Universitas Sumatera Utara
oleh seorang mafia skor, yang dimana ternyata memang kedua tim telah bersetuju untuk melakukan tindakan kurang terpuji ini.
“Proses kreatifnya ya gampang itu kan. Ini parodi, jenis-jenis ilustrasi salah satunya parodi. Jadi sepakbola, ya jelas ada itu sepak bola, ada yang sportif ada yang tidak
sportif. Yang pasti olah raga sepakbola itu ada. Nah, yang ditendang itu pasti kan bola bukan hal yang lain. Nah aku parodi dari situ. Eh, kalo yang ditendang ini
kotak suara, itu kan alangkah menyedihkan. Bola selama ini kan ga mendapat apa- apa, tendang sono tendang kemari, masuk dapat piala emang bola? Enggak . Gitu
lho, jadi proses kreatifnya seperti itu.Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169
Seperti itulah enigma kode dari makna visualisasi hermeneutika dari ilustrasi pertama ini. Pemerintahan bisa diobrak-abrik, perubahan UU atau konstitusional
dipermainkan sesuai dari permintaan pemimpin mafia koalisi, dan itulah bentuk moral dari kegilaan akan kekuasaan yang berujung dengan keinginan menghalalkan segala cara.
“ Kita ini kan mengikuti Pemilihan Umum, ada yang bersih dan ada yang kotor.
Selalu seperti itu, ada yang money politic, suara memelan, mendalam tapi itu kan ga bisa satu-satu digambarkan ke dalam ilustrasi itu. Tetapi setelah mereka mendapat
suara terbanyak, ya kan suaranya itu memang buat rakyat. Pertanyaan, itu untuk kesejahteraan rakyat? Ga kan? Terus suara rakyat diapain? Dimainin sama dia.
Tendang kesana, tendang kemari. Nanti misalnya aku dapat jabatan, nanti aku tak koalisi sama partai sono. Nanti kalo aku tak dapat kursi. Nah kayak gitu kan, emang
untuk rakyat? Ga kan? Gitu lho yang mau aku sampaikan.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169
2. Kode Proaretik Narasi
Seorang pria berpakaian semi-formal karena menggunakan sepatu bola terlihat tersenyum bahagia bermain bola kaki. Seorang pria berpenampilan seperti petinggi dan
tersenyum saat mempermainkan sesuatu seperti seekor rubah yang senang bermain dengan seekor ayam. Ada sesuatu kepalsuan yang dipancarkan dari permainan itu dan ada tujuan lain
kenapa dia bermain sepak bola sepak kotak tersebut. Dasi yang berwarna merah putih belang-belang tersebut memperlihatkan kecintaan untuk Indonesia, tetapi lagi-lagi kecintaan
tersebut merupakan topeng yang menjadi mantel persembunyian kedok asli dirinya.“Ya soal-
soal suara rakyat itu menegaskan suara, suara rakyat dimainkan, menjadi permainan.”suara kekecewaan.Transkrip wawancara Jitet, Hal 169. Berkedok Indonesia
namun ingin menghancurkan Indonesia. Mata yang sudah tidak bagus lagi memperlihatkan sebuah contoh nyata bahwa mereka-mereka yang pintar ini memiliki ketamakan akan
kekuasaan. Senyuman, bibir agak ditarik ke belakang, menjelaskan bahwa pria tersebut senang dalam menjalani permainan sepak bola sepak kotak ini. Senyuman kebahagian atas
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
keberhasilan mempermainkan konstitusi atau UU. Tangan yang terlihat direntangkan seperti sebuah gambaran seekor burung yang lepas dari kandang, terbang tinggi dan bebas. Dalam
ilustrasi ini anggota legislatif DPR ataupun MPR RI terlihat bebas akan suatu hal. Jas hitam dengan bros atau tempelan gedung DPRMPR RI menjelaskan bahwa ia
merupakan anggota legislatif dari DPR atau MPR RI.Dalam hal ini DPR RI lah yang memiliki kewenangan untuk merumuskan atau mengubah konstitusi yang berlaku di Negara
Republik Indonesia. Bisa dikatakan bahwa DPR RI mempunyai peran untuk mengubah nasib bangsa Indonesia menuju kebaikan atau kehancuran. Kaki pria tersebut sangat tinggi
terangkat ketika menendang kotak suara. Kotak suara yang lusuh ditendang ke atas dengan kekuatan maksimal, itu menunjukkan sebuah keinginan sebuah euforia atas perginya sang
pengganggu. Mungkin pengganggu kekuasaan mereka. “Ya, DPR, karena aku kasih simbol di situ. Ya yang di dadanya.” Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169
Pada ilustrasi ini bercerita tentang seorang intelektual atau pejabat pemerintahan sebuah institusi lembaga legislatif DPRMPR RI. Dengan mengenakan pakaian semi-formal
karena menggunakan sepatu sepak bola, pria ini terlihat tersenyum bahagia kegirangan ketika menendang sebuah kotak suara. Kotak suara itu digunakan untuk proses Pemilihan Kepala
Daerah Pilkada dan Pemilihan Umum Pemilu. Dalam ilustrasi, pria tersebut menjadikan sebuah kotak sakral, kotak suara menjadi sebuah permainan sepak bola. Sepak bola yang di
mana permainannya di Indonesia belum terlalu menjunjung sportivitas. Mafia skor, judi antara klub, dan gaji yang tidak jelas merupakan gambaran dari carut marutnya olah raga
nasional ini. Dalam ilustrasi ini, kotak suara dipermainkan, diatur-atur, diubah sesuka hatinya.
“Iya lah, jadi baguslah. Sebelumnya mohon maaf, kalangan menengah ke bawah yang lebih aktif memperhatikan. Jadi ga bodoh amat, yang penting datang duit.
Suara ini, dia ga tau dampaknya. Gitu loh…. Kita nyinyir aja selama lima tahun sekali, kita ngomong soal itu lagi. Lima tahun sekali dibodohin lagi kayak gitu terus
suara kekesalan
. Gitu lho, itu yang pertama terus yang kedua curang. Curang itu maksudnya gini, dari TPS Tempat Pemungutan Suara –red itu sendiri mungkin
jujur, jumlah suaranya emang segitu. Jadi banyak faktor, nah masalahnya, ayo kita sama-sama. Dari Pemilu itu kawal suaranya untuk sebuah perubahan jika kita
bareng-bareng mau. Nah iya diliat, misalnya besok pagi partai ini ngocol, partai ini juga, partai ini juga. Oke saya besok ga pilih dia. Tapi emang yang lain mau begitu
kalau dikasih duit, belum tentu. Itu lho yang aku bilang penyadaran. Transkrip Wawancara Jitet, Hal 169 - 170
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3. Kode Simbolik