Pendanaan Lembaga Data Identitas Responden

7. Melakukan pemantauan perkembangan usaha modal yang diberikan PKPA bersama-sama dengan manager keuangan PKPA. 8. Membuat laporan bulanan tentang kegiatan dan pekerjaan yang telah dilakukan kepada koordinator PUSPA-PKPA. 9. Terlibat dalam kegiatan proyek yang terkait setelah berkordinasi dengan Kordinator PUSPA

4.9. Pendanaan Lembaga

Sejak berdiri pada 21 Oktober 1996, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak PKPA telah menjalin kerjasama dan mendapat dukungan dari sejumlah lembaga lembaga dan negara donor. Berikut ini lembaga-lembaga pendukung dan program PKPA yang mendapat dukungan kerjasama khusus program PKPA sejak memasuki tahun 2005: KNH German Emergency di Nias BFDW Jerman Program regular - Perlindungan anak, Emergency di Nias- NAD The Japan Fondation Program Insidentil - perlindungan anak UNOCD Swiss Perdagangan anak untuk tujuan seksual UNICEF Program Insidentil untuk Penerbitan hak-hak anak The Save the Children Program regular – Pedagangan anak untuk tujuan seksual. TIFA Fondation Penanggulangan perdagangan anak ECPAT Australia Training untuk ekploistaisi seksual komersial anak Universitas Sumatera Utara Christian Aid – Inggris Emergency di Nias-NAD DEA Jerman Emergency di Nias-NAD ECPAT Internasional Emergency di Nias-NAD 3 LSM Italia yaitu ECPAT Italia , GVC dan CIFA Emergency di Nias-NAD IRD Indonesia Emergency di Nias-NAD TDH Jerman Emergency di Nias-NAD IOM Emergency di Nias-NAD PERSONE COME NOI PCN - Italy Universitas Sumatera Utara BAB V ANALISA DATA Untuk melihat Respon Anak yang Berkonflik dengan Hukum terhadap Program Pelayanan Sosial oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, maka 20 angket yang akan digunakan sebagai acuan perolehan data dengan sistem kuesioner kepada responden, dan wawancara mendalam kepada beberapa responden, dibawah ini akan dibahas atau dianalisis dengan menggunakan analisis tabel tunggal.

5.1. Data Identitas Responden

Untuk mengetahui data identitas responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, maka dapat dilihat dari uraian tabel-tabel dibawah ini : Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No. Kategori Umur tahun Frekuensi F Persentase 1 2 10 – 15 tahun 16 – 18 tahun 14 6 70 30 Total 20 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan daftar Tabel 5.1. diketahui bahwa mayoritas usia responden adalah 10-15 tahun dengan tingkat frekuensi sebesar 14 orang atau 70 dari jumlah responden, sedangkan yang berusia 16-18 tahun adalah 6 orang atau hanya Universitas Sumatera Utara 30 dari jumlah responden. Selain itu tidak terdapat responden yang berusia 10 tahun. Besarnya jumlah responden pada usia 10-15 tahun disebabkan karena rata- rata pada usia tersebut responden kurang mendapatkan perhatian dan bimbingan dari orang tuanya, anak dengan usia tersebut kurang mengetahui pemahaman tentang hukum. Dengan usia yang tergolong masih sangat muda maka anak tersebut gampang terpengaruh untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No. Kategori Frekuensi F Persentase 1 2 Laki-Laki Perempuan 15 5 75 25 Total 20 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan daftar data pada Tabel 5.2. diketahui bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah frekuensi 15 orang atau 75 dari jumlah sampel. Sedangkan responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 5 orang atau 25 dari jumlah responden. Besarnya jumlah responden pada anak laki-laki merupakan hal yang tidak tabu lagi terkhusus bagi Lembaga PKPA, karena pada dasarnya kasus yang ditangani oleh Lembaga PKPA dalam penanganan Anak yang berkonflik dengan Hukum adalah kasus Pencurian. Universitas Sumatera Utara Hasilnya menunjukkan bahwa gambaran tentang perilaku nakal gadis lebih kompleks daripada apa yang ditunjukkan oleh statistik resmi.. Gadis nakal terlibat dalam banyak kegiatan.. Hanya kekerasan, vandalisme dan tindakan seperti sukacita-kuda atau mabuk mengemudi yang lebih populer di antara anak laki- laki daripada di antara perempuan. Selain itu, banyak tindakan nakal itu terkait umur dalam kedua kelompok gender. Juga hubungan antara gaya hidup dan kegiatan tunggakan tampaknya serupa untuk anak laki-laki dan perempuan. Sebuah rekan-berorientasi gaya hidup dan meningkatnya jarak dari bentuk langsung dan tidak langsung dari kontrol orangtua tampaknya meningkatkan aktivitas kriminal, sedangkan rumah gaya hidup yang berorientasi mengurangi aktivitas seperti itu. Namun, gaya hidup rekan berorientasi lebih umum di antara anak laki-laki daripada di antara anak perempuan, dan prevalensi dan insiden dari tindakan nakal di antara anak laki-laki lebih tinggi daripada di antara anak perempuan dalam grup ini http:translate.google.co.idtranslate?hl=idlangpair=en7Cidu=http:www.o ptula.om.fi4888.htm diakses tanggal 24 Februari 2010 pukul 16.40 WIB. Universitas Sumatera Utara Tabel 5.3. Karakteristik Responden berdasarkan Suku Etnis Sumber : Data Primer Berdasarkan daftar pada Tabel 5.3. diketahui bahwa mayoritas responden adalah bersuku bangsa Melayu dengan jumlah 6 orang atau 30 dari jumlah responden, sedangkan responden yang lain ada yang bersuku Jawa dan Batak dengan jumlah yang sama yaitu 5 orang atau 25, suku Karo berjumlah 3 orang atau 15 dan suku Mandailing berjumlah 1 orang atau 5 dari jumlah responden. Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama No. Kategori Frekuensi F Persentase 1 2 3 Islam Kristen Katolik Kristen Protestan 13 2 5 65 10 25 Total 20 100 Sumber : Data Primer No. Kategori Frekuensi F Persentase 1 2 3 4 5 Melayu Jawa Batak Toba Mandailing Karo 6 5 5 1 3 30 25 25 5 15 Total 20 100 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan daftar pada Tabel 5.4. diketahui bahwa responden yang beragama Islam sebanyak 13 orang atau 65, yang beragama Kristen Katholik sebanyak 2 orang atau 10 dan Kristen Protestan sebanyak 5 orang atau 25, sedangkan selebihnya tidak ada responden yang menganut agama Hindu dan Budha. Pada dasarnya melalui hasil pengamatan dari lapangan, kebanyakan dari pelaku kejahatan adalah orang-orang yang taat beragama, orang-orang yang disegani dan diberi kepercayaan oleh masyarakat. Dapat dilihat bahwa cara pandang setiap orang berbeda-beda, ada yang berpikir agama sebagai ajaran yang harus ditaati, ada pula yang berpikir agama hanya sebuah kepercayaan yang memang harus dimiliki oleh setiap manusia, sebagian lagi menjadikan agama sebagai simbol tanpa adanya implementasi dari ajaran agama itu sendiri yang pada akhirnya lahirlah orang-orang yang beragama tapi tidak bermoral. Kehidupan beragama dalam keluarga juga dijadikan salah satu ukuran untuk melihat keberfungsian sosial keluarga. Sebab dalam konsep keberfungsian juga dilihat dari segi rohani. Sebab keluarga yang menjalankan kewajiban agama secara baik, berarti mereka akan menanamkan nilai-nilai dan norma yang baik. Artinya secara teoritis bagi keluarga yang menjalankan kewajiban agamanya secara baik, maka anak-anaknyapun akan melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan norma agama. Dengan demikian ketaatan dan tidaknya beragama bagi keluarga sangat berhubungan dengan kenakalan yang dilakukan oleh anak- anaknya. Hal ini berarti bahwa bagi keluarga yang taat menjalankan kewajiban agamanya kecil kemungkinan anaknya melakukan kenakalan, baik kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan maupun kenakalan khusus, Universitas Sumatera Utara demikian juga sebaliknya http:www.depsos.go.idBalatbangPuslitbang20UKS2004Masngudin.htm diakses tanggal 24 Februari 2010 pukul 16.25 WIB. Tabel 5.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Kategori Frekuensi F Persentase 1 2 3 4 Tidak tamat SD SD SMP SMA 4 4 8 4 20 20 40 20 Total 20 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan daftar pada Tabel 5.5. tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden adalah anak yang masih duduk di bangku SMP atau 40 yang berjumlah 8 orang, sedangkan anak yang tidak tamat SD, masih duduk dibangku SD serta anak yang masih duduk dibangku SMA memiliki frekuensi yang sama yaitu 4 atau masing-masing 20. Hal yang melatarbelakangi mengapa anak yang terlibat konflik dengan hukum adalah anak-anak yang duduk di bangku SMP yaitu dikarenakan kenakalan anak yang sangat tidak terkendali terletak pada usia anak SMP, seperti yang tertera pada daftar table 1, dan juga disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi jiwa anak tersebut. Seperti ketidakpedulian orangtua, lingkungan Universitas Sumatera Utara tempat tinggal maupun sekolah serta jiwa anak yang labil dan cepat terpengaruh dengan hal-hal yang baru diketahuinya. Melalui hasil wawancara ada pula beberapa alasan mengapa terdapat responden yang tidak bersekolah ataupun tidak menlanjutkan sekolah mereka, yaitu dikarenakan kondisi keluarga yang tidak mampu dan ada juga yang memang anak tersebut tidak memliki niat untuk bersekolah. Sehingga tidak dapat melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi lagi. Rendahnya pendidikan artinya rendah akan pengetahuan, yang sering menyebabkan mereka mudah untuk diperdaya. Tabel 5.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal No. Kategori Frekuensi F Persentase 1 2 Bersama orang tua Saudara 14 6 70 30 Total 20 100 Sumber : Data Primer Berdasarkan daftar pada Tabel 5.6. dapat diketahui bahwa mayoritas responden bertempat tinggal bersama dengan orangtua, hal ini dapat dilihat dari tabel 6 yang menunjukkan sebanyak 14 responden atau 70 tinggal bersama dengan orang tua, sedangkan sisanya yaitu 6 responden lainnya atau 30 bertempat tinggal dirumah saudara tante atau paman mereka. Universitas Sumatera Utara 5.2. Data Pengetahuan Anak terhadap Program Pelayanan Sosial 5.2.1 Layanan Hukum