Analisis Pasar Tenaga Kerja Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Oleh

BERLA KARO KARO

077018028/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

BERLA KARO KARO

077018028/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PASAR TENAGA KERJA DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Berla Karo Karo Nomor Pokok : 077018028

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, MA)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 09 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A 2. Dr. Jonni Manurung, M.S 3. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si


(5)

ABSTRAK

Berla Karo Karo, 2009, Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara, di bawah bimbingan Dr. Murni Daulay, M.Si. (Ketua), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Anggota).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel penawaran dan permintaan tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Sumatera Utara. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja yaitu: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan, tingkat partisipasi angkatan kerja pria dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. Sedangkan, variabel-variabel dari sisi permintaan tenaga kerja yakni: upah sektor industri besar dan sedang, produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah perusahaan besar dan sedang.

Metode analisis yang digunakan adalah metode two Stage Least Square (2 SLS) dengan menggunakan data time series dari tahun 1987-2007 dan program E-views 3.0.

Hasil estimasi menunjukkan, variabel penawaran tenaga kerja mampu menjelaskan analisis pasar tenaga kerja denga R-squared 92,21%. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja seperti: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan dan TPAKW konsisten dengan hipotesis. Upah, konsumsi, TPAKW berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja. Sedangkan tabungan berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja pria tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Sementara itu, hasil estimasi pasar tenaga kerja dari sisi permintaan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan R-squared 76,86%. Semua variabel-variabel permintaan tenaga kerja konsisten dengan hipotesis. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja, sedangkan produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja. Hasil regresi upah dengan tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis.

Kata Kunci: Pasar Tenaga Kerja, Permintaan Tenaga Kerja, Penawaran Tenaga Kerja, Upah, Konsumsi, Simpanan Berjangka, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pria, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja, Jumlah Industri Besar dan Sedang, Metode Two Stage Least Square.


(6)

ABSTRACT

Berla Karo Karo, 2009, Analyze of Market Labor in North Sumatera, under the guidance Dr. Murni Daulay, M.Si. (Chief), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Members).

The purpose of this study is to analyze the influence of the variables of supply and demand for labor for the labor market in North Sumatra. Variables namely the supply of labor: the wage sector, large and medium industries, consumption, savings, labor force participation rate and male labor force participation rate of women. Meanwhile, variables from the demand side of labor: the wage sector, large and medium industries, the average productivity of labor and the number of large and medium companies.

Analytical methods used are two methods of Stage Least Square (SLS 2) by using time series data from the years 1987-2007 and the program E-views 3.0.

Estimation results indicate, the labor supply variables could explain the labor market analysis premises R-squared 92.21%. Variables such as labor supply: a large industrial sector wages and was, consumption, savings and consistent with the hypothesis TPAKW. Wages, consumption, TPAKW positive influence on labor supply. While saving a negative effect on labor supply. The level of male labor force participation is not in accordance with the hypothesis, which negatively affect labor supply. Meanwhile, the labor market estimates of labor demand side can be explained by the R-squared 76.86%. All variables konsiten labor demand hypothesis. Wages negatively affect the demand for labor, while the average productivity of labor and the number of large and medium industries have a positive effect on labor demand. Wage regression results with the unemployment rate does not match with the hypothesis.

Keywords: Labor Market, Labor Demand, Labor Supply, Wages, Consumption, Savings Term, The Level of Male Labor Force Participation, Labor Force Participation Rate of Women, The Average Productivity of Labor, The Number of Large And Medium Industries, The Method of Two Stage Least Square.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini, yang berjudul “Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang selaku Direktur dan Wakil Direktur 1 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dr. Murni Daulay M.Si, selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara atas kesempatan kami untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan.

4. Ibu Dr. Murni Daulay M.Si., dan Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A., selaku Pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung MS, Bapak Drs. Rujiman, M.A., dan Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si., selaku Dosen Penguji. Terima kasih atas saran dan masukannya atas perbaikan tesis ini.

6. Seluruh Dosen dan Guru Besar pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana.


(8)

7. Ayah dan Ibu tercinta (T. Karo Karo Purba/R br Bangun), Nenek tercinta, abang dan adik-adik tercinta, yang selalu mengingatkan dan mendorong penulisan tesis ini.

8. Terima kasih juga kepada staf administrasi sekolah dan teman-teman di Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Medan, 09 September 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. NAMA : BERLA KARO KARO

2. TEMPAT/TGL LAHIR : BERASTAGI/10 SEPTEMBER 1977

3. PEKERJAAN : PNS (Direktorat Jenderal Pajak - Depkeu RI)

4. AGAMA : ISLAM

5. ORANG TUA :

a. AYAH : TERAKAP KARO KARO PURBA

b. IBU : RASTA BR BANGUN

6. ALAMAT : JL. JAMIN GINTING GG. KARYA BERASTAGI

7. PENDIDIKAN :

a. SD

b. SMP

c. SMA

d. D3 e. D4/S1

: : : : :

SD NEGERI 040565 DESA KIDUPEN KAB. KARO SMP NEGERI TIGA BINANGA KAB. KARO SMA NEGERI 1 KABANJAHE KAB. KARO : D3 STAN SPEALISASI AKUNTANSI - JAKARTA

D4 STAN (SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI

NEGARA- JAKARTA

f. S2 : EKONOMI PEMBANGUNAN SEKOLAH


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Pengertian Pasar ... 7

2.2. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang ... 8


(11)

2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work-Leisure)... 10

2.3.2. Penawaran Tenaga Kerja ... 15

2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja ... 15

2.3.4. Upah ... 24

2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor) ... 26

2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek ... 26

2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang... 31

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja ... 36

2.5. Produktivitas Tenaga Kerja ... 37

2.6. Ekspektasi Penawaran Agregat... 39

2.7. Hubungan Penawaran Aggregat dengan Permintaan Tenaga Kerja... 41

2.8. Pengangguran (Unemployment) ... 41

2.9. Determinan Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja ... 44

2.10. Penelitian Terdahulu ... 46

2.11. Kerangka Pemikiran ... 53

2.12. Hipotesis ... 54

BAB III METODE PENELITIAN ... 55

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 55

3.3. Model Analisis ... 55


(12)

3.5. Definisi Operasional Variabel... 62

3.6. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1. Keadaan Penduduk Sumatera Utara ... 65

4.2. Penawaran Tenaga Kerja (Labor Supply) ... 70

4.3. Permintaan Tenaga Kerja (Labor Demand)... 73

4.4. Pasar Tenaga Kerja (Labor Market) ... 74

4.5. Pengangguran... 81

4.6. Upah Equilibrium... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

5.1. Kesimpulan ... 86

5.2. Saran ... 88


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Indentifikasi Persamaan Simultan Pasar Tenaga Kerja ... 59 4.1. Inflasi, Permintaan Tenaga Kerja, Penawaran Kerja dan

Unemployment... 69 4.2. Angkatan Kerja, Man Power dan Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja Propinsi SUMUT ... 70 4.3. Upah Equilibrium, Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja,

Equilibrium, Upah dan Penawaran Tenaga Kerja Normal,


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Modal dan Barang/Jasa ... 8

2.2. Pasar Tenaga Kerja ... 9

2.3. Reservation Wages... 11

2.4. Backward Bending Labor Supply Curve... 14

2.5. Kurva Isoquant... 32

2.6. Upah Riel dan Pasar Tenaga Kerja ... 42

2.7. Kurva Philips ... 42


(15)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

4.1. Penawaran Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara 1987-2007

(Jiwa)... 71

4.2. Permintaan Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara 1987-2007

(Jiwa)... 74


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data Partisipasi Angkatan Kerja Pria dan Wanita ... 94 2 Data Upah Rata-rata yang Diterima Individu per Tahun... 95 3 Data Konsumsi, Simpanan dan Industri Besar dan Sedang ... 96 4 Produktivitas Tenaga Kerja, Penawaran/Permintaan Tenaga Kerja .. 97


(17)

ABSTRAK

Berla Karo Karo, 2009, Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara, di bawah bimbingan Dr. Murni Daulay, M.Si. (Ketua), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Anggota).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel penawaran dan permintaan tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Sumatera Utara. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja yaitu: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan, tingkat partisipasi angkatan kerja pria dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita. Sedangkan, variabel-variabel dari sisi permintaan tenaga kerja yakni: upah sektor industri besar dan sedang, produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah perusahaan besar dan sedang.

Metode analisis yang digunakan adalah metode two Stage Least Square (2 SLS) dengan menggunakan data time series dari tahun 1987-2007 dan program E-views 3.0.

Hasil estimasi menunjukkan, variabel penawaran tenaga kerja mampu menjelaskan analisis pasar tenaga kerja denga R-squared 92,21%. Variabel-variabel penawaran tenaga kerja seperti: upah sektor industri besar dan sedang, konsumsi, tabungan dan TPAKW konsisten dengan hipotesis. Upah, konsumsi, TPAKW berpengaruh positif terhadap penawaran tenaga kerja. Sedangkan tabungan berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja pria tidak sesuai dengan hipotesis, yaitu berpengaruh negatif terhadap penawaran tenaga kerja. Sementara itu, hasil estimasi pasar tenaga kerja dari sisi permintaan tenaga kerja dapat dijelaskan dengan R-squared 76,86%. Semua variabel-variabel permintaan tenaga kerja konsisten dengan hipotesis. Upah berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja, sedangkan produktivitas rata-rata tenaga kerja dan jumlah industri besar dan sedang berpengaruh positif terhadap permintaan tenaga kerja. Hasil regresi upah dengan tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis.

Kata Kunci: Pasar Tenaga Kerja, Permintaan Tenaga Kerja, Penawaran Tenaga Kerja, Upah, Konsumsi, Simpanan Berjangka, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pria, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita, Produktivitas Rata-Rata Tenaga Kerja, Jumlah Industri Besar dan Sedang, Metode Two Stage Least Square.


(18)

ABSTRACT

Berla Karo Karo, 2009, Analyze of Market Labor in North Sumatera, under the guidance Dr. Murni Daulay, M.Si. (Chief), Drs. Iskandar Syarief, M.A. (Members).

The purpose of this study is to analyze the influence of the variables of supply and demand for labor for the labor market in North Sumatra. Variables namely the supply of labor: the wage sector, large and medium industries, consumption, savings, labor force participation rate and male labor force participation rate of women. Meanwhile, variables from the demand side of labor: the wage sector, large and medium industries, the average productivity of labor and the number of large and medium companies.

Analytical methods used are two methods of Stage Least Square (SLS 2) by using time series data from the years 1987-2007 and the program E-views 3.0.

Estimation results indicate, the labor supply variables could explain the labor market analysis premises R-squared 92.21%. Variables such as labor supply: a large industrial sector wages and was, consumption, savings and consistent with the hypothesis TPAKW. Wages, consumption, TPAKW positive influence on labor supply. While saving a negative effect on labor supply. The level of male labor force participation is not in accordance with the hypothesis, which negatively affect labor supply. Meanwhile, the labor market estimates of labor demand side can be explained by the R-squared 76.86%. All variables konsiten labor demand hypothesis. Wages negatively affect the demand for labor, while the average productivity of labor and the number of large and medium industries have a positive effect on labor demand. Wage regression results with the unemployment rate does not match with the hypothesis.

Keywords: Labor Market, Labor Demand, Labor Supply, Wages, Consumption, Savings Term, The Level of Male Labor Force Participation, Labor Force Participation Rate of Women, The Average Productivity of Labor, The Number of Large And Medium Industries, The Method of Two Stage Least Square.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang strategis dan memiliki pengaruh yang kuat dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Kekuatan ekonomi tersebut didukung oleh semakin berkembangnya sektor swasta di bidang pengolahan/industri, perdagangan dan jasa. Di samping itu semakin baiknya kinerja BUMN maupun BUMD yang ada di daerah Sumatera Utara.

Perkembangan sektor swasta dan isu good governance pada lembaga publik mendorong pertumbuhan pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara. Propinsi Sumatera Utara membutuhkan semakin banyak tenaga kerja yang terampil untuk dipekerjakan di sektor swasta maupun pemerintahan.

Dengan semakin kritisnya masyarakat, memaksa, pemerintah harus berbenah diri menciptakan pemerintahan yang bersih, transparan, accountable dan penuh tanggung jawab. Tentunya ini hanya dapat dilakukan seiring dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang terampil dan siap pakai.

Pemerintah propinsi, kota maupun kabupaten membutuhkan tenaga kerja semakin banyak. Ini disebabkan juga antara lain, seiring dengan sikap kritis masyarakat terhadap pelayanan publik khusus pelayanan pendidikan, kesehatan, administrasi, infrastruktur, energi maupun pendidikan. Pemerintah diwajibkan menyediakan dana penyelenggaraan pendidikan yang minimal 20% dari APBD


(20)

Sumatera Utara. Dana ini nanti akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan guru, fasilitas dan infrastruktur pendidikan. Pemerintah berencana meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Di samping itu, pemerintah juga membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk mendukung program peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat.

Tidak ketinggalan di sektor swasta. Semakin berkembangnya perusahaan pengolahan/industri, perdagangan dan jasa, sektor swasta membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan berkualifikasi terampil. Pihak swasta memilik posisi yang lebih sulit dalam penyerapan tenaga kerja. Semakin terintegrasinya pasar dalam negeri dan maupun global, menuntut perusahaan harus lebih efektif dan efisien dalam mengelola sumber daya. Persaingan global menyebabkan permintaan tenaga kerja lokal yang terampil semakin meningkat. Bila perusahaan gagal mendapatkan kualifikasi dan kualitas tenaga kerja seperti yang semestinya, perusahaan akan gagal dalam menghadapi persaingan tingkat lokal, apalagi tingkat global. Di sisi lain, perusahaan harus mengurangi tenaga kerja kualifikasi rendah. Ini menyebabkan pemutusan hubungan kerja semakin banyak. Belum lagi isu yang dihadapi sektor swasta tentang lingkungan hidup. Banyak perusahaan pengolahan crude palm oil (CPO) ataupun perkebunan kelapa sawit yang diprotes karena dituduh melakukan kerusakan lingkungan dan degradasi lingkungan. Isu globalisasi perdagangan dan perusakan lingkungan tentu akan berpengaruh pada permintaan tenaga kerja yang terlatih.

Boediono, mengutip laporan The Growth Report 2008 diterbtikan oleh Commision Growth and Development, menyebutkan bahwa sejak tahun 1950 terdapat


(21)

tiga belas negara yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi di atas 7% per tahun selama 25 tahun atau lebih. Artinya dalam tiap satu dekade terjadi ekspansi ekonomi dua kali lipat. Dan empat diantara negara tersebut merupakan anggota ASEAN yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Artinya ASEAN merupakan negara penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi dunia (Arifin, Djaafara dan Budiman, 2008).

Perkembangan kawasan ASEAN dalam ASEAN Vision 2020, sebagaimana telah disepakati bersama di Kuala Lumpur 15 Desember 1997 (Arifin, Djaafara dan Budiman, 2008) terdapat tiga pilar pokok yakni:

a. ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

b. ASEAN Security Community (ASC).

c. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC).

Percepatan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang semestinya dicapai tahun 2020 menjadi tahun 2015 akan berpengaruh pada pasar tenaga kerja regional. MEA memaksa pasar tenaga kerja Sumatera Utara dan ASEAN akan semakin terintergrasi. Kebebasan memasuki pasar tenaga kerja asing yang terampil negara-negara ASEAN ke Indonesia, khususnya ke Sumatera Utara, akan semakin berat bagi pekerja lokal. Apalagi tingkat kemampuan tenaga kerja terampil Sumatera Utara masih jauh dibandingkan dengan negara Singapura maupun Malaysia. Ini membuat semakin tertekannya pasar tenaga kerja lokal. Pasar bebas tenaga kerja terampil ASEAN ini merupakan ancaman sekaligus tantangan dan


(22)

kesempatan angkatan kerja dalam meningkat kualitas dan kepuasan kerja mereka. Tenaga kerja semakin banyak pilihan dalam memilih pekerjaan. Sisi positifnya, tentu tenaga kerja akan semakin produktif karena kepuasan dan spesialisasi pekerja semakin baik.

Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik mengambil judul tesis ini “Analisis Pasar Tenaga Kerja di Sumatera Utara”. Peneliti merasa kekuatan pasar tenaga kerja di SUMUT perlu diidentifikasi lebih baik. Ini penting agar pengaturan peningkatan kualitas tenaga kerja lokal lebih terarah. Tenaga kerja yang telah diserap di pasar akan ditingkatkan kualitasnya agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing nantinya. Di samping itu bila kita mengetahui kekuatan pasar di Sumatera Utara, jumlah pengangguran dapat dikurangi sampai ke tingkat paling rendah dan seideal mungkin.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja pria terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

b. Bagaimanakah pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja wanita terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?


(23)

c. Bagaimanakah pengaruh tingkat upah khususnya upah berlaku pada sektor industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

d. Bagaimanakah pengaruh konsumsi Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

e. Bagaimanakah pengaruh tabungan Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar tenaga kerja Sumatera Utara?

f. Bagaimanakah pengaruh tingkat produktivitas rata-rata tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

g. Bagaimanakah pengaruh jumlah industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja pria terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

b. Untuk menganalisis pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja wanita terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

c. Untuk menganalisis pengaruh tingkat upah khususnya upah berlaku pada sektor industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.


(24)

d. Untuk menganalisis pengaruh konsumsi Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

e. Untuk menganalisis pengaruh tabungan Propinsi Sumatera Utara terhadap pasar tenaga kerja Sumatera Utara.

f. Untuk menganalisis pengaruh tingkat produktivitas tenaga kerja terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

g. Untuk menganalisis pengaruh jumlah industri besar dan sedang terhadap pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai masukan bagi penyelenggara pemerintahan Propinsi Sumatera Utara dan koleganya dalam membuat kebijakan pasar tenaga kerja,

2. Sebagai masukan bagi para pendidik, para pekerja, serikat pekerja, perusahaan jasa penyedia/pembina tenaga kerja dan lainnya yang terkait di Propinsi Sumatera Utara dalam mempersiapkan calon-calon tenaga kerja,


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pasar

Pasar merupakan tempat perjumpaan antara pembeli dan penjual, di mana barang/jasa atau produk dipertukarkan antara pembeli dan penjual. Ukuran kerelaan dalam pertukaran tersebut biasanya akan muncul suatu tingkat harga atas barang dan jasa yang dipertukarkan tersebut (Ehrenberg dan Smith, 2003).

Sudut pandang normatif, jenis transaksi secara garis besar sebagai berikut: a. Transaksi sukarela (voluntarily) atau transaksi mutually advantages. Pihak-pihak

yang melakukan transaksi saling mendapatkan keuntungan.

b. Transaksi yang sepihak menguntungkan namun pihak lain tidak dirugikan.

Suatu transaksi agar dapat terjadi dengan dukungan penuh, apabila kondisi di bawah ini terjadi antara lain (Ehrenberg dan Smith, 2003):

a. Transaksi mutually advantages.

b. Sepihak untung tetapi sepihak lainnya tidak rugi.

c. Sepihak untung sepihak lainnya rugi tetapi pihak yang untung rela memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan.

Kegagalan pasar dapat terjadi disebabkan oleh (Ehrenberg dan Smith, 2003): a. Pelaku transaksi mengabaikan fakta yang ada dan melakukan transaksi tanpa

keinginan mereka.


(26)

c. Distorsi harga.

d. Nonexistence of market. Pembeli dan penjual tidak dapat memastikan sumber daya atau produk yang akan ditransaksikan.

2.2. Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang

Supplier of Capital

Perusahaan

Konsumen

Perkerja (Worker)

Product Market

Labor Market Capital Market

Supplier of Capital

Perusahaan

Konsumen

Perkerja (Worker)

Product Market

Labor Market Capital Market

Gambar 2.1 Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja, Pasar Modal, dan Pasar Barang Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003.

Pasar tenaga kerja sangat terkait erat dengan pasar barang dan pasar modal (capital market) (Ehrenberg dan Smith, 2003).

Perubahan di pasar barang misalkan meningkatnya permintaan barang dan jasa. Perusahaan akan meresponnya dengan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi tentu akan mempengaruhi permintaan faktor-faktor input. Perusahaan akan memilih faktor produksi yang lebih menguntungkan dengan membandingkan biaya modal dan biaya tenaga kerja yang terjadi di pasar modal dan pasar tenaga kerja (Nicholson, 2003).

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003


(27)

Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah. Perusahaan membutuhkan faktor-faktor produksi dalam melakukan kegiatannya. Sedangkan, penawaran tenaga kerja sumbernya adalah rumah tangga. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja dimana keahlian dan kemampuan mereka tersedia untuk digunakan perusahaan atau lembaga pemerintah dalam proses produksi.

Lo Uo U2 L2 L1 U1 upah Jumlah pekerja demand supply Lo Uo U2 L2 L1 U1 upah Jumlah pekerja demand supply

Gambar 2.2 Pasar Tenaga Kerja Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003

Gambar 2.2 mendeskripsikan pasar tenaga kerja yang menghubungkan penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dititik equilibrium (Lo, Uo), jumlah tenaga

kerja yang ditawarkan ke pasar tepat sama dengan jumlah diminta pasar.

Ditingkat upah U2, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L1 sedangkan

jumlah yang ditawatkan sebesar L2. Sehingga dalam kondisi ini terjadi excess supply

tenaga kerja, sebesar (L2-L1).

Sumber: Ehrenberg dan Smith, 2003


(28)

Pada tingkat upah U1, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L2 tetapi yang

tersedia atau ditawarkan hanya L1. Maka dalam kondisi tersebut terjadi overdemand

tenaga kerja.

Pasar tenaga kerja biasanya memberikan hasil (outcomes), seperti (Ehrenberg dan Smith, 2003):

a. The terms of employment antara lain seperti gaji, kompensasi dan kondisi kerja. b. The levels of employment berupa jabatan/kepercayaan, keahlian dan komposisi

demograpi tenaga kerja.

2.3. Teori Penawaran Tenaga Kerja

Ada dua kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu (Ehrenberg dan Smith, 2003):

a. keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.

b. Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain geografi/wilayah.

2.3.1. Keputusan Bekerja-Bersenang-senang (Work- Leisure)

Bekerja (work) merupakan waktu yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan, leisure merupakan waktu yang digunakan tidak menghasilkan pembayaran dari pekerjaan yang dilakukan tersebut. Untuk mendapatkan suatu informasi tentang optimal pembagian waktu


(29)

bekerja dan leisure, dapat dilihat pada indifference curve (preferensi individu untuk bekerja) dan budget constrain (Borjas, 2005).

G H O T Y E X U1 U0 U2

Hours of Leisure Konsumsi G H O T Y E X U1 U0 U2

Hours of Leisure Konsumsi

Gambar 2.3 Reservation Wage Sumber: Borjas, 2005

Gambar 2.3 memberikan ilustrasi tentang keputusan individual untuk bekerja. Pada titik X individu memutuskan tidak akan bekerja. Karena pada titik X indifferent curve-nya masih lebih rendah dari E. Atau sepanjang budget constraint G, indifferent curve-nya akan selalu lebih rendah atau minimal sama dengan indifferent curve yang terjadi pada titik E.

Titik E adalah titik terjadinya reservation wage atau merupakan titik gaji terendah yang dapat diterima pekerja untuk bekerja. Titik E menjelaskan juga bahwa seseorang masih dapat mengkonsumsi tanpa bekerja karena masih ada penghasilan mereka dari nonlabor income.

Titik Y merupakan titik singgung budget constraint H dengan indifference curve U2. Titik Y merupakan titik yang memberikan utility lebih tinggi dari titik E.

Sumber: Borjas, 2005


(30)

Karena tingkat utility di titik Y lebih tinggi dari titik E maka individu akan memutuskan untuk bekerja. Atau dengan kata lain sepanjang budget constraint H individu akan memutuskan untuk bekerja. Karena sepanjang garis tersebut utility pekerja akan lebih tinggi dari pada titik E atau gaji yang diterima lebih tinggi dari reservation wage (Borjas, 2005).

Titik singgung indifferent curve dengan budget line merupakan titik optimum seseorang untuk bekerja, di mana perpaduan antara utility individu dan kendala yang dihadapi (Borjas, 2005).

U = f (C, L)………(1)

Di mana: C= konsumsi barang

L= leisure

Utility maksimum dapat tercapai bila ∆C∕∆L═ - MUL∕MUC, artinya konsumsi

dapat dipertukarkan dengan leisure. Untuk mengkonsumi barang tentunya individu harus bekerja. Bekerja dan leisure dua hal yang dapat dipertukarkan dan sekaligus memiliki trade-off antara keduanya (Borjas, 2005).

Sedangkan budget constraint dapat dirumuskan dengan (Borjas, 2005),

C = wh + V .………..(2)

Misalkan T = h + L, maka C = w(T-L) + V atau

C = (wT+V)-wL .………..(3)

Di mana:

C= konsumsi barang w = upah


(31)

T = total waktu

h = waktu untuk bekerja V= nonlabor income L = leisure

Dari persamaan (3) di atas, dapat ditarik kesimpulan tanpa bekerja pun seseorang masih dapat mengkonsumsi barang. Penghasilan yang digunakan untuk konsumsi berasal dari penghasilan yang dihasilkan tanpa bekerja atau pada titik tersebut disebut endowment point.

Keputusan individu untuk menambah jam kerja dipengaruhi oleh perubahan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Income effect. Individu akan mengurangi jam kerjanya bila income meningkat tetapi wage rate konstan.

b. Substitution effect mengindikasikan perubahan keinginan menambah jam kerja karena perubahan wage rate tetapi income konstan.

c. Jika substitution effect lebih dominan dari income effect, keinginan individu untuk bekerja menjali lebih lama, saat wage rate meningkat. Sebaliknya, jika income effect lebih besar dari substitution effect, kenaikan wage rate akan menyebabkan keinginan untuk bekerja semakin sedikit.

Wage elastisity of labor supply (Es) merupakan persentase perubahan dalam kuantitas dari penawaran tenaga kerja dibagi dengan persentase perubahan dalam wage rate. Bila elasitas (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):


(32)

b. Es<1, relative inelastis c. Es>1, relative elastis

-L*

W*

Hours of Worker Wage Rate

-L*

W*

Hours of Worker Wage Rate

Gambar 2.4 Backward Bending Labor Supply Curve Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999

Kenaikan tingkat upah tenaga kerja awalnya akan menambah keinginan waktu bekerja individu. Namun kenaikan gaji akan mencapai titik optimal. Gaji naik di atas titik optimal justru akan mengurangi keinginan individu untuk bekerja (income effect). Ini dikenal dengan backward-bending labor supply curve (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.3.2. Konsep Penawaran Tenaga Kerja

Konsep penawaran tenaga kerja (labor supply) memiliki beberapa dimensi antara lain yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (net immigration);

Sumber: Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999


(33)

b. Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), merupakan tingkat persentase working-age populasi dengan actual working atau seeking work;

c. Jumlah jam kerja per minggu atau per tahun, dan d. Kualitas angkatan kerja.

2.3.3. Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation) merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force. Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15 tahun (SUDA BPS SUMUT, 2007) dan masyarakat yang dilembagakan (people who are institutionalized).

Labor force participation rate (LFPR)= , atau

(LFPR)=

Bukti empiris di Amerika Serikat bahwa penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja, khususnya kaum pria, dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. kenaikan real wages dan earnings akan mengurangi jam kerjanya atau mereka akan semakin kecil memasuki partisipasi angkatan kerja (income effect).


(34)

b. adanya jaminan sosial dan pensiunan swasta (social security dan private pension).

c. disability benefits, angkatan kerja yang memiliki keterbatasan atau menerima gaji kecil akan menarik diri dari partisipasi kerja karena mereka umumnya mendapat lebih banyak uang dari transfer/tunjangan pemerintah.

d. life cycle consideration, mempengaruhi orang dalam partisipasi angkatan kerja. Orang yang telah berumur, kemampuan atau skill yang dimilikinya tidak sesuai lagi dengan kebutuhan trend permintaan tenaga kerja akan mengurangi partisipasi mereka di angkatan kerja (substitution effect).

Sementara itu kaum perempuan, penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa partisipasi kerja kaum perempuan meningkat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Kenaikan wage rate dan earnings suami dan kaum perempuan. Kenaikan wage rate dan earnings kaum perempuan lebih dominan substitution effect-nya daripada income effect-nya;

b. Perubahan keinginan dan sikap (preferences dan attitude) termasuk dari pengaruh gerakan femenisme;

c. Meningkatnya produktivitas kerja sektor rumah tangga karena semakin bekembangnya teknologi peralatan rumah tangga. Waktu yang digunakan oleh kaum wanita untuk mengurus keperluan keluarga semakin sedikit (production and consumption household semakin kecil). Ini yang memacu mereka mengalihkan waktu luang tesebut ke dunia kerja atau labor market.


(35)

d. Penurunan tingkat kelahiran. e. Meningkatnya angka perceraian.

f. Berkembangnya akses di dunia kerja bagi kaum perempuan di mana tingkat diskriminasi semakin berkurang.

g. Usaha untuk memperbaiki atau mempertahankan standar hidup. Pertumbuhan pendapatan kaum laki-laki (suami mereka) mengalami stagnan sehingga mendorong wanita untuk bekerja guna mempertahankan standar hidup mereka.

Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: added-work effect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja. Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk bekerja kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa pesimis untuk mendapatkan pekerjaan kembali sesuai dengan keinginannya, minimal seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Bukti empiris menyebutkan discourage-work effect lebih dominan dari pada added-work effect. Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran. Semakin besar tingkat pengangguran semakin kecil tingkat


(36)

partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Beberapa survey yang dilakukan di Amerika Serikat setelah masa perang Dunia II, menyimpulkan bahwa real wages cendrung naik tetapi jam kerja per minggu relatif turun. Adapun hasil survey tersebut antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Undang-undang mewajibkan pemberi kerja untuk memberikan wage premium kepada pekerja, atas kondisi tertentu yang dilakukan oleh pekerja atau dialami pekerja,

b. Kenaikan atas pajak pendatapan (tax incomes),

c. Semakin tinggi tingkat rata-rata pendidikan para tenaga kerja yang memasuki dunia kerja,

d. Pengaruh iklan (Brack dan Cowling) menyebabkan masyarakat lebih memilih untuk melakukan konsumsi barang/jasa yang sifatnya time-intensive commodities dari barang yang sifatnya goods-intensive commodities.

e. Owen, berpendapat masyarakat lebih memilih konsumsi dan pengaturan anggota keluar (family sized) dan pasangan lebih lama dalam pendidikan.


(37)

Kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui investment in human capital. Pendidikan yang terus-menerus, pelatihan dan pelatihan akan mampu menjaga tingkat penyerapan tenaga kerja penuh (work force fully employed).

Tenaga kerja memasuki dunia kerja dengan tingkat kemampuan dan keahlian yang berbeda. Begitu juga dengan tingkat pendidikan dan jam pelatihan yang mereka ikuti. Tenaga kerja dengan tingkat kemampuan, pendidikan dan pelatihan yang lebih tinggi atau lebih lama (schooling) akan menawarkan lebih besar produktivitas dari tenaga kerja yang kurang terampil.

Prinsip investment in humal capital hampir sama dengan prinsip investasi fisik. Pengeluaran untuk pendidikan dan pelatihan diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan keahlian pekerja sehingga penghasilan individu di masa yang akan datang diharapkan menjadi lebih besar.

Model analisis yang sederhana, seseorang harus membandingkan cost dan benefit. Biaya pendidikan dibedakan menjadi direct atau out-of pocket costs dan indirect or opportunity cost. Direct cost di sini berkaitan dengan pengeluaran langsung yang dilakukan selama dalam pendidikan, seperti biaya untuk pembelian buku, uang kuliah dan lainnya. Sedangkan, indirect atau opportunity cost merupakan penerimaan yang tidak dapat diterima karena memilih untuk memasuki dunia pendidikan atau keluar dari angkatan kerja. Benefit dari investasi human capital berupa peningkatan pendapatan (incremental earnings) selama memasuki kerja di masa akan datang setelah selesai mengikuti pendidikan atau pelatihan. Keputusan


(38)

investasi pada human capital dilakukan bila benefit lebih besar atau sama dengan cost (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Pandangan umum tentang investasi pada human capital, antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Semakin lama jangka waktu aliran penerimaan setelah investasi (postinvestment incremental earnings) semakin tinggi return yang didapat dan semakin positif investasi pada human capital. Semakin dini usia memasuki sekolah secara ekonomis semakin panjang jangka waktu penerimaan tambahan setelah investasi dilakukan.

b. Semakin rendah biaya yang dikeluarkan untuk investasi human capital semakin banyak orang akan melakukan investasi untuk mendapatkan keuntungan. Disamping itu bila resesi terjadi, biaya akan semakin rendah karena opportunity cost menjadi lebih rendah. Oleh sebab itu, banyak angkatan kerja memilih memasuki dunia pendidikan atau mengikuti pelatihan.

c. Semakin besar selisih yang diterima atau return yang diperoleh angkatan kerja yang terdidik atau tamatan perguruan tinggi dibandingkan dengan return yang diterima angkatan kerja non-skilled, maka semakin tinggi keinginan masyarakat untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Artinya investasi pada human capital akan meningkat.

Sementara itu, keputusan investasi dapat juga dilihat dari sisi public atau prespektif sosial. Ekonom memandang dari sisi prespektif sosial, keuntungan investasi pada human capital antara lain (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):


(39)

a. semakin banyak tenaga kerja terdidik akan semakin kecil tingkat pengangguran. Tingkat pengangguran yang kecil akan mengurangi tingkat kriminilitas, pengeluaran transfer atau biaya subsidi dan biaya perlindungan hukum.

b. meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang politik dan kualitas keputusan-keputusan politik (kebijakan dan peraturan semakin baik). Proses politik dapat lebih mudah, efisien dan efektif.

c. peningkatan kualitas antar generasi ke generasi berikutnya.

d. masyarakat yang berpendidikan menghasilkan lebih besar dan menyebarkan keuntungan yang lebih besar kepada lingkungan mereka sendiri (society).

Hasil dari investasi pada human capital (rates of return) mengalami penurunan saat investasi dilakukan secara terus-menerus yang telah mencapai tingkat tertentu. Ada dua alasan terjadi penurunan tingkat pengembalian tersebut yakni (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. investasi pada human capital tetap mengikuti kaidah diminishing returns (skala pengembalian hasil yang semakin menurun). Kenaikan tambahan income (incremental income) semakin menurun setiap tahun penambahan waktu pendidikan, dan

b. peningkatan tingkat pendidikan diikuti penerimaan benefit semakin menurun akibat dari kenaikan biaya yang turut mengurangi internal rate of return.

On the job training dapat dibedakan menjadi dua bagian penting, yaitu: general training dan special training. Pembahasan on the job training diasumsikan


(40)

pasar dalam keadaan persaingan sempurna dan perpindahan tenaga kerja dianggap sempurna (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

General training tujuannya menciptakan keahlian atau pembentukan karakter secara umum yang dapat digunakan oleh semua perusahaan dan industri. Keahlian yang didapat tenaga kerja dari general training dapat dijual atau ditransfer ke pasar atau ke perusahaan lain. Saat training sedang berlangsung, gaji yang diterima oleh pekerja lebih rendah bila dibandingkan dengan yang diperoleh oleh tenaga kerja non trampil. Namun setelah masa selesai training, gaji yang mereka peroleh lebih tinggi dari yang diterima oleh pekerja yang tidak memperoleh training. Pekerja yang memperoleh general training dapat menawarkan keahliannya ke perusahaan lain atau menjual keahliannya ke pasar sehingga mereka akan mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi. Seandainya, pemberi kerja yang membayar biaya investasi training ini, mereka kemungkinan akan kehilangan return bila pekerja meninggalkan perusahaan. Untuk itu pekerja yang telah melakukan general training biasanya diberikan gaji lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka terima sebelum mengikuti training. Artinya daya tawar mereka untuk mendapatkan gaji/upah menjadi lebih kuat bila dibandingkan dengan tenaga kerja yang tidak mengikuti general training tersebut. General training, wage rate dibayarkan perusahaan sama dengan marginal revenue product tenaga kerja.

Special training menciptakan keahlian atau kemampuan yang hanya dapat dipergunakan oleh perusahaan tertentu saja. Biaya pelatihan khusus ini ditanggung oleh perusahaan. Pemberi kerja selama masa periode pelatihan khusus ini menerima


(41)

marginal return product tenaga kerja lebih rendah dari pada wage rate yang mereka tanggung. Setelah periode pelatihan khusus, pemberi kerja mendapatkan marginal return product tenaga kerja jauh lebih besar dari wage rate yang mereka bayarkan. Sedangkan, tenaga kerja menerima upah yang dengan upah sewaktu mereka belum mengikuti training.

Bukti empiris penghasilan seseorang kadang lebih besar dari mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang memiliki kelebihan secara intelegensia, kedisiplinan dan motivasi, umumnya menerima penghasilan yang lebih besar. Penambahan penghasilan mereka (incremental income) mereka kadang tidak dapat ditelusuri langsung ke investasi human capital yang mereka lakukan. Tetapi semata-mata hanya berdasarkan persoalan kemampuan individu itu sendiri (problem ability). Penambahan penghasilan ini tidak ada kaitannya dengan lamanya mereka menempuh pendidikan formal (schooling). Pendapat para ahli juga menyebutkan juga bahwa peningkatan penambahan penghasilan (incremental income) tidak semata-mata berdasarkan tingkat pendidikan formal. Kemampuan juga penting dalam hal ini (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Screening hypothesis melihat pendidikan merupakan faktor penting dalam memperjakan seorang tenaga kerja, menempatkan pada posisi tertentu, mempromosikan pekerja tersebut dan kedudukan lainnya yang diberikan pekerja. Screening hypothesis menempatkan pekerja pada posisi strategis berdasarkan jenjang pendidikan yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi pendidikan pekerja tersebut semakin strategis posisi pekerja tersebut, semakin mudah dia dipromosikan


(42)

dan semakin besar penghasilan yang mereka terima. Produktivitas pekerja bukan faktor utama dalam menentukan reward (imbalan) yang diterima oleh pekerja tersebut. Pekerja yang lulus dari suatu universitas favorit akan diberikan penghasilan yang lebih baik. Walaupun kadang-kadang memiliki produktivitas yang lebih rendah dari lulusan perguruan tinggi yang biasa-biasa saja yang notabene kurang populer di mata masyarakat. Screening hypothesis memandang tingkat pendidikan berbanding lurus dengan produktivitas. Semakin tinggi tingkat pendidikan (schooling) dan populer tempat pendidikan calon pekerja dianggap memiliki tingkat produktivitas yang makin tinggi sehingga wajar bila diberikan reward yang lebih tinggi. Namun data empiris menyebutkan tidak sepenuhnya benar pendapat tersebut. Hypothesis tersebut masih memiliki distorsi dilevel practical. Tetapi bukti empiris juga menyebutkan bahwa pada tahap awal pekerja memasuki dunia kerja (labor force) akan diberikan penghasilan yang lebih untuk lulusan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Seiring dengan berlalunya waktu produktivitas pekerja tersebut diharapkan meningkat. Faktor pendidikan lanjutan yang sifatnya seperti pelatihan dan pengalaman diharapkan meningkatkan produktivitas pekerja tersebut dan reward yang akan mereka peroleh disesuaikan dengan tingkat produktivitas para pekerja (enhanced earning) (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.3.4. Upah

Upah merupakan ukuran nilai kerelaan pasar tenaga kerja dalam melakukan kegiatan jual-beli (dipengaruhi oleh kekuatan penawaran dan permintaan tenaga


(43)

kerja). Upah juga merupakan ukuran jasa, kemampuan atau keahlian yang telah diberikan oleh pekerja dalam proses produksi.

Upah dari sudut pandang life cycle, antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut (Borjas, 2005):

a. Tingkat upah yang tinggi akan meningkatkan keinginan angkatan kerja untuk memasuki pasar tenaga kerja, berlaku juga sebaliknya.

b. Pekerja muda biasanya mulai bekerja dengan gaji yang kecil awal kerjanya. Dengan berlalunya waktu gaji akan meningkat sampai mencapai umur 50, lalu menurun seiring dengan pertambahan usia.

c. Pria umumnya memiliki partisipasi kerja yang tinggi di usia muda dan berkurang menjelang usia lanjut.

d. Sebaliknya pada wanita, pasa usia muda partisipasinya di pasar tenaga kerja rendah. Namun meningkat seiring dengan berlalunya waktu. Partisipasi wanita di pasar tenaga kerja berkaitan erat dengan kebutuhan keluarga terhadap mereka. Maka kadang tenaga kerja wanita di pasar tidak menentu, tergantung pada pilihan mereka pada rumah tangga.

Seseorang akan meninggalkan pasar kerja atau memasuki pensiun dipengaruhi oleh (Borjas, 2005):

a. Tingkat upah. Pekerja yang memiliki penghasilan yang tinggi dakan memilih cepat keluar dari pasar kerja saat upah naik, dimana income effect lebih dominan. Mereka memilih lebih banyak leisure ketimbang bekerja. Saat bersamaan,


(44)

substitution effect terjadi sehingga harga pensiun menjadi lebih mahal. Kondisi ini mendorong tenaga kerja untuk menunda pensiun mereka.

b. Pension benefits. Jika pension benefits meningkat maka pekerja akan lebih cepat meninggalkan pasar kerja. Pekerja lebih cepat memasuki usia pensiun.

2.4. Teori Permintaan Tenaga Kerja (Demand for Labor)

Permintaan terhadap tenaga kerja atau faktor produksi lain yang digunakan untuk memproduksi suatu barang/jasa ditentukan atau dikendalikan oleh permintaan terhadap barang jadi/jasa tersebut (derived demand). Permintaan terhadap tenaga kerja tergantung pada produktivitas tenaga kerja itu sendiri dan market value dari produk yang dihasilkan (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

2.4.1. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Pendek

Analisis fungsi produksi mengasumsikan faktor produksi terdiri dari input yakni tenaga kerja dan modal. Analisis jangka pendek mengasumsikan faktor modal atau yang lain dianggap konstan, kecuali faktor tenaga kerja. Faktor produksi perusahaan dapat dituliskan sebagai berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

TPSR= (L, ),

Di mana: TPSR = total product jangka pendek

L = faktor produksi tenaga kerja (labor)


(45)

Total produksi jangka pendek merupakan total output yang diproduksi dengan setiap kombinasi faktor produksi tenaga kerja dengan modal konstan.

Perusahaan diasumsikan perfectly competitive, di mana perusahaan bersifat price taker dan tidak dapat mempengaruhi harga sewa dan upah tenaga kerja.

Marginal product of labor (MP) didefinisikan perubahan total product dikaitkan dengan penambahan satu faktor produksi tenaga kerja. Average product of labor (AP) merupakan nilai total product yang dibagikan dengan jumlah unit tenaga kerja yang digunakan.

Pemahaman total product, marginal product of labor dan average labor penting dalam analisis tahapan-tahapan produksi. Tahap produksi menggunakan alat analisis ketiga unsur tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:

a. marginal product of labor (MPL) lebih besar dari average product (APL), di mana MPL menuju tahap puncaknya, akan menaikan total product, rate MPL masih terus mengalami kenaikan dan juga average product of labor (APL) seiring dengan pertambahan tenaga kerja.

b. MPL sama dengan APL, posisi ini MPL mengalami tingkat penurunan yang terus menurus dan APL mencapai puncaknya dan total product masih akan tetap meningkat dengan pertambahan tenaga kerja.

c. MPL lebih kecil dari APL, posisi MPL terus-menerus menurun dan di bawah APL. APL juga akan terus-menerus mengalami penurunan namun total produksi masih tetap meningkat jika tenaga kerja tetap ditambah.


(46)

d. MPL sama dengan nol dan lebih kecil dari APL, total product mencapai titik maksimal dan APL mengalami trend penurunan. Tahapan ini telah mencapai jumlah tenaga kerja yang digunakan mencapai tingkat maksimum. Artinya bila jumlah tenaga kerja dipaksakan untuk tetap ditambah maka total produksi mengalami trend penurunan terus-menerus.

Marginal product of labor (MPL) trend awalnya positif. Lalu mencapai tingkat maksimum dan menuju ke arah penurunan. Ini dapat diartikan, pada awalnya dengan asumsi tenaga kerja identik, penambahan tenaga kerja dengan modal yang konstan akan meningkatkan produktivitas. Tetapi penambahan terus-menerus tenaga kerja akan mencapai titik jenuh dan akhirnya menyebabkan produktivitas akan menurun. The law of diminishing marginal returns berlaku dalam posisi ini.

Permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek oleh pemberi kerja didasarkan kepada keuntungan yang diperoleh pemberi kerja akibat pertambahan tenaga kerja tersebut dalam faktor produksi. Tenaga kerja akan terus ditambah selama profit yang dihasilkan pemberi kerja masih positif dan tidak akan ditambah lagi jika kontribusi per tenaga kerja telah sama dengan biaya yang ditimbulkannya. Ini sesuai dengan tujuan utama pemberi kerja yaitu memaksimalkan profit (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Marginal revenue product of labor (tambahan/perubahan total penerimaan yang diperoleh pemberi kerja akibat kenaikan satu unit faktor input tenaga) dan marginal wage cost (pertambahan/perubahan total biaya akibat bertambahnya satu unit faktor input tenaga kerja) merupakan alat ukur permintaan tenaga kerja ditingkat


(47)

perusahaan. Ada tiga kondisi terkait dengan hal tersebut yaitu (Mc Connell, Brue, dan Macpherson: 1999):

a. Marginal revenue product of labor lebih besar dari marginal wage cost, berarti pertambahan tenaga masih meningkatkan profit yang diterima oleh pemberi kerja. Perusahaan akan terus berupaya menambah tenaga kerja karena masih ada peluang untuk meningkatkan keuntungan.

b. Marginal revenue product of labor sama dengan marginal wage cost, berarti jumlah tenaga kerja pada kondisi ini telah mencapai titik jenuh. Perusahaan tidak akan menambah tenaga kerja karena hanya akan mengurangi keuntungan mereka. Kondisi ini juga menyimpulkan bahwa kapasitas produksi di tingkat perusahaan telah mencapai titik jenuh.

c. Marginal revenue product of labor lebih kecil dari marginal wage cost, berarti terjadi kelebihan tenaga kerja pada proses produksi. Perusahaan mengalami kerugian bila jumlah tenaga kerja tetap dipertahankan seperti ini. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan harus mengurangi jumlah tenaga kerjanya.

Pasar tenaga kerja dapat dipahami melalui pengasumsian kondisi pasar yang dihadapi oleh perusahaan dalam menjual produknya, antara lain:

a. Pasar persaingan sempurna (competitive market)

Perusahaan dalam kondisi ini sifatnya wage taker, sehingga marginal wage cost akan sama dengan wage rate, bila perusahaan ingin maksimalkan profitnya. MRP=MWC=w. Marginal revenue product atau kurva permintaan tenaga kerja sama dengan kurva value of marginal product. The value of marginal product


(48)

atau penerimaan tambahan sama nilainya dengan MRP. VMP= MR X MP atau P X MP.

b. Pasar persaingan tidak sempurna (imperfectly competitive)

Kondisi pasar yang persaingan tidak sempurna, perusahaan dapat mengendalikan harga, maka marginal revenue product lebih rendah dari value of marginal product. (MR X MP) lebih kecil dari (P X MP). Kurva permintaan tenaga kerja dalam pasar persaingan tidak sempurna sifatnya lebih curam atau lebih menurun ke kiri bila dibandingkan dengan kurva permintaan tenaga kerja persaingan sempurna. Sedangkan perusahaan monopolistik dapat memilih harga kuantitas yang mereka tawarkan untuk memaksimalkan keuntungannya.

Sama seperti di atas, Branson (2001) juga berpendapat dengan mengasumsikan fungsi produksi jangka pendek, produksi real hanya dipengaruhi oleh faktor input tenaga kerja, ditulis dengan fungsi sebagai berikut:

Di mana:

y = output real

MPL = marginal product of labor

APL = produktivitas rata-rata tenaga kerja N = jumlah tenaga kerja

y= y(N; ); MPL = äy / äN APL = y / N


(49)

= modal dalam keadaan konstan

R = p*(äy / äN) * N, di mana p * (äy / äN) adalah marginal value product of labor. Seandainya R merupakan perubahan biaya, maka permintaan tenaga kerja akan terus dilakukan oleh pemberi kerja sampai ∆ C = R dan W= p*(äy / äN) atau W/p = (äy / äN). W= p*(äy / äN) merupakan persamaan permintaan tenaga kerja dalam jangka pendek (Branson, 2001). p adalah tingkat harga produk dan w=W/p merupakan upah riel.

2.4.2. Permintaan Tenaga Kerja Jangka Panjang

Permintaan tenaga kerja jangka panjang mengasumsikan jumlah tenaga kerja dan modal bervariasi. Dalam analisis ini capital tidak dianggap konstan. Tetapi bervariasi sesuai dengan kebutuhan yang digunakan untuk tujuan produksi. Perubahan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang dapat dipengaruhi oleh perubahan pada wage rate, yang dirinci dengan pengaruh output effect dan substitution effect (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999).

Diandaikan fungsi produksi: Q = f (L, K, Teknologi, Input lainnya) Di mana:

L= labor atau tenaga kerja K= capital atau modal

Misalkan untuk memproduksi barang dan jasa, perusahaan hanya membutuhkan tenaga kerja (L) dan modal (K). Maka fungsi produksi menjadi (Nicholson, 2003): Q = f (L, K)


(50)

Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2 Tenaga Kerja Modal

K

2

K

1

L

2

L

1

L

3

L

4

A

B

C

D

q

1

q

2

IC

1

IC

2

Gambar 2.5 Kurva Isoquant

Sumber: Borjas, 2005.

Kurva isoquant mengilustrasikan kombinasi faktor-faktor produksi antara tenaga kerja dan modal dalam menghasilkan tingkat output yang sama. Titik A menggambarkan penggunaan modal K2 dan tenaga kerja L2 untuk memproduksi

barang sejumlah q1. Titik B menggambarkan penggunaan modal K1 dan tenaga kerja

L1 juga digunakan untuk memproduksi sejumlah barang q1. perubahan produksi titik

A ke titik B, merubah komposisi faktor input (K2, L2) menjadi (K1, L1), di mana K2>

K1 dan L1>L2. Ada sejumlah tenaga kerja yang didistribusikan untuk mengganti

barang modal.

Marginal rate of technical substitutions (MRST) tenaga kerja terhadap modal, dapat dihitung sebagai berikut (Nicholson, 2003):

RTS labor to capital = perubahan input modal/perubahan input tenaga kerja

Garis IC1 dan IC2 merupakan garis isocost, di mana garis kombinasi biaya

yang dikeluarkan untuk biaya modal dan tenaga kerja. Sumber: Borjas, 2005


(51)

Fungsi biaya (Nicholson, 2003) adalah C = wL + vK Di mana:

L= jumlah tenaga kerja atau modal jam tenaga kerja w= tingkat upah per jam

K= jumlah modal v= sewa modal per jam minimumkan C = wL + vK dengan kekangan: Q= f(L,K)

Fungsi Lagrange: ₤ = wL + vK + ë{ Q- f(L, K) }

Syarat perlu untuk optimasi, turunan pertama fungsi Lagrange sama dengan nol (Hartono, 2004).

ä₤ / äL = w- ëä f(L, K)/ äL = 0 ………...………(4)

ä₤ / äK = v- ëä f(L, K)/ äK = 0 ………...………(5)

ä₤ / äë = Q- f(L, K) = 0 …………...………(6)

Persamaan (4) dibagi dengan persamaan (5), maka akan didapat persamaan berikut: w/v = (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK)………..(7) Persamaan (7) merupakan titik persinggungan kurva isocost C1 dengan isoquant q1,

merupakan perpaduan titik optimum. Pada titik tersebut kemiringan garis C1 sama

dengan kemiringan garis q1. Slope garis C1 adalah w/v. Sedangkan slope isoquant q1

adalah (äf(L, K)/ äL) / (ä f(L, K)/ äK). Slope ini merupakan marginal rate of technical substitutions. (äf(L, K)/ äL) adalah perubahan output terhadap perubahan


(52)

input tenaga kerja atau marginal product of labor, MPL. Sedangkan, (ä f(L, K)/ äK) adalah perubahan output terhadap modal atau marginal product of capital, MPK.

MPL/ MPK = w/v= MRTS labor to capital = ∆K/∆L ………(8)

Artinya untuk meminimalkan biaya perusahaan dapat mensubstitusikan tenaga kerja terhadap modal tergantung pada harga masing-masing input tersebut.

Penggantian barang modal ke tenaga kerja atau sebaliknya dapat diilustrasikan sebagai berikut (Nicholson, 2003):

a. jika w > v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak barang modal dari pada tenaga kerja. Karena biaya modal (v) lebih murah dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan meningkat di pasar modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan menurun.

b. jka w = v, untuk memproduksi barang q perusahaan sama saja bila menggunakan lebih banyak modal atau lebih sedikit. Karena biaya modal (v) sama saja dengan biaya tenaga kerja (w). Permintaan modal dalam jangka waktu tertentu akan tetap sama seperti pasar modal sebelumnya, begitu juga dengan permintaan tenaga kerja dalam pasar tenaga kerja.

c. jika w < v, untuk memproduksi sejumlah barang q perusahaan lebih untung bila menggunakan lebih banyak tenaga kerja barang dari pada modal. Karena biaya modal (v) lebih mahal dari biaya tenaga kerja (w), sehingga keuntungan lebih besar. Akibatnya permintaan modal dalam jangka pendek akan menurun di pasar


(53)

modal, sebaliknya di pasar tenaga kerja permintaan tenaga kerja akan meningkat.

Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan fungsi permintaan tenaga kerja jangka panjang lebih elastis dari permintaan tenaga kerja jangka pendek (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Product demand (permintaan produk). Permintaan dan perubahan harga produk dalam jangka panjang lebih elastis dari pada jangka pendek.

b. Labor-capital interaction. Substitusi effect dalam jangka pendek tidak terjadi. Modal dan tenaga kerja tidak dapat dipertukarkan karena dalam jangka pendek modal konstan. Dalam jangka panjang tenaga kerja dapat dipertukarkan dengan modal sehingga dalam jangka panjang lebih elastis daripada jangka pendek. c. Teknologi. Perubahan teknologi dapat meningkatkan produktivitas. Dalam

jangka panjang perubahan teknologi lebih elastis dari permintaan tenaga kerja bila dibandingkan oleh permintaan tenaga kerja jangka pendek. Pemberi kerja akan menilai keuntungannya sebelum melakukan investasi teknologi baru. Saat semua tenaga kerja tidak dapat lagi ditingkatkan karena telah mencapai titik jenuh dalam menggunakan modal yang tersedia. Dalam kondisi ini, pertambahan atau perubahan modal perlu dilakukan oleh pemberi kerja guna memaksimalkan keuntungannya. Peran teknologi baru sangat penting untuk meningkatkan produktivitas perusahaan.


(54)

2.4.3. Pasar Permintaan Tenaga Kerja

Pasar permintaan tenaga kerja merupakan gabungan permintaan pasar individual tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja tergantung pada elastisitas permintaan jumlah tenaga kerja. Sensitivitas jumlah permintaan tenaga kerja dihitung dengan cara berikut (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

Ed=

Ed=

Penentu deteminan elastisitas pasar permintaan tenaga kerja secara umum ditentukan oleh (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999):

a. Elasitas permintaan produk. Semakin elastis permintaan terhadap produk suatu perusahaan maka perusahaan tersebut juga semakin elastis melakukan permintaan terhadap tenaga kerja.

b. Perbandingan antara biaya tenaga kerja terhadap total biaya. Semakin besar komposisi biaya tenaga kerja dalam total biaya maka perubahan wage rate semakin elastis terhadap permintaan tenaga kerja. Sebaliknya, jika komposisi tenaga kerja sangat kecil pada total biaya maka perubahan wage rate kurang elastis.

c. Semakin mudah disubstitusikan tenaga kerja ke faktor input yang lain, maka permintaan tenaga kerja semakin elastis terhadap perubahan wage rate.


(55)

Elastisitas penawaran faktor produksi yang lain. Jika permintaan faktor produksi yang lain semakin elastis maka permintaan tenaga kerja juga semakin elastis.

2.5. Produktivitas Tenaga Kerja

Untuk keperluan analisis permintaan tenaga kerja salah satu alat ukurnya adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja dapat dibedakan menjadi produktivitas rata-rata tenaga kerja dan marginal produktivitas tenaga kerja (Nicholson, 2003).

Produktivitas rata-rata tenaga kerja dapat ditentukan dengan membagi jumlah total produksi dengan total input tenaga kerja. Sedangkan, marginal produktivitas tenaga kerja dihitung dengan membandingkan perubahan total output terhadap pertambahan satu unit faktor input tenaga kerja.

Ukuran total produksi di dalam suatu wilayah atau propinsi dalam kurun waktu tertentu biasanya disebut dengan produk domestik bruto regional (PDRB). Menurut Frank dan Bernanke (2007), pendekatan pengukuran gross domestic product (GDP) dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pendekatan produksi (menggunakan market value atau value added), pendekatan pengeluaran (total dari konsumsi rumah tangga, investasi yang dilakukan oleh perusahaan, belanja pemerintah dikurangi transfer payment dan net export) dan pendekatan income (income labor berupa upah, gaji, dan penghasilan dari usaha sendiri dan capital income yang diterima oleh pemilik modal seperti profit, sewa, bunga dan royalti).


(56)

Ukuran gross domestic product (GDP) menurut Frank dan Bernanke (2007) dibedakan menjadi GDP nominal dan GDP riel. GDP nominal dihitung dengan mengalikan total produk tahun berjalan terhadap current price’s. Sedangkan GDP real dihitung dengan mengalikan total produk tahun berjalan terhadap base year price’s. GDP riel adalah GDP nominal dibagi deflator GDP lalu dikalikan 100.

Inflasi merupakan kenaikan harga-harga secara umum. Ukuran inflasi yang sering digunakan adalah indeks harga konsumen (consumer price index). Di samping itu juga sering menggunakan deflator GDP (Samuelson dan Nodhaus, 2001).

Indeks harga konsumen dihitung berdasarkan pembobotan yang dilakukan terhadap harga-harga konsumsi suatu barang yang dilakukan oleh konsumen pada periode tertentu. Lalu dipilih tahun dasar sebagai tahun dasar perhitungan pembanding. Indeks harga konsumen tujuannya untuk mengukur daya beli konsumen dari tahun ke tahun. Dari perhitungan indeks harga konsumen nantinya tingkat inflasi dapat dihitung (Mankiw, 2003).

Deflator GDP mencerminkan tingkat harga saat ini relatif dengan tahun dasar. Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen adalah sebagai berikut (Mankiw, 2003):

a. deflator GDP mencerminkan harga semua barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri, sedangkan indeks harga konsumen merupakan harga berbagai barang dan jasa yang dibeli konsumen;

b. perbedaan dalam pembobotan. IHK membandingkan sekelompok harga barang dari tahun sekarang dengan tahun dasar di mana kelompok barang tersebut


(57)

biasanya relatif tetap. Sementara itu deflator GDP membandingkan harga barang dan jasa yang diproduksi saat ini dengan harga barang dan jasa yang sama ditahun dasar. Jenis barang dalam penentuan deflator GDP relatif lebih dinamis.

Perbedaan deflator GDP dengan indeks harga konsumen tidak terlalu penting, seandainya semua harga berubah secara proporsional. Tingkat inflasi dengan menggunakan indeks harga konsumen maupun deflator GDP cenderung sama dari tahun ke tahun. Tetapi tetap saja memiliki perbedaan (Mankiw, 2003).

2.6. Ekspektasi Penawaran Agregat

Fungsi ekspektasi, Pe= p(P); 0 . Di mana, Pe ekspektasi harga tergantung kepada harga aktual P. p’ merupakan slope dari fungsi p yang besarnya lebih besar dan sama dengan nol dan lebih kecil dari dan sama dengan satu. Dari besaran p’ dan fungsi p dapat dikemukan yang berkaitan dengan fungsi penawaran tenaga kerja aggregate sebagai berikut (Branson, 2001):

1. Kondisi ekstrem Keynesian

Kondisi ekstrem Keynesian p’=0, artinya Pe=P, ekspektasi harga tidak terpengaruh pada perubahan harga aktual. Dalam kondisi ini kurva penawaran aggregat berbentuk horizontal. Kurva penawaran aggregate tidak dipengaruhi oleh perubahan harga namun hanya terpengaruh oleh pergeseran kurva permintaan dalam pasar barang dan jasa. Sedangkan pada pasar tenaga kerja,


(58)

pada kondisi ekuilibrium kurva permintaan tenaga kerja tergantung pada perubahan harga. Namun perubahan tersebut tidak mempengaruhi kurva penawaran tenaga kerja.

2. Kondisi ekstrem Classical

Dalam kondisi ini p’=1, ekspektasi harga Pe sama dengan harga aktual P atau perubahan pada aktual P akan proporsional dengan perubahan ekspektasi harga Pe. Perubahan pada harga aktual akan meningkatkan permintaan agregat pada pasar barang dan jasa. Peningkatan permintaan aggregate akan mempengaruhi permintaan pada pasar tenaga kerja. Seharusnya permintaan tenaga kerja juga akan meningkat dalam mendukung produksi barang dan jasa. Namun hal ini tidak terjadi pada kondisi case classical karena permintaan dan pernawaran tenaga kerja tidak dipengaruhi oleh harga. Harga dalam kondisi ini bersifat eksogenous. Perubahan harga tersebut tidak meningkatkan jumlah tenaga kerja yang bekerja tetapi hanya terpengaruh pada perubahan upah nominal ataupun upah rill. Dalam kondisi ini, kurva penawaran aggregate berbentuk horizontal. 3. Kondisi Imperfect Foresight

Kondisi imperfect foresight atau general Keynesian model, 0 , ekspektasi harga Pe akan mempengaruhi harga aktual P. Perubahan harga tersebut tidak terjadi secara sempurna. Perubahan harga P, akan menurunkan rasio Pe /P sehingga menurunkan upah rill w. Penurunan upah rill ini akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sehingga menggeser kurva permintaan tenaga kerja ke


(59)

arah atas kanan. Begitu juga halnya di sisi kurva penawaran tenaga kerja, perubahan harga ini akan meningkatkan penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kanan.

2.7. Hubungan Penawaran Aggregat dengan Permintaan Tenaga Kerja

Penawaran aggregate dalam jangka pendek lebih mendekati pada kondisi general Keynesian’s model. Begitu juga halnya dengan kondisi penawaran dan permintaan tenaga kerja. Sedangkan dalam kondisi jangka panjang, penawaran aggregate cenderung pada mengikuti asumsi klasik. Di mana kurva penawaran aggregate cenderung pada kondisi vertikal, di mana output y konstan. Begitu juga halnya dengan permintaan tenaga kerja.

2.8. Pengangguran (Unemployment)

Pengangguran (unemployment) adalah, Frank dan Bernanke (2007), seseorang yang tidak mendapatkan pekerjaan dalam waktu tertentu tetapi tetap berusaha mendapatkan pekerjaan tersebut.

Tingkat pengangguran (the unemployment rate), Frank dan Bernanke (2007), adalah tingkat pengangguran yang dihitung dengan membagi jumlah pengangguran terhadap labor force.

Philip’s curve yang ditemukan oleh A.W Philips dapat menjelaskan hubungan antara tingkat upah dengan tingkat pengangguran (Branson, 2003). Andaikan:


(60)

Ls= Pe *g(N)

Ld= Pe *f(N)

Ns Nd

w

Jumlah Tenaga Kerja

upah riel

Gambar 2.6 Upah riel dan Pasar Tenaga Kerja Sumber: Branson, 2003

excess supply= (Ns-Nd)=- (Nd-Ns) w= -ƒ(Nd-Ns); ƒ’>0

u= U/L merupakan excess supply, w= g(u); g’<0

Dari persaman di atas dan Gambar 2.6 Branson (2003) menurunkan kurva Philips.

w

U= tingkat pengangguran

upah riel

Gambar 2.7 Kurva Philips Sumber: Branson, 2003

Sumber: Branson, 2003

Gambar 2.6. Upah Riel dan Pasar Tenaga Kerja

Sumber: Branson, 2003


(1)

l. Hasil regresi dari upah dengan tingkat pengangguran tidak sesuai dengan hipotesis. Hasil ini tidak sesuai dengan kurva Philips. Artinya kenaikan tingkat pengangguran akan mengindikasikan kenaikan upah.

m. Hasil penelitian di mana tingkat upah equilibrium lebih tinggi dari tingkat upah normal penyerapan tenaga kerja lebih maksimal dan lebih dapat diprediksi dalam penyerapan tenaga kerja. Sebaliknya, saat tingkat upah normal lebih besar dari tingkat upah equilibrium penyerapan tenaga kerja sulit ditentukan arahnya apakah meningkatkan penyerapan tenaga kerja atau malah menyebabkan pengangguran.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan membandingkannya dengan hipotesis, disarankan kepada pengambil keputusan maupun peneliti selanjutnya, untuk:

a. Mengingat jumlah kenaikan penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari permintaan tenaga kerja terjadi di pasar tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara dari tahun ke tahun atau terjadi over supply maka tingkat penganguran akan semakin tinggi dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu perlu ada upaya dari pihak pemerintah guna mencegah kenaikan tingkat pengangguran tersebut, dengan cara:

1. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan keterampilan para pekerja dan calon pekerja melalui pendidikan formal maupun non formal. Pemerintah perlu


(2)

meningkatkan anggaran pendidikan dan menambah subsidi pendidikan dengan meningkatkan timeschooling calon pekerja;

2. Mendorong iklim investasi yang baik melalui pembuatan kebijakan maupun peraturan yang mudah, transparan dan pro dunia bisnis (baik dari sisi pengusaha, investor, pemerintah dan tenaga kerja). Dunia usaha seperti industri besar dan sedang ternyata sanggup menyerap tenaga kerja. Pemerintah juga harus mendorong usaha perkembangan industri mikro dan kecil menjadi industri besar dan sedang;

3. Pemerintah harus berfungsi sebagai pengatur dan sekaligus pemberi informasi yang akurat bagi dunia kerja, keadaan pekerja dan maupun perkembangan ekonomi secara luas. Informasi tenaga kerja, bisnis maupun perekonomian mudah diakses stakeholders, efisien dan efektif; informasi tersebut sebaiknya tersedia di instansi-instansi pemerintah, dunia pendidikan maupun tempat pelatihan pekerja. Ini diperlukan mengingat tidak seimbangnya informasi yang diterima oleh stakeholders tenaga kerja;

4. Data ketenagakerjaan harus dikelola secara independen, transparan dan terbuka. Data ketenagakerjaan harus dimiliki oleh pemerintah sampai ke tingkat pemerintahan paling rendah seperti desa maupun kelurahan. Desentralisasi data ini penting dilakukan untuk menghemat waktu maupun biaya. Masyarakat luas harus diberi informasi yang


(3)

b. Tingkat upah harus dikendalikan pemerintah secara baik, transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Upah tidak bisa dikendalikan oleh pasar secara penuh karena pekerja kita masih memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah dan akses informasi pasar tenaga kerja belum merata. Kenaikan upah akan menyebabkan permintaan tenaga kerja akan berkurang. Ini fakta yang rumit. Satu sisi, tenaga kerja yang murah akan mendorong pemintaan tenaga kerja yang banyak. Tetapi dari sisi tenaga kerja akan sangat menyulitkan. Apalagi kenaikan biaya hidup semakin tinggi. Pemerintah perlu melakukan penelitian yang mendalam dan detil mengenaikan tingkat upah ini. Pemerintah harus memiliki kebijakan yang komprehensif dalam mengelola upah tersebut. Karena apabila upah diberikan bebas mengikuti pasar, tenaga kerja akan lebih dirugikan. Begitu juga bila pemerintah menetapkan upah kaku yang tidak visioner akan menghambat penyerapan tenaga kerja. Seperti yang diketahui bahwa dunia kerja atau pasar tenaga kerja tidak sepenuhnya persaingan sempurna. Informasi yang didapatkan oleh tenaga kerja maupun dunia usaha tidak sama. Syarat inilah yang tidak dipenuhi dalam persaingan sempurna pasar tenaga kerja. Untuk itu, pemerintah harus memiliki sumber dan penyedia informasi yang lengkap tentang dunia usaha maupun tenaga kerja. Agar kesenjangan informasi antara dunia usaha dan tenaga kerja dapat dikurangi. Tentunya, akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pasar tenaga kerja.


(4)

c. Dari sisi permintaan tenaga kerja, variabel yang digunakan yaitu produktivitas rata-rata tenaga kerja, jumlah industri besar dan sedang, dan upah. Hasil penelitian ini menghasilkan R-squared yang kecil, sehingga dapat dipastikan masih ada variabel-variabel lain yang belum dapat dieksplorasi. Peneliti selanjutnya dianjurkan untuk mencari variabel-variabel yang lebih representatif.

d. Pemerintah Daerah Sumatera Utara dalam menentukan tingkat upah minimum propinsi perlu menghitung tingkat upah equilibrium agar kebijakan penentuan tingkat upah minimum tersebut tidak menyebabkan pengangguran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Dessy. 2000. Keragaan Pasar Kerja Pertanian-Non Pertanian dan Migrasi Desa-Kota: Telaah Periode Krisis Ekonomi. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Arifin, Sjamsul, Djaafara, Rizal A. dan Budiman, Aida S, Editor., 2008. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global, Tim Biro Hubungan dan Studi Internasional Bank Indonesia, PT Gramedia, Jakarta.

BPS Sumatera Utara, 1987-2008. Sumatera Utara dalam Angka, Medan. BPS Pusat Jakarta, 1991. Laporan Perekonomian Indonesia.

BPS Sumatera Utara, 1998-2007. Laporan Perekonomian Sumatera Utara.

BPS Sumatera Utara, 2006-2007. Perhitungan Inflasi di Luar Empat Kota Terpilih Nasional di Sumatera Utara.

Branson, William H, 2001. Macroeconomic Theory and Policy, 2nd Edition. Nice Printing Press, Delhi.

Ehrenberg, Ronald G., dan Smith, Robert S, 2003. Modern Labor Economics: Theory and Public Policy, Eight Edition. Pearson Education, Inc. New York City. Hartono, Jogiyanto, 2004. Teori Ekonomi Mikro-Analisis Matematika. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Kariyasa, Kent, 2003. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Bogor.

Mankiw, N. Gregory, 2007. Macroeconomics 6th Edition, Terjemahan: Liza, Fitria, dan Nurmawan, Iman, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Manurung, Jonni J., Manurung, Alder Haymans., dan Saragih, Ferdinand Dehoutman, 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.


(6)

Mc Connell, Campbell. R., Brue, Stanley L., dan Macpherson David A, 1999. Contemporary Labor Economics, Fifth Edition. McGraw-Hill Irwin Companies, Inc., Printed Singapore.

Nicholson, Walter, 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Edisi ke-8. Alih Bahasa: Mahendra, IGN Bayu, Aziz, Abdul dan Kristiaji, Wisnu Chandra, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Silaen, Pahala Kiki S, 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja di Sumatera Utara. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sitorus, Aida Fitriani, 2007. “Analisis Kesempatan Kerja dan Transpormasi Tenaga Kerja dari Sektor Pertanian ke Sektor Non Pertanian di Propinsi Sumatera Utara,Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Situmorang, Armin Thurman, 2007. Analisis Investasi dalam Human in Capital dan Akuntansi Modal Fisik terhadap Peningkatan Produk Domestik Bruto Indonesia. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.