4.6. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dimana krisis
moneter telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi yang besar. Kondisi moneter dan perekonomian di Indonesia yang sedang
mengalami krisis sangat berpengaruh pada dunia usaha dan ketenaga kerjaan dimana keadaan ini juga mengakibatkan kemerosotan pendapatan perkapita nasional yang
tajam yang akhirnya juga menyebabkan penurunan permintaan atas semua produk hasil pertanian. Salah satu penyebab krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah
proses integrasi perekonomian Indonesia kedalam perekonomian global yang berlangsung cepat. Faktor lain yang juga berperan menciptakan krisis tersebut adalah
kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan fragility sektor keuangan nasional, khususnya perbankan. Salah satu krisis keuangan tersebut
adalah gejolak nilai tukar yang telah menimbulkan berbagai kesulitan ekonomi yang sangat parah. Pada kuartal pertama tahun 1998, kegiatan ekonomi mengalami
kontraksi sebesar 12 per tahun sebagai akibat banyaknya perusahaan yang mengurangi aktivitas atau bahkan menghentikan produksinya. Laju inflasi juga
melambung tinggi, yakni 69,1 dalam periode Januari-Agustus 1998 lalu. Tingginya laju inflasi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat Syahril, 2003. Hasil
survey dari Sunderlin 2006 menyebutkan secara acak telah dilakukan terhadap 1.050 rumah tangga di 6 buah propinsi di luar Jawa dengan tujuan memahami
dampak krisis tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan
Universitas Sumatera Utara
di sekitar hutan dan praktek pertanian serta pembukaan hutan. Secara khusus penelitian ini berupaya untuk lebih jauh memahami munculnya kesempatan yang
saling bertolak belakang dengan terjadinya depresiasi yang drastis atas mata uang rupiah Indonesia terhadap dollar Amerika: di satu pihak penghasil komoditi eksport
pertanian dapat memperoleh penghasilan berlebih dari tingginya harga pasar; dilain pihak meningkatnya biaya hidup menetralkan potensi perolehan pendapatan. Diantara
temuan penting dari penelitian ini adalah: 1 dua per tiga dari rumah tangga yang dikaji melaporkan bahwa mereka merasa kehidupannya lebih buruk dan hanya
seperlima melaporkan merasa lebih baik selama krisis berlangsung dibandingkan pada tahun sebelum krisis; 2 hal ini terjadi kendati pada kenyataanya tiga per empat
dari rumah tangga yang dikaji memperoleh penghasilan dari komoditi ekspor; 3 pembukaan lahan hutan sedikit meningkat pada tahun pertama krisis dan meningkat
lebih tinggi pada tahun ke dua krisis; 4 semakin banyak lahan dibuka untuk tanaman ekspor dengan sistem menetap dan semakin sedikit lahan dibuka bagi
tanaman pangan yang menggunakan sistem perladangan berpindah; dan 5 kelompok yang merasa lebih buruk dan lebih baik kehidupannya cenderung membuka lahan
selama masa krisis, dan membuka lahan yang lebih luas dibandingkan dengan mereka yang merasa kesejahteraanya tidak mengalami perubahan yang berarti.
Dalam penelitian ini nilai krisis ditetapkan 1 sedangkan nilai sebelum krisis ditetapkan 0. Nilai 1 memungkinkan akibat krisis yang melanda sektor pertanian
sedanglan nilai 0 belum terpengaruh atau dalam kategori yang tetap.
Universitas Sumatera Utara
4.7. Perkembangan Investasi Sektor Pertanian