kinerja operasional dan kinerja keuangan umumnya akan mempunyai dampak terhadap harga saham di Bursa, yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai
perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan konsekuensi yang harus diambil diantaranya, sebagai berikut:
a. Berbagi Kepemilikan Hal ini dapat diartikan bahwa persentase kepemilikan akan berkurang. Banyak
perusahaan yang hendak Go Public merasa enggan karena khawatir akan kehilangan kontrolkendali perusahaan. Sebenarnya hal tersebut tidak perlu
dikhawatirkan karena jumlah minimum saham yang dipersyaratkan untuk dijual kepada publik melalui proses Penawaran Umum Initial Public OfferingIPO
tidak akan mengurangi kemampuan pemegang saham pendiri untuk tetap dapat mempertahankan kendali perusahaan.
b. Mematuhi Peraturan Pasar Modal yang Berlaku Pasar modal memang menerbitkan berbagai peraturan. Namun semua ketentuan
tersebut pada dasarnya justru akan membantu perusahaan untuk dapat berkembang dengan cara yang baik di masa mendatang. Para pemegang saham,
pendiri dan manajemen perusahaan tidak perlu khawatir dengan berbagai pemenuhan peraturan tersebut karena terdapat pihak profesional yang dapat
dimanfaatkan jasanya untuk membimbing dan membantu pemenuhan peraturan tersebut.
Proses penawaran umum saham dapat dikelompokan menjadi 4 tahapan utama yang harus dilalui, yaitu:
5
a. Tahap Persiapan b. Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran
c. Tahap Penjualan Saham pemasaran dan penawaran umum d. Tahap Pencatatan di Bursa Efek Indonesia
Adapun untuk gambaran secara lebih terperinci, dijelaskan pada gambar dibawah ini:
5
ibid, h.40
Internal Perusahaan
Bapepam-LK OJK
Pasar
Sekunder Pelaporan
Pasar Perdana
Pra Pencatatan
Proses
Pencatatan
Pasca
Pencatatan Gambar 2.1
Proses Penawaran Umum Saham
Sumber: Nor Hadi 2013
1. Rencana Go Public 2. RUPS
3. Penunjukan :
Underwriter Profesi
Penunjang Lembaga
Penunjang 4. Mempersiapkan
Dokumen 5. Konfirmasi kepada
Agen Penjual dan Penjamin Emisi
6. Kontrak Pendahuluan
dengan Bursa Efek 7. Public Expose
8. Penandatanganan Perjanjian
1. Emiten Menyampaikan
Pernyataan Pendaftaran
2. Ekpose Terbatas di Bapepam-LK
OJK 3. Evaluasi:
Kelengkapan Dokumen
Kecukupan dan Kejelasan
Informasi Keterbukaan
4. Komentar Tertulis dalam 45 hari
5. Pernyataan Pendaftaran
Dinyatakan Efektif 1. Penawaran
oleh Sindikasi
Penjamin Emisi dan
Agen Penjual
2. Penjatahan Kepada
Pemodal 3. Penyerahan
Efek Kepada
Pemodal 1. Emiten
Mencatatkan Efeknya di
Bursa
2. Perdagangan Efek di
Bursa 1. Laporan
Berkala 2. Laporan
Kejadian Penting
dan Relevan
4. Kesehatan Bank
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Bank
wajib memelihara kesehatannya. Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan
strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Selain itu, kesehatan bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola manajemen, dan
masyarakat pengguna jasa bank.
6
Perkembangan usaha bank yang senantiasa bersifat dinamis dan berpengaruh pada tingkat risiko yang dihadapi, maka metodologi penilaian Tingkat Kesehatan
Bank perlu disempurnakan agar dapat lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Penyesuaian tersebut perlu dilakukan agar penilaian
Tingkat Kesehatan Bank dapat lebih efektif digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi kinerja bank termasuk dalam penerapan manajemen risiko dengan
fokus pada risiko yang signifikan, dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta penerapan prinsip kehati-hatian. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan
menyempurnakan penilaian Tingkat Kesehatan Bank menggunakan pendekatan berdasarkan risiko dan menyesuaikan faktor-faktor penilaian Tingkat Kesehatan
Bank. Sesuai PBI No. 131PBI2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
6
Aditya Wira Perdana Setiawan, Pengaruh Komponen Risk-base Bank Rating Terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia BEI Tahun 2008
– 2011, Skripsi S1 Universitas Diponegoro, 2012, h.17
– 18
Umum, Bank Indonesia telah menetapkan sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank berbasis risiko RBBR menggantikan penilaian CAMELS yang dulunya diatur
dalam PBI No.610PBI2004. Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan
berdasarkan risiko Risk-based Bank Rating merupakan penilaian yang komprehensif dan terstruktur terhadap hasil integrasi profil risiko dan kinerja yang meliputi
penerapan tata kelola yang baik, rentabilitas, dan permodalan. Pendekatan tersebut memungkinkan Bank Indonesia sebagai pengawas
melakukan tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu. Karena penilaian dilakukan secara komprehensif terhadap semua faktor penilaian dan difokuskan pada
risiko yang signifikan serta dapat segera dikomunikasikan kepada Bank dalam rangka menetapkan tindak lanjut pengawasan.
Selain itu sejalan dengan penerapan pengawasan berdasarkan risiko maka pengawasan tidak cukup dilakukan hanya untuk bank secara individual tetapi juga
harus dilakukan terhadap bank secara konsolidasi termasuk dalam penilaian tingkat kesehatan. Oleh karena itu, penilaian Tingkat Kesehatan Bank juga harus mencakup
penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi.
5. Risk Based Bank Rating
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 131PBI2011, mentode penilaian kesehatan bank dengan pendekatan berdasarkan risiko Risk-base Bank Rating
merupakan metode penilaian tingkat kesehatan bank menggantikan metode penilaian yang sebelumnya yaitu metode yang berdasarkan Capital, Assets, Management,
Earning, Liquidity dan Sensitivity to Market Risk CAMELS. Metode RBBR menggunakan penilaian terhadap empat faktor berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia No. 1324DPNP adalah sebagai berikut: a. Profil Risiko Risk Profile
Profil risiko menjadi dasar penilaian tingkat kesehatan bank pada saat ini dikarenakan setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh bank sangat memungkinkan
akan timbulnya risiko. Bank Indonesia menjelaskan risiko-risiko yang diperhitungkan dalam menilai tingkat kesehatan bank terdiri dari:
1 Risiko Kredit 2 Risiko Pasar
3 Risiko Operasional 4 Risiko Likuiditas
5 Risiko Hukum 6 Risiko Stratejik
7 Risiko Kepatuhan 8 Risiko Reputasi
b. Good Corporate Governance GCG Penilaian terhadap GCG merupakan penilaian manajemen bank atas pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis atas pelaksanaan
prinsip-prinsip GCG Bank sebagaimana dimaksud pada kecukupan tata kelola governance atas struktur, proses dan hasil penerapan GCG pada Bank dan
informasi lain yang terkait dengan GCG Bank yang didasarkan pada data dan informasi yang relevan.
Berdasarkan Surat Edaran BI, bank harus melaksanakan penilaian sendiri self assessment secara berkala yang paling kurang meliputi 11 sebelas Faktor
Penilaian Pelaksanaan GCG yaitu: 1 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi 3 Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
4 Penanganan benturan kepentingan 5 Penerapan fungsi kepatuhan
6 Penerapan fungsi audit intern 7 Penerapan fungsi audit ekstern
8 Penerapan manajemen risiko termasuk sistem 9 Pengendalian intern
10 Penyediaan dana kepada pihak terkait related party 11 Penyediaan dana besar large exposure
12 Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank 13 Laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal
14 Rencana strategis bank Berikut adalah tingkat penilaian GCG yang dilakukan secara self assessment oleh
Bank: