Analisis Strategi Komunikasi Antar Pribadi Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) Di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA)

(1)

ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI YAYASAN PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) DALAM MELAKUKAN PENDAMPINGAN ANAK JALANAN (Street Base)

DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Departemen Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh :

OK. SYAHPUTRA HARIANDA 090922038

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : OK. Syahputra Harianda

NIM : 090922038

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI YAYASAN PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) DALAM MELAKUKAN PENDAMPINGAN ANAK JALANAN

(Street Base) DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA)

Dosen Pembimbing

NIP: 196007281987032002 Dra. Dayana, M.Si

Medan, Desember 2011 Kepala Departemen

NIP: 19620828 1986012001 Dra. Fatma Wardy Lubis,

M.A

Dekan

NIP: 96805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Antarpribadi Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini tidka menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian atau informan. Subjek penelitian dalam penelitian ini ada 3 orang yang diperoleh dengan menggunakan teknik “Snowball Sampling”. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi terhadap subjek penelitian tersebut. Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menganalisis strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan pendamping SKA-PKPA dalam melakukan pendampingan terhadap anak jalanan di Kota Medan.

Temuan studi ini menunjukan bahwa strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan pendamping SKA-PKPA cukup efektif dalam melakukan pendampingan kepada anak jalanan. Sebelum melakukan pendampingan, seorang pendamping harus mengenal karakteristik dan latar belakang anak jalanan yang didampingi. Karena dengan mengenal karakter dan latar belakang anak jalanan yang didampingi, pendamping akan lebih mudah untuk melakukan pendampingan. Penelitian ini juga menemukan bahwa antar pendamping dengan anak jalanan yang didampingi, saling membangun rasa empati, keterbukaan, saling mendukung dalam mengeluarkan sebuah idea tau gagasan, selalu menanggapi dengan pikiran positive dan membangun persamaan antara satu dengan lainnya. Pesan-pesan yang dikomunikasikan berupa nasihat dan motivasi untuk merubah prilaku dan kebiasaan anak jalanan yang selama ini menyimpang dari perilaku dan kebiasaan anak-anak pada umumnya. Temuan penelitian juga menunjukan bahwa Pendamping melakukan komunikasi dengan cara tatap muka (face to face) dilakukan antara pendamping sebagai komunikator dan anak jalanan sebagai komunikan secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali secara verbal dan non verbal. Melihat dari cara yang digunakan pendamping dalam berkomunikasi, menunjukan pendamping menggunakan proses komunikasi primer, karena pendamping menyampaikan pikiran atau perasaan kepada anak jalanan dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Temuan lainnya bahwa Metode komunikasi yang dilakukan pendamping adalah dengan metode komunikasi sebagai interaksi, dimana antara pendamping dengan anak jalanan melakukan komunikasi secara dinamis sehingga respon secara verbal dan non verbal dapat dilihat secara langsung.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT, yang mana rahmat dan karunia-Nya akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul Strategi Komunikasi Antarpribadi Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA) ini dimaksud untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, kiranya tidak tercipta begitu saja, melainkan merupakan hasil pelajaran yang penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara dan juga dari data yang didapat melalui hasil riset dari perpustakaan, internet dan buku-buku literature lainnya.

Kemudian dalam skripsi ini penulis menjumpai banyak hambatan ataupun halangan baik dalam mencari data ataupun dalam penyelesaian penulisannya. Disamping itu, penulis juga banyak mendapat saran, bimbingan dan pengarahan bauk yang bersifat moril maupun materil, serta dorongan dan semangat dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat. Secara khusus, terimakasih kepada oran tua dan keluarga penulis, Ayahanda Alm. OK. Birman dan Ibunda Salbiah br. Sinaga, Istri tercinta Dani Rezeki dan anak ku tercinta OK. Veinardsyach Kalsubhani, juga buat kakak dan adikku tersayang, Vivi Silvia, OK. Fadly, Fadila


(5)

Melani Kiki dan OK. Ananda yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga nilainya, sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Perguruna Tinggi.

Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A, selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar membimbing selama proses penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas wawasan dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Ibu Dra. Mazdalifah, M.Si, selaku Dosen Wali penulis, yang telah banyak memberikan pengarahan dan juga bimbingan selama masa perkuliahan. 5. Seluruh Dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing

mulai dari semester awal hingga penulis menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ahmad Sofya, SH., MA, selaku Direktur Eksekutif Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di lembaga ini.


(6)

7. Bang Irwan Hadi, selaku Pimpinan Sanggar Kreatifitas Anak (SKA), Kak Wina dan Lasto selaku pendamping anak jalanan, yang sudah bersedia menjadi informan dalam penelitian ini dan juga terimakasih atas kerjasamanya selama ini.

8. Bapak Edy Ikhsan, MA selaku pimpinan penulis di Yayasan Pusaka Indonesia, Fatwa, Mitra, Godek, dan seluruh rekan kerja penulis di Yayasan Pusaka Indonesia.

9. Teman-temanku Zaky, Nuke, Endah, Arif, Seppianta, Hendra, Wahyu, Wanmoh, Bang Sihar, Kak Vera, Maya, Ira dan semua teman-teman Ilmu Komunikasi Ekstensi Angkatan 2009 yang telah membantu dan mendukung penulis.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangannya. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritiknya yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, amin.

Medan, Januari 2012

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ……… ix

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Masalah ………. 1

I. 2. Perumusan Masalah ……… 9

I. 3. Pembatasan Masalah ……….. 9

I. 4. Tujuan Penelitian ……… 10

I. 5. Manfaat Penelitian ………. 10

I. 6. Kerangka Teori ………... 11

I.6. 1. Penelitian Kualitatif ……… 11

I.6. 2. Komunikasi dan Strategi Komunikasi ……… 13

I.6. 3. Komunikasi Antar Pribadi ……….. 19

I.6. 4. Pengertian Anak Jalanan ……… 27

BAB II URAIAN TEORITIS II. 1. Komunikasi ……….. 29

II.1. 1. Pengertian Komunikasi ……….. 29

II.1. 2. Unsur-unsur Komunikasi ………... 32

II.1. 3. Proses Komunikasi ……… 36

II.1. 4. Metode Komunikasi ……….. 39

II.1. 5. Teknik Komunikasi ……… 42

II. 2. Komunikasi Antar Pribadi ………... 43

II.2. 1. Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi ………... 46


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. 1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………. 52

III.1. 1. Sejarah Singkat PKPA ……….. 52

III.1. 2. Profil PKPA ………... 53

III. 2. Metode Penelitian ……… 62

III. 3. Lokasi Penelitian ………. 64

III. 4. Subjek Penelitian ……….. 64

III. 5. Teknik Pengumpulan Data ………... 65

III. 6. Alat Bantu Pengumpulan Data ………. 67

III. 7. Teknik Analisa Data ………. 68

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1. Pelaksanaan Pengumpulan Data di Lapangan ………. 70

IV. 2. Teknik Pengolahan Data ……….. 71

IV. 3. Analisis Data Kualitatif ……… 71

IV.3. 1. Informan I ……….. 72

IV.3. 2. Informan II ………. 81

IV.3. 3. Informan III ……… 92

IV. 4. Pembahasan Hasil Penelitian ………... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V. 1. Kesimpulan ……….. 105

V. 2. Saran ………. 107

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal 1. Karakteristik Informan ………. 71


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Transkrip Wawancara Surat Izin Penelitian

Lembar Catatan Bimbingan Skripsi Daftar Riwayat Hidup


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi Antarpribadi Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini tidka menggunakan sampel tetapi menggunakan subjek penelitian atau informan. Subjek penelitian dalam penelitian ini ada 3 orang yang diperoleh dengan menggunakan teknik “Snowball Sampling”. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi terhadap subjek penelitian tersebut. Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menganalisis strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan pendamping SKA-PKPA dalam melakukan pendampingan terhadap anak jalanan di Kota Medan.

Temuan studi ini menunjukan bahwa strategi komunikasi antarpribadi yang dilakukan pendamping SKA-PKPA cukup efektif dalam melakukan pendampingan kepada anak jalanan. Sebelum melakukan pendampingan, seorang pendamping harus mengenal karakteristik dan latar belakang anak jalanan yang didampingi. Karena dengan mengenal karakter dan latar belakang anak jalanan yang didampingi, pendamping akan lebih mudah untuk melakukan pendampingan. Penelitian ini juga menemukan bahwa antar pendamping dengan anak jalanan yang didampingi, saling membangun rasa empati, keterbukaan, saling mendukung dalam mengeluarkan sebuah idea tau gagasan, selalu menanggapi dengan pikiran positive dan membangun persamaan antara satu dengan lainnya. Pesan-pesan yang dikomunikasikan berupa nasihat dan motivasi untuk merubah prilaku dan kebiasaan anak jalanan yang selama ini menyimpang dari perilaku dan kebiasaan anak-anak pada umumnya. Temuan penelitian juga menunjukan bahwa Pendamping melakukan komunikasi dengan cara tatap muka (face to face) dilakukan antara pendamping sebagai komunikator dan anak jalanan sebagai komunikan secara langsung, tanpa menggunakan media apapun kecuali secara verbal dan non verbal. Melihat dari cara yang digunakan pendamping dalam berkomunikasi, menunjukan pendamping menggunakan proses komunikasi primer, karena pendamping menyampaikan pikiran atau perasaan kepada anak jalanan dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Temuan lainnya bahwa Metode komunikasi yang dilakukan pendamping adalah dengan metode komunikasi sebagai interaksi, dimana antara pendamping dengan anak jalanan melakukan komunikasi secara dinamis sehingga respon secara verbal dan non verbal dapat dilihat secara langsung.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi, teknologi serta pertumbuhan penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi tatanan sistem nilai dan budaya suatu bangsa. Arus perkembangan dan pertumbuhan tersebut seolah-olah berjalan dengan mulus dan menjadi kebanggaan suatu Negara. Kenyataan sebenarnya telah terjadi kesenjangan yang sangat mencolok. Di satu pihak telah terwujud bangunan-bangunan mewah yang dapat dibanggakan dan menjadi pusat perhatian. Tetapi di pihak lain, tidak jauh dari area tersebut tumbuh perkampungan kumuh yang sangat menyedihkan dan perlu mendapat perhatian khusus. Dalam perkampungan kumuh di Indonesia hampir 2/3 jumlah penduduknya adalah anak-anak, mereka pada umumnya tergolong anak-anak yang rentan permasalahan sosial dan perlu mendapat perlindungan khusus untuk menyelamatkannya (Prijono Tjiptoherijanto, 2003;15).

