2. Fockema Andrea menyatakan kata korupsi tersebut berasal dari kata asal
corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa, seperti Inggris, yaitu corruption, di Perancis
dikenal istilah corruption, dan di Belanda dikenal dengan istilah corruptie.
11
3. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari
public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan-keuntungan
pribadi.
12
4. Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang
merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum dibawah kepentingan-kepentingan pribadi yang
mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum serta dibarengi dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan
kemasabodohan yang luar biasa akan akibat-akibat yang dirasakan masyarakat yang berarti bahwa penyalahgunaan amanat untuk
kepentingan pribadi.
13
5. Suyatno, mengatakan korupsi merupakan tindakan desosialisasi yakni
suatu tindakan yang tidak memperdulikan hubungan-hubungan dalam sistem sosial.
14
11
Andi Hamzah, op.cit., hlm. 5.
12
Chairudin dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm. 8.
13
Ibid., hlm. 9
14
Suyatno, Korupsi Kolusi Nepotisme, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005, hlm. 16.
6. Rumusan korupsi dari sisi pandang teori pasar Jacob van Klaveren
menyatakan bahwa seorang pengabdi negara pegawai negeri yang berjiwa korup menganggap kantor administrasinya sebagai perusahaan
dagang, dimana pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.
15
7. L. Bayle, perkataan korupsi dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang
berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi
keuntungan pribadi.
16
8. M.Mc Mullan menyatakan bahwa, “seorang pejabat pemerintahan
dikatakan “korup” apabila ia menerima uang sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya padahal
ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti menjalankan kebijaksanaannya secara sah
untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan
”.
17
9. J.S. Nye menyatakan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari
kewajiban-kewajiban normal suatu peran instansi pemerintah, demi mengejar status dan gengsi atau melanggar peraturan dengan jalan
melakukan atau mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.
18
10. Rumusan korupsi dengan menitikberatkan pada kepentingan umum Carl.
J. Friedrich, mengatakan bahwa, “pola korupsi dapat dikatakan ada
15
Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi, Bandung: Mandar Maju, 2001, hlm. 8.
16
Ibid., hlm. 8.
17
Ibid., hlm. 9.
18
Ibid., hlm. 9.
apabila seseorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan
hal-hal tertentu
seperti seorang
pejabat yang
bertanggungjawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang, membujuk untuk mengambil langkah
yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum
”.
19
11. Rumusan korupsi di bidang politik oleh Theodore M. Smith, dalam
tulisannya “Corruption Tradition and Change” menyatakan, “secara keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai masalah
politik daripada masalah ekonomi. Ia menyentuh keabsahan legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada
umumnya. Korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite ditingkat provinsi dan kabupaten
”.
20
12. Gunnar Myrdal menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu masalah
yang penting bagi pemerintah di Asia Selatan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan untuk membongkar korupsi
dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar. Pemberantasan korupsi biasanya dijadikan alasan pembenar utama terhadap kup militer.
21
13. Menurut Clive gray, korupsi adalah, “sogokan, uang siluman atau
pungutan liar lain, yang merupakan harga pasar yang harus dibayar oleh konsumen yang ingin sekali membeli barang tertentu. Dan barang tertentu
itu berupa keputusan, izin, atau secara lebih tegas, tanda tangan. Secara
19
Ibid., hlm. 9.
20
Ibid., hlm. 10.
21
http:1lhamsentok.blogspot.com201209tugas-terstruktur-pendidikan.html
teoritis, harga pasar tanda tangan akan naik turun sesuai dengan naik turunnya permintaan dan penawaran, dan setiap kali akan terjadi harga
keseimbangan. Karena dalam model ekonomi pasar juga ada pengertian harga diskriminasi, dalam pasaran tanda tangan pejabat juga ada
kemungkinan perbedaan harga bagi golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah.
22
Makna tindak pidana korupsi terus berkembang dari waktu ke waktu sebagai pencerminan kehidupan bermasyarakat dari sisi negatif. Rumusan-
rumusan pengertian korupsi pada dasarnya dapat memberi warna terhadap tindak pidana korupsi dalam hukum positif, tergantung pada tekanan atau titik beratnya
yang diambil oleh pembentuk undang-undang. Dari rumusan pengertian tindak pidana korupsi tersebut tercermin bahwa tindak pidana korupsi menyangkut segi
moral, sifat dan keadaan yang busuk jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan karena pemberian, faktor ekonomi dan
politik serta penempatan keluarga maupun golongan ke dalam dinas di bawah jabatannya. Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah
korupsi memiliki arti yang sangat luas.
2. Pengertian Korporasi
Secara etimologi kata korporasi berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa latin, corporatio
sebagai kata benda berasal dari kata kerja “corporare” yang banyak dipakai orang pada abad pertengahan atau sesudah itu. Sedangkan
kata “corporare” berasal dari kata “corpus” yang artinya badan, memberikan
22
Ibid.,
badan, atau membadankan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kata corporatio itu berarti hasil dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain,
badan yang dijadikan orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap badan manusia, yang terjadi menurut alam.
23
Di dalam “Black’s Law Dictionary” korporasi didefinisikan sebagai berikut:
“an artificial or legal created by or under the authority of the laws of a state or nation, composed, in some rare instances, of a single person an his
successors, being incumbents of a particular office, but ordinarily consisting of an association of numerous individuals
”, suatu yang disahkantiruan yang diciptakan oleh atau dibawah wewenang hukum suatu negara atau bangsa, yang
terdiri, dalam hal beberapa kejadian, tentang orang tunggal adalah seorang pengganti, menjadi pejabat kantor tertentu, tetapi biasanya terdiri dari suatu
asosiasi banyak individu.
24
Korporasi merupakan hasil ciptaan manusia yang bertujuan untuk
mencapai sesuatu hal yang dapat memenuhi kepentingan orang-orang yang menciptakannya ataupun masyarakat. Dimana penciptaannya dilakukan
berdasarkan hukum, sehingga sering disebut dengan badan hukum, yang mempunyai struktur fisik corpus dan kepribadian animus.
Korporasi merupakan sebutan yang lazim dipergunakan dalam kalangan pakar hukum pidana untuk menyebutkan apa yang biasa digunakan dalam bidang
hukum lain, khususnya dalam bidang hukum perdata yang disebut dengan badan hukum rechtspersoon, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah legal
entities atau corporation, bahasa Jerman disebut corporation, dan dalam bahasa
23
Soetan K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Jakarta: PT Pembangunan, 1955, hlm. 83.
24
Mahrus Ali, op.cit., hlm. 2.
Belanda disebut corporatie.
25
Menurut terminologi Hukum Pidana, bahwa korporasi adalah badan atau usaha yang mempunyai identitas sendiri, kekayaan
sendiri terpisah dari kekayaan anggota. Pengertian korporasi juga diatur didalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu:
“Korporasi adalah sekumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.
Korporasi sering diidentikkan dengan badan hukum yang merupakan sekumpulan dari orang-orang yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban
serta tanggung jawab dalam menjalankan dan mengelola badan hukum tersebut. Selanjutnya para ahli memberikan definisinya mengenai korporasi sebagai
berikut: a.
A.Z Abidin menyatakan bahwa korporasi dipandang sebagai realitas sekumpulan manusia yang diberikan hak sebagai unit hukum, yang
diberikan pribadi hukum untuk tujuan tertentu.
26
b. Menurut Utrecht, korporasi adalah suatu gabungan orang yang dalam
pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subjek hukum tersendiri satu personasifikasi. Korporasi adalah badan hukum yang
beranggota, tetapi mempunyai hak dan kewajiban sendiri terpisah dari hak kewajiban anggota masing-masing.
27
25
Edi Yunara, op. cit., hlm. 25.
26
A. Z. Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, hlm.54.
27
Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1991, hlm. 64
c. Menurut Satjipto Rahardjo, korporasi adalah Badan hasil ciptaan hukum
yang terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya unsur memasukkan unsur animus yang membuat badan mempunyai kepribadian.
Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum, maka oleh penciptanya kematiannya ditentukan oleh hukum.
28
d. Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan korporasi sebagai suatu
perkumpulan orang, dalam korporasi biasanya yang mempunyai kepentingan adalah orang-orang manusia yang merupakan anggota dari
korporasi itu, anggota-anggota mana juga mempunyai kekuasaan dalam peraturan korporasi berupa rapat anggota sebagai kekuasaan tertinggi
dalam peraturan korporasi.
29
e. Menurut Chidir Ali, Hukum memberikan kemungkinan dengan memenuhi
syarat-syarat tertentu bahwa suatu perkumpulan atau badan lain dianggap sebagai orang yang merupakan pembawahan dan karenanya dapat
menjalankan hak-hak seperti orang biasa serta dapat dipertanggung jawabkan, namun demikian badan hukum korporasi bertindak harus
dengan perantaraan orang biasa. Akan tetapi orang yang bertindak itu tidak untuk dirinya sendiri, melainkan untuk dan atas pertanggungjawaban
korporasi.
30
f. J.C Smith dan Brian Hogan mendefinisikan korporasi sebagai berikut:
“ A corporation is a legal person but it has no physical existence and cannot, therefore, act or form an intention of any kind except through its
28
Mahrus Ali, op. cit., hlm. 2.
29
Ibid., hlm. 4
30
Chidir Ali, op.cit., hlm. 18.
directors or servants. As each director or servant is also a legal person quite
distinct from the corporation, it follows that a corporation’s legal liabilities are all, in a sense, vicarious. This line of thinking is epitomized
in the catchphrase “corporations don’t commit crimes, people do”. korporasi adalah badan hukum yang tidak memiliki fisik dan oleh karena
itu tidak dapat bertindak atau memiliki kehendak kecuali melalui direktur atau karyawannya. Direktur atau karyawan juga merupakan entitas hukum
yang berbeda dari korporasi, karena semua bentuk pertanggungjawaban hukum korporasi adalah melalui pertanggungjawaban pengganti.
Pemikiran ini berarti bahwa korporasi tidak bisa melakukan kejahatan, tapi orang-orang yang bertindak untuk danatau atas nama korporasilah yang
bisa melakukan kejahatan.
31
Dari beberapa definisi yang dikutip dari beberapa pendapat para ahli di atas jelas bahwa korporasi merupakan perkumpulan orang-orang yang melakukan
tindakan bersama-sama di dalam suatu badan yang diciptakan oleh hukum serta dijalankan menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk menjalankan aktivitas
atau kegiatan yang sah baik itu sebagai bagian dari fungsi pemerintahan maupun dalam kegiatan di bidang bisnis kemudian berakhirnya suatu badan tersebut pun
ditentukan oleh adanya undang-undang yang mengaturnya. Terbentuknya suatu pengertian korporasi didorong oleh hal bahwa manusia juga di dalam hubungan
hukum privat tidak hanya berhubungan terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap persekutuan.
Pengertian korporasi juga dapat dilihat dari segi subjek hukum, yakni apakah yang dimaksud dengan subjek hukum itu. Pengertian subjek hukum pada
pokoknya merupakan manusia dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat yang oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan
kewajiban atau yang lazim disebut sebagai badan hukum.
32
Jika korporasi disejajarkan dengan manusia sebagai subjek hukum, memberikan pengertian
31
Mahrus Ali, op.cit.,hlm. 3.
32
Ibid., hlm. 5.
bahwa korporasi juga dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti misalnya dalam hal transaksi bisnis. Akan tetapi, ada beberapa perbuatan hukum
yang tidak dapat dilakukan oleh korporasi dan hanya dapat dilakukan oleh manusia, yakni melakukan perkawinan, pewarisan, dan lain sebagainya.
Istilah badan hukum dulunya tidak dikenal dalam masyarakat yang masih primitif, karena kehidupan yang dijalankan masih sederhana dan kegiatan-
kegiatan usaha dijalankan secara individu. Namun, seiring dengan perkembangan zaman yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan masyarakat, mengharuskan
individu-individu melakukan kerja sama untuk memenuhi kebutuhan mereka.
33
Dari situlah kemudian istilah badan hukum berkembang sampai sekarang. Istilah badan hukum cenderung dipakai dalam lingkup hukum perdata,
sedangkan dalam hukum pidana cenderung digunakan istilah korporasi yang cakupannya lebih luas daripada badan hukum.
3. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
Masalah pertanggungjawaban pidana pada dasarnya membahas tentang penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana sebagai akibat dari perbuatannya.
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan secara subjektif yang memenuhi syarat untuk
dapat dipidana karena perbuatannya itu.
34
Menurut kamus besar bahasa Indonesia “Tanggung Jawab” artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatu kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya. Dalam hal ini berarti bahwa masalah pertanggungjawaban pidana korporasi
33
Ibid., hlm. 6.
34
Ibid., hlm. 94.
merupakan masalah dalam penentuan dapat atau tidaknya suatu korporasi dimintai pertanggungjawaban atas suatu tindak pidana yang telah terjadi.
Dalam ilmu hukum pidana kemampuan bertanggungjawab merupakan masalah yang menyangkut keadaan batin orang yang melakukan tindak pidana.
Roeslan Saleh menyatakan bahwa kemampuan bertanggungjawab adalah mampu menginsyafi sifat melawan hukumnya suatu perbuatan dan mampu menentukan
kehendaknya.
35
Van Hamel berpendapat bahwa kemampuan bertanggungjawab adalah suatu keadaan normalitas psikis dan kematangan atau kedewasaan,
sehingga seseorang memiliki tiga macam kemampuan, yaitu
36
: 1.
Mampu mengerti maksud perbuatannya 2.
Mampu menyadari bahwa perbuatannya tidak dapat diberikan oleh masyarakat
3. Mampu menentukan kehendak dalam melakukan perbuatannya.
Kemampuan bertanggungjawab juga diartikan sebagai kondisi batin yang normal atau sehat dan mempunyai akal dalam membeda-bedakan hal-hal yang
baik dan yang buruk. Dasar dari adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar
dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam
melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut, merupakan hal yang berkaitan
35
Roeslan Saleh, Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 1983, hlm. 185.
36
Hamzah Hatrik, Asas Pertanggungjawaban Korporasi dalam Hukum Pidana Indonesia Strict Liability dan Vicarious Liability, Jakarta: Rajawali Pers, 1996, hlm. 84.