BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nama kopi Coffea spp. sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aroma harum, rasa khas nikmat, serta khasiatnya yang menyegarkan badan membuat
kopi cukup akrab di lidah dan banyak digemari. Penggemarnya bukan saja bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai bangsa di seluruh dunia. Bagi petani, kopi bukan
hanya sekedar minuman segar dan berkhasiat, tetapi juga mempunyai arti ekonomi yang cukup penting. Sejak puluhan tahun yang lalu, kopi telah menjadi
sumber pendapatan bagi petani Najiyati dkk, 2008.
Sebagian besar kopi Indonesia dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu kopi harus disertai ataupun diikuti dengan
penyebaran informasi teknologi budidaya dan cara pengolahan yang benar sehingga petani bisa memahami dan menerapkannya. Dengan menerapkan
teknologi tersebut, petani bukan hanya akan menghasilkan kopi yang bermutu baik, tetapi juga mendapatkan produksi dan pendapatan yang lebih tinggi. Tanpa
pemeliharaan insentif pun, produksi kopi yang dihasilkan cukup lumayan untuk menambah penghasilan. Apalagi bila pemeliharaan dan pengolahannya cukup
baik, pasti usaha ini mendatangkan keuntungan berlipat ganda Najiyati dkk 2008.
Tabel 1. Luas tanaman dan produksi tanaman perkebunan rakyat di
Kabupaten Simalungun, Tahun 2013 Komoditas
Luas Areal TBM Ha
Luas Areal TM Ha
Luas Areal TTM Ha
Produksi Ha
Karet 1.578,51
12.293,10 141,90
11.434,38 Kelapa sawit
3.455,33 25.489,18
610 516.135,92
Kopi robusta -
2.411,68 271,22
2.216,47
Kopi arabika 913,96
6.523,47 203,17
9.515,10
Kelapa 335,38
2.218,01 419,42
1.945,03 Coklat
273,76 5.236,28
145,50 5.534,50
Cengkeh 332,00
338,08 48,00
38,59 Kulit manis
12,00 314,56
63,00 70,92
Kemiri 5,00
378,43 80,20
672,11 Lada
- 18,36
- 17,15
Aren 56,00
636,27 61,90
599,13 Tembakau
- 265,00
- 245,98
Vanili -
26,80 -
9,05 Pinang
- 521,55
15,00 300,74
Sumber: Badan Pusat statistik Simalungun, 2013 Untuk data Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan rakyat, kecamatan
pematang sidamanik, kabupaten simalungun tahun 2013 disajikan Lampiran 1.
Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten pengahasil kopi arabika terbesar di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 kecamatan,
dimana diantaranya terdapat 10 kecamatan penghasil kopi Arabika kopi ateng antara lain: Kecamatan Silimakuta, Kecamatan Pamatang Silimakuta, Kecamatan
Dolok Pardamean, Kecamatan Sidamanik, Kecamatan Girsang Simpangan Bolon, Kecamatan Dolok Panribuan, Kecamatan Jorlang Hataran, Kecamatan Panei
Raya, Kecamatan Dolok Silau, dan Kecamatan Pamatang sidamanik. Di Kecamatan Pamatang sidamanik terdapat Nagori yang sebagian besar petaninya
mengusahakan tanaman kopi klon Arabika sebagai komoditas unggulan, yaitu Nagori Sait Buttu Saribu Lampiran 2.
Pengembangan tanaman kopi arabika di wilayah nagori Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun sudah dilakukan oleh
masyarakat petani kopi sejak tahun 1995 sampai dengan sekarang. Usaha tani tanaman kopi ini merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat
petani kopi di wilayah Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten Simalungun, khususnya di Nagori sait buttu saribu. Perkembangan klon kopi arabika sangat
pesat, sehingga semakin lama masyarakat semakin berlomba untuk menanamnya.
Potensi lahan kering di wilayah Nagori Sait Buttu Saribu yaitu 1437 Ha. Dari luas lahan tersebut telah dipergunakan sebagai media penanaman kopi Arabika seluas
234 Ha. Penanaman tidak hanya dilakukan di lahan kering saja, tetapi dapat juga ditanam diareal persawahan alih fungsi lahan. Hal ini disebabkan karena
tanaman kopi memiliki nilai ekonomis yang lebih lama, dan kopi arabika mudah dalam pembudidayaannya. Sehingga sebagian petani beralih tanaman dari padi
sawah ke tanaman kopi. Dalam kurun waktu 1½ - 2 tahun kopi arabika sudah dapat berproduksi dan produksinya lebih tinggi dibandingkan dengan kopi
robusta. Akibatnya, tidak heran jika banyak petani kopi klon robusta beralih ke klon kopi arabika. Para petani kopi arabika di Nagori ini menjual hasil usaha
taninya dalam bentuk kopi biji kering kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah dan kulit arinya atau sudah mengalami berbagai proses setelah
dipanen PPL Nagori Sait Buttu Saribu, 2014.
Di wilayah Nagori Sait Buttu Saribu juga terbentuk beberapa kelompok tani yang berfungsi sebagai tempat partisipasi masyarakat dalam setiap proses dan usaha
peningkatan produksi agribisnis kopi. Sedangkan untuk masyarakat disekitar kelompok tani dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam usaha pengelolaan
lahan usaha tani kopi, serta sebagai basis pembelajaran masyarakat dalam usaha peningkatan produksi dan pendapatan dengan tetap memperhatikan kelestarian
sumberdaya lahan usaha tani. Dengan demikian usaha tani kopi akan menjadi meningkat yang pada akhirnya akan memberikan peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat petani, khususnya petani kopi.
Untuk beberapa tahun terakhir ini, perkembangan harga kopi biji ditingkat petani sangat turun. Penyebabnya karena mutu kualitas kopi yang menurun karena hama
penggerek buah. Hal ini menyebabkan banyak petani kopi yang menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah, yang tentu saja sangat
menurunkan hasil pendapatan petani kopi. Sehingga para petani kopi Arabika mulai merasakan dampak merosotnya harga kopi biji yang memyebabkan biaya
produksi petani tidak tertutupi dengan harga jual kopi yang semakin rendah Lampiran 3 dan Lampiran 4.
Disisi lain, khususnya petani yang dengan segala keterbatasan yang dimiliki kurang memperhatikan aspek pengolahan hasil. Seringkali ditemui hasil pertanian
yang langsung dijual karena mereka ingin mendapatkan uang kontan untuk keperluan yang mendesak. Karena kebutuhan yang mendesak ini, maka kegiatan
panen yang mereka lakukan juga menjadi kurang sempurna dan akibatnya, nilai tambah hasil pertanian tersebut menjadi rendah. Begitu pula ditemui cacat mutu
kopi yang disebabkan karena proses pengolahan fermentasi dan pengeringan yang kurang tepat, sehingga akibatnya nilai tambah menjadi berkurang
Soekartawi, 2003.
Di Nagori Sait Buttu Saribu, kebanyakan para petani kopi arabika menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah Cherry Red dan dalam bentuk
kopi biji. Hal ini menyebabkan kelompok tani SIMANJA Simalungun Jaya membuat industri hilir dari kopi biji menjadi kopi bubuk. Home industry ini
dimulai sejak tahun 2011 sampai saat ini. Kopi bubuk ini diberi merk dagang “Simalungun Arabica Coffee”. Kelompok Tani beranggotakan kaum ibu – ibu.
Kelompok tani ini mengolah dari kopi biji menjadi kopi beras kemudian menjadi biji kopi sangrai roasted bean yang kemudian diolah menjadi kopi bubuk, dan
melakukan pengemasan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah. Kopi diperoleh dari Anggota kelompok Tani yang bertujuan untuk
mensejahterahkan anggota kelompok taninya.
Dalam pengembangan produk olahan kopi arabika, kelompok tani simanja masih menemui berbagai permasalahan. Permasalahan utama yang masih dihadapi oleh
kelompok tani simanja ini adalah pada aspek pengolahan dan aspek pemasaran. Jika ditinjau dari segi aspek pengolahan hal ini tentu saja dapat menyebabkan
hasil produk olahan yang mengurangi mutu dan aroma kopi yang menyebabkan citra rasa kopi yang berkurang. Sedangkan dari segi aspek pemasaran kopi , kopi
simanja masih kalah saing dengan produk lain yang sudah memiliki brand terlebih dahulu, salah satu contohnya adalah kopi sidikalang yang sudah terlebih dahulu
dikenal oleh masyarakat.
1.2 Identifikasi Masalah