa aman).

3) Fungsi sosialisasi; yaitu fungsi keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya.

4) Fungsi pendidikan; yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar kepribadian anak.

5) Fungsi rekreasi; yaitu keluarga merupakan tempat/medan rekreasi bagi anggotanya untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.

6) Fungsi keagamaan; yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan, upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, di samping peran yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi

27

H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 21.

28


(30)

penanaman jiwa agama pada si anak. Sayangnya, sekarang ini fungsi keagamaan ini mengalami kemunduran akibat pengaruh sekularisasi.

7) Fungsi perlindungan; yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat dan melindungi si anak baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini oleh keluarga sekarang tidak dilakukan sendiri tetapi banyak dilakukan oleh badan-badan sosial seperti tempat perawatan bagi anak-anak cacat tubuh mental, anak yatim piatu, anak-anak nakal dan perusahaan asuransi.

Ketujuh fungsi keluarga tersebut sangat besar peranannya bagi kehidupan dan perkembangan kepribadian si anak. Oleh karena itu harus diupayakan oleh para orang tua sebagai realisasi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik primair/kodrat.29

h.

Pembinaan Akhlak dalam Keluarga

Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam membina akhlak dan kepribadian anak dalam keluarga, dapat dilakukan tidak hanya melalui pengajaran yang bersifat kognitif tetapi juga dengan pelatihan dan pembiasaan perilaku praktis. Dalam hal ini usaha dalam pemindahan nilai dan norma pendidikan yang akan diwariskan orang tua kepada anak dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui pengajaran, pelatihan dan indoktrinasi. Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan.30

Beberapa pandangan di atas jelas sekali menunjukkan bahwa peran orang tua dalam membina akhlak anak dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain yang cukup berpengaruh ialah :

29

H. M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 24.

30

Abdullah Likur, Konsep Pembinaan Akhlak dalam Islam, 2014, (http://manalor.wordpress.com/2013/07/13/konsep-pembinan-akhlak-dalam-islam/).


(31)

1)

Pendekatan Keteladanan

31

Dilihat dari proses kronologis keberadaan manusia, pendidikan keluarga merupakan fase awal dan basis bagi pendidikan seseorang yang melekat pada setiap rumah tangga. Pendidikan pada fase ini sangat berpengaruh dan menentukan pendidikan selanjutnya. Keluarga adalah lembaga masyarakat yang memegang peranan kunci dalam proses sosialisasi. Orang tua dan seluruh anggota keluarga adalah hal yang penting bagi proses pembentukan dan pengembangan kepribadian.

Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan tidak cukup dengan perintah dan larangan kata-kata. Menanamkan sopan santun memerlukan pembinaan yang panjang dengan pendekatan yang lestari. Pendidikan akhlak tidak akan sukses melainkan dengan disertai pemberian contoh teladan yang baik darinya.

2)

Pendekatan Pembiasaan

32

Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Perhatian Islam yang demikian terhadap pembinaan Akhlak dapat pula dilihat dari perhatian terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik akan melahirkan perbuatan-perbuatan yang baik pula. Namun demikian, jiwa yang baik ini tidak akan memantulkan perilaku yang baik pula kalau tanpa dilatih secara terus menerus sehingga menjadi adat kebiasaan.

Pendekatan pembiasaan adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik dan

31

Abdullah Likur, Konsep Pembinaan Akhlak dalam Islam, 2014, (http://manalor.wordpress.com/2013/07/13/konsep-pembinan-akhlak-dalam-islam/)

32

Abdullah Likur, Konsep Pembinaan Akhlak dalam Islam, 2014, (http://manalor.wordpress.com/2013/07/13/konsep-pembinan-akhlak-dalam-islam/).


(32)

menjauhi hal-hal yang kurang baik dalam rangka membentuk akhlakul karimah. Apabila anak dibiasakan dan diajarkan dengan kebaikan, maka ia akan tumbuh dalam kebaikan pula. Tapi jika dibiasakan dengan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang ternak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.

3)

Nasihat

Kata nasihat baerasal dari kata nashaha yang berarti keterlepasan dari segala kotoran dan tipuan. Secara lughawi, kata nasihat itu harus terhindar dari kata kotor, tipuan, dusta, dan hal ini

sejalan dengan makna syar’I dimana nasihat itu menyangkut

kebenaran dan kebajikan yang harus jauh dari sifat tercela seperti tipuan dan dosa. Menurut istilah, nasihat merupakan sajian gambaran tentang kebenaran dan kebajikan, dengan maksud mengajak orang yang dinasihati untuk menjauhkan diri dari bahaya dan membimbingnya ke jalan yang bahagia dan berfaedah baginya.33

Dari sudut psikologi dan pendidikan, pemberian nasihat itu menimbulkan beberapa perkara, di antaranya yaitu:

a) Membangkitkan perasaan-perasaan ketuhanan yang telah dikembangkan dalam jiwa setiap anak didik melalui dialog, pengamalan, ibadah, praktik dan metode lainnya.

b) Membangkitkan keteguhan untuk berpegang pada pemikiran ketuhanan yang sehat, yang sebelumnya telah dikembangkan dalam diri objek nasihat. Pemikiran ketuhanan itu dapat berupa imajinasi sehat tentang kehidupan dunia dan akhirat, peran dan tugas manusia di alam semesta ini, nikmat-nikmat Allah, serta keyakinan bahwa Allahlah yang telah menciptakan alam semesta, kehidupan, kematian, dan sebagainya.

33

Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, (Tasikmalaya: Pondok Pesantren Suryalaya, 2005). h. 56.


(33)

c) Membangkitkan keteguhan untuk berpegang kepada jama’ah yang beriman. Masyarakat yang baik dapat menjadi pelancar berpengaruh dan meresapnya sebuah nasihat ke dalam jiwa. d) Dampak terpenting dari sebuah nasihat adalah penyucian dan

pembersihan diri yang merupakan salah satu tujuan utama dalam pendidikan Islam. Dengan terwujudnya dampak tersebut, kedudukan masyarakat meningkat dan menjauhi berbagai kemungkaran dan kekejian sehingga seseorang tidak berbuat jahat kepada orang lain.34

4)

Bercerita

Pendidikan melalui cerita-cerita dapat menggiring anak didik pada kehangatan perasaan, kehidupan, dan kedinamisan jiwa yang mendorong manusia untuk mengubah perilaku dam memperbaharui tekadnya selaras dengan tuntutan, pengarahan, penyimpulan, dan pelajaran yang dapat diambil dari cerita tersebut.35

2.

Akhlak di Lingkungan Pesantren

a.

Pengertian dan Sejarah Pesantren

Pesantren memiliki kaitan dengan santri. Menurut asal katanya, pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat. Dengan demikian, pesantren artinya tempat para santri.36 Kata pesantren di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai asrama tempat santri atau

34

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: CV. Diponegoro, 2004), h. 34.

35

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat…, h. 35

36

Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. ke-1, h. 286.


(34)

tempat murid-murid belajar mengaji.37 Lembaga pendidikan pesantren merupakan sebutan bagi lembaga pendidikan Islam di Jawa. Sebagaimana di Aceh disebut dengan dayah atau rangkang, dan di Minangkabau disebut dengan nama surau. Nama lembaga pendidikan pesantren tidak berasal dari tradisi Timur Tengah tetapi dari nama lembaga sebelum Islam. Kata pesantren berasal dari bahasa Tamil santri yang berarti guru ngaji. Sementara itu C.C. Berg berpendapat bahwa pesantren berasal dari kata India shastri, yang berarti orang yang mengetahui buku-buku suci agama Hindu.38

Di jawa sebelum Islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai lembaga pendidikan agama Hindu. Setelah Islam masuk, nama itu menjadi nama lembaga pendidikan agama Islam. Lembaga pendidikan Islam ini didirikan oleh para penyiar agama Islam pertama yang aktif menjalankan dakwah. Mereka masuk ke daerah pedalaman Jawa dan berhasil mendirikan lembaga. Dari lembaga pendidikan inilah menyebar agama Islam ke berbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia bagian Timur. Oleh karena itu, di Jawa sudah ada lembaga pendidikan sejak abad ke-15 dan ke-16.39

b.

Tujuan Pesantren

Adapun tujuan didirikannya pondok pesantren pada dasarnya terbagi kepada dua hal, yaitu:40

1) Tujuan Khusus; yaitu mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu agama yang diajarakan oleh kyai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam masyarakat.

37

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 677.

38

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 109-110.

39

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia…, h. 110.

40

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), Cet. ke-1, h. 44


(35)

2) Tujuan Umum; yaitu membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.

c.

Elemen-elemen Pesantren

Sebuah pesantren memiliki elemen-elemen yang menjadi pembentuknya. Di antara elemen pesantren yaitu:

1) Pondok

Sebuah pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang (atau lebih) guru yang lebih

dikenal dengan sebutan “kyai”. Asrama untuk para santri berada dalam lingkungan komplek pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang juga menyediakan sebuah masjid untuk beribadah, ruangan untuk belajar dan kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk menjaga keluar dan masuknya para santri dan tamu-tamu (orang tua santri, keluarga yang lain, dan tamu-tamu masyarakat luas) sesuai dengan peraturan yang berlaku.41

2) Santri

Menurut pengertian yang dipakai dalam lingkungan orang-orang pesantren, seorang-orang alim hanya bisa disebut kyai bilamana memiliki pesantren dan santri yang tinggal dalam pesantren untuk mempelajari kitab-kitab Islam klasik. Oleh karena itu, santri merupakan elemen penting dalam suatu lembaga pesantren. Perlu diketahui bahwa, menurut tradisi pesantren, santri terdiri dari dua:42

41

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2011), Cet. ke-8, h. 79-80.

42

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia…, h. 88-89.


(36)

a. Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam kelompok pesantren.

b. Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar pesantren, biasanya tidak menetap dalam pesantren. 3) Kyai

Secara kebahasaan, kata kyai memiliki beberapa arti. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kyai (kiai) diartikan sebagai: 1) sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam); 2) alim ulama; 3) sebutan bagi guru ilmu gaib (dukun, dsb.); kepala distrik (di Kalimantan Selatan); sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah (senjata, gamelan, dsb.); 6) sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan).43

Kyai merupakan elemen paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya. Zamakhsyari Dhofier memaparkan bahwa bedasarkan asal usulnya, perkataan kyai digunakan untuk ketiga jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:

a. Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap

keramat. Misalnya, “Kyai Garuda Kencana” dipakai untuk

sebutan Kereta Emas yang ada di Keraton Yogyakarta. b. Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.

c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang yang dalam pengetahuan Islamnya).44

4) Pengajaran Kitab Kuning (Klasik)

43

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 437.

44

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia…, h. 93.


(37)

Unsur pokok lain yang cukup membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah bahwa pada pesantren diajarakan kitab-kitab Islam klasik atau yang sekarang terkenal dengan sebutan kitab kuning yang dikarang oleh para ulama terdahulu, mengenai berbagai macam ilmu pengetahuan agama Islam dan bahasa Arab.45

5) Masjid

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima

waktu, khutbah dan sembahyang Jum’ah, dan pengajaran kitab -kitab Islam klasik.46

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam yang pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. Artinya, telah terjadi proses berkesinambungan fungsi masjid sebagai pusat kegiatan umat.47

d.

Pembinaan Akhlak di Pesantren

Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku santri, yakni 1) Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan; 3) Mengambil Pelajaran (ibrah); 4) Nasehat (mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib)48

45

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia…, h. 49-50.

46

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia…, h. 85.

47

HM Amin Haedari dkk., Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, (Jakarta: IRD Press, 2006), Cet. ke-2, h. 33.

48

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).


(38)

1)

Metode Keteladanan

49

Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan petensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri. Dalam pesantren, pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan. Kiai dan ustadz harus senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang kiai atau ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajarannya.

2)

Metode Latihan dan Pembiasaan

50

Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiaasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma-norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kiai dan ustadz. Pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sedemikian, sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik pada junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian. Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan.

49

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).

50

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).


(39)

3)

Mendidik Melalui Ibrah (Mengambil Pelajaran)

51 Secara sederhana, ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti umum bisanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang manyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapam mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku yang sesuai.

Tujuan Paedagogis dari ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasaan pikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.

