Model Teoritik Bagan Model Teoritik Konstruksi Makna dalam Ilustrasi Kebangsaan karya Jitet

Universitas Sumatera Utara

2.3 Model Teoritik Bagan Model Teoritik Konstruksi Makna dalam Ilustrasi Kebangsaan karya Jitet

Koestana Objek Penelitian Pewarnaan, subjek di cerita dan Cerita Ilustrasi pada Ilustrasi Kebangsaan karya Jitet Koestana Semiotika Roland Barthes - Analisis Leksia dan 5 Kode Pembacaan - Denotasi dan Konotasi - Mitos Level Analisis - Teks Pewarnaan, Jalinan Cerita, dan Subjek dalam Cerita - Konteks sosial, budaya, sejarah, politik, ekonomi, dan kebangsaan -Pemaknaan dalam ilustrasi - Imaji Gambaran mengenai cita-cita kebangsaan - Mitos Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian ilmiah bertumpu pada teori, sedangkan teori bertumpu pada pandangan dunia world view. Ada dua pandangan dunia yang mendominasi kehidupan ilmu pengetahuan , yakni, pemahaman bahwa 1 objek yang kita indra adalah satu-satunya kenyataan dan 2 bahwa dibalik apa yang tertangkap oleh pancaindra ada sesuatu yang lain yang dapat diserap oleh kognisi dari perasaan-perasaan kita dan dapat dikembangkan dalam suatu kajian. Kajian semiotika menggunakan pandangan dunia yang kedua. Hoed, 2011: 7. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif yang berdasarkan penafisiran, dengan konsep-konsep yang umumnya tidak memberikan angka numerik, seperti etnometodologi ataupun wawancara jenis tertentu. Metode ini dianggap berdasarkan intepretatif Stokes, 2006: 15. Penelitian Kualitatif Vandriansyah, 2008: 64 mencari value atau nilai yang muncul dari objek kajian yang bersifat khusus: bahkan sangat spesifik, unik, mengandung tindakan bermakna meaning full action, dan karenanya lebih menggunakan logika bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah. Taylor dan Bogdan dalam Vandriansyah, 2008: 69 mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau gejala yang diamati. Pemilihan jenis penelitian kualitatif ini bukan tanpa alasan. Kualitatif memandang manusia sebagai mahluk rohaniah alamiah natural Vandriansyah, 2008: 67. Manusia bertindak dalam kehidupan karena humanistik alamiah : melibatkan niat, kesadaran, motif- motif, atau alasan-alasan tertentu yang disebut Weber sebagai social action tindakan sosial dan bukan social behaviour perilaku sosial karena ia bersifat intensional; melibatkan makna dan intepretasi yang tersimpan di dalam diri perlakunya. Penelitian kualitatif mencoba menguak makna di balik fakta empirik sensual. Penelitian yang hendak dilakukan adalah penelitian mengenai semiotika. Preminger dalam Bungin, 2007: 165 memberi batasan Semiotika mengenai, “ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotika itu mempelajari sistem-sistem, aturan- aturan, konvensi – konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.” Alasan penggunaan semiotika Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pada penelitian disebabkan karena semiotika merupakan “suatu pendekatan teoritis yang sekaligus berorientasi kepada kode sistem dan pesan tanda-tanda dan maknanya, tanpa mengabaikan konteks dan pihak pembaca audiens” Budiman, 2003: 12. Adapun spesifikasi semiotika yang digunakan adalah semiotika signifikasi Roland Barthes. Kerangka analisis Roland Barthes memiliki dua patokan, yaitu two order of signification dan lima kode pembacaan. Barthes melihat sebuah teks dalam dimensi sosial dimana teks itu berada. Artinya, Barthes menghubungkan sebuah teks dengan struktur makro mitos, ideologi sebuah masyarakat untuk melihat “relasi antara sebuah teks desain dengan struktur sosiopolitik yang lebih luas mitos, tabu, ideologi, moralitas Wardani, 2006: 13. Pada penelitian ini “pembacaan” terhadap ilustrasi “Ilustrasi Kebangsaan Jitet” oleh peneliti akan dihubungkan dengan konteks sosialnya, seperti konteks sosial bahasa verbal maupun visualnya. Metodologi penelitian yang digunakan dalam analisis semiotika adalah interpretatifBungin. 2007: 173. Secara metodologis, kritisme yang terkandung dalam teori- teori interpretatif – utamanya hermeneutika – menyebabkan cara berpikir mazhab kritis Frankfurt School terbawa pula dalam kajian semiotika ini. Aliran Frankfurt terkenal dengan kritis dengan persoalan lambang atau simbol. Sesuai dengan paradigma Konstruktivis Kritis, analisis semiotika bersifat kualitatif. Jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya intepretasi-intepretasi alternatif. Dalam penerapannya metode semiotika ini menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari teks, konteks, hingga visual. 3.2Objek penelitian. Objek penelitian adalah ilustrasi Jitet Koestana di rubrik Opini harian Kompas. Terdapat banyak ilustrasi yang menggambarkan realitas atau kenyataan yang terjadi di bangsa Indonesia. Pada sebuah ilustrasi yang memperlihatkan sebuah mobil tank dan prajurit yang berlumut pada sebuah peperangan. Peperangan yang identik dengan pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia secara masal dalam gambar tersebut terlihat sebuah kontradiksi yang menggambarkan kehidupan burung di mulut sang prajurit yang telah berlumut. Kematian merupakan awal dari kehidupan kehidupan mahluk lainnya. Jika dilihat dari pewarnaan ilustrasi, warna yang sarat makna untuk diintepretasikan menjadi kunci dari ilustasi Jitet Koestana. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Penelitian ini menggunakan jenis sampel purposive sampling, yakni pemilihan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Yang mana kriteria terpenting ialah objek memiliki sebuah relevansi dengan makna kebangsaan, khususnya dalam bidang Politik, Kebudayaan, Ekonomi, Pendidikan, dan Kesejahteraan Sosial 3.3Subjek Penelitian. Seluruh pihak yang memahami informasi penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian merupakan subjek penelitian. Tugas peneliti ialah mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak mungkin dari sudut padat subjek tanpa mempengaruhi mereka. Di lain pihak, peneliti juga tidak boleh diaraha atau terpengaruh pada keinginan pribadi subjek, sebab subjek hanya mengacu pada maksud, tujuan, dan masalah penelitian bukan memberi arahan Moleong, 2001: 99. Jitet Koestana merupakan ilustrator di harian Kompas sejak tahun 1990. Beliau telah banyak memenangkan penghargaan khususnya di bidang ilustrasi seperti, gold prize dalam ajang The 9th Kyoto International Cartoon Exhibition di Kyoto, Jepang, Agustus 2010, serta special prize diajang 16th International Ankara 7-77 Cartoon Festival di Turki, Baja Cartoon Competition 2010 di Hungaria, Ken Sprague Fund International Political Cartoon Competition di Inggris, dan 2nd PC Rath Memorial International Web Cartoon Contest di India.

3.4 Kerangka Analisis

Penelitian ini menggunakan kerangka analisis semiologi semiotika Roland Barthes. Peta tanda Roland Barthes mencakup dua tatanan sistem pemaknaan, yaitu sistem signifikasi tatanan pertama denotasi dan sistem signifikasi tatanan kedua konotasi. Dalam konteks Barthes, tahapan denotasi, konotasi, dan mitos dilakukan menggunakan analisis leksia dan analisis lima kode pembacaan. Barthes mendefinisikan leksia sebagai satuan-satuan bacaan dengan panjang pendek yang bervariasi yang membangun dan mengorganisasikan suatu narasi. Melalui analisis leksia, pembacaan teks akan dikaji lebih dalam lagi. Kode-kode pembacaan sebagai perekat untuk memaknai suatu teks, menurut Barthes dalam Sobur, 2004: 65 beroperasi lima kode pokok five major codes, yang di dalamnya semua penanda tekstual leksia dapat dikelompokkan. Kelima kode tersebut adalah kode hermeneutika, kode proairetik, kode simbolik, kode kultural, dan kode semik. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini, konsep analisis yang digunakan ialah pendekatan logika induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum. 3.5Teknik Pengumpulan Data. Substansi data kualitatif adalah makna dari setiap data yang dapat diungkapkannya, jadi pencarian dan pengejaran makna dari setiap upaya peneliti di lapangan adalah puncak prestasi peneliti dalam setiap penelitian. 1. Studi dokumen document review, yaitu mencari, menyimpan, dan meneliti dokumen yang relevan dengan objek penelitian. Dokumen resmi eksternal menurut Moleong adalah dokumen yang berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial yang disiarkan kepada media massa. Dokumen visual bermanfaat untuk mengungkapkan suatu keterkaitan antara objek penelitian dengan peristiwa di masa silam atau peristiwa saat ini Bungin, 2007: 123. Bahan visual juga memiliki makna secara spesifik terhadap objek atau informan penelitian. 2. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur dan sumber bacaan yang relevan dengan topik penelitian. 3. Studi lapangan. Peneliti turun ke lapangan untuk melakukan wawancara perihal konfirmasi data kepada informasi dan narasumber. Konfirmasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas keabsahan data. 3.6Keabsahan Data Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan validitas dan keandalan realibilitas yang disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigmanya sendiri. Untuk menetapkan keabsahan trustworthiness data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas empat kriteria tertentu yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan credibility, keteralihan transferability, kebergantungan dependability, dan kepastian confirmability. Maka untuk kepentingan penetapan keabsahan data dalam penelitian ini, peneliti memilih satu teknik pemeriksaan yang digunakan, yakni triangulasi Moleong, 2001: 171 – 178. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik tersebut dilakuak dengan cara mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda, membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu, membandingkan pandangan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan Bungin, 2008: 256 – 257

3.7 Teknik Analisis Data

Semiotika memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan di mana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia mengulas cara-cara beragam unsur bekerja sama dan berinteraksi dengan pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna. Adapun menurut Christomi dalam Sobur, 2004 : 154, teknik analisa data semiotika berdasarkan : 1 Ideologi, intepretan kelompok, framework budaya; 2 Pragmatis, aspek sosial, komunikatif; 3 Lapis makna, intekstualitas, kaitan dengan tanda lain, hukum yang mengaturnya; 4 Kamus vs Ensiklopedi. Selain teknik analisis ini, peneliti menggunakan lima kode pembacaan five major codes dan analisa leksia dari Roland Barthes. Analisis Leksia Leksia dipilih dan ditentukan berdasarkan pada kebutuhan pemaknaan yang akan dilakukan . Leksia dalam narasi bahasa bisa didasrkan pada: kata, frasa klausa, ataupun kalimat. Sedangkan pada gambar, leksia biasanya digambarkan pada satuan tanda-tanda gambar yang dianggap penting dalam pemaknaan. Kode Pembacaan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut Roland Barthes, di dalam teks beroperasi lima kode pokok five major code yang di dalamnya terdapat penanda teks leksia. Lima kode yang ditinjau Barthes, yaitu : 1 . Kode Hermeneutika, atau sering disebut dengan kode teka-teki. Kode ini mlihat tanda- tanda dalam suatu teksyang menimbulkan pertanyaan. Fungsi kode ini adalah mengartikulasikan persoalan yang terdapat dalam teks. Kode Hermeneutik , yaitu artikulasi cara pertanyaan, teka-teki, respons, enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, kode hermeneutic berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain? Misalnya : Mengapa Gedung DPRMPR RI yang menjadi alat berat buldoser untuk menggulingkan kotak suara? 2. Kode Proaretik, yaitu kode tindak yang membaca akibat atau dampak dari suatu tindakan dalam teks. Analisis pada kode ini menghasilkan makna denotasi I yaitu pada level teks. Disebut juga kode narasi. Kode ini disebut juga dengan kode yang mengandung cerita, urutan narasu atau anti narasi. Misalnya : Kursi yang memiliki logo Gedung DPRMPR RI yang tercetak di sofa sandaran kursi menjelaskan bahwa kursi tersebut merupakan kursi yang dimiliki oleh DPR RI. 3. Kode Simbolik merupakan aspek pengodean yang gampang dikenali karena berulang- ulang muncul dalam teks. Kode pembacaan ini menghasilkan makna konotasi I yang terdapat dalam teks. Kode ini bisa disebut juga dengan kode yang berkaitan mengenai psikoanalisis, antithesis, kemednuaan, pertentangan dua unsur, atau skizofrenia Misalnya : Sebuah sebuah kotak suara yang tersimpan di dalam sebuah bunker. Bunker tesebut berada di bawah gedung DPR RI. Secara langsung makna konotasinya yang dapat kita ambil merupakan sebuah lukisan dari isi perut Gedung MPRDPR RI. Lembaga legislatif DPR RI adalah lembaga perusak demokrasi yang telah menjadi identitas bangsa Indonesia. Hasil kerusakannya ada di ruang bawah tanah DPR RI. 4. Kode Kultural, yaitu kode yang telah dikenali bersumber pada pengalaman-pengalaman manusia. Kode ini menghasilkan makna denotasi II. Analisis bekerja pada level konteks. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Analisis kultural dapat dikatakan yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anonim, bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra seni, dan legenda. Misalnya : Sebuah ilustrasi mempunyai mitos di masyarakat Jawa sebagai tempat peristirahatan para mahluk astral. Warna abu-abu melambangkan mitos sebuah kekalahan, kemurungan, dan kehancuran. 5. Kode Semik, yaitu kode yang berasal dari isyarat, petunjuk, atau kilasan makna yang ditimbulkan oleh penanda tertentu. Kode ini menghasilkan makna konotasi II, yaitu pada level konteks. Misalnya Sebuah kotak suara yang ditunjang atau disepak-sepak dalam ilustrasi pertama merupakan sebuah petunjuk akan tidak dihargainya sebuah suara. Suara hanyalah sebuah bola yang dapat dipermainkan begitu saja. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Lokasi Penelitian 4. 1.1. Sejarah Harian Kompas

Kompas didirikan oleh Auyong Peng Koen P.K Ojong dan Jacob Oetama pada tanggal 28 Juni 1965. Ide pendirian Harian Kompas dimulai oleh Jenderal Ahmad Yani yang mempunyai pendapat untuk mendirikan sebuah surat kabar bagi Partai Katolik. Pendapat tersebut didasarkan dengan tujuan untuk mengimbangi Partai Komunis Indonesia PKI beserta teman-temannya. Pada pendirian awal, harian ini bernama Bentara Rakyat, namun atas usul dari Presiden Soekarno akhirnya harian berubah nama menjadi Kompas, media pencari fakta dari segala penjuru. Sejarah dalam proses penerbitan Harian Kompas sungguh mengalami hambatan yang luar biasa sulit. Walau sudah mendapat dukungan dari para politik, para tokoh kuat, khususnya Frans Seda mereka tetap saja kesulitan utuk mendapatkan izin melakukan penerbitan. Demi terbitnya Harian Kompas, Frans Seda mengumpulkan tiga ribu 3000 tanda tangan pengurus dan anggota Partai Katolik, mulai dari guru, buruh, hingga para pejabat tinggi. Hingga akhirnya, mereka berhasil mengumpulkan semua tanda tangan tersebut, lalu kemudian menyerahkan kepada Kodam V Jaya untuk dikeluarkan izin penerbitan atau Surat Izin Usaha Penerbitan dan Percetakan SIUPP. Dua orang pendiri Harian Kompas P.K Ojong dan Jacob Oetama mempunyai standar tinggi dalam awal proses perekrutan harian mereka. Standar tersebut adalah untuk merekrut para anak muda yang belum pernah mempunyai pengalaman di media lain. Hal tersebut bukan tanpa alasan untuk mengurangi bias politik dalam pemberitaan political bias in news. Dengan itu mereka merekrut staf pertama mereka yang tidak lain yunior mereka di Fakultas Publisistik UGM Universitas Gajah Mada Indra Gunawan. Harian Kompas pertama kali terbit di masyarakat pada tanggal 28 Juni 1965. Sebelum diterbitkan, mereka telah melempar nomor perdana untuk melihat respon masyarakat mengenai media mereka. Sebuah sinyalemen positif yang diberikan oleh masyarakat akhirnya empat hari kemudian mereka menerbitkan korannya. Nama P.K Ojong dalam awal Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara penerbitannya tidak dicantumkan karena ia dikenal dengan pengeritik pemerintahan paling keras. Meskipun Harian Kompas berafiliasi dengan Partai Politik Katolik, mereka tidak memiliki sebuah rubrik tentang agama Katolik ataupun tentang pemikiran partai. Hanya masyarakat saja memiliki anekdot seperti, Komando Pastor Kompas karena banyaknya pastor yang membeli harian ini. Tetap Harian Kompas memiliki sebuah visi sebuah media bersifat terbuka dan independen dengan membidik segmentasi pembacanya adalah para golongan ekonomi menengah ke atas. Harian Kompas pada permulaannya dicetak oleh penerbit PN Grafika yang mempunyai kedekatan politis dengan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi. Dengan menggunakan motto, “Amanat Hati, Nurani Rakyat,” Harian Kompas menerbitkannya pada tanggal 28 Juni 1965. Berita Harian Kompas pada awal mula berjudul, “KAA II Ditunda Empat Bulan.” Harian Kompas ingin mengembangkan diri sebagai sebuah institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, menghilangkan pemikiran membedakan latar belakang SARA, karena Harian Kompas ingin menjadi sebuah miniatur dari “Indonesia Mini”, yang memperlihatkan keterbukaan, kedinamisan, lembaga yang terbuka untuk mencerdaskan bangsa. Rumusan bakunya adalah “humanism transcendental”, “Kata Hati, Mata Hati,” pepatah yang ditemukan untuk menegaskan semangat empathy dan compassionHarian Kompas. Visi dan Misi Harian Kompas adalah sebagai berikut : - Visi Kompas ‘’ Menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi pengembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat serta menjunjung tinggi nilai-nilai dan asas kemanusiaan‘’. Dalam kiprahnya di industri pers “Visi Kompas” berpartisipasi membangun Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui prinsip humanism transcendental persatuan dalam perbedaan dengan menghormati individu masyarakat yang adil dan makmur. - Misi Kompas ‘’ Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat scara profesional sekaligus memberi arah perubahan trendsetter dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi terpercaya. Menurut, Sularto, visi dan misi yang dirumuskan pada tahun 2000 tersebut disatukan pada akhir tahun 2006. Dimana kemudian visi dan misi yang dianut Harian Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kompas adalah sebagai berikut: “Menjadi agen perubahan dalam membangun komunitas Indonesia yang lebih harmonis, toleran, aman, sejahtera dengan mempertahankan Harian Kompas sebagai market leader secara nasional melalui optimalisasi sumber daya serta sinergi bersama mitra strategis.” Harian Kompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu dalam semua usaha di antara usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang sama. Hal tersebut dapat dicapai melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima sasaran operasional : - Harian Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri : cepat, cermat, utuh dan selalu mengandung makna. - Harian Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang tercermin dalam gaya kompak komunikasi dan suasana kehidupan kemanusiaan. - Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui upaya intelektual yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan pikiran dan argumentasi pihak lainnya, selalu berusaha mendudukkan persoalan dengan penuh perimbangan tetapi kritis dan teguh pada prinsip. - Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan menaikkan tiras - Untuk dapat merealisasikan visi dan misi Kompas harus memperoleh keuntungan dari usaha. Namun, keuntungan yang dicari bukan sekadar demi keuntungan itu sendiri tetapi menunjangang kehidupan layak bagi karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab sosialnya perusahaan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Struktur Organisasi Harian Kompas Pemimpin Umum : Jakob Oetama Wakil Pemimpin Umum : Lilik Oetama, Rikard Bagun Pemimpin RedaksiPenanggung Jawab : Budiman Tanuredjo Wakil Pemimpin Redaksi : Trias Kuncahyono, Ninuk Mardiana Pambudy, James Luhulima Redaktur Senior : ST Sularto Redaktur Pelaksana : Mohammad Bakir Wakil Redaktur Pelaksana : Bambang Sigap Sumantri. Try Harijono, Subur Tjahjono, Sutta Dharmasaputra Sekretaris Redaksi : Rusdi Amral, Mohammad Nasir Profil Singkat Harian Kompas Nama Surat Kabar : Kompas Sejak Tanggal : 28 Juni 1965 Alamat Redaksi : Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270 Telepon : Redaksi 021 5347710 Iklan 021 53679909 Sirkulasi 021 53679599 Fax : kompaskompas.com Website : www.kompas.com Format : Koran cetak, e-paper dan portal berita daring online. Penerbit : PT Kompas Media Nusantara Pencetak : PT Gramedia Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

4.1.2 Profil Jitet Koestana

Jitet Koestana kartunis, ilustrator kelahiran Semarang, 4 Januari 1967 merasa selalu berdiri di tengah kenisbian definisi kemerdekaan. Ketika gambar kartu pertamanya di muat di muat di surat kabarMinggu Ini, akhir tahun 1986. Jitet mengalami sebuah kegembiraan yang lebih luas daripada keterbatasan seorang pembuat gantungan kunci. Pada mulanya ia memang penasaran akan kebiasaan orang : ‘mengapa aku tak bisa?’ Ia toh melihat memiliki dasar. Maka, lama tak kemudian, kartunnya dimuat di Kompas. Setelah itu tak ayal lagi, kartun-kartunnya tersebar hampir di semua media cetak di Indonesia. Bahkan di majalah Witty World terbitan Amerika Serikat. Lebih dari itu, kartun-kartun juga merambah pelbagai lomba baik tingkat nasiola maupun internasional. Tahun 1990, misalnya, ia meraih gelar juara pertama Lomba Kartun Nasional tabloid Bola. Tahun berikutnya ia menjuarai Lomba Kartun Nasional “Kekar” dan Lomba Kartun Nasional “Bhayangkara”. Dalam level internasional, tahun 1991 ia memperoleh II Prize Silver Plaquette pada World Cartoon Gallery Skopje, Macedonia. Pada tahun itu juga, ia mendapatkan Seoul International Cartoon Festival dan Bronze Fair pada The 4 th Taejon Expo International Cartoon Contest, keduanya di Korea. Selain itu, ada belasan penghargaan lain yang diraihnya baik dari lomba di dalam negeri maupun di pelbagai negara di luar negeri. Manakala muncul kesadaran bahwa ia sedang duduk, kemerdekaan itu pun menjadi semacam “lotre” — sebuah pilihan yang spekulatif: merdeka atau tidak? Artinya, kalau ide- ide itu lantas terealisasi dalam gambar dan dianggap menyentuh batas-batas maya Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan SARA, mengganggu ketertiban nasional, tak sejalan dengan Pancasila dan UUD 45, tentu tak perlu menunggu bunyi terakhir tokek untuk memastikan bahwa ide itu bakal tak bisa dimuati di media ber-SIUPP. Kemerdekaan juga menjadi nisbi tatkala Jitet memilih menjadi bagian dari sebuah institusi. Pada tahun 1990 – 1991 ia bekerja sebagai kartunis, ilustrator dan karikaturis pada Harian Kartika Semarang. Tahun 1991- 1994 ia menjadi kartunis dan karikaturis di majalah HomOr Jakarta. Ya, nisbi sebab pada pendapatnya kemerdekaan itu justru tak mengenal materi dan juga deadline. Jitet Koestana, 1996:xiv-xv Jitet Koestana menahbiskan dirinya sebagai Political Cartoonist. Sebagai pembuat kartun atau ilustrasi mengenai politik, ia mengatakan bahwa sebagai seorang kartunisilustrator harus mampu menombak tepat dihatinya para politisi kotor. Tetapi tidak Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara dengan secara brutal, namun pelan-pelan dengan pena-nya. Malahan dengan cara menggelitiknya dan kemudian membunuhnya dengan lembut. Jitet tidak terbantahkan sebagai seorang kartunis terbaik digenerasinya dan mampu memenangkan 40 penghargaan lebih. Dan yang paling hebatnya lagi, dia tidak mempelajari cara menggambar melalui sekolah formal. Beliau mengatakan bahwa ia telah suka menggambar sejak kecil. Ketika masa awal dewasanya, ia bergabung dengan klub kartun Semarang untuk mengembangkan bakatnya di sana. Pada tahun 2005, ia direkrut oleh Kompas untuk mengisi kolom ilustrasi dan kartun politik. Sangat sulit untuk menggantikan ikon ilustrator GM Sudarta yang sudah legendaris, namun Jitet mampu menghasilkan sebuah ikon baru dalam ilustrasi dan kartun tanpa kehilangan ciri khasnya. The Jakarta Post Online, 10 Juli 2014.

4.1.3 Profil Basuki

Setelah bekerja selama 33 tahun untuk harian Analisa di Medan, akhirnya Basuki pindah ke Harian Global. Sejak bergabung di harian Analisa yang pada awalnya mingguan berubah menjadi harian pada 23 Maret 1973. Ilustrasi Pak Tuntung yang sudah melekat kuat dengan Basuki akhirnya dalam 33 tahun akhirnya berhenti pada tanggal 31 Maret 2006. Coretan tersurat memang memiliki kesamaan, namun kesan tersirat yang tidak mudah disamakan begitu saja. Basuki sudah sangat erat melekat dengan tokoh rekaannya tersebut sehingga sering kali salah dipanggil dengan nama Pak Tuntung. Basuki adalah seorang minimalis dengan penggunaan kata. Ia percaya mampu berkomunikasi sepenuhnya dengan hanya mengandalkan gambar. Menurut beliau ukuran untuk mengukur kemampuan seorang pembuat ilustrasi atau kartun bagaimana dia bisa membuat ilustrasi tanpa menggunakan kata yang banyak. Bahkan kata-kata yang dipakai tidak menjadi sebuah kalimat, jika harus menggunakan kata-kata, hanya sebuah satuan kata pengantar. Basuki memiliki nama peranakan Tiongkok, yaitu Hu Wie Tian, anak kelima dari dari sebelas sauadara. Kakeknya Teh Aciak dari Tiongkok Daratan, tepatnya dari kabupaten Chao Zou di provinsi Guang Dong. Pada tahun 1920-an mendarat di Sumatera. Kemudian sang kakek mendapatkan kontrak pembuatan jalan dan meminang Putri Boru Damanik di Kampong Silobayu, daerah Simalungun, sekitar Pematang Siantar. Tiba di Serbelawan pada tahun 1930-an, bertemulah dengan Tei Mui Hiang yang merupakan istrinya yang berhasil memberikan ksebelas anak. Lahir di Serbelawan, Basuki diberkahi kemampuangn mengggambar, meskipun dalam keluarga kental dengan didikan untuk menjadi seorang Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara pengusaha. Basuki lahir pada tahun 1952, dimulai dari perguruan SMP Mia Hua Zhong Xue. Kemudian Basuki melanjutkanya ke SMU di Perguruan Sutomo.

4.1.5 Profil Herman Tan Dela Oeslan

Herman Tan Dela Oeslan merupakan ilustrator yang kelahiran Medan, 24 Mei 1975. Mempunyai jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga SMA di Perguruan Sutomo. Selepas bangku sekolah, ia melanjutkan pendidikannya ke Universitas Pardede dengan mengambil Jurusan Teknik Arsitektur. Pria yang bekerja di Harian Analisa sejak 2006 ini bertempat tinggal di Jalan Asia, Sukaramai II. Hobi yang menjadi profesi itulah yang tergambar dari pria beretnis Tionghoa ini. Sejak kecil beliau telah menyukai menggambar, menggambar apapun. Dimulai dari corat- coret berubah menjadi profit. Sempat pasang surut dalam menggambar, ia mendapatkan motivasinya kembali dari seorang seniman lokal yang bermukim di Medan. Kekagumannya melihat seorang pembuat gambar karikatur yang sedang ‘mangkal’ di lobi Hotel Novotel Soechi, membuatnya termotivasi kembali. Kegemaran akan membaca komik Barat seperti Lucky Luke dan komik Asia seperti Tiger Wong menjadikan ia memiliki keragaman dalam gaya. Keragaman tersebutlah akhirnya yang membuat ilustrasi ataupun kartun yang dibuatnya menarik. Tetapi, ia tidak memiliki sebuah gaya dalam menggambar, karena menurutnya ia mau menggambar dengan proses yang bisa ia lakukan. Setelah perjumpaan dengan seniman Novotel tersebut merupakan awal dari ketertarikannya dengan dunia karikatur. Setiap hari ia belajar dengan seniman tersebut untuk menghasilkan karikatur. Pemilihan jenis gaya karikatur ini bukan tanpa sebab. Keunikan wajah dari para objek gambar menjadi poin penting dari seni karikatur ini. Bagaimana menghasilkan sebuah seni karikatur gambar seseorang namun tidak kehilangan ciri khas dari wajah orang tersebut. Hal tersebutlah yang akhirnya dia pelajari secara formal maupun informal. Perjumpan beliau dengan Harian Analisa merupakan sebuah momentum yang mengubah karir menggambarnya. Kegemarannya mengirimkan hasil karyanya tersebut ke media lokal membuat staf redaksi Harian Analisa memilihnya untuk mengisi kolom kartun “Pak Tuntung”. Namun, itu setelah dia mengirimkan gambar secara rutin sejak tahun 2000 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara sebagai ilustrator freelance pada Harian Analisa. Akhirnya regenerasi yang berjalan pada staf redaksi membuat ia dijadikan sebagai ilustrator “Pak Tuntung” pada Harian Analisa di tahun 2005.

4.2 Hasil Analisis Penelitian

Pada bab ini peneliti menjelaskan kronologi penelitian data, yang terdiri dari proses analisis dan pembahasan hasil penelitian untuk judul “Konstruksi Realitas Pesan Ilustrasi Pada Pemaknaan Imaji Kebangsaan Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan”. Unit analisis data dari penelitian ini adalah jalinan cerita dan ikon dalam ilustrasi ini. Ilustrasi dari ilustrator Jitet Koestana ini terdiri dari 14 empat belas ilustrasi.. Analisis dilakukan dengan membaca atau menganalisis ilustrasi langsung setiap gambar. Tindakan ini dilakukan untuk melihat kekhasan dan makna tersendiri dalam gambar. Peneliti menggunakan metode analisis semiotika dan salah satu metode baru wawancara, untuk melakukan konfirmasi kredibilitas data. Secara spesifik, ilustrasi ini menggunakan sistem signifikasi dua tahap dan lima kode pembacaan Roland Barthes. Tujuan penelitian adalah untuk melihat makna dan mengungkap mitos yang dikonstruksikan di dalam ilustrasi “kebangsaan” karya Jitet Koestana. Transferabilitas data dibangun berdasarkan ilustrasi yang bersangkutan dan studi dokumen public yang relevan dengan topic penelitian, seperti berita seputar proses pengesahan RUU Pilkada dan lembaga-lembaga yang berada di dalamnya. Ilustrasi ini dimuat di Harian Kompas pada medio bulan September 2014 hingga awal Oktober 2014.Pada bulan tersebut merupakan waktu dari gentingnya nasib demokrasi di Indonesia. Salah satu lembaga legislatif RI yang diwakili beberapa oknum melakukan sebuah gebrakan politik dengan menyetujui Rancangan Undang-Undang Pilkada. Tema dari keempat belas ilustrasi ini merupakan tema kebangsaan yang semakin rendahnya karena akibat pemikiran politis yang kurang baik. Oknum lembaga legislatif mengalami degradasi moral. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

4.2. 1 Analisis Ilustrasi Pertama 1 Judul: Dagelan Sepak Bola DPRMPR RI

Gambar 4.1

A. Analisis Leksia Dagelan Sepak Bola DPRMPR RI

1. Seorang pria yang berpakaian rapi dengan setelan jas, dasi berwarna belang merah-putih dan celana kain sedang menendang sebuah kotak. 2. Terlihat muka si penendang tersenyum dengan bahagia, tergambarkan dengan sentuhan tarikan mulut yang mengembang ke atas. 3. Jasnya bukan merupakan jas biasa, jas tersebut merupakan jas anggota DPRMPR RI. Tergambarkan dengan simbol gedung DPRMPR RI di sebelah kiri jas yang dikenakan pria tersebut. Jas yang merepresentasikan anggota DPRMPR RI. 4. Sesuatu yang tidak biasa dari gambar ini adalah pria tersebut menggunakan sepatu bola. Jas, kemeja putih, dasi dan celana bahan merupakan sebuah setelan untuk pergi bekerja ataupun mengikuti kegiatan rapat. Namun, disini setelan bekerja dipadukan dengan sepatu sepak bola berwarna hitam dengan kekhasan dari sepatu bola adalah pul atau stud-nya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 5. Kotak putih memiliki lubang persegi empat di atasnya. Sekilas terlihat seperti kotak suara dari KPU untuk kegiatan Pemilu Pemilihan Umum atau Pemilhan Presiden RI. Di sebelah kiri kotak dan di sebelah bawah terlihat ada noda. Noda bekas sepakan dari pria yang menggunakan jas. 6. Pria tersebut berkulit putih dengan sedikit-sedikit kemerahan. Kulit tersebut umumnya berasal dari keturunan Asia. Pria tersebut menggunakan kacamata yang semakin menegaskan pada mitos ia memiliki kepintaran. Perpaduan antar kacamata dan warna kulit menegaskan bahwa ia merupakan orang Asia atau Tionghoa. Logo watermark dari ilustrator berada di balik belakang kaki kanan.

B. Lima Kode Pembacaan 1. Kode Hermeneutika

Kode Hermeneutika terlihat pada aspek pertanyaan, teka-teki dan enigma kode. Mengapa seorang pria menggunakan pakaian formal tetapi menggunakan sepatu sepakbola? Mengapa dia menendang kotak suara seperti bola kaki? Kenapa dia menggunakan dasi belang- belang berwarna merah putih? Mengapa pria penendang kotak suara tersenyum? Mengapa di jas yang dipakai pria tersebut terdapat logo gedung DPRMPR RI? Mengapa pria tersebut berkepala botak dan menggunakan kacamata bulat? Kode visual hermeneutika terlihat pada visual berupa ikon seorang pria; seperti pejabat tinggi legislatif, meyakinkan dengan adanya logo sebuah institusi lembaga legislatif di Indonesia. Visualisasi dari ikon seorang pria menendang merupakan enigma kode dan parodi dari perkembangan politik Indonesia sama kotornya dengan perkembangan olahraga sepakbola nasional kita yang tidak jauh dari unsur-unsur kecurangan. Hal tersebut terlihat jika dilihat dari visual hermeneutika yang memperlihatkan seorang ‘oknum’ bermain sepak kotak suara dibuat seperti permainan sepakbola. Visualisasi dari ikon itu merupakan sebuah enigma kode dan parodi dari bagaimana sebuah sistem pemerintahan di Indonesia, khususnya di parlemen dapat mempermainkan aturan atau konstitusi seakan seperti permainan, permainan sepak bola. Permainan sepak bola sepak kotak suara. Ini seperti yang beberapa waktu lalu terjadi saat tim PSS Sleman bertemu dengan PSIS Semarang pada babak 8 besar Divisi Utama musim 2014. Pertandingan tersebut dimenangkan dengan ‘aneh’ oleh PSS Sleman dengan skor 3 untuk PSS dan 2 untuk PSIS Semarang. ‘Aneh’ di sini adalah skor dicetak oleh proses bunuh diri semua gol-nya. Dicurigai adalah permainan diatur Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara oleh seorang mafia skor, yang dimana ternyata memang kedua tim telah bersetuju untuk melakukan tindakan kurang terpuji ini. “Proses kreatifnya ya gampang itu kan. Ini parodi, jenis-jenis ilustrasi salah satunya parodi. Jadi sepakbola, ya jelas ada itu sepak bola, ada yang sportif ada yang tidak sportif. Yang pasti olah raga sepakbola itu ada. Nah, yang ditendang itu pasti kan bola bukan hal yang lain. Nah aku parodi dari situ. Eh, kalo yang ditendang ini kotak suara, itu kan alangkah menyedihkan. Bola selama ini kan ga mendapat apa- apa, tendang sono tendang kemari, masuk dapat piala emang bola? Enggak . Gitu lho, jadi proses kreatifnya seperti itu.Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169 Seperti itulah enigma kode dari makna visualisasi hermeneutika dari ilustrasi pertama ini. Pemerintahan bisa diobrak-abrik, perubahan UU atau konstitusional dipermainkan sesuai dari permintaan pemimpin mafia koalisi, dan itulah bentuk moral dari kegilaan akan kekuasaan yang berujung dengan keinginan menghalalkan segala cara. “ Kita ini kan mengikuti Pemilihan Umum, ada yang bersih dan ada yang kotor. Selalu seperti itu, ada yang money politic, suara memelan, mendalam tapi itu kan ga bisa satu-satu digambarkan ke dalam ilustrasi itu. Tetapi setelah mereka mendapat suara terbanyak, ya kan suaranya itu memang buat rakyat. Pertanyaan, itu untuk kesejahteraan rakyat? Ga kan? Terus suara rakyat diapain? Dimainin sama dia. Tendang kesana, tendang kemari. Nanti misalnya aku dapat jabatan, nanti aku tak koalisi sama partai sono. Nanti kalo aku tak dapat kursi. Nah kayak gitu kan, emang untuk rakyat? Ga kan? Gitu lho yang mau aku sampaikan.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169

2. Kode Proaretik Narasi

Dokumen yang terkait

Konstruksi realitas Islam di media massa : analisis framing; konflik Palestina Israel di harian Kompas dan Republika

1 12 119

Konstruksi realitas di media massa ( analisis framing terhadap pemberitaan Baitul Muslimin Indonesia PDI-P di Harian Kompas dan Republika )

1 10 116

Semiotik Ilustrasi Ratu Atut Dalam Kasus Korupsi Pada Headline Koran Harian Tempo Tahun 2013

0 10 123

PERAN GAMBAR ILUSTRASI DALAM CERITA PENDEK Studi Kasus: Cerpen Harian Kompas Minggu

0 12 14

TELEVISI INDONESIA DI MATA SUKRIBO Analisis Komik Sukribo di Harian Kompas TELEVISI INDONESIA DI MATA SUKRIBO Analisis Komik Sukribo di Harian Kompas dengan Pendekatan Semiotika Peirce.

0 4 13

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 3 11

ANALISIS MAKNA REFERENSIAL PADA KARIKATUR DALAM RUBRIK OPINI DI HARIAN SURAT KABAR KOMPAS Analisis Makna Referensial Pada Karikatur Dalam Rubrik Opini Di Harian Surat Kabar Kompas Edisi Agustus-Oktober 2014.

0 5 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Paradigma Penelitian - Konstruksi Realitas Pesan Imaji Kebangsaan Dalam Ilustrasi Karya Jitet di Harian Kompas (Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan)

0 0 53

Konstruksi Realitas Pesan Imaji Kebangsaan Dalam Ilustrasi Karya Jitet di Harian Kompas (Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan)

0 0 17

Konstruksi Realitas Pesan Imaji Kebangsaan Dalam Ilustrasi Karya Jitet Koestana Di Harian Kompas (Studi Analisis Semiotika Ilustrasi Ilustrator Jitet di Harian Kompas Terhadap Makna Imaji Kebangsaan) SKRIPSI

0 0 11