Pengertian Tunanetra Kajian Tunanetra
16
pada orang lain. Oleh karena itu, diperlukan latihan dria nonvisual agar penyandang tunanetra dapat mengenal lingkungannya.
Hallahan and Kauffman 2009: 388-394 menyatakan bahwa penyandang tunanetra memiliki karakteristik yang dapat ditinjau dari aspek
bahasa, intelektual, orientasi dan mobilitas, akademik dan sosial yang lebih lanjut dapat ditinjau sebagai berikut:
a. Perkembangan bahasa
Halahan and Kauffman 2009: 388 menyatakan bahwa “... auditory
more than visual perception is the sensory modality through which we learn language, it is not surprising that studies have found that people
who blind are not impaired in language functioning ”. Pendapat tersebut
dapat dimaknai bahwa persepsi pendengaran memberikan modalitas sensori lebih baik dari pada pengelihatan melalui bahasa yang kita
pelajari, hal itu tidak mengherankan bahwa banyak studi sebelumnya menemukan bahwa orang yang buta tidak mengalami gangguan fungsi
bahasanya. Pendapat ini dapat ditegaskan bahwa ketunanetraan secara signifikan tidak berpengaruh pada kemampuan bahasa, karena bahasa
dapat dipelajari melalui pendengaran. Oleh karena itu, penyandang tunanetra tidak mengalami masalah pada pengembangan bahasa
fungsional. b.
Kemampuan Intelektual Menurut Hallahan and Kauffman 2009:
388 “most authorities now believe that such comparisons are virtually impossible because finding
17
comparable tests is so difficult, there is no reason to believe that blindness result in lower intelligence
”. Pendapat Hallahan dan Kauffman dapat dimaknai bahwa sebagian besar ahli sekarang percaya bahwa
membandingkan sebenarnya tidak mungkin karena sulit menemukan tes yang sebanding, tidak ada alasan untuk percaya bahwa kebutaan
mengakibatkan rendahnya intelegensi. Pendapat ini dapat ditegaskan bahwa kebutaan tidak mengakibatkan rendahnya intelegensi, maka
penyandang tunanetra tidak selalu memiliki intelektual di bawah rata- rata. Mereka juga dapat memiliki kemampuan intelektual di garis rata-
rata, di atas rata-rata ataupun di bawah rata-rata. c.
Orientasi dan mobilitas Kemampuan orientasi dan mobilitas merupakan kemampuan dasar yang
harus dimiliki seseorang agar dapat melakukan berbagai kegiatan sehari- hari. Menurut Hallahan and Kauffman 2009: 389 menjelaskan bahwa,
“mobility skills vary greatly among people with visual impairment. It is surprisingly difficult to predict which individuals will be the best
travelers. For example, common sense seems to tell us that mobility would be better among those who have more residual vision and those
who lose their vision later in life, but this is not always the case ”.
Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa keterampilan mobilitas seorang tunanetra berbeda-beda, sehingga sulit untuk memprediksi individu-
individu yang akan menjadi pelawat yang baik. Contohnya, biasanya kemampuan mobilitas akan lebih baik pada orang yang memiliki sisa
18
pengelihatan lebih banyak dibanding seseorang yang kehilangan pengelihatan di kemudian hari, tetapi hal tersebut tidak selalu benar. Dari
pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa penyandang tunanetra memiliki keterampilan mobilitas yang berbeda-beda, selain itu sulit untuk
memprediksi individu mana yang akan menjadi seorang pelawat yang handal. Biasanya akan lebih baik kemampuan mobilitas penyandang
tunanetra yang memiliki sisa pengelihatan daripada seorang yang kehilangan pengelihatan di kemudian hari,
namun pernyataan ini tidak selalu benar. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan
orientasi dan mobilitas seorang tunanetra. d.
Kemampuan akademik Karakteristik kemampuan akademik, menurut Hallahan and Kauffman
2009: 391 menjelaskan bahwa “... children with low vision and those
who are blind are sometimes behind their sighted peers. When low achievement does occur it is due not to the blindness itself, but to such
things as low expectations or lack of exposure to Braille. ” Pendapat
tersebut dapat dimaknai bahwa anak kurang lihat maupun buta terkadang lebih terbelakang dari anak awas sebayanya. Ketika prestasinya rendah
itu bukan terjadi karena keadaan buta itu sendiri, tetapi karena sebab lain seperti rendahnya harapan ataupun kurangnya pengetahuan terhadap
Braille. Jadi dapat ditegaskan bahwa rendahnya prestasi anak tunanetra dapat disebabkan oleh rendahnya harapan dan pengetahuan tentang huruf
Braille.