Peranan LSM melalui Program sebagai Pendamping terhadap anak yang berkonflik dengan hukum

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisi kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karenanya harus dipilih partisipasi sebagai tanggungjawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggungjawab program. Pada umumnya sesuatu program sulit untuk meningkatkan kedua- duanya sekaligus. Pendapat demikian selalu benar. Pelayanan sosial membutuhkan pada tingkat tertentu partisipasi masyarakat Muhidin, 1992: 41

2.4. Peranan LSM melalui Program sebagai Pendamping terhadap anak yang berkonflik dengan hukum

Pendampingan dari Lembaga Swadaya Masyarakat LSM dalam bidang advokasi sangatlah penting dalam proses hukum yang dialami anak. Anak adalah warga negara yang belum dewasa, tidak memiliki kemampuan hukum consent untuk melakukan perbuatan hukum. Untuk itu, anak yang berkonflik dengan hukum harus melibatkan orangtua atau wali maupun pendamping, khususnya pendamping LSM sebagai orang yang memiliki consent untuk menuntut hak asasi mereka dalam proses hukum tersebut. Proses pemeriksaan juga harus dilakukan dengan tatacara ramah anak, seperti dilakukan orang yang ahli dalam bidang anak berdasarkan persetujuan anak, dalam bahasa yang dimengerti anak dan bila bahasa itu tidak dimengerti harus diberikan penerjemah. Anak harus diberikan kesempatan untuk beristirahat, kehidupan pribadi yang tidak di publikasikan dan tentu saja tanpa kekerasan terhadap anak. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya dalam proses peradilan, hakim dan jaksa tidak boleh mengenakan toga karena akan menimbulkan ketakutan dan dampak psikologis lainnya bagi anak. Adapun Program yang dilakukan oleh PKPA-PUSPA secara tertulis: 1. Layanan Hukum yaitu pendampingan yang diberikan baik secara litigasi dan non litigasi terhadap korban tidak hanya pada saat pelaporan pengaduan dan pengambilan Berita Acara Pemeriksaan BAP di kepolisian tetapi tidak sampai pada proses penuntutan di kejaksaan dan pemeriksaan di pengadilan. 2. Konseling yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan kepada korban untuk mengetahui kondisi psikologi termasuk mempertanyakan keinginan korban terhadap kasus yang sedang dialaminya, apakah korban setuju kasusnya diproses secara hukum atau tidak. Prinsip yang akan digunakan tetap berpegang kepada prinsip terbaik bagi anak. 3. Penjemputan atau penyelamatan korban merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang mengancam keselamatan korban. Apabila pelaku atau korban telah kembali maka upaya ini dianggap tidak perlu dilakukan 4. Pemeriksaan kondisi kesehatan korban merupakan langkah medis yang dilakukan untuk menyelamatkan korban dari tindak kekerasan yang dialami. Dalam pemeriksaan kesehatan secara umum di lakukan di Unit Layanan kesehatan anak dan perempuan LKAP-PKPA. Sementara untuk pemeriksaan visum et repertum dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumut atau atas petunjuk penyidik. Universitas Sumatera Utara 5. Drop In Center DIC merupakan rumah aman sementara bagi korban yang tujuannya semata-mata untuk melindungi korban dari intimidasi ataupun ancaman yang datang dari pelaku keluarga pelaku, keluarga korban atau pihak ketiga yang sengaja ingin mengambil keuntungan atau mengeksploitasi korban kembali. Korban akan kembali ke keluarga apabila kondisi sudah memungkinkan untuk itu. 6. Monitoring dan evaluasi merupakan pemantauan yang dilakukan secara reguler terhadap korban guna mengetahui kegiatan positif yang telah dilakukan oleh korban setelah kembali kepada keluarga.

2.5. Kesejahteraan Sosial