Doktrin Pertanggungjawaban ketat Strict Liability

Apabila kita menerima konsep functioneel daderschaap, kemampuan bertanggungjawab masih berlaku dalam mempertanggungjawabkan korporasi dalam hukum pidana. Sebab keberadaan korporasi tidaklah dibentuk tanpa suatu tujuan dan dalam pencapaian suatu tujuan, korporasi tersebut selalu diwujudkan melalui perbuatan manusia alamiah. Oleh karena itu, kemampuan bertanggung jawab orang-orang yang berbuat untuk dan atas nama korporasi dialihkan menjadi kemampuan bertanggung jawab korporasi sebagai subjek tindak pidana. 128 Negara-negara Anglo Saxon berpendapat bahwa dalam hal pertanggungjawaban pidana ada keharusan pemenuhan syarat kesalahan, yang dikenal dengan asas mens rea. Namun demikian, doktrin tersebut di beberapa negara dikecualikan untuk tindak pidana tertentu, yaitu apa yang dikenal dengan strict liability dan vicarious liability. Sehubungan dengan asas kesalahan pada korporasi, khususnya menyangkut pertanggungjawaban korporasi, asas kesalahan masih tetap dipertahankan, tetapi dalam perkembangan di bidang hukum khususnya hukum pidana yang menyangkut pertanggungjawaban pidana, asas tiada pidana tanpa kesalahan tidak mutlak berlaku. Pada pandangan ini, cukuplah fakta yang menderitakan sikorban dijadikan dasar untuk menuntut pertanggungjawaban pidana pada si pelaku sesuai dengan adagium “res ipsa loquitur”, fakta sudah berbicara sendiri. 129 Akan tetapi, bagaimanapun juga asas kesalahan merupakan asas yang fundamental sebagai jaminan adanya hak asasi manusia yang harus dilindungi, sehingga perlu dipertanyakan sampai sejauh mana pandangan baru 128 Ibid., hlm. 78. 129 Dwija Priyatno, op. cit., hlm. 106. yang menyatakan asas tiada pidana tanpa kesalahan tidak mutlak berlaku dapat menjamin hak tersebut. Dengan diterimanya korporasi sebagai subjek hukum pidana, maka timbul permasalahan yang menyangkut pertanggungjawaban pidana korporasi dalam hukum pidana, yaitu apakah badan hukum korporasi dapat mempunyai kesalahan, baik berupa kesengajaan atau kealpaan. Karena sangat sukar untuk menentukan ada atau tidak adanya kesalahan pada korporasi, ternyata dalam perkembangannya khususnya yang menyangkut pertanggungjawaban pidana korporasi dikenal adanya “pandangan baru” atau katakanlah pandangan yang berlainan, bahwa khususnya untuk pertanggungjawaban dari badan hukum korporasi, asas kesalahan tidak berlaku mutlak. 130 Oleh karena itu pertanggungjawaban pidana yang mengacu pada doktrin “strict liability” dan “vicarious liability” yang pada prinsipnya merupakan penyimpangan dari asas kesalahan, hendaknya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penerapan tanggung jawab korporasi dalam hukum pidana. Strict liability adalah Si pembuat sudah dapat dipidana apabila ia telah melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang tanpa melihat bagaimana sikap batinnya. Pertanggungjawaban ini sering diartikan dengan pertanggungjawaban tanpa kesalahan liability without fault. Vicarious liability sering diartikan “pertanggungjawaban menurut hukum seseorang atas perbuat an salah yang dilakukan oleh orang lain”, secara singkat sering diartikan “pertanggungjawaban pengganti”. 130 Ibid., hlm. 106.

C. Sanksi Pidana yang Dapat Dijatuhkan Pada Korporasi yang Melakukan

Tindak Pidana Korupsi Suatu sanksi pidana yang ditujukan pada korporasi, menurut Clinard dan Yeagar haruslah memenuhi kriteria-kriteria tertentu, dimana jika kriteria itu tidak ada maka sebaiknya sanksi perdatalah yang digunakan. Adapun kriteria-kriteria tersebut adalah 131 : 1. The degree of loss to the public Derajat kerugian terhadap publik; 2. The level of complicity by high corporate managers Tingkat keterlibatan oleh jajaran manager; 3. The duration of the violation lamanya pelanggaran. 4. The frequensi of the violation by the corporation Frekuensi pelanggaran oleh korporasi; 5. Evidence of intent to violate Alat bukti yang dimaksudkan untuk melakukan pelanggaran; 6. Evidence of extortion, as in bribery cases Alat bukti pemerasan, semisal dalam kasus suap; 7. The degree of notoriety engendered by the media Derajat pengetahuan publik tentang hal-hal negative yang ditimbulkan oleh pemberitaan media; 8. Precedent in law jurisprudensi; 9. The history of serious, violation by the corporation Riwayat pelanggaran- pelanggaran serius oleh korporasi; 131 Dwija Priyatno, op. cit., hlm. 118.

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

1 140 155

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan MA No. 1384 K/PID/2005)

1 65 124

Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Tindak Pidana Korupsi

0 61 4

Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Pejabat Negara (Studi Putusan Nomor : 01/Pid.Sus.K/2011/PN.Mdn)

2 43 164

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

3 98 139

BAB II PENGATURAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK HUKUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sejarah Korporasi Sebagai Subjek Hukum Pidana - Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banj

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Dilakukan Oleh Korporasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin No. 04/Pid. Sus/2011/Pt. Bjm)

0 0 35