Masalah Anak Jalanan termasuk di Kota Medan adalah persoalan sosial yang belum dapat diatasi oleh pemerintah secara komprehensif. Berbagai kebijakan dan tindakan telah dilakukan, termasuk anggaran yang dialokasikan setiap tahun dalam APBD untuk penanggulangan masalah tersebut. Namun persoalan sosial ini masih saja mewarnai kehidupan perkotaan. Jumlah mereka cenderung semakin meningkat setiap tahun. Bahkan, hingga tahun 2010 lalu Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara mengidentifikasi besaran anak jalanan di seluruh kota di provinsi Sumatera Utara jumlahnya mencapai 2.867 anak. Jumlah


(14)

terbesar ada di 5 kota yaitu: Medan (663 anak), Dairi (530 anak) Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak) dan Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 kabupaten/kota lainnya. Secara statistik, memang sulit untuk memastikan jumlah yang akurat mengenai populasi anak jalanan tersebut. Namun, tidak dapat dibantahkan bahwa keberadaan anak jalanan selalu ada seiring pertumbuhan pembangunan kota.

Hampir disemua persimpangan jalan kita bisa menemukan sekumpulan anak jalanan yang sedang melakukan aktifitasnya, dari mulai mengamen, menjual koran, pedagang asongan, atau sekedar bermain-main ditrotoar jalanan. Menurut hasil Laporan Penelitian ”Kaji ulang situasi anak jalanan Kota Medan dan Pengembangan Program Aksi” yang dilakukan oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) tahun 2010, mayoritas anak jalanan adalah laki-laki sebanyak 79%, sementara anak jalanan perempuan 21%. Anak-anak tersebut memiliki jam kerja yang panjang rata-rata 5-11 jam (53%), bahkan 22% anak merupakan kelompok anak yang hidup dijalanan dengan waktu dijalan antara 12-24 jam. Meski anak-anak ini bekerja dijalanan namun sebagiannya masih berstatus sekolah, sedikitnya ada 48,2% anak yang sekolah.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi anak sehingga bisa menghabiskan sebagian besar waktunya berada dijalan. Faktor yang mempengaruhi biasanya tidak bersifat tunggal namun saling berhubungan dan saling berpengaruh antara satu dengan yang lainnya. Faktor ekonomi keluarga yang kurang mampu akan menuntut anak-anak untuk ikut menanggulanginya, atau paling tidak mengusahakan sendiri kebutuhan dirinya seperti untuk mendapatkan uang sekolah atau uang jajan. Faktor lingkungan, dimana sebagian


(15)

anak-anak tertarik melihat kawannya mendapatkan uang dari kegiatan di jalanan seperti dengan menjadi tukang semir sepatu, pengamen, menjual koran dan bahkan dengan meminta-minta.

Kehidupan anak jalanan sangat penuh resiko dan ancaman keselamatan baik fisik, mental, sosial dan intelektual anak. ancaman kekerasan dan eksploitasi adalah resiko terbesar yang dihadapi anak-anak setiap harinya. Mereka juga sangat rentan terlibat tindak kriminal dan perilaku negative lainnya seperti seks bebas, “ngelem” dan meninggalkan dunia sekolah. Banyak orang tua anak yang melakukan pembiaran terhadap keberadaan anak dijalanan, bahkan sebagian orang tua justru yang mengeksploitasi anak mereka sendiri dijalanan.

Kondisi tersebut semakin hari semakin tidak dapat terkendali, padahal menurut UUD 1945, “anak terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi Hak Anak) yang diperkuat dengan UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan, rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan khusus (special protection).


(16)

Lemahnya posisi anak dan tingginya resiko eksploitasi terhadap mereka mendorong dilaksanakannya program pemberdayaan (empowerment) yaitu mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak asasinya. Upaya pemberdayaan ini menjadi agenda LSM-LSM untuk program-program penanganan anak jalanan dan pekerja anak dewasa ini. Salah satu bentuk program pemberdayaan yang dilakukan LSM adalah dengan mendirikan rumah singgah. Dimana rumah singgah ini akan berfungsi sebagai tempat tinggal mereka sementara dan sekaligus tempat mereka untuk mendapatkan bimbingan sosial, pendidikan jalanan, ekonomi jalanan, bimbingan keluarga, kesenian dan advokasi. Kesemuanya ini bertujuan untuk membentuk rasa percaya diri anak. Proses pemberdayaan yang dilakukan dalam rumah singgah mengutamakan partisipasi aktif orang untuk meraih keberdayaannya sendiri. Agar proses ini terlaksana ada tiga kondisi yang harus dipenuhi yaitu: pertemanan, kesetaraan dan partisipasi. Prinsip kesetaraan sangat penting karena dengan sendirinya dapat membebaskan buruh anak dari dominasi orang dewasa. Perwujudan prinsip kesetaraan melalui pertemanan ini terbukti efektif untuk menarik anak-anak agar terlibat dalam kegiatan ini.

Berkaitan dengan program penanganan anak jalanan dan pekerja anak, Indrasari Tjandraningsih (1998) mengatakan kegiatan pendampingan dengan metode pendekatan Top Down, seperti program-program pemerintah, seringkali tidak menampakkan hasil nyata. Beberapa kegiatan yang semula dianggap dapat bermanfaat bagi anak jalanan ternyata justru mereka tolak, karena mereka merasa kurang relevan dengan kenyataan yang mereka hadapi sehari-hari. Misalnya keterampilan kerja menjahit, bertenun, pertukangan dan lain-lain. Anak-anak yang


(17)

sudah jenuh dengan kehidupan kerja menganggap kegiatan ini tidak menarik, karena itu program-program yang berisi pendidikan formal maupun keterampilan kurang diminati oleh mereka. Di sini kemudian diketahui kegiatan yang mereka minati yaitu kegiatan yang menyediakan kebutuhan untuk mengekspresikan diri dan kebutuhan untuk didengar, sesuatu yang tidak pernah mereka dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Program-program seperti kesenian, rekreasi, bercerita dan lain-lain lebih banyak mengundang minat mereka untuk berpartisipasi di dalamnya. Jenis kegiatan kesenian dan berunsur ekspresi kemudian diterapkan oleh banyak LSM karena telah dapat diidentifikasikan manfaatnya untuk mengukur tingkat keberdayaan kelompok sasaran, terutama dari daya kritis yang terus berkembang.

Berkaitan dengan usia minimal anak bekerja, ada tiga metode pendekatan yang dianggap sebagai solusi menangani masalah anak jalanan, yaitu: pertama, open house system yaitu rumah singgah yang sifatnya sementara. Di sini anak-anak dibina, dikenalkan dengan moral yang baik, menjadi anak-anak yang sehat, beriman, disiplin, bersih. Kedua, Rumah singgah, anak yang ingin sekolah dicarikan sekolah dan dirumah ini ia tinggal hanya singgah, lalu kembali ke orang tuanya. Fungsinya untuk kembali kemasyarakat. Sedangkan yang ketiga, Boarding house system adalah rumah tunggu sementara, misalnya panti sosial remaja, selama 6 bulan dia diberi makan, diberi tempat tinggal, diberikan latihan sampai ia mendapat pekerjaan.

Secara konsep ketiga metode tersebut cukup ideal, tetapi metode pendekatan tersebut sampai sekarang belum dapat dilaksanakan dengan baik, masih banyak rumah singgah yang tidak berjalan dengan baik. Kondisi terparah


(18)

rumah singgah yang ada di Kota Medan terutama yang dikelola pemerintah adalah sulit untuk menemukan dimana posisi rumah singgah tersebut, dan kalaupun ada ditemukan lokasinya tidak ada anak jalanan yang melakukan aktifitas didalamnya. Hal ini disebabkan banyak rumah singgah yang dikelola pemerintah tidak memiliki perspektif anak, dan banyak sekali rumah singgah yang di bangun pemerintah, tidak memberi kenyamanan sehingga banyak rumah singgah yang hanya menjadi rumah kosong tanpa penghuni. Yang lebih ironisnya lagi, program pemberdayaan anak jalanan melalui rumah singgah yang dilakukan pemerintah hanya untuk mendapatkan keuntungan bagi oknum-oknum pemerintah untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Oknum-oknum pemerintah tersebut membuat sebuah yayasan rumah singgah yang pada kenyataannya adalah fiktif, artinya diatas kertas yayasan tersebut ada, tetapi dilapangan kita sulit untuk menemuinya. Yayasan fiktif ini tujuannya untuk menyerap dana APBD yang dialokasikan untuk Program Kesejahteraan Sosial Anak, dalam hal ini adalah Anak Jalanan di Kota Medan. Hal ini dapat terlihat dari 17 rumah singgah yang dibangun Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hanya 40% rumah singgah yang relative masih aktif.

Pemerintah Kota Medan sangat menyadari bahwa persoalan ini tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Pemerintah, karena secara de jura dan de facto pemerintah telah berusaha melakukan pencegahan dan pembinaan terhadap anak jalanan seperti yang sudah dilaksanakan pada tahun 2010 oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan. Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan


(19)

sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka.

Rumah singgah sebagai salah satu metode pendekatan terhadap anak jalanan menjalankan berbagai macam program pelayanan untuk anak jalanan. Setiap program yang dilaksanakan haruslah mendatangkan manfaat dan kebutuhan anak jalanan itu sendiri. Rumah singgah yang menjadi tumpuan dalam penelitian ini adalah Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) yang didirikan oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) yang beralamat di Jl. Hasan Basri - No.3, Pinang Baris - Medan. PKPA sebagai salah satu LSM yang konsern terhadap perlindungan anak khususnya di Kota Medan, melihat semakin hari fenomena anak jalanan di Kota Medan semakin tinggi. Untuk itu sejak tahun 1998 PKPA merasa perlu mendirikan sanggar yang saat itu masih berbasis rumah singgah bagi anak-anak jalanan di sekitar kawasan Terminal Pinang Baris, dalam perkembangannya terbentuklah SKA. SKA mengkhususkan kegiatannya pada kegiatan pencegahan, perlindungan dan pengembangan minat dan bakat anak jalanan dan miskin kota. Kegiatan SKA awalnya berupa pendampingan dan pemberdayaan anak jalanan misalnya belajar membaca, berhitung dan menulis.

Rumah Singgah SKA dipandang cukup berhasil menjalankan fungsinya sebagai tempat mereka untuk mendapatkan Pendidikan dan Keterampilan dimana selain mereka akan diberi pendidikan dan keterampilan tambahan, para


(20)

pendamping juga terus memberikan motivasi dan sugesti kepada anak-anak untuk tetap bersekolah. Untuk pendampingan bidang Seni dan Musik saat ini di Rumah Singgah SKA telah terbentuk 3 (tiga) grup music yang telah melakukan beberapa rekaman lagu-lagu karya mereka. Untuk anak-anak yang mempunyai bakat di bidang Olahraga juga difasilitasi oleh SKA, saat ini SKA memiliki Sekolah Sepak Bola yang secara rutin dilibatkan dalam turnamen-turnamen sepak bola di seputaran Kota Medan. Kesemua itu dilakukan untuk meningkatkan derajat anak jalanan yang selama ini dipandang sebagai sampah masyarakat menjadi anak-anak yang kreatif dan inovatif. Hal ini dapat dilihat dari capaian-capaian yang selama ini dilakukan oleh SKA. Saat ini ada 250 anak jalanan dikawasan Kota Medan yang menjadi dampingan SKA, dari 250 anak jalanan tersebut, ada …. Anak jalanan yang melakukan aktifitas langsung di SKA.

Mengajak anak jalanan untuk mau melakukan aktifitas bersama di rumah singgah bukanlah sesuatu hal yang mudah. Perlu menyusun suatu strategi pendekatan yang strategis, yaitu pendekatan berbasis penjangkauan anak-anak di jalanan (street base). Model penjangkauan tersebut dilakukan dengan cara turun kejalanan di tempat-tempat biasa anak jalanan melakukan aktifitasnya di beberapa titik persimpangan di Kota Medan. Dalam proses penjangkauan tersebut, pendamping melakukan interaksi tatap muka langsung secara terus menerus sehingga terbangun rasa kepercayaan dan kedekatan secara emosional antara pendamping dengan anak jalanan. Pendekatan tersebut dapat dilakukan dengan cara membangun komunikasi antarpribadi yang efektif. Untuk mencapai komunikasi yang efektif, perlu menyusun strategi komunikasi yang tepat.


(21)

Dengan melihat keberhasilan Rumah Singgah SKA dalam menjangkau anak jalanan di Kota Medan untuk beraktifitas bersama di Rumah Singgah, menunjukkan bahwa SKA cukup layak dijadikan tempat untuk melihat Strategi Komunikasi yang mereka lakukan terhadap anak jalanan di Kota Medan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian mengenai Analisis Strategi Komunikasi Antar Pribadi Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) Di Kota Medan (Studi Kasus Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) binaan PKPA).

I. 2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang menjadi pokok penelitian adalah Bagaimanakah strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan?

I. 3. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penelitian yang terlalu luas yang dapat mengaburkan penelitian dapat dihindari peneliti dengan cara melakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah:

a. Fokus Penelitian ini untuk mengetahui strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan tahun 2010.


(22)

b. Objek penelitian ini adalah pendamping anak jalanan di Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) Jl. Hasan Basri - No.3, Pinang Baris - Medan.

I. 4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui strategi komunikasi antar pribadi yang dilakukan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) dalam Melakukan Pendampingan Anak Jalanan (Street Base) di Kota Medan.

I. 5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian serta menambah bahan referensi dan sumber bacaan dilingkungan FISIP USU khususnya Departemen Ilmu Komunikasi.

b. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai Strategi Komunikasi.

c. Secara praktisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Yayasan PKPA dan Rumah Singgah Sanggar Kreatifitas Anak (SKA), pemerintah khususnya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, aktivis LSM dan stakeholder lainnya dalam melakukan program pendampingan anak jalanan dengan menggunakan Strategi Komunikasi Antar Pribadi yang baik.


(23)

I. 6. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1995: 40).

Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proporsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variable, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2007: 6). Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.6. 1. Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara, 2006:81).


(24)

Menurut Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memangada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan mengikuti data.

Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif) adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi.

Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti: penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif, penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic, humanistik dan studi kasus. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif


(25)

adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat indukt if.

Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit.

I.6. 2. Komunikasi dan Strategi Komunikasi a. Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa


(26)

percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila keduanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan. (Effendy, 1993: 9).

Harold Laswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society, mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who says what in which channel to whom with what effect? Paradigma Lasswell tersebut menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsure sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: komunikator (communicator, source, sender), pesan (message), media (channel, media), komunikan (communicant, receiver, recipient), efek (effect, impact, influence). Jadi berdasarkan paradigm Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2006: 10).

b. Strategi Komunikasi

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi strategi bukan merupakan peta yang hanya menunjukan jalan dalam menuju tujuan saja, melainkan harus bisa menunjukan bagaimana taktik operasionalnya. Dalam Keberhasilan kegiatan komunikasi secara efektif banyak ditentukan oleh penentuan strategi komunikasi. Menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku berjudul “Dimensi-dimensi Komunikasi” menyatakan bahwa:

“.... strategi komunikasi merupakan panduan dari perencanaan komunikasi (communication planning) dan manajemen (communications management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan,


(27)

dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu tergantung dari situasi dan kondisi”. (1981: 84).

Sedangkan menurut Anwar Arifin dalam buku ‘Strategi Komunikasi’ menyatakan bahwa:

“….. Sesungguhnya suatu strategi adalah keseluruhan keputusan kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi merumuskan strategi komunikasi, berarti memperhitungkan kondisi dan situasi (ruang dan waktu) yang dihadapi dan yang akan mungkin dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas. Dengan strategi komunikasi ini, berarti dapat ditempuh beberapa cara memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri khalayak dengan mudah dan cepat. (1984:10)

Dalam rangka menyusun strategi komunikasi akan lebih baik apabila memperhatikan unsur-unsur komunikasi, proses komunikasi, metode komunikasi, teknik komunikasi, komponen-komponen komunikasi dan factor-faktor pendukung dan penghambat pada setiap komponen tersebut.

Dari beberapa hasil definisi yang pernah dikemukakan oleh ahli komunikasi, maka suatu rancangan komunikasi agar dapat efektif, komunikator perlu lebih dahulu memahami unsur-unsur utama yang mendasari komunikasi, yaitu :

Unsur-unsur Komunikasi

1) Sumber, Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi.

2) Pesan, Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima.


(28)

3) Media, Media yang dimaksud disini adalah ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima.

4) Penerima, Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber.

5) Pengaruh, Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan.

6) Tanggapan, Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsure lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

7) Lingkungan, Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.

Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan banyak cara (metode) yang ditempuh, hal ini tergantung pada macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya dan latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang disampaikan mengenai sasaran. Ada tiga Metode atau Metode Komunikasi


(29)

cara komunikasi tersebut antara lain : Komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sabagai transaksi.

1) Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap-muka, namun mungkin tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi public (pidato) yang tidak melibatkan tanya jawab dan komunikasi massa (cetak dan elektronik). Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai ‘definisi berorientasi-sumber’. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Dengan kesimpulan komunikasi satu arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan bersifat persuasif.

2) Komunikasi sebagai Interaksi

Pandangan ini menyertakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seseorang penerima bersaksi dengan memberi jawaban verbal kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis dari pada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu unsure


(30)

yang dapat ditambahkan dalam metode ini adalah umpan balik (feed back), yaitu apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang disampaikan sebelumnya, apakah dapat dimengerti atau dapat diterima sehingga berdasarkan umpan balik, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya. Suatu pesan disebut umpan balik bila hal itu merupakan respons terhadap pesan pengirim dan bila mempengaruhi prilaku selanjutnya pengirim. Konsep umpan balik dari penerima sebenarnya merupakan pesan penerima yang disampaikan kepada pengirim pertama, jawaban pengirim pertama merupakan umpan balik bagi penerima pertama.

3) Komunikasi sebagai Transaksi

Metode komunikasi ini adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Metode ini bersifat dinamis dan juga lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang memungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal bisa diketahui secara langsung. Kelebihan metode ini adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati.

Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. Istilah transaksional mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interpendensi atau timbal balik, eksestensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Pendekatan transaksi menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubugan. (Mulayan, 2005:61-68).


(31)

Begitu pentingnya komunikasi bagi manusia, dan agar komunikasi dapat mencapai sasarannya dan dapat berjalan dengan efektif, maka diperlukan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi yaitu dengan memunculkan ide yang jelas sebelum berkomunikasi, kemudia membuat tujuan komunikasi, setelah itu sebelum berkomunikasi dengan komunikan terlebih dahulu periksa lingkungan fisik atau keberadaan pribadi komunikan. Selanjutnya didalam berkomunikasi komunikator senantiasa mengimbangi isi dan nada suara supaya pesan yang disampaikan dapat dengan jelas diterima komunikan. Dalam merencanakan komunikasi, berkonsultasi kepada pihak lain agar memperoleh dukungan. Setelah itu, didalam berkomunikasi isi pesan yang disampaikan diutamakan hal-hal yang penting atau berharga. Mengkomunikasikan pesan-pesan secara singkat, komunikasi yang efektif diperlukan ada tindak lanjut dan tindakan komunikator harus sesuai dengan yang dikomunikasikan. Dan yang terakhir jadilah pendengar yang baik.

Teknik Komunikasi

I.6. 3. Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Dean C. Barnlund (Liliweri, 1991:12), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antar dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Ada juga definisi lain menurut Rogers dalam Depari (Liliweri, 1991:12), mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.


(32)

Sementara itu de Vito (Liliweri, 1991:12), komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. De Vito juga mengemukakan suatu komunikasi antar pribadi mengandung ciri-ciri;

1) Keterbukaan (Opennes), Sikap keterbukaan paling tidak menunjuk pada dua aspek dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, kita harus terbuka pada orang lain yang berinteraksi dengan kita, agar orang lain mampu mengetahui pendapat, gagasan, atau pikiran kita, sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Kedua, dari keterbukaan menunjuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain secara jujur dan terus terang terhadap segala sesuatu yang dikatakannya.

2) Empati (Empathy), Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada posisi atau peranan orang lain. Dalam arti bahwa seseorang secara emosional ataupun intelektual mampu memahami apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain.

3) Dukungan (Support), Setiap pendapat, ide, atau gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan atau hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya.

4) Rasa Positif (positivnes), Jika setiap pembicaraan yang disampaikan mendapat tanggapan pertama yang positif, maka lebih mudah melanjutkan percakapan yang selanjutnya. Rasa positif


(33)

menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka yang mengganggu jalinan interaksi.

5) Kesamaan (Equality), Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan antarpribadi pun lebih kuat, apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, kesamaan sikap, kesamaan usia, kesamaan idiologi dan sebagainya.

Komunikasi Antarpribadi merupakan kegiatan yang dinamis, dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi antarpribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Hardjana, 2003:86):

1) Komunikasi antarpribadi adalah verbal dan nonverbal

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk verbal atau nonverbal. Dalam komunikasi itu, seperti pada komunikasi umumnya, selalu mencakup dua unsur pokok: isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal maupun nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan dan dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya. 2) Komunikasi antarpribadi mencakup perilaku tertentu, yakni :

a) Perilaku spontan (spontaneus behavior) adalah perilaku yang dilakukan karena desakan emosi dan tanpa sensor serta revisi secara kognitif. Artinya, perilaku itu terjadi begitu saja.


(34)

b) Perilaku menurut kebiasaan (script behavior) adalah perilaku yang kita pelajari dari kebiasaan kita. Perilaku itu khas, dilakukan pada situasi tertentu, dan dimengerti orang. c) Perilaku sadar (contrived behavior) adalah perilaku yang

dipilih karena dianggap sesuai dengan situasi yang ada. Perilaku itu dipikirkan dan dirancang sebelumnya, dan disesuaikan dengan orang yang akan dihadapi, dan situasi serta kondisi yang ada.

3) Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berproses pengembangan

Komunikasi antarpribadi berbeda-beda tergantung dari tingkat hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan cara pesan disampaikan. Komunikasi itu berkembang berawal dari saling pengenalan yang dangkal, berlanjut makin mendalam, dan berakhir dengan saling kenal yang amat mendalam, tetapi bisa juga putus sampai akhirnya saling melupakan.

4) Komunikasi antarpribadi mengandung umpan balik, interaksi, dan koherensi

Kemungkinan umpan balik (feed back) dalam komunikasi antarpribadi besar sekali. Dalam komunikasi ini, penerima pesan dapat langsung menanggapi dengan menyampaikan umpan balik. Dengan demikian, di antara pengirim dan penerima pesan terjadi interaksi (interaction) yang satu mempengaruhi yang lain, dan


(35)

kedua-duanya saling mempengaruhi dan memberi serta menerima dampak. Dari sini terjadilah koherensi dalam komunikasi baik antara pesan yang disampaikan dan umpan balik yang diberikan, maupun dalam keseluruhan komunikasi.

5) Komunikasi antarpribadi berjalan menurut peraturan tertentu

Agar berjalan baik, maka komunikasi antarpribadi hendaknya mengikuti peraturan (rules) tertentu. Peraturan itu ada yang intrinsik dan ada yang ekstrinsik. Peraturan intrinsik adalah peraturan yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mengatur cara orang harus berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan peraturan ekstrinsik adalah peraturan yang ditetapkan oleh situasi atau masyarakat.

6) Komunikasi antarpribadi adalah kegiatan aktif,

Komunikasi antarpribadi bukan hanya komunikasi dari pengirim kepada penerima pesan dan sebaliknya, melainkan komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi ini bukan sekedar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respons, tetapi serangkaian proses saling penerimaan, penyerapan, dan penyampaian tanggapan yang sudah diolah oleh masing-masing pihak.

7) Komunikasi antarpribadi saling mengubah

Melalui interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dapat saling memberi inspirasi, semangat dan dorongan untuk mengubah pemikiran, perasaan, dan sikap yang sesuai


(36)

dengan topik yang dibahas bersama. Oleh sebab itu, komunikasi ini merupakan wahana untuk saling belajar dan mengembangkan wawasan, pengetahuan, dan kepribadian.

Kemudian Hardjana (2003:91) juga menyatakan agar komunikasi antarpribadi berhasil, kita perlu memiliki kecakapan (skill) komunikasi antarpribadi baik sosial maupun behavioral.

Kecakapan sosial adalah kecakapan pada tingkat pemahaman (kognitif), yang meliputi:

1) Empati (empathy), kecakapan untuk memahami pengertian dan perasaan orang lain tanpa meninggalkan sudut pandang sendiri tentang hal yang menjadi bahan komunikasi.

2) Perspektif sosial (social perspective), kecakapan melihat kemungkinan-kemungkinan perilaku yang dapat diambil orang yang berkomunikasi dengan dirinya. Dengan demikian kita dapat meramalkan perilaku apa yang sebaiknya diambil dan dapat menyiapkan tanggapan kita yang tepat dan efektif.

3) Kepekaan (sensitivity) terhadap peraturan atau standar yang berlaku dalam komunikasi antarpribadi. Dengan kepekaan itu kita dapat menetapkan perilaku mana yang diteima dan perilaku mana yang ditolak oleh rekan yang berkomunikasi dengan kita.

4) Pengetahuan akan situasi pada waktu berkomunikasi. Pengetahuan akan situasi dan keadaan orang merupakan pegangan bagaimana kita harus berperilaku dalam situasi itu. Berdasarkan pengetahuan akan situasi, kita dapat menetapkan kapan dan bagaimana masuk


(37)

dalam percakapan, menilai isi dan cara berkomunikasi pihak yang berkomunikasi dengan kita, dan selanjutnya mengolah pesan yang kita terima.

5) Memonitor diri (self-monitoring), kecakapan memonitor diri membantu kita menjaga ketepatan perilaku dan jeli memperhatikan pengungkapan diri orang yang berkomunikasi dengan kita.

Sedangkan kecakapan behavioral merupakan kecakapan pada tingkat perilaku, yang meliputi:

1) Keterlibatan interaktif (interactive involvement), yang menentukan keikutsertaan dan partisipasi kita dalam komunikasi dengan orang lain, meliputi:

a) Sikap tanggap (responsiveness), dengan sikap ini kita dengan cepat akan membaca situasi sosial di mana kita berada dan tahu apa yang harus dikatakan, dilakukan, kapan dikatakan dan dilakukan, serta bagaimana dikatakan dan dilakukan.

b) Sikap perseptif (perceptiveness), dengan kecakapan ini kita dibantu untuk memahami bagaimana orang yang berkomunikasi dengan kita mengartikan perilaku kita dan tahu bagaimana kita mengartikan perilakunya.

c) Sikap penuh perhatian (attentiveness), kecakapan ini membantu kita untuk menyadari faktor-faktor yang menciptakan situasi di mana kita berada.


(38)

2) Manajemen interaksi (interaction management), kecakapan itu membantu kita mampu mengambil tindakan-tindakan yang berguna bagi kita untuk mencapai tujuan komunikasi kita. Misalnya, kapan mengambil inisiatif untuk mengawali topik baru, dan kapan mengikuti saja topik yang dikemukakan orang lain.

3) Keluwesan perilaku (behavioral flexibility), kecakapan ini membantu kita untuk melaksanakan berbagai kemungkinan perilaku yang dapat diambil untuk mencapai tujuan komunikasi. 4) Mendengarkan (listening), kecakapan ini membantu kita untuk

dapat mendengarkan orang yang berkomunikasi dengan kita tidak hanya isi, tetapi juga perasaan, keprihatinan, dan kekhawatiran yang menyertainya. Sehingga kita menjadi rekan komunikasi yang baik karena membuat orang tersebut merasa diterima, dan kita dapat menanggapinya dengan baik.

5) Gaya sosial (social style), kecakapan ini membantu kita dapat berperilaku menarik, khas, dan dapat diterima oleh orang yang berkomunikasi dengan kita.

6) Kecemasan komunikasi (communication anxiety), dengan kecakapan ini kita dapat mengatasi rasa takut, bingung, dan kacau pikiran, tubuh gemetar, dan rasa demam panggung yang muncul dalam komunikasi dengan orang lain.


(39)

I.6. 4. Pengertian Anak Jalanan

Menurut lisa (1996) anak jalanan adalah anak-anak yang bekerja di jalanan. Studi yang dilakukan oleh Soedijar (1989/1990) menunjukkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berusia antara 7-15 tahun yang bekerja di jalanan dan dapat mengganggu ketentraman dan keselarnatan orang lain serta mebahayakan dirinya sendiri. Sementara itu, Direktorat Bina Sosial DKI menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja mengemis atau menganggur saja. Panti Asuhan klender mengatakana bahwa anak jalanan adalah anak yang sudah biasa hidup sangat tidak teratur di jalan raya, bisa diambil bekerja tetapi dapat juga hanya menggelandang sepanjang hari (Kirik Ertanto dala

Hasil temuan lapangan yang diperoleh panji Putranto menunjukkan bahwa ada dua tipe anak jalanan, yaitu anak yang bekerja di jalan dan anak yang hidup di jalan. Perbedaan antara kedua kategori ini adalah kontak dengan orang tua. Mereka yang bekerja masih memiliki kontak dengan orang tua sedang yang hidup di jalanan sudah putus hubungan dengan keluarga. Hal ini sejalan dengan kategori anak jalanan menurut Azas Tigor Nainggolan menunjukkan ada tiga kategori anak-anak yang bekerja di jalanan. Pertama, anak-anak miskin perkampungan kumuh yaitu anak-anak kaum urban yang tinggal bersama orang tuanya di kampung-kampung yang tumbuh secara liar di perkotaan. Kedua, pekerja anak perkotaan yaitu mereka yang hidup dan bekerja tetapi tidak tinggal bersama orang tua. Kategori ketiga, adalah anak-anak jalanan yang sudah putus hubungan dengan keluarga (Kirik Ertanto & Siti Rohana dalam \vww. humana. 20m. com/babll/htm).


(40)

Perlu ditegaskan disini, pengertian anak jalanan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya.


(41)

URAIAN TEORITIS I. 1. Komunikasi

I.6. 1. Pengertian Komunikasi

Pada awalnya komunikasi memang sekedar alat antar manusia, agar menusia dapat saling berhubungan. Pada abad ke-5 sebelum masehi, di Yunani, berkembang suatu ilmu yang mengkaji proses pernyaraan antar manusia. Namanya retorika. Kata ini berasal dari bahasa yunani retorika yang berarti seni berdebat, dari akar kata rector (orang yang berpidato). Retorika berarti seni berpidato dan beragumentasi yang bersifat menggugah atau seni yang menggunakan bahasa secara lancer untuk mempengaruhi dan mengajak. Semenjak abad itu urusan memperbincangkan gagasan, keinginan kepada orang lain mendapatkan perhatian khusus, tