Universitas Sumatera Utara
Pria bermuka tikus tersebut merupakan satu-satunya bayangan berwarna hitam. Itu merupakan sebuah penjelasan dari bagaimana ada bayang-bayangan hitam tertentu yang tidak
bisa disucikan, tidak bisa diberikan sebuah pencerahan. Itu merupakan akibat dari sebuah sukma atau intisari kehidupan yang telah diracuni oleh kegelapan hati keserakahan,
kelicikan, kerakusan, dan nafsu keduniawian. Nampak wujud gelap dari sang manusia yang menutupi dirinya seakan suci namun di balik itu ada sebuah kepalsuan yang menutupinya.
Bahkan sebuah kemuliaan tidak akan bisa ditipu oleh kemaksiatan. “Sementara koruptornya itu sendiri hitam legam ya kan, tidak ada cahaya sama
sekali.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 183. “Bisa juga diartikan seperti itu. Karena bayang-bayang hitam itu kan selalu membawa misteri di dalamnya. Kita
semua kan ga tahu karena kegelapan di dalamnya.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 184
“Ya itu, korupsi itu selalu kegelapan suara miris, seperti kehilangan semangat. Tidak pernah ada koruptor yang menyejahterakan, tidak ada. Selalu kegelapan.
Kotak suara seperti sebelumnya, selalu emas. Benar berharga, tetapi kenapa dibungkam.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 185
Kotak suara yang terjatuh. Sepertinya sengaja dijatuhkan seperti ingin memperlihatkan sebuah kejatuhan dari harapan rakyat, sebuah kejatuhan dari proses politik
yang kita pupuk bersama. Kode visual narasi ini menceritakan sebuah gambaran dari proses politik yang terjadi
di negara kita. Proses yang di mana di dalamnya termasuk intrik-intrik politik menyatu ke dalam ilustrasi. Si manusia tikus menjadi aktor utama dalam ilustrasi ini, untuk menegaskan
bahwa yang menjadi pembawa kekacauan dalam stabilitas politis adalah para lembaga
legislatif. Mereka telah memenangkan pertarungan dengan demokrasi Indonesia.
“Itu gini, sebelumnya aku juga pernah ceritakan kalau misalnya Pilkada ini dibungkam, dan Pilkada dipilih oleh DPRD rakyat ga diberi hak suara, ga diberi hak
untuk memilih karena itu kan ada tanda silang di lobang kotak suara. Artinya itu pembungkaman untuk rakyat. Kalau itu dibungkam, yang senang siapa? Yang senang
koruptor. Karena dia akan bebas bermain, gitu lho. Kita semua ga tahu, bahwa nantinya si koruptor itu akan ngasih upeti kepada ketua partai atau kepada ketua
koalisi. Kita kan ga tahu. Supaya dia dapat kedudukan. Yang senang koruptor, seperti itu Yudh.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 184
3. Kode Simbolik
Secara simbolik ilustrasi ini memperlihatkan sebuah gambaran dari seorang pria yang menyerupai tikus. Pria yang menyerupai tikus mempunyai makna simbolis seperti pencuri
kakap, sulit untuk ditangkap, dan mampu berkelit ketika akan ditangkap. Lagi-lagi kita harus
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa seperti itulah realitas yang terjadi. Pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam kekacauan ini adalah para anggota lembaga legislatif yang mempunyai
tanggung jawab moril mengesahkan RUU Pilkada. Jadi ilustrasi ini menyimbolkan sisi gelap dari seorang oknum dari lembaga legislatif yang memperlihatkan jati dirinya seperti seekor
tikus. Mereka merupakan penjahat yang melakukan kejahatan dengan kewenangan mereka. “Ya, itu bayang-bayang koruptor. Dia berdiri angkuh dengan tangan di pinggang
bertolak pinggang. Bertolak pinggang seakan-akan dia menang. Kalau gitu pemenang dia, yang kalah suara rakyat.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 184
4. Kode Kebudayaan
Di Indonesia sejak kemerdekaan atau bahkan jauh sebelum itu, masyarakat mengenal beberapa siluman, seperti : Siluman Harimau putih, Siluman Buaya putih dan banyak lagi
yang saya tidak tahu. Bila kita lacak pada kebudayaan kuno di Bangsa-Bangsa lain kita jumpai juga sosok yang bisa kita sebut sebagai siluman.
Adapun bangsa tersebut seperti bangsa, Kebudayaan Yunani Kuno tahun: 1000-3000 SM?, mempunyai kisah tentang Centaurs atau Centaurus, yaitu manusia berbadan kuda.
Kebudayaan Mesir Kuno tahun:1000-3000 SM?: mempunyai kisah tentang Dewa Anubis, manusia berkepala anjing. Juga ada manusia berkepala gagak, manusia berbadan singa
Sphinx. Kebudayaan Hindu-India kuno tahun 1000 SM?: mempunyai kisah tentang Hanuman: monyet penolong Rama. Subali dan Sugriwa, dua orang manusia yang berubah
jadi monyet. Ganesha, yaitu anak Dewa Syiwa yang berwujud Gajah. Eropa kuno: mempunyai kisah mengenai Werewolf, manusia serigala. Eropa modern: mempunyai kisah
mengenai Vampire yang bisa berubah wujud dari manusia menjadi kelelawar. Sudah dapat dipastikan bahwa jaman sejarah Indonesia yang mulai agak terlambat abad 1 atau
mungkin 5 M terpengaruh dari kebudayaan kuno diatas. Sehingga pada saat ini di tengah masyarakat terdapat kepercayaan Siluman Buaya, Siluman Harimau.
Membicarakan mengenai manusia berkepala tikus, tidak jauh dengan tindakan dan perilaku tikus tersebut. Sebuah pencurian yang dilakukan oleh tikus berjas merupakan sebuah
tindakan koruptif. Tindakan korupsi itu ditularkan seperti penyakit dengan memberikan hasil korupsi tersebut kepada orang-orang yang tidak mengetahuinya, seperti kegiatan bakti sosial
atau kegiatan beramal lainnya. Namun kenapa selalu tikus yang menjadi ikon dari korupsi? Sebuah novel dari Kate DiCamillo menceritakan sebuah keluarga tikus. Semakin banyak
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
makanan yang dicuri oleh bapak keluarga tikus tersebut, semakin senang dan bahagianyalah keluarga tikus tersebut. Seperti itulah kenapa tikus selalu dilambangkan sebagai koruptor,
akibat dari tindak-tanduk yag menyerupai dari hewan pengerat tersebut. Bahkan perangainya sudah seperti tikus asli.
Korupsi dapat dikatakan sebagai suatu cara penyalahgunaan wewenang ataupun kekuasaan oleh seorang pejabat instansi pemerintahaan untuk mendapatkan tambahan
pendapatan. Jabatan sebagai orang publik dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan seluas- luasnya. Menurut Leiken 1990:55-73, korupsi merupakan penggunaan kekuasaan publik
publicpower untuk mendapatkan keuntungan material pribadi atau kemanfaatan politik. Sayed Hussein Alatas 1990:3-4 juga merumuskan pengertian minimalis. Menurut Alatas,
“corruption is the abuseof trust in the interest of private gain,” yaitu penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.
Alatas kemudian mengembangkan beberapa tipologi korupsi: Pertama, “korupsi transaktif”, yakni korupsi yang terjadi atas kesepakatan di antara seorang donor dan resipien
untuk keuntungan kedua belah pihak. Kedua, “korupsi ekstortif”, yang melibatkan penekanan dan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang
dekat dengan pelaku korupsi. Ketiga, “korupsi investif”, yakni korupsi yang bermula dari tawaran atau iming-iming, sebagai “investasi” untuk keuntungan di masa datang. Keempat,
“korupsi nepotistik”, yakni korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan pada kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga
dekat. Kelima, “korupsi otogenik”, yakni korupsi yang terjadi ketika seorang individu pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam insider’s
information tentang berbagai kebijakan publik yang semestinya dia rahasiakan. Keenam, “korupsi suportif”, yakni perlindungan atau penguatan korupsi yang terjadi melalui intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan Bunyi pasal 2, bagian II Ketetentuan Umum Kotak suara adalah salah satu
perlengkapan pemungutan suara pada Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD KabupatenKota, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat 1 huruf a Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD KabupatenKota.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Kode Semik