bercerai
tege kikeh
ada rasa takut, karena di dalamnya memuat aturan-aturan yang harus ditaati beserta sanksi-sanksinya. Bagi masyarakat Dayak Ngaju,
perjanjian perkawinan masih terus dipelihara dan dilaksanakan untuk menjaga keseimbangan kosmos dan mempertahankan nilai-nilai budaya yang terkandung di
dalamnya. Perjanjian perkawinan juga merupakan lambang indentitas diri sebagai orang Dayak.
153
4.1. Asal Mula Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju
Seorang informan yang ketika peneliti temui, baru saja membantu istrinya mengadakan ritual
manatamba oloh haban
mengobati orang sakit menuturkan:
Buhen itah malalus pelek rujin pangawin bara bihin sampai wayah toh, jete awi puna bara Tatu Hiang itah helo, muhun akan utus itah oloh Dayak. Dia itah tau malihi jete, awi jite je
nenga Raying Hatalla langit akan itah kalunen. Palaku je hapan itah wayah toh asalah bara Palaku ayun indu Sanguman Nyai Endas Bulau Lisan Tingang.
154
Kenapa kita melaksanakan
pelek rujin pangawin
dari dulu sampai sekarang, itu karena sudah dari nenek moyangleluhur kita dulu, turun kepada kita
orang Dayak. Itu tidak bisa kita tinggalkan, karena hal itu diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk kita manusia.
Palaku
yang kita pakai sekarang berasal dari
Palaku
kepunyaan
Indu Sanguman panggilan untuk Nyai Endas Bulau Lisan Tingang.
Pelek rujin pangawin
artinya “pedoman dasar perkawinan” merupakan tata cara dan persyaratan yang ditempuh dalam beberapa kegiatan ritual
perkawinan, baik sebelum pelaksanaan maupun disaat pelaksanaan
153
Ibid,
154
Wawancara dengan Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya, 16 Juni 2011
perkawinan, termasuk
jalan hadat
yang harus dipenuhi oleh seorang calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dan keluarganya.
155
Menurut
Panaturan
Kitab suci agama Hindu Kaharingan
Jalan Hadat
perkawinan ini merupakan contoh atau teladan yang diberikan oleh
Raying Hatalla Langit
kepada manusia, sebagai berikut :
Pelek Rujin Pangawin ije manjadi suntu awi RANYING HATALLA hajamban Raja Uju Hakanduang intu lewu Bukit Batu Nindan Tarung, akan uluh kalunen panakan
Maharaja Bunu dapit jeha, tuntang jetuh kea ije manjadi tampara bukun uluh bawi tege Palaku tuntang Jalan Hadat.
156
Artinya :
Pelek Rujin Pangawin
ini yang menjadi contoh dari RANYING HATALLA, melalui Raja Uju Hakanduang di
Lewu Bukit Nindan
Tarung
untuk manusia turunan
raja Bunu
dan ini juga yang menjadi awal bagi perempuan ada mas kawinnya atau
Jalan Adat
.
Dari
Panuturan
pula dapat diketahui bahwa latar belakang munculnya
Jalan Hadat
yaitu berpedoman pada perkawinan
Raja Garing Hatungku
dan
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
, yang mana diriwayatkan bahwa:
157
“Tuhan semesta alam Ranying Hatalla sebelum menurunkan manusia ke muka bumi, di alam atas telah terjadi perkawinan antara
Nyai Endas Bulau Lisan TingangIndu Sangumang
dengan
Raja Garing Hatungku
. Namun setelah menikah,
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
tidak mau berkumpul dengan suaminya sebab dia merasa kurang persyaratan perkawinannya.
Raja
155
Ibid,
156
Lihat Majelis Besar Alim Ulama Kaharingan Indonesia MBAUKI, Panaturan Tamparan Taluh Handiai
–Awal Segala Kejadian 30.33, Palangka Raya: CV. Litho Multi Warna, 1996.
157
Dituturkan oleh Marli G. Matan Bp. Erni, Mantir Adat Kereng Bangkirai di kota Palangka Raya, 16 Juni 2011.
Garing Hatungku
bertanya apakah yang kurang?
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
meminta
Palaku
atau
Jalan Hadat
sebagai bukti bahwa dia sudah kawin dan sebagai modal hidup yang dapat diperlihatkan kepada anak
cucunya.
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
meminta
Palaku
berupa: 1.
Bukit lampayung Nyahu Sandong
tempat tulang. Pada saat upacara
Tiwah
upacara kematian tingkat terakhir untuk mengantarkan roh umat
Kaharingan
yang meninggal ke
Lewu Tatau
alam keabadian, maka tulang belulang almarhum yang ditiwahkan akan disimpan dalam sebuah tempat
berbentuk rumah yang lazim disebut dengan
Sandong
oleh masyarakat Dayak.
2.
Banama Bulau Pahalendang Tanjung Anjung Rabia Pahalingei Lunuk
merupakan istilah dalam bahasa
Sangiang
yang berarti sebuah peti mati, yang merupakan simbol kesetiaan sehidup semati antara suami istri. Jadi maksud
dari permintaan
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
yang terdapat dalam simbol peti mati ini adalah dia menginginkan sebuah kesetiaan sehidup semati dalam
membangun rumahtangga. 3.
Bukit Tampung Karuhei
adalah sebuah tempat kumpulan rejeki dan kekayaan.
Bukit Tampung Karuhei
ini menyimbolkan bahwa dalam membentuk sebuah rumahtangga tidak hanya bermodalkan cinta namun juga
didukung oleh pemenuhan materi. Setelah syarat
Palaku
yang diminta oleh
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
terpenuhi barulah
Nyai Endas
mau berkumpul dengan suaminya.”
Tata cara perkawinan
Nyai Endas Bulau Lisan Tingang
dan
Raja Garing Hatungku
merupakan asal mula ritus perkawinan yang dilaksanakan
oleh suku Dayak Ngaju dan juga yang menjadi awal adanya
Palaku
bagi perempuan,
seperti yang terdapat dalam Jalan Hadat perkawinan
.
158
Informasi di atas menunjukkan bahwa perjanjian perkawinan pada suku Dayak Ngaju berawal dari mitologi yang berkembang di kalangan masyarakat
Dayak Ngaju. Mitologi ini mengandung nilai moral menyangkut sikap dan tanggung jawab terhadap perkawinan. Itulah sebabnya masyarakat Dayak
sangat menghormati perkawinan, bahkan membuat perjanjian perkawinan sebagai pedoman dan pengikat bagi pasangan yang menikah.
159
4.2. Surat Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju