Manfaat surat perjanjian perkawinan adalah : 1.
Bukti otentik sebagai tanda telah memenuhi hukum adat setempat. 2.
Mengikat orang lain agar tunduk kepada hukum adat Dayak Kalimantan Tengah.
3. Mengatur hak dan kewajiban serta pembagian harta milik bersama
harta rupa tangan. 4.
Melindungi hak dalam menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum formal.
5. Tanda bukti status dalam masyarakat.
Dengan demikian, tujuan dan maksud surat perjanjian perkawinan yang diurai di atas, dapat menjelaskan bahwa perkawinan menurut Adat Dayak
Ngaju dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat, karena ikatan perkawinan beserta tatanan hukum adat yang
menyertainya sangat dihargai dan dijunjung tinggi.
4.3. Isi Surat Perjanjian Perkawinan
Surat perjanjian perkawinan memuat mengenai pernyataan dari kedua pihak, pemenuhan
jalan hadat
yang menjadi tanggung jawab pihak calon mempelai laki-laki, serta hak dan kewajiban masing-masing. Dicantumkan
pula sanksi hukum bagi yang melakukan kesalahan serta pengaturan pembagian harta rupa tangan, termasuk hak anak dan hak ahli waris yang
akan menerima pembagian jika mereka tidak mempunyai keturunan. Untuk lebih memahami surat perjanjian perkawinan adat Dayak Ngaju,
berikut ini merupakan isi dari surat perjanjian tersebut;
4.3.1. Biodata
Bagian ini memuat tentang biodata atau identitas kedua calon mempelai. Selanjutnya, pihak laki-laki disebut sebagai pihak pertama, dan
pihak perempuan selaku pihak kedua. 4.3.2.
Jalan Hadat
163
Bagian ini berisi tentang kesepakatan dari kedua calon mempelai dan persetujuan orang tua untuk melaksanakan perkawinan menurut tata cara
Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah. Dan juga pemenuhan
Jalan hadat
perkawinan oleh pihak pertama kepada pihak kedua.
Jalan Hadat
perkawinan atau yang lazimnya dikenal oleh masyarakat umum sebagai jujuran, adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon
mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dan keluarganya pada saat upacara perkawinan adat.
Jalan hadat
dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum Adat Dayak Ngaju yang berlaku, serta tradisi dalam
keluarga mempelai perempuan, yang disebut:
manyalurui pelek rujin pangawin oloh bakas.
164
Artinya, persyaratan
jalan hadat
yang ditempuh harus sesuai dengan
jalan hadat
yang dimiliki oleh orang tuanya dulu
palaku indu=
mas kawin ibu
,
sebagai standar untuk menentukan persyaratan
jalan hadat
selanjutnya keturunannya. Banyaknya persyaratan
jalan hadat
berlaku umum, mencakup 16-17 butir. Tetapi berat dan besarnya nilai materi
barang masing-masing orang berbeda, sesuai dengan kesepakatan dalam acara
hakumbang auh
dan
maja misek,
perkembangan jaman dan kemampuan pihak
163
Diolah dari hasil wawancara dengan Damang Basel Abangkan, di Palangka Raya 06 Juni 20011, hasil wawancara dengan Damang Suhardi Monong Stepanus, di Palangka Raya 08Juli
2011,Wawancara dengan Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya 16 Juni 2011.
164
Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak, 03 Agustus 2011
laki-laki. Sampai saat ini, belum pernah ada keluhan mengenai
jalan hadat
.
165
Jalan Hadat
sudah dikenal luas dalam masyarakat Dayak Ngaju, tetapi apa makna yang terkandung dibalik simbol-simbol
Jalan Hadat
tersebut secara keseluruhan belum banyak diketahui orang, sehingga pemahaman
masyarakat terhadap
Jalan Hadat
hanya terfokus pada upacara saja. Orang Dayak tidak mempunyai aksara seperti suku-suku lain.
Pengganti aksara bagi orang Dayak Ngaju adalah simbol-simbol yang disebut
Totok Bakaka
sandikode umum yang dimengerti oleh suku Dayak Ngaju. Tidak mudah untuk memahami budaya Dayak, karena ada hal-hal yang tidak
dapat dijelaskan dengan kata-kata, namun dirasakan dan dilihat pantas untuk dilakukan.
Sebab itu dalam bagian ini akan menjelaskan makna yang tersirat dari benda-benda adat perkawinan tersebut, berdasarkan konteks kehidupan
masyarakat Dayak Ngaju;
166
1. Palaku
Palaku
berasal dari kata
laku
artinya: minta, permintaan. Orang Dayak selalu menempatkan perempuan pada posisi utama. Hal ini dapat terlihat dari
kehidupan masyarakat sehari-hari yang selalu mengedepankan perempuan misalnya dalam menyebutkan orang yang lebih tua dengan sebutan:
tambi- bue
nenek-kakek
, indu-bapa
ibu-ayah
, mina-mama
tante-om
, sindah-
165
Wawancara dengan Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya 16 Juni 2011.
166
Diolah dari hasil wawancara dengan Damang Basel Abangkan, di Palangka Raya 06 Juni 20011, hasil wawancara dengan Damang Suhardi Monong Stepanus, di Palangka Raya 08 Juli
2011,Wawancara dengan Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya 16 Juni 2011.
ayup
ipar perempuan- ipar lelaki. Penempatan demikian bukan berarti perempuan lebih berharga, lebih berkuasa atau lebih dominan dibandingkan
dengan laki-laki. Tetapi orang Dayak berbuat demikian karena menganggap bahwa kaum perempuan adalah kaum yang lemah, patut dijaga, dipelihara
dan patut diperhatikan. Dalam mitologi Dayak Ngaju,
palaku
muncul dari
permintaan Nyai Endas Bulau
ketika menikah dengan
Raja Garing Hatungku
.
Nyai Endas
ingin membuktikan kesungguhan hati
Raja Garing Hatungku
dengan meminta jaminan kehidupan berupa tanah atau kebun. Permintaan ini cukup
lumrah karena manusia bisa mempertahankan hidupnya dari hasil pengolahan tanah atau kebun.
Palaku
merupakan simbol dari harkat dan martabat perempuan Dayak. Perempuan adalah penatalaksana dalam rumah tangga,
sebagai ibu dari anak-anak, ia patut meminta jaminan yang pasti dari calon suaminya sebagai awal baginya untuk mulai menata rumah tangganya.
Palaku
adalah hak mutlak seorang istri. Seorang suami tidak berhak menjual maupun menggadaikannya kepada pihak lain. Nilai palaku
ditetapkan menurut nilai berat dalam satuan kilogrampikul atau
kati.
Misalnya: 300 kg 3 pikul gong, atau 500 kg 5 pikul gong. Pada masa sekarang barang ini sudah sulit ditemukan, sebab itu biasanya
Palaku
dapat diganti dengan emas atau perhiasan lainnya. Ada juga yang memberi dalam
bentuk sejumlah uang, dan umumnya tanah atau kebun. Biasanya,
palaku
adalah bagian dari harta kekayaan orang tua mempelai laki-laki yang di dalamnya terkandung nilai magis yang disebut
galang pambelom
atau dasar hidup bagi rumah tangga baru serta wujud penyertaan doa restu orang tua.
Pada dasarnya orang Dayak dapat menerima istilah mas kawin sehakekat dengan
Palaku
, namun jika dilihat dari makna simboliknya; serupa tetapi tidak sama. Sebab itu, dalam Surat Perjanjian Kawin menurut
Adat Dayak Ngaju, istilah
Palaku
tetap ditulis demikian, tidak diterjemahkan.
167
2. Saput
Dalam tatanan kekeluargaan suku Dayak Ngaju, lelaki adalah pelindung bagi keluarga. Seorang lelaki dianggap cakap dan tangkas dalam memenuhi
kebutuhan keluarga. Ia bertanggung jawab untuk mengayomi seluruh anggota keluarga dan melindungi dari gangguan ataupun pelecehan dari pihak lain.
Saput
merupakan pemberian dari calon mempelai laki-laki kepada saudara-saudara lelaki calon mempelai perempuan. Pemberian ini
mengandung makna penghormatan, mengikat rasa persaudaraan yang tulus sebagai bagian dari keluarga calon mempelai perempuan. Pemberian ini
dapat berupa barang atau uang.
3. Pakaian Sinde Mendeng
Diberikan kepada ayah kandung calon mempelai perempuan, sebagai tanda penghormatan atas kasih sayang dan perlindungan yang diberikan.
Bingkisan ini berupa seperangkat pakaian laki-laki.
4. Garantung Kolok Pelek:
Biasanya diberikan berupa sebuah gong sebagai bukti ikatanperjanjian perkawinan. Pada masa sekarang barang ini sudah sulit ditemukan, sehingga
dapat diganti dengan uang atau emas, sejumlah nilai gong itu.
167
Wawancara dengan Basir Bajik, tanggal 25 Mei 2011
Secara harafiah memang kata-kata ini berarti “gong kepala patah.”
Namun dalam konteks ini, Garantung kolok pelek tidak bisa diterjemahkan demikian. Garantung Kolok Pelek terbentuk dari dua kata yaitu:
garantung,
alat yang mengeluarkan bunyi ketika dipukul gong. Garantung berfungsi sebagai alat musik, yang oleh orang Dayak, alat ini sering digunakan sebagai
alat komunikasi yang berfungsi sebagai tanda undangan rapat, undangan kawin, tanda untuk memanggil orang yang sedang tersesat di hutan.
Kolok Pelek,
merupakan tanda yang dibuat oleh seseorang ketika ia tersesat di hutan. Tanda itu dibuat dengan cara
mamelek
mematahkan anak pohon kayu.
Pelekan
patahan pertama disebut
kolok pelek
sebagai tanda seseorang memulai kegiatannya di hutan tersebut. Masyarakat Dayak Ngaju
telah belajar dari pengalaman para pendahulu bahwa sebelum memasuki hutan, apalagi kalau hutan itu baru pertama kali dijelajahinya, maka ia akan
membuat tanda dengan cara mematahkan pokok kayu kecil sebagai tanda arah jalan ketika memulai memasuki hutan. Sebelum ia memasuki hutan
lebih jauh, ia akan memperhatikan pepohonan dan berusaha mengenal dan mengingat jenis pohon yang ada di situ. Selanjutnya ia memotong kayu dan
menancapkannya di tanah yang sudah dibersihkan agar lebih jelas dan tidak keliru dengan tonggak orang lain. Barulah ia mulai masuk hutan. Dalam
jarak tertentu ia mematahkan lagi anak pohon kecil. Apabila orang yang masuk ke dalam hutan itu belum pulang hingga larut malam, maka pihak
keluarga akan membawa gong serta mencari
kolok pelek
di sekitar hutan itu. Jika sudah ditemukan, maka gong dibunyikan sebagai alat komunikasi untuk
memanggilnya pulang.
Makna simbolik dari
garantung kolok pelek
adalah bahwa perkawinan dimulai dari kesepakatan bersama kedua pihak. Dan barang
hadat
ini mengingatkan mereka supaya memelihara ikatan perkawinan, jangan
merusaknya. Mereka harus meluruskan arah hidupnya, sehingga jika ada hal yang dapat menyesatkan mereka harus kembali kepada kesepakatan awal,
janji setia di hadapan
Raying Hatalla Langit
.
168
5. Lamiang Turus Pelek
169
Lamiang
adalah perhiasan sejenis manik-manik yang terbuat dari bahan batu Lamiang berwarna merah. Panjangnya berkisar antara 6-10 cm, kurang
lebih sebesar jari manis.
Turus
adalah kayu yang ditancapkan ke dalam tanah. Adapun kegunaan
turus
antara lain: sebagai tanda batas tanah, tonggak untuk mengikat binatang peliharaan kerbau atau sapi, dan umumnya
tonggak sering digunakan oleh masyarakat untuk mengikat tali perahu dan juga
batang
170
agar tidak hanyut oleh derasnya arus sungai, terutama pada musim penghujan. Sedangkan
Pelek
adalah patahan kayu sebagai tanda untuk mengarahkan seseorang ketika berada di hutan.
Pada zaman dahulu
Lamiang
ini digunakan untuk acara-acara ritual seperti upacara kelahiran, perkawinan maupun kematian.
Lamiang
diikat pada pergelangan tangan. Dalam perkawinan,
Lamiang Turus Pelek
menjadi tonggak peringatan awal dimulainya suatu rumah tangga yang baru. Selain
itu,
lamiang
sebagai simbol kejujuran dan keteguhan ikrar kedua calon
168
Wawancara dengan Bajik R. Simpei, Basir dan Tokoh Masyarakat Adat Dayak, 03 Agustus 2011
169
Ibid
170
Batang adalah kumpulan dari beberapa pohon besar yang dirakit menjadi satu,
diletakkan di tepi sungai sebagai tempat masyarakat Dayak Ngaju melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengambil air, mencuci pakaian, mandi. Untuk bisa sampai ke batang maka dibuatlah
tangga.
mempelai; sebagai tonggak janji setia sejalan dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
Lamiang
6. Bulau Singah Pelek
171
Pemberian berupa emas minimal 1
kiping
2,7 gram.
Bulau
artinya emas, terbuat dari logam mulia, cahayanya tidak akan pudarluntur dan
mempunyai nilai jual yang tinggi.
Singah
artinya penerang atau penerangan.
Bulau Singah Pelek
adalah cincin kawin yang dipasang pada jari manis calon suami dan calon istri. Cincin emas ini melambangkan cinta suci dan
ketulusan hati kedua calon mempelai untuk menjalani kehidupan rumah tangga bersama. Cincin kawin mengingatkan mereka akan janji yang pernah
diucapkan.
7. Lapik Luang
Lapik
artinya alas, dasar atau tempat duduk.
Luang
artinya perantara, juru runding atau kurir.
Luang
dipercayakan untuk mewakili keluarga calon mempelai dalam membicarakan janji-janji terdahulu persyaratan adat,
sebelum pelaksanaan perkawinan tersebut.
Lapik Luang
diberikan dalam
171
Diolah dari hasil wawancara dengan Damang Basel Abangkan, di Palangka Raya 06 Juni 20011, Wawancara dengan Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka
Raya 16 Juni 2011.
bentuk
bahalai
yaitu selembar kain panjang, sebagai perwujudan rasa terima kasih atas jasa
luang. 8.
Sinjang Entang
172
Sinjang entang
berasal dari kata
Sinjang
artinya kain penutup tubuh, dikenal dengan istilah
tapih
sarung, sedangkan
entang
adalah kain panjang untuk menggendong bayibalita
bahalai. Sinjang entang
ini mengingatkan akan kasih sayang sang ibu dalam memelihara anak gadisnya sejak kecil
hingga dewasa. Ada puluhan kain sinjang dan kain entang yang telah hancur dimakan waktu, selama mengasihi dan memelihara anak gadisnya. Sebab itu,
adalah kepatutan bagi seorang calon menantu untuk menghargai pengorbanan calon ibu mertuanya dengan memberikan selembar
tapih
dan
bahalai
pada acara
jalan hadat
, sebagai lambang rasa syukur dan terima kasih serta permohonan doa restu dari calon ibu mertua.
9. Tutup Uwan
Tutup Uwan
secara harafiah berarti penutup uban; merupakan bingkisan penghormatan berupa 2 meter kain hitam yang diberikan kepada
tambi
nenek sebagai tanda terimakasih karena telah turut menjaga dan membesarkan cucunya calon mempelai perempuan. Dalam masyarakat
Dayak Ngaju, peranan orang-orang tua sangat diperlukan dalam pembinaan rumah tangga yang baru. Rambut boleh memutih tetapi nasehat, petunjuk,
saran serta doanya sangat diperlukan oleh anak cucunya.
10. Lapik Ruji Lapik Ruji
atau
lapik panatau
diberikan dalam bentuk uang logam perak Belanda senilai satu ringgit, maksudnya bahwa dalam membangun
172
Ibid
rumah tangga di perlukan modal dasar. Uang
Lapik Ruji
tidak dibelanjakan karena uang itu dianggap sebagai alas kehidupan.
Uang Ringgit Tampak Belakang Uang Ringgit Tampak Depan
11. Timbuk Tangga
Secara harafiah berarti timbun tangga. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan sendiri, tetapi membutuhkan bantuan dari orang lain. Menjelang
hari perkawinan, biasanya sanak saudara dari berbagai tempat akan datang membantu
mandep
. Ada yang menyediakan kayu untuk memasak, menyiapkan
laladang
tenda, memperbaiki titian tangga
hejan
, menimbun halaman di depan tangga
manimbuk tangga
. Jadi,
Timbuk Tangga
merupakan bantuan yang diberikan dari pihak calon mempelai laki-laki dan perempuan, pekerjaan yang dilakukan bersama-sama gotong-royong dalam
suasana kekeluargaan.
Timbuk Tangga
diberikan dalam bentuk sebuah piring yang diisi dengan beras atau ada juga yang menggantinya sejumlah uang.
12 . Pinggan Pananan Pahinjean Kuman
Berupa satu buah piring, satu buah gelas, satu buah mangkok, satu sendok dan peralatan makan lainnya. Mereka makan sepiring berdua, minum
dengan gelas yang sama, semangkok berdua dan makan dengan sendok yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sejak awal mereka masuk kehidupan
rumah tangga, mereka belajar hidup dalam persatuan dan kesatuan.
13. Rapin Tuak
Tuak adalah minuman khas Dayak yang dibuat dari beras ketan yang dimasak dan diproses dengan ragi. Hasil fermentasi ini menjadi minuman
beralkohol yang disebut tuak. Dalam acara
Haluang,
pihak calon mempelai laki-laki memberikan tuak ini untuk memperlancar para luang berbicara,
sehingga acara ini menjadi semarak dan penuh senda gurau dalam keakraban.
14. Bulau NgandungPanginan Jandau
Merupakan biaya pesta dalam pesta perkawinan. Biaya pesta ini biasanya ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan kedua belah
pihak pada waktu
maja misek
. Namun, ada juga yang disanggupi oleh pihak laki-laki.
Ketentuan mengenai jumlah
panginan jandau
yang harus dibayar, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Apakah dibayar sepenuhya oleh
pihak calon mempelai laki-laki atau ditanggung bersama. Jumlah nilai
materi untuk biaya pesta ditentukan berdasarkan berapa jumlah para undangan, tempat pelaksanaan gedung atau rumah mempelai perempuan,
kemudian dibuatlah perincian. Umumnya biaya pesta yang diadakan di rumah lebih ringan, mencapai Rp. 35.000.000,- sampai Rp. 50.000.000,-
dibandingkan dilaksanakan di gedung yang bisa mencapai Rp. 50.000.000,- ke atas.
15. Jangkut Amak
Jangkut
berarti kelambu,
amak
artinya tikar. Merupakan seperangkat perlengkapan tidur. Melambangkan kelengkapan sarana kesejahteraan
keluarga. Pembayaran dilakukan sebelum pelaksanaan pesta perkawinan berlangsung.
16. Turus Kawin
Turus Kawin
diberikan dalam bentuk uang logam recehan yang disediakan oleh kedua belah pihak. Karena jaman dahulu perjanjian kawin
dilakukan secara lisan, maka turus kawin ini dibagi-bagikan kepada yang hadir saat itu, terutama kepada para orangtua dengan maksud bahwa mereka
adalah saksi-saksi secara umum dari perkawinan itu. Mereka telah menyaksikan pemenuhan hukum adat perkawinan, sehingga jika dikemudian
hari terjadi perselisihan yang mengarah kepada perceraian, maka para orang tua
yang pernah
menerima
duit turus
dipanggil untuk
turut menyelesaikannya.
17. Batu Kaja
Merupakan pemberian dari orang tua mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Pemberian ini dapat berupa perhiasan emas atau
barang adat lainnya, sesuai dengan kemampuan. Ini akan diberikan saat sang suami memboyong istrinya ke rumah orangtuanya pada acara
Pakaja Manantu.
Barang-barang berupa
tutup uwan, sinjang entang, pakaian sinde mendeng, saput, lapik luang, bulau ngandungpanginan jandau dan duit turus
merupakan sikap penghargaan yang diberikan kepada keluarga dekat, keluarga jauh serta masyarakat sekitar. Sedangkan
palaku, garantung kolok
pelek, laming turus pelek, bulau singah pelek, lapik ruji, pinggan pananan pahinjean kuman
dan
jangkut amak
merupakan sikap, tekad dan ikrar mempelai terhadap perkawinan.
4.3.3. Perjanjian Kawin