4.3. Permintaan Tenaga Kerja Labor Demand
Selama dua puluh tahun dari tahun 1987-2007 permintaan tenaga kerja mengalami kenaikan sebesar 1.136.929 atau mengalami kenaikan 28,81. Atau
pertambahan tenaga kerja per tahun 56.846 jiwa atau sebesar 1,44. Jangka pendek, kenaikan permintaan tenaga kerja paling tinggi pernah terjadi
selama dalam kurung waktu 1987-2007 terjadi pada tahun 1992 ke 1993 sebesar 626.392 jiwa atau 15,28. Diikuti diurutan kedua pada tahun 1990 ke 1991 sebanyak
605.129 jiwa. Walaupun dari perbandingan secara persentase memiliki ukuran paling tinggi yaitu 15,84. Urutan ketiga permintaan tenaga kerja paling tinggi pada tahun
2005 yaitu sebanyak 410.054 jiwa atau sebesar 8,62. Sementara tahun-tahun yang lain kenaikan permintaan tenaga kerja cendrung stabil.
Selama kurun waktu 1987-2007, penurunan permintaan tenaga terjadi sebanyak delapan kali. Penurunan paling tinggi terjadi pada tahun 1994 yaitu
sebanyak 407.208 jiwa. Diikuti tahun 1992 sebanyak 325.649 jiwa. Tahun 1990 sebanyak 318.463. Sedangkan tahun 2006 sebanyak 306.485 jiwa. Sementara tahun-
tahun yang lainnya, walaupun mengalami penurun tetapi tidak terlalu besar. Jumlah penurun permintaan tenaga kerja cenderung di bawah angka 100.000 jiwa.
Selama delapan kali penurunan tersebut total tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya sebanyak 1.669.011 jiwa. Sedangkan permintaan kenaikan tenaga kerja
selama kurung waktu 1987-2007 sebanyak sebelas kali dengan jumlah tenaga kerja 2.823.733 jiwa.
Universitas Sumatera Utara
G ra fik 4.2 P e rm in ta a n T e n a g a K e rja P ro p in s i S u m a te ra Uta ra 19 87 -2 00 7 jiwa
- 1.000.000
2.000.000 3.000.000
4.000.000 5.000.000
6.000.000
19 87
19 88
19 89
19 90
19 91
19 92
19 93
19 94
19 95
19 96
19 97
19 98
19 99
20 00
20 01
20 02
20 03
20 04
20 05
20 06
20 07
Sumber: BPS Propinsi SUMUT 1987-2008, diolah
4.4. Pasar Tenaga Kerja Labor Market
Pasar tenaga didefinisikan sebagai pertemuan antara tenaga kerja, yang menawarkan jasanya, dengan pemilik modal yang membutuhkan jasa tenaga kerja
dalam proses produksinya. Ukuran kesepakatan dalam memberi ataupun memanfaatkan jasa tenaga kerja disebut upah.
Hasil estimasi regresi model pasar tenaga kerja sebagai berikut: a.
Penawaran Tenaga Kerja LogLS= 13,29675 + 0,011 logupah+ 0.147 logkonsumsi- 0,027
logtabungan- 0,204 logTPAKP + 0,215 logTPAKW;
Grafik 4.2. Permintaan Tenaga Kerja Propinsi Sumatera Utara 1987-2007 Jiwa
Universitas Sumatera Utara
b. Permintaan Tenaga Kerja
LogLD= 13,805 - 0,042 logupah+ 0.016 logn+ 0,111 logPTK; c.
Pengangguran LogUpah= 5,991 + 1,534 log100Ls-LdLd;
Dalam pembahasan pasar tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara, sisi penawaran tenaga kerja dipengaruhi oleh upah, konsumsi, tabungan, tingkat
partisipasi angkatan kerja pria TPAKP dan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita TPAKW.
4.4.1. Penawaran Tenaga Kerja
Hasil analisis data menggunakan Eviews 3.0 dengan metode analisis Two- Stage Least Squares, R-squared 92,21 artinya pasar tenaga kerja secara bersama-
sama dapat dijelaskan oleh variabel-variabel penawaran tenaga kerja sebesar 92,21. Sedangkan sisanya sebesar 7,79 dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini. Koefisien upah didapat 0.011323 dengan tingkat á=95,66 artinya tingkat
kepercayaan sangat rendah yaitu hanya mencapai 4,34. Hasil regresi tersebut, mengilustrasikan apabila ada kenaikan upah sebesar 1, maka penawaran tenaga
kerja akan mencapai kenaikan sebesar 1,13 di pasar tenaga kerja. Koefisien upah telah sesuai dengan hipotesis, artinya apabila upah naik maka penawaran tenaga kerja
akan meningkat di pasar tenaga kerja. Koefisien konsumsi didapat 0.147555 dengan tingkat á=3,70 atau dengan
tingkat kepercayaan 96,3. Hasil regresi tersebut, mengilustrasikan apabila ada
Universitas Sumatera Utara
kenaikan konsumsi sebesar 1, maka penawaran tenaga kerja akan naik sebesar 14,76 di pasar tenaga kerja. Koefisien konsumsi telah sesuai dengan hipotesis,
artinya apabila konsumsi naik maka penawaran tenaga kerja akan meningkat di pasar tenaga kerja. Tujuan tenaga kerja bekerja antara lain adalah untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi mereka. Upah yang mereka terima sebagian akan dikonsumsi. Hipotesis konsumsi, Borjas 2005, menyebutkan kenaikan konsumsi akan
mendorong seseorang untuk menambah jam kerjanya. Dengan asumsi bahwa non- labor income mereka masih rendah atau tidak mampu mencukupi kebutuhan
seseorang tersebut. Hasil regresi mendapatkan koefisien tabungan penduduk Propinsi Sumatera
Utara -0,027034 dengan tingkat á=70,21 atau dengan tingkat kepercayaan hanya mencapai 29,79. Artinya bila tabungan naik 1 maka mempengaruhi penurunan
penawaran tenaga kerja di pasar tenaga kerja sebesar 2,7. Menurut Borjas 2005, penghasilan non-labor income dapat digunakan untuk konsumsi. Semakin besar non-
labor income dengan asumsi konsumsi tetap, penghasilan dari bekerja yang digunakan untuk konsumsi semakin kecil. Tenaga kerja dapat mengurangi jam
kerjanya sehingga penawaran tenaga kerja secara umum semakin berkurang. Hasil regresi tersebut sesuai dengan hipotesis karena hasil dari tabungan merupakan bagian
dari non-labor income. Koefisien tingkat partisipasi tenaga kerja pria TPAKP -0.204618 dengan
tingkat á= 84,19 atau dengan tingkat kepercayaan hanya 15,81. Artinya kenaikan tingkat partisipasi tenaga kerja pria TPAKP sebesar 1, akan mengurangi
Universitas Sumatera Utara
penawaran tenaga kerja sebesar 20,46. Hasil regresi tingkat partisipasi tenaga kerja pria TPAKP tidak sesuai dengan hipotesis. Seharusnya kenaikan TPAKP akan
meningkat penawaran tenaga kerja. Fakta tersebut memang perlu pendalaman dengan lebih teliti. Namun secara kebiasaan khususnya di Sumatera Utara, apabila pria telah
bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan keluarga, sebagian besar wanita dalam keluarga tersebut yang dulunya bekerja akan disarankan untuk berhenti bekerja.
Antara fakta hasil penelitian dan kebiasaan mungkin dapat dikaitkan walaupun berlawanan dengan hipotesis umum. Apabila kita perhatikan jumlah tabungan
penduduk Sumatera Utara selama 21 tahun terakhir telah mengalami kenaikan yang sangat besar. Jumlah tabungan tahun 1987 dibandingkan dengan tahun 2007 telah
mengalami kenaikan sebesar 343,77 kali. Sedangkan dibandingkan dari tahun 1997 ke 2007 sebesar 7,24 kali. Artinya upah atau gaji yang diterima pekerja pria
sebagiannya telah dapat ditabung atau gaji yang mereka terima masih ada sisanya. Pria bekerja yang telah berkeluarga akan menyarankan wanita di keluarga mereka
akan berhenti bekerja. Data yang mungkin dapat digunakan sebagai pendukung lainnya yaitu komposisi tenaga kerja bekerja tahun 2006, pria bekerja 3.035.460 jiwa
sedangkan wanita 1.344.851 jiwa atau dengan tingkat sex ratio 166. Sedangkan dari total man power wanita tahun 2006 sebesar 4.149.947 jiwa yang bekerja sebesar
1.824.187 jiwa atau 44 sedangkan yang tidak bekerja dan tidak masuk angkatan kerja atau menjadi ibu rumah tangga 32 atau 1.344.851 jiwa.
Tingkat partisipasi tenaga kerja wanita TPAKW didapat koefesien 0,215084 dengan tingkat á=31,94 atau dengan tingkat kepercayaan sebesar 68,06.
Universitas Sumatera Utara
Kenaikan tingkat partisipasi tenaga kerja wanita TPAKW sebesar 1 akan meningkatkan penawaran tenaga kerja sebesar 21,50. Hasil ini telah sesuai dengan
hipotesis. Tabel 4.2 di atas mengindikasikan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita cenderung stabil pada angka 24-26 selama kurun waktu 10 tahun terakhir.
4.4.2. Permintaan Tenaga Kerja
Dari sisi permintaan tenaga kerja, hasil regresi R-squeared didapat nilai 76,86 artinya variabel-variabel permintaan tenaga kerja secara bersama-sama
mampu menjelaskan 76,86 pasar tenaga kerja dan sedangkan sisanya 33,14 dijelaskan faktor-faktor lain yang tidak dilakukan dalam penelitian ini. Variabel-
variabel dalam penelitian ini antara lain: upah, jumlah industri besar dan sedang, dan produktivitas rata-rata tenaga kerja.
Hasil regresi upah dengan koefisien -0,042433 dengan á= 49,87 atau dengan tingkat kepercayaan sebesar 50,13. Artinya apabila upah naik sebesar 1
maka akan menurunkan permintaan tenaga kerja 4,24 di pasar tenaga kerja. Secara teoritis, Mc Connell, Brue, dan Macpherson 1999, menyebutkan dalam jangka
pendek perusahaan akan meningkat permintaan tenaga kerja sepanjang pertambahan tenaga kerja tersebut masih memberikan keutungan kepada perusahaan. Saat
pertambahan tenaga kerja telah mencapai titik jenuh dalam menghasilkan laba maka perusahaan akan berhenti menambah tenaga kerjanya. Sementara dalam jangka
panjang, barang modal dan tenaga kerja diasumsikan dapat dipertukarkan. Jika biaya modal lebih rendah dari biaya tenaga kerja maka perusahaan akan mengurangi jumlah
tenaga kerja dan menggantinya dengan barang modal. Sebaliknya, bila biaya modal
Universitas Sumatera Utara
lebih besar dari biaya tenaga kerja maka untuk meningkatkan keuntungan perusahaan, perusahaan akan mengurangi penggunaan barang modal dengan menggantikannya
dengan tenaga kerja. Baik jangka panjang maupun jangka pendek, dalam pasar tenaga kerja
menurut Ehrenberg dan Smith 2003, ukuran kerelaan pertukaran tenaga kerja antara perusahaan dengan pemberi jasa tenaga kerja adalah upah atau gaji. Hal yang sama
juga disebutkan oleh Nicholson 2003. Hasil regresi di atas dapat menjelaskan ada kesesuaian hipotesa dengan fakta.
Apabila upah semakin naik maka biaya tenaga kerja akan semakin besar dengan asumsi cateris paribus, sehingga perusahaan akan mengalami penurunan keutungan.
Akibat penurunan keutungan tersebut tentu perusahaan akan mengevaluasi lagi jumlah tenaga kerjanya. Bila penurun jumlah tenaga kerja dapat meningkatkan
kembali keuntungan perusahaan, maka perusahaan akan merasionalisasi lagi jumlah tenaga kerja mereka.
Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Silaen 2007. Hasil penelitian Silaen 2007 tingkat upah riel
berpengaruh negatif terhadap permintaan tenaga kerja walaupun tidak signifikan. Bedanya dengan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan data tingkat upah
yang dibayarkan oleh perusahaan besar dan sedang Propinsi Sumatera Utara. Kenaikan upah yang harus dibayarkan oleh perusahaan besar dan sedang di Propinsi
Sumatera Utara akan mengindikasikan penurunan jumlah permintaan tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
di pasar tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara secara umum. Artinya tidak hanya akan berpengaruh pada permintaan tenaga kerja sektor industri besar dan sedang saja.
Jumlah industri besar dan sedang, dari hasil regresi, memiliki koefisien 0,016907 dengan á=91,18 atau tingkat kepercayaan rendah hanya 18,82. Artinya
bila jumlah industri besar dan sedang meningkat 1 akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sebesar 1,69 di pasar tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara. Walaupun
tingkat signifikasinya rendah. Branson 2003, mengasumsikan fungsi produksi Q = f L, K, Teknologi,
Input lainnya. Jika diasumsikan faktor fungsi produksi total output Propinsi Sumatera Utara atau merupakan bagiannya adalah jumlah perusahaan maka semakin
banyaknya jumlah perusahaan semakin banyak tenaga kerja maupun modal yang dibutuhkan guna meningkatkan produksi. Artinya semakin banyak perusahaan berdiri
semakin banyak barang modal maupun tenaga kerja yang di pekerjaan. Permintaan tenaga kerja akan meningkat. Hasil penelitian masih sesuai dengan hipotesis di mana
semakin banyak jumlah industri besar dan sedang di Propinsi Sumatera Utara maka permintaan tenaga kerja akan meningkat.
Koefisien regresi produktivitas rata-rata tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara didapat sebesar 0,111839 dengan tingkat signifikan á= 8,87. Artinya apabila tingkat
produktivitas rata-rata tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara naik 1 mengindikasikan jumlah permintaan tenaga kerja naik 11,18 dengan tingkat
kepercayaan 91,13.
Universitas Sumatera Utara
Nicholson 2003, berpendapat produktivitas tenaga kerja dapat dibedakan atas produktivitas tenaga kerja rata-rata dan marginal produktivitas tenaga kerja.
Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja keuntungan perusahaan akan semakin tinggi. Perusahaan akan cenderung menambah tenaga kerja. Akibatnya secara umum
permintaan tenaga kerja akan semakin tinggi. Hasil penelitian menyebutkan hal sama dengan hipotesis. Kenaikan tingkat
produktivitas rata-rata tenaga kerja Propinsi Sumatera Utara akan menaikan permintaan tenaga kerja dengan tingkat kepercayaan sebesar 96,68. Hasil penelitian
Sitorus 2007 yang menggunakan variabel PDRB Sumatera Utara juga menyebutkan hal yang sama. Ditemukan bahwa PDRB Sumatera Utara berhubungan positif dengan
kesempatan kerja khusus di sektor industri. Bahkan lebih tinggi dari tingkat nasional. Bedanya dengan hasil penelitian ini, variable produktivitas rata-rata tenaga kerja
dihitung dengan membandingkan PDRB Sumatera Utara dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja.
4.5. Pengangguran
Hasil regresi dari tingkat pengangguran menghasilkan koefisien 1.534322 dengan signifikasi á=0,00 atau tingkat kepercayaan yang tinggi. Artinya kenaikan
1 tingkat pengangguran akan mengindikasikan kenaikan upah sebesar 153,43. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis. Hubungan antara upah riel dan pengangguran
dapat dilihat pada kurva Philips Branson, 2003. Upah tinggi menurut kurva Philips tersebut mengindikasikan tingkat pengangguran rendah. Hal dapat terjadi karena
Universitas Sumatera Utara
permintaan tenaga kerja mendorong kenaikan upah. Upah rendah juga mengindikasikan tingkat pengangguran tinggi, karena penawaran tenaga kerja yang
tinggi asumsi permintaan stabil akan mendorong penurunan upah. Jadi hasil regresi upah dengan tingkat pengangguran di atas tidak sesuai dengan hipotesis atau tidak
sesuai dengan Philip’s curve.
4.6. Upah Equilibrium