97
maka nilai proses identitas diri model norma sebesar 32,218. Selain itu, koefisien regresi X hiburan sosial sebesar 0,046 menyatakan bahwa
setiap penambahan 1 nilai
celebrity worship:
hiburan sosial maka nilai proses identitas diri model norma bertambah sebesar 0,046.
D. Pembahasan
Remaja usia SMA di Kota Yogyakarta merupakan remaja yang dihadapkan pada bentuk perkembangan teknologi dan komunikasi.
Perkembangan ini memudahkan remaja untuk mendapatkan informasi, termasuk informasi terkait dunia hiburan. Selebriti sebagai pelaku di dunia
hiburan yang muncul di media cetak maupun elektronik menjadi bagian yang menarik perhatian remaja. Remaja biasanya tertarik pada kemampuan selebriti
baik itu dalam bidang musik, seni peran, olahraga dan bidang lainnya. Remaja yang menjadi penggemar selebriti pada umumnya akan tertarik untuk
mengetahui berbagai hal terkait selebriti, hal pribadi maupun yang berhubungan dengan karya selebriti idolanya. Ketertarikan penggemar pada
selebriti ini dikenal sebagai
celebrity worship.
Fenomena ini termasuk hal yang wajar terjadi pada remaja yang sedang berada dalam masa pencarian jati diri,
hal ini diungkapkan oleh Maltby et al 2006: 274 bahwa ketertarikan remaja terhadap idola merupakan hal yang normal dan merupakan bagian dari
perkembangan identitas pada anak-anak dan remaja. Hasil penelitian pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta menunjukkan
bahwa
celebrity worship
sebagian besar remaja usia SMA di Kota Yogyakarta berada pada kategori sedang, pada tiap-tiap tipe
celebrity worship.
Sampel
98
yang menunjukkan kategori rendah sebagian besar terlihat tidak memiliki selebriti idola, hal ini dapat diketahui dari pilihan jawaban Sangat Tidak
Sesuai pada seluruh item skala
celebrity worship.
Sedangkan sampel dengan kategori tinggi sebagian besar menjawab Sangat Sesuai pada seluruh item skala
celebrity worship.
Raviv dalam Darfiyanti Putra, 20112: 54 menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pengidolaan seseorang maka semakin tinggi pula
keterlibatannya dengan sosok yang diidolakan. Ketertarikan terhadap selebriti seperti yang telah disebutkan sebelumnya
merupakan fenomena yang biasa meskipun begitu, dewasa ini menjadi sebuah fenomena yang tidak normal karena intensitasnya yang berlebihan. Disebutkan
oleh Maltby 2006: 274 bahwa dinamika motivasi untuk lebih dekat dengan selebriti dapat berubah menjadi sebuah ketergantungan atau lebih parah lagi
berdampak pada kepuasan individu terhadap hubungan parasosial. Lebih lanjut, Maltby dalam Annisa Kusuma Widjaja Moondore Madalina Ali, 2015: 22
menyebutkan bahwa
celebrity worship
adalah identitas struktur yang terdapat di dalam diri individu yang membantu penyerapan psikologis terhadap selebriti
idola dalam upaya untuk membangun identitas diri dan rasa pemenuhan dalam diri individu tersebut. Berdasarkan teori inilah penelitian untuk mencari tahu
bagaimana pengaruh
celebrity worship
terhadap identitas diri remaja usia SMA di Kota Yogyakarta dilakukan.
Selanjutnya, berdasarkan data hasil penelitian diketahui juga bahwa sebagian besar remaja usia SMA di Kota Yogyakarta berada pada
celebrity worship:
hiburan sosial yakni sebesar 52,44.
Celebrity worship:
hiburan
99
sosial merupakan tingkatan terendah dalam
celebrity worship.
Stever dalam Maltby et all. 2004: 1476 menjelaskan bahwa penggemar tertarik selebriti
karena kemampuan mereka dalam menghibur. Pada tingkatan ini pula, penggemar tertarik untuk mendapatkan informasi terkait selebriti serta
membicarakan selebriti dengan orang lain. Berdasarkan skala
celebrity worship
yang telah diisi oleh responden dapat diketahui bahwa skor tertinggi berada pada item skala
celebrity worship:
hiburan sosial. Item-item tersebut antara lain adalah bahwa remaja usia SMA sering mencari informasi terkait selebriti melalui internet dan bahagia ketika
membicarakan selebriti idola dengan teman sesama penggemar. Remaja usia SMA di Kota Yogyakarta sebagian juga bergabung pada komunitas penggemar
selebriti idola mereka. Selain itu, remaja usia SMA juga tertarik pada selebriti idola mereka karena selebriti idola mereka ramah dan mampu membuat mereka
bahagia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Liu 2013: 16 yang menyatakan bahwa
the behaviours of worshippers of this type entertainment social include reading news abour the celebrities and gossiping about the celebrities.
Sementara itu, terdapat sebesar 26,22 remaja usia yang berada pada
celebrity worship:
perasaaan pribadi yang intens. Perasaan pribadi yang intens merupakan tingkatan kedua pada
celebrity worship.
Pada tingkatan ini Maltby 2004: 412 menyebutkan bahwa penggemar memiliki pemikiran bahwa
selebriti idolanya adalah bagian dari dirinya serta dia selalu memikirkan selebriti tersebut meskipun dia tidak menginginkannya. Di Kota Yogyakarta,
berdasarkan skala
celebrity worship
yang telah diisi oleh responden, diketahui
100
bahwa penggemar dengan tingkatan ini penggemar suka membaca cerita fiksi penggemar dan membayangkan dirinya sebagai tokoh dalam fiksi penggemar
tersebut. Selain itu, skor tinggi juga terdapat pada item yang menyatakan bahwa penggemar menonton video terkait selebriti idola berulang kali serta
langsung mencari video dan foto terbaru selebriti idola. Kedua hal ini menunjukkan adanya perilaku impulsif dari penggemar yang merupakan ciri
dari
celebrity worship:
perasaan pribadi yang intens. Selain itu, terdapat pula remaja usia SMA di Kota Yogyakarta dengan
kecenderungan
celebrity worship:
patologis dengan presentase sebesar 11,59. Berdasarkan skala yang telah diisi oleh responden, diketahui bahwa
celebrity worship:
patologis pada remaja usia SMA di Kota Yogyakarta sebagian besar ditunjukkan dengan adanya penggemar yang sering membayangkan menjadi
pacarsuamiistriorang terdekat dari selebriti idola dan tetap menyukai dan membela selebriti idola meskipun selebriti idola telah melakukan kesalahan.
Hal ini sejalan dengan Malbty et al 2005: 281 yang menyatakan bahwa
borderline-pathological aspects of celebrity worship are typified by unctrollable behaviors and fantasies regarding scenarios involving their
favourite celebrity.
Patologis merupakan tipe paling ekstrim dari
celebrity worship,
seperti yang telah disampaikan di atas bahwa pada tipe ini penggemar cenderung
memiliki perilaku tidak terkontrol dan fantasi terkait selebriti idola. Pada beberapa kasus, dapat ditemukan adanya identifikasi berlebihan pada
penggemar terhadap selebriti idola. Salah satunya adalah berpenampilan
101
semirip mungkin seperti selebriti idola bahkan sampai rela melakukan operasi plastik. Meskipun begitu, identifikasi ini juga memiliki sisi positif, contohnya
adalah setelah Michael Jackson meninggal dunia, beberapa penggemar yang mengidentifikasi dirinya terhadap Michael Jackson mampu mengembangkan
kreatifitasnya dan mendapatkan pekerjaan di dunia hiburan. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat diketahui pula bagaimana
kecenderungan
celebrity worship
dari masing-masing jenis sekolah, yaitu SMA, MAN dan SMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa
baik di SMA, MAN maupun SMK berada pada
celebrity worship:
hiburan sosial dengan presentase untuk SMA sebesar 65, MAN sebesar 47 dan
SMK sebesar 45. Selanjutnya, perasaan pribadi yang intens pada siswa SMA sebesar 21, MAN sebesar 31 dan SMK sebesar 26. Sementara untuk
patologis, pada siswa SMA sebesar 4, MAN sebesar 12 dan SMK sebesar 19. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa pada masing-masing
sekolah, perasaan pribadi yang intens merupakan jumlah terbanyak kedua dan patologis merupakan jumlah terbanyak ketiga. Data ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang berarti pada kecenderungan
celebrity worship
dari setiap jenis sekolah di Kota Yogyakarta. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan kecenderungan
celebrity worship:
hiburan sosial dan patologis pada jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Hasil menunjukkan
total hiburan sosial sejumlah 86 siswa yang terdiri dari 40 berjenis kelamin laki-laki dan sejumlah 46 berjenis kelamin perempuan. Patologis dengan
102
jumlah total 19 siswa yang terdiri dari 11 merupakan laki-laki dan 8 merupakan perempuan. Di sisi lain, ditemukan perbedaan signifikan pada
celebrity worship:
perasaan pribadi yang intens antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Keseluruhan data menunjukkan bahwa terdapat 43 responden berada
pada tingkat perasaan pribadi yang intens, 29 di antaranya berjenis laki-laki sedangkah 14 sisanya berjenis kelamin perempuan. Perasaan pribadi yang
intens merupakan tingkat kedua pada
celebrity worship.
Pada tingkatan ini penggemar memiliki obsesi terhadap segala hal yang bergubungan dengan
selebriti idola, tergolong impulsif dan kompulsif terhadap segala hal yang berhubungan dengan selebriti idola. Berdasarkan penjelasan ini, dapat
diketahui bahwa penggemar lebih memiliki keterikatan emosi dengan selebriti idola daripada penggemar pada tingkat hiburan sosial.
Perasaan pribadi yang intens, ditunjukkan dengan ikatan emosi kuat hingga membuat penggemar terus menerus memikirkan selebriti idola
meskipun dia tidak menginginkannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pandangan terkait perempuan lebih emosional daripada laki-laki, termasuk
dalam hal ketertarikan atau kegemarannya terhadap selebriti idola. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock 2003: 377 bahwa “...stereotip utama,
tentang perempuan yang lebih emosional dan laki-laki yang tidak, hanya suatu stereotip.”
Selain data yang diperoleh berdasarkan pengisian skala oleh responden, diperoleh pula data berupa hasil observasi yang dilakukan bersamaan dengan
saat pembagian skala kepada responden. Berdasarkan observasi tersebut,
103
diketahui bahwa siswa SMA nampak lebih antusias dalam mengisi skala
celebrity worship
dibandingkan siswa SMK dan MAN. Hal ini terlihat dari beberapa siswa yang langsung membicarakan selebriti idola masing-masing
ketika mengisi skala yang telah dibagikan. Beberapa siswa bahkan menuliskan nama selebriti idola mereka meskipun peneliti tidak menyediakan kolom
terkait nama selebriti idola. Nama yang dituliskan oleh siswa tersebut antara lain adalah Niall Horan Personil
boyband
asal Inggris, One Direction dan
Baekhyun Personil
boyband
asal Korea, EXO, Mario Maurer Aktor asal Thailand siswa mengganti namanya dengan sebutan Mrs. Horan, menulis
nama Baekhyun pada kolom identitas dan mengganti nama belakangnya dengan Maurer. Selain itu, terdapat pula pula beberapa siswa yang mengganti
nama mereka dengan nama yang ditulis dengan huruf Korea, menunjukkan bahwa mereka adalah penggemar selebriti Korea.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa
celebrity worship
menjadikan penggemar antusias untuk membicarakan selebriti idola mereka. Hal ini sesuai
dengan
celebrity worship:
hiburan sosial yang merupakan salah satu tipe
celebriity worship
dimana selebriti merupakan sumber untuk berinteraksi sosial dengan orang lain.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlihat bagaimana pengaruh dari masing-masing tipe atau tingkatan
celebrity worship
dengan masing- masing status identitas diri. Berdasarkan hasil uji korelasi dan regresi yang
dilakukan, menunjukkan hasil bahwa hanya
celebrity worship:
hiburan sosial memiliki hubungan positif dan pengaruh siginifikan proses identitas diri model
104
norma
.
Tipe atau tingkatan
celebrity worship:
hiburan sosial tidak memiliki korelasi dan pengaruh terhadap status identitas proses identitas diri model
informasi dan proses identitas diri model penolakan
.
Begitu pula dengan
celebrity worship :
perasaan pribadi yang intens dan patologis, tidak memiliki korelasi dengan status identitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
celebrity worship:
hiburan sosial yang memiliki hubungan dan pengaruh terhadap proses identitas diri model
norma. Berdasarkan analisis korelasi
product moment
diperoleh nilai signifikansi hubungan antara hiburan sosial dengan model norma sebesar 0,019
0,0190,05 dan hasil analisis regresi menunjukkan sumbangan hiburan sosial terhadap model norma sebesar 3,3. Hiburan sosial tidak memiliki hubungan
terhadap proses identitas diri model informasi dan penolakan. Selain itu,
celebrity worship:
perasaan pribadi yang intens dan patologis juga tidak memiliki hubungan apapun dengan proses identitas diri manapun.
Hiburan sosial sebagai salah satu tipe
celebrity worship
merupakan tingkatan yang paling rendah dalam
celebrity worship.
Pada hiburan sosial, penggemar tertarik pada selebriti idola karena kemampuannya dalam
menghibur. Penggemar tertarik pada selebriti dan mencari informasi tentang selebriti termasuk kehidupan pribadinya. Selain itu Malbty dalam Ajeng,
2012: 12 menjelaskan bahwa pada hiburan sosial, selebriti merupakan sumber untuk melakukan interaksi sosial dengan orang lain, terutama dengan sesama
penggemar. Sedangkan proses identitas diri model norma merupakan salah satu dari status identitas diri yang dikembangkan oleh Berzonsky berdasarkan status
105
identitas diri Marcia. Pada proses identitas diri model norma seseorang
termasuk dalam kategori yang memiliki disiplin tinggi, ketelitian, berkomitmen terhadap tujuan dan cenderung menginternalisasikan dan mematuhi standar
kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hiburan sosial memiliki hubungan positif dan pengaruh yang signifikan dengan proses identitas diri
model norma
.
Berdasarkan penjelasan Berzonsky 2011: 298 individu dengan proses identitas diri model norma cenderung mudah bergaul dalam kelompok dan
menyesuaikan diri dengan kelompok. Hal ini sejalan karakteristik penggemar dengan
celebrity worship :
hiburan sosial yang tertarik untuk melakukan interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan sesama penggemar selebriti
idola sebagai sarana hiburan. Berikutnya, penggemar dengan
celebrity worship:
hiburan sosial merupakan penggemar yang tertarik untuk mencari tahu berbagai hal terkait
kehidupan selebriti. Hal-hal terkait kehidupan selebriti ini termasuk di antaranya adalah kehidupan pribadi, kehidupan pertemanan, kegiatan selebriti
termasuk proses yang dilalui oleh selebriti hingga mencapai kesuksesannya dalam berkarir. Pencarian terkait selebriti mempengaruhi individu dalam
komitmennya mencapai tujuan. Melalui informasi yang didapat dari pencarian, penggemar menjadikannya sebagai sebuah pelajaran misalnya bagaimana
berkomitmen untuk meraih cita-cita.
106 Celebrity worship:
hiburan sosial merupakan satu-satunya tipe
celebrity worship
yang memiliki pengaruh terhadap identitas diri, namun hanya pada proses identitas diri model norma. Selain itu besar sumbangan
celebrity worship:
hiburan sosial terhadap proses identitas diri model norma pun tergolong kecil yakni sebesar 3,3. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis
penelitian yang menduga bahwa setiap tipe
celebrity worship
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap setiap tipe identitas diri.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar hipotesis ditolak sehingga pernyataan Maltby terkait
celebrity worship
memiliki pengaruh dalam membangun identitas diri tidak terbukti pada remaja usia SMA
di Kota Yogyakarta. Hal seperti ini dapat saja terjadi karena pembentukan identitas diri dipengaruhi oleh berbagai faktor selain selebriti idola. Faktor-
faktor yang mempengaruhi identitas diri tersebut adalah iklim keluarga, tokoh idola, peluang pengembangan diri Syamsu Yusuf, 2006:202.
Iklim keluarga sebagai salah satu faktor identitas diri. Santrock 2003: 346 menyatakan bahwa orangtua adalah sosok yang penting dalam
perkembangan identitas remaja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara perkembangan identitas dengan pola pengasuhan dari
orang tua. Cathrine Cooper dalam Santrock, 2003: 346-347 meyakini bahwa adanya atmosfir keluarga yang mendukung individualitas dan keterikatan
merupakan hal yang penting bagi perkembangan identitas remaja. Lebih lanjut, Cooper juga menjelaskan pembentukan identitas didorong oleh hubungan
keluarga yang
individual, yaitu
yang mendukung
remaja untuk
107
mengembangkan pandangannya sendiri, dan juga hubungan yang mengikat yang memberikan landasan yang aman bagi remaja untuk mengeksploitasi
dunia sosial yang luas di masa remaja. Peluang pengembangan diri menurut Syamsu Yusuf 2006: 202
merupakan kesempatan untuk melihat masa depan dan menguji dirinya dalam berbagai keadaan kehidupan. Pengalaman-pengalaman yang berbeda dalam
berbagai hal akan sangat penting dalam perkembangan identitas diri remaja. Pengalaman-pengalaman tersebut diperoleh remaja melalui pergaulan remaja
dengan teman sebaya atau komunitas tertentu tempat remaja tersebut bergaul. Erikson dalam Crain, 2007: 442 menjelaskan bahwa dalam proses
pembentukan identitas diri tanpa disadari kita sudah mengidentifikasi diri dengan mereka yang tampak kepada kita, menjadikan diri kita seperti mereka.
Pergaulan dalam komunitas menjadikan remaja melalui uji coba atau mencoba- coba banyak peran berbeda yang menurut mereka sesuai dengan diri mereka.
Melalui pergaulan, remaja menambah pengalaman-pengalaman mereka sehingga mampu mengembangkan identitas diri yang sesuai. Pergaulan remaja
dapat berupa teman bermain di rumah, di sekolah, kelompok kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan dapat juga komunitas lain terkait minat dan hobi
remaja. Pengalaman di berbagai jenis kegiatan dan komunitas memberikan peran-peran tertentu pada diri remaja yang dapat dijadikan sebagai model
dalam proses identifikasi. Erikson 2010: 310 memaparkan bahwa remaja mengintegrasikan semua identifikasi dengan perubahan-perubahan libido,
108
dengan bakat-bakat yang dikembangkan dari anugrah yang dimiliki dan dengan peluang-peluang yang ditawarkan di dalam peran-peran sosial.
Selanjutnya, faktor terakhir yang mempengaruhi identitas diri adalah tokoh idola. Selebriti idola merupakan bagian dari tokoh idola. Tokoh idola
selain selebriti bisa juga orang tua, guru di sekolah, sahabat, pahlawan, serta tokoh lain yang menurut individu yang bersangkutan menginspirasi. Jadi
terdapat kemungkinan identitas diri remaja usia SMA di Kota Yogyakarta lebih banyak dipengaruhi faktor lain yang mempengaruhi identitas diri atau tokoh
idola lain selain selebriti yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hanya
celebrity worship:
hiburan sosial yang memiliki pengaruh terhadap identitas diri remaja usia SMA di Kota Yogyakarta.
Celebrity worship:
hiburan sosial pun hanya berpengaruh terhadap proses identitas diri model norma
,
dan tidak mempengaruhi tipe atau status identitas yang lain.
E. Keterbatasan Penelitian