4)

Mendidik Melalui Mauidzah (Nasehat)

52

Mauidzah berarti nasehat. Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hanti dan membangkitkannya untuk mengamalkan. Metode mauidzah, harus mengandung tiga unsur, yakni : a). Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santi, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal; b). Motivasi dalam melakukan kebaikan; c). Peringatan

51

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).

52

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).


(40)

tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

5)

Mendidik Melalui Kedisiplinan

53

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuma atau sangsi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

6)

Mendidik Melalui Targhib wa Tahzib

54

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain; targhib dan tahzib. Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa. Di pesantren, metode ini biasanya diterapkan dalam pengajian-pengajian, baik sorogan maupun bandongan.

B.

Kerangka Berfikir

Akhlak merupakan suatu sifat atau keadaan yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan perbuatan tanpa perlu adanya pemikiran untuk melakukan perbuatan tersebut. Akhlak adakalanya terpuji, yang dikenal

53

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).

54

Nawawi El-Fatru, Pesantren dan Pembentukan Perilaku Santri, 2014, (http://nawawielfatru.blogspot.com/2011/10/pesantren-dan-pembentukan-prilaku.html).


(41)

dengan akhlak mahmudah atau akhlakul karimah, adakalanya tercela atau disebut juga akhlak madzmumah.

Akhlak dikatakan terpuji manakala seseorang melakukan suatu perbuatan yang sesuai dengan syariat atau aturan dalam Islam. Sedangkan dikatakan tercela ketika seseorang melakukan perbuatannya itu tidak sesuai dengan syariat Islam. Akhlak terpuji misalnya menghormati seseorang yang lebih tua (orang tua). Menghormati orang tua diperintahkan oleh agama Islam, sedangkan mendurhakainya merupakan hal yang dilarang. Maka mendurhakai orang tua termasuk kedalam akhlak tercela karena tidak sesuai dengan aturan agama Islam.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi akhlak seseorang. Seseorang bisa memiliki akhlak yang baik atau buruk tergantung kepada faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut adalah lingkungan, baik lingkungan belajar maupun lingkungan tempat tinggal. Lingkungan yang baik akan memberikan pengaruh yang baik pula kepada seseorang. Sedangkan lingkungan yang buruk dapat memberikan pengaruh yang buruk juga.

Berbeda lingkungan tempat tinggal tentunya dapat memberikan pengaruh yang berbeda pula. Anak didik yang lama tinggal dengan keluarga bisa saja berbeda akhlaknya dengan anak didik yang tidak tinggal bersama dengan keluarga atau orang tuanya. Lingkungan yang memberikan pendidikan agama yang kuat dan mendalam pun tentunya dapat menggiring anak didik kepada akhlak yang baik. Apabila keluarga tidak dapat memberikan pendidikan agama yang cukup dan perhatian yang lebih kepada anak didik, maka tidak menutup kemungkinan untuknya memiliki akhlak tercela.

Pesantren adalah salah satu dari lingkungan yang memberikan pendidikan agama yang mendalam kepada peserta didik. Pesantren merupakan sebuah lembaga yang dipimpin oleh seorang kyai atau lebih dan menjadi tempat tinggal bagi siswa (santri) untuk memperdalam ilmu agama, yaitu Islam. Di dalam pesantren, santri diberikan berbagai ilmu yang berkaitan dengan agama Islam, seperti ilmu fiqih, bahasa Arab (nahwu, sharaf), akidah, dan sebagainya.


(42)

Kedua lingkungan tempat tinggal tersebut, yakni keluarga dan pesantren, nampaknya dapat menunjukkan adanya perbedaan pengaruh yang signifikan. Dalam hal ini yang dipengaruhi adalah akhlak siswa. Sehingga tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan akhlak antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren.

C.

Hipotesis

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Ha (Hipotesis Alternatif) :

Terdapat perbedaan akhlak yang signifikan antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren. 2. Ho (Hipotesis Nihil) :

Tidak terdapat perbedaan akhlak yang signifikan antara siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan siswa yang tinggal di lingkungan pesantren.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs. Al-Hidayah Kp. Basmol, Kel. Kembangan Utara, Kec. Kembangan, Jakarta Barat. Sementara waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 24 Mei 2014 sampai dengan 20 Juni 2014.

B.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan di dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparasional, yaitu dengan cara membandingkan akhlak siswa berdasarkan perbedaan lingkungan tempat tinggal.

C.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.1 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs. Al-Hidayah yang berjumlah 359

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: ALFABETA, 2011), Cet. ke-12, h. 117.


(44)

siswa, yang terdiri dari siswa yang bertempat tinggal di lingkungan keluarga serta siswa yang bertempat tinggal di lingkungan pesantren. Akan tetapi dengan pertimbangan bahwa siswa dari kelas 2 MTs. dianggap kurang memenuhi persyaratan dan siswa kelas 3 MTs. sudah tidak aktif dalam kegiatan belajar mengajar, maka populasi difokuskan pada siswa kelas 2 MTs. yang berjumlah 127 orang.

Sampel merupakan suatu bagian dari populasi statistik yang sifat-sifatnya diteliti untuk memperoleh informasi mengenai keseluruhan.2 Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka sampel dipilih 25% dari populasi yang ada yaitu sebesar 32 orang. Adapun sampel terdiri dari 16 orang siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dan 16 orang siswa yang tinggal di lingkungan pesantren. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan adalah cluster random sampling.

Berikut ini daftar nama-nama siswa yang tinggal di lingkungan keluarga:

Tabel 1.

Nama-nama Siswa yang Tinggal di Lingkungan Keluarga

No. Nama Kelas Umur L/P

1 Bagus Nur Alim 8A 13 L

2 Saepul Rohman 8A 14 L

3 Eva Rianti 8A 13 P

4 Muhammad Yusuf 8B 14 L

5 M. Ma'sum Baqir 8B 14 L

6 Khoirul Anwar 8B 14 L

7 Siti Hafizo 8B 14 P

8 M. Iqbal Pahlevi 8C 13 L

9 M. Arif Fadillah 8C 14 L

10 M. Al-Farisyi 8C 14 L

11 Della Saphira 8C 14 P

2

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah S. Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. ke-4, h. 229.


(45)

12 Kholid Fajrin 8D 15 L

13 Eryzal Putra N. 8D 15 L

14 Ardiyansyah 8D 15 L

15 Helmi Yahya 8D 14 L

16 Sabrina Angreani 8D 14 P

Berikut ini nama-nama siswa yang tinggal di lingkungan pesantren:

Tabel 2.

Nama-nama Siswa yang Tinggal di Lingkungan Pesantren

No. Nama Kelas Umur L/P

1 Khoirudin Achmad 8A 14 L

2 Didin Supriadi 8A 14 L

3 Yuspi Yusuf 8A 13 L

4 Rizky Mubarok 8A 13 L

5 Assyifa Nurkholisoh 8A 14 P

6 Fahri Setiadi 8B 14 L

7 Andrian Adi Wijaya 8B 13 L

8 Adop K. 8B 15 L

9 Nurul Amalia 8B 14 P

10 M. Hasanudin 8C 13 L

11 M. Aqsol R. 8C 13 L

12 Aninda Syarifatullah 8C 14 P

13 A. Fairuz 8D 14 L

14 Ahmad Suqron 8D 14 L

15 Nazib Sulaiman 8D 14 L

16 Runi Khoirunnisa 8D 13 P

D.

Teknik Pengumpulan Data


(46)

Observasi (pengamatan) adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Dengan kata lain observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.3

2. Interview (Wawancara)

Interview atau yang sering disebut juga dengan wawancara, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara.4

Dalam pengumpulan data, peneliti melakukan wawancara terpimpin (guided interview), yaitu wawancara yang dilakukan dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.

3. Kuesioner (Angket)

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.5 Kuesioner yang dipergunakan berbentuk rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat sering sampai ke tidak pernah.

Tabel 3.

Kisi-kisi Instrumen Akhlak Siswa

No. Variabel Dimensi Indikator Butir

Soal

3

M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. ke-4, h. 133.

4

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. ke-14, h. 198.

5


(47)

1. Akhlak

a. Akhlak terhadap Allah Swt.

Ibadah shalat fardhu Ibadah puasa Ramadhan Taubat Bersyukur Tawakal 1 2 3 4 5 b. Akhlak terhadap sesama manusia Jujur Ikhlas Amanah Baik sangka Sabar Kasih sayang Pemaaf Penolong Sederhana Disiplin Dermawan

Berbakti kepada orang tua 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 c. Akhlak terhadap lingkungan Memelihara tumbuhan Menyayangi hewan Menjaga kebersihan 18 19 20 4. Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.6

6


(48)

E.

Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah dalam analisis data yang penulis lakukan adalah sebagai berikut:

1. Persiapan, yaitu mengecek kelengkapan data dan instrument yang sesuai dengan data yang dikumpulkan.

2. Tabulasi data, yaitu mengajukan data yang diperoleh sebagai hasil penelitian.

3. Analisis data, yaitu menganalisa data yang sudah ditabulasikan dengan membandingkan antara satu sampel dengan sampel lainnya.

Langkah pertama yang dilakukan dalam menganalisa data adalah dengan membuat prosentase hasil angket yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi, sebagai berikut:

P : Tingkat prosentase

F : Frekuensi dari hasil jawaban N : Jumlah responden

Langkah selanjutnya adalah dengan menghitung perbandingan mean

keduanya, mencari standar deviasi keduanya yang kemudian mencari “t” signifikansi 1% dan 5% dan terakhir menginterpretasikan hasil konsultasi “t”

tersebut secara akurat sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Dalam hal ini penulis menggunakan uji test “t” untuk menolak atau

menerima hipotesis nihil tentang ada atau tidaknya perbedaan dua mean sampel secara signifikan, “t” di sini merupakan suatu angka atau koefisien yang melambangkan derajat perbedaan mean kedua kelompok sampel yang

diteliti. Besarnya “t” sama dengan selisih kedua mean sampel, dibagi dengan

standar error perbedaan dua sampel, atau apabila kita formulasikan kedalam bentuk rumus adalah sebagai berikut:


(49)

keterangan:

M1 : Mean (nilai rata-rata) akhlak sampel kelompok 1 M2 : Mean (nilai rata-rata) akhlak sampel kelompok 2 SEM1 - M2 : Standar error perbedaan dua mean sample

4. Interpretasi data, terhadap “t” yang telah kita peroleh dari hasil perhitungan (lazim disebut t observasi dengan diberi lambang to

selanjutnya diberikan interpretasi dengan menggunakan table nilai “t” (tabel harga kritik “t”) yang sebelumnya dicari terlebih dahulu dicari derajat kebebasannya (df) atau (db) dengan rumus df atau db = (N1 + N2 – 2) dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Jika to sama dengan atau lebih besar dari pada harga kritik “t” yang tercantum dalam tabel (diberi lambang tt) maka hipotesis nihil yang mengatakan tidak adanya perbedaan mean dari kedua sampel ditolak, berarti perbedaan mean dari kedua sampel itu adalah perbedaan yang signifikan.

b) Jika to lebih kecil dari pada tt maka hipotesis nihil yang mengatakan tidak adanya perbedaan mean dari kedua sampel yang bersangkutan disetujui. Berarti perbedaan mean dua sampel itu bukanlah perbedaan mean yang signifikan, melainkan perbedaan yang terjadi secara kebetulan saja (by chance) sebagai akibat Sampling Error.


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A.

Gambaran Umum Objek Penelitian

1.

Letak Geografis

Secara geografis, MTs. Al-Hidayah terletak di Jalan Al-Hidayah Basmol, Kelurahan Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat. Di sebelah Selatan dan Barat berhadapan dengan toko makanan sederhana dan rumah warga, di sebelah Timur berhadapan dengan bengkel ketok magic, dan di sebelah Utara berhadapan dengan Pesantren Al-Hidayah Putra.

2.

Profil Madrasah

MTs. Al-Hidayah adalah sebuah satuan pendidikan yang dinaungi oleh Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Islam Al-Hidayah. Madrasah yang memiliki status Terakreditasi B ini didirikan pada tahun 1979. Madrasah ini didirikan di atas tanah seluas 3200 M2. Hingga saat ini MTs. Al-Hidayah masih tetap eksis membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan anak bangsa.1

Yayasan yang menaungi MTs. Al-Hidayah, berdiri pada tahun 1978 atas inisiatif ulama setempat yang dipelopori oleh KH. Abdul Gani dan

1


(51)

KH. Mas’ud dengan dukungan moril maupun materil dari masyarakat setempat. Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Islam Al-Hidayah tidak hanya menaungi Madrasah Tsanawiyah, tetapi juga menaungi Pondok

Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Aliyah, dan Majelis Ta’lim.2

3.

Visi dan Misi

MTs. Al-Hidayah memiliki visi yaitu:

“Unggul dalam prestasi, kompetitif, berdasarkan iman, taqwa dan berakhlakul karimah”.

Sedangkan misi dari MTs. Al-Hidayah adalah:

a) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif bagi siswa mengarah pada pembentukan kemampuan berkompetensi.

b) Meningkatkan pelayanan yang baik dan profesional.

c) Mewujudkan SDM yang berakhlakul karimah dan terdepan dalam IPTEK.

d) Mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat, indah, asri dan nyaman.

4.

Struktur Organisasi

Ketua Yayasan : KH. A. Syarifuddin Abd. Ghani, MA. Kepala Sekolah : H. Zufar, SE.

Waka. Bid. Kurikulum : Muhammad Nur, S.Pd.I

Bendahara : Hendra Wisudha, S.Kom

Staf Tata Usaha : Abdul Latif, S.Pd

Wali Kelas :

Kelas VII A : Maghfur, S.Pd.I Kelas VII B : Rahmatullah, S.Pd Kelas VII C : A. Zubadillah, S.Pd.I Kelas VII D : Moh. Nur, S.Ag Kelas VIII A : H. Abdul Haris, S. Pd

2


(52)

Kelas VIII B : H. Dumyati, S. Ag Kelas VIII C : Muhajirin, S. Pd Kelas VIII D : Abdul Goni, S. Ag Kelas IX A : H. A. Zawawi Mas'ud Kelas IX B : Nur Ali, S. Ag

Kelas IX C : Imam Sofwan, S.Pd.I

5.

Keadaan Siswa, Guru dan Karyawan

Siswa MTs. Al-Hidayah pada tahun ajaran 2013-2014 seluruhnya berjumlah 359 yang tersebar di 11 kelas, yaitu kelas VII A, VII B, VII C, VII D, VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, IX A, IX B, dan IX C. Adapun rincian jumlah dari masing-masing kelas sebagai berikut:

Tabel 4.

Keadaan Siswa MTs. Al-Hidayah Tahun Ajaran 2013-2014

KELAS JENIS KELAMIN JUMLAH

L P

VII A 23 15 38

VII B 22 14 36

VII C 20 16 36

VII D 24 13 37

VIII A 14 17 31

VIII B 19 12 31

VIII C 19 12 31

VIII D 23 11 34

IX A 19 11 30

IX B 19 11 30

IX C 13 12 25


(53)

Sedangkan guru-guru yang berada di MTs. Al-Hidayah berjumlah 34 orang dengan tingkat pendidikan terdiri dari lulusan Pesantren, SMA, S1 dan S2.

Tabel 5.

Keadaan Guru dan Karyawan di MTs. Al-Hidayah

No. Nama Guru Jabatan Pend.

Akhir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

H. Zufar, SE

Muhamad Nur, S.Pd.I H. Ahmad Hisyam Burhani H. Niswan Thoyyib, M. Pd H. Abdul Haris, S. Pd H. A. Zawawi Mas'ud H. Ishak Soleh

H. Dumyati, S. Ag Nur Ali, S. Ag H. A. Sya'roni, Lc Drs. Supiyatna H. M. Zein, S. Pd Drs. H. Jailani, M. Pd Muhajirin, S. Pd Drs. Muslih

Lukman Hakim, S. Ag Moh. Nur, S.Ag Hasan Basri, S. Ag Imam Sofwan, S.Pd.I Drs. H. Fathullah Abdul Goni, S. Ag Rahmatullah, S.Pd Hendra Wisudha, S.Kom

Kepala Madrasah Wakabid. Kurikulum Guru Mustholah Hadits Guru Tajwid

Guru Bahasa Inggris Guru Bahasa Arab Guru Nahwu Guru Fiqh

Guru Matematika Guru Qur'an Hadits Guru Biologi Guru Tajwid Guru SKI

Guru Bahasa Indonesia Guru Bahasa Indonesia Guru Qur'an Hadits Guru Bahasa Indonesia Guru Fiqh

Guru Seni Budaya Guru PKn

Guru Aqidah Akhlak Guru Penjaskes Kepala TU / TIK

S1 S1 S1 S2 S1 S1 Psantrn S1 S1 S1 S1 S1 S2 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1 S1


(1)

HASIL WAWANCARA

1. Latar belakang berdirinya MTs. Al-Hidayah bermula dari yayasan yang menaungi MTs. Al-Hidayah, berdiri pada tahun 1978 atas inisiatif ulama setempat yang dipelopori oleh KH. Abdul Gani dan KH. Mas’ud dengan dukungan moril maupun materil dari masyarakat setempat. Yayasan tersebut bernama Yayasan Pembinaan dan Pendidikan Islam Al-Hidayah. Yayasan ini tidak hanya menaungi Madrasah Tsanawiyah, tetapi juga menaungi Pondok Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Aliyah, dan

Majelis Ta’lim.

2. Saya menjabat sebagai Kepala Madrasah sejak Desember 2012

3. Tenaga pengajar di MTs. Al-Hidayah berjumlah 34 orang, terdiri dari 32 guru laki-laki dan 2 guru perempuan.

4. Sarana dan prasarana yang dimiliki yaitu: Ruang kelas, Ruang kep. Madrasah, Ruang guru, Ruang tata usaha, Lab computer, Perpustakaan, Ruang UKS, Mushola, Kantin, Ruang aula, WC guru, WC siswa dan siswi, Lapangan danTaman.

5. Respon masyarakat terhadap madrasah sangat baik, karena madrasah memiliki ciri yang tidak dimiliki oleh madrasah lain, yakni ada pelajaran kitab kuning.

6. Menurut saya, akhlak siswa yang tinggal bersama keluarga tidak lebih baik dari pada yang tinggal di pesantren.

7. Menurut saya, akhlak siswa yang tinggal di pesantren lebih baik dari pada yang tinggal bersama keluarga.

8. Ya, ada. Akhlak siswa yang tinggal di pesantren lebih baik karena sangat diawasi oleh para pengasuh, sehingga lebih terkontrol selama berada di dalam asrama.

9. Ada beberapa faktor, di antaranya pergaulan, lingkungan, keluarga, dan teman sepergaulan.


(2)

10.Untuk mendidik akhlak siswa selain memberikan pembelajaran juga melakukan pengawasan terhadap individu siswa tersebut. Juga menerima laporan dari orang tua tentang kegiatan anak di rumah.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN TINGKAT KECERDASAN EMOSI DITINJAU DARI LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL REMAJA (ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN REMAJA YANG TIDAK TINGGAL DI PONDOK PESANTREN)

0 7 2

STUDI KOMPARASI TENTANG KETERAMPILAN MELAWAT DENGAN TONGKAT ANTARA SISWA TUNANETRA YANG TINGGAL DI RUMAH DENGAN YANG TINGGAL DI ASRAMA DI MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA.

0 5 189

PERBEDAAN KEMAMPUAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DAN YANG TINGGAL DIRUMAH.

0 1 84

PERBEDAAN TINGKAT KEMANDIRIAN SISWA MAN MOJOKERTO DITINJAU DARI LINGKUNGAN YANG TINGGAL DI ASRAMA SEKOLAH DENGAN YANG TINGGAL DI PESANTREN.

0 0 93

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Kecemasan antara Istri Anggota Polisi Yang Tinggal di Kesatrian dengan Yang Tinggal di Rumah Sendiri

1 1 41

PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL ULUM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TA. 2017/2018 - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL ULUM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRING

0 1 13

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian - PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL

0 0 9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil MTs Swasta Nurul Ulum 1. Kedudukan - PERBEDAAN HASIL BELAJAR AKIDAH AKHLAK ANTARA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN YANG TINGGAL DI LUAR PONDOK PESANTREN PADA SISWA KELAS VIII MTs SWASTA NURUL U

0 0 21

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANTARA SISWA TK YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DAN YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN SKRIPSI

0 0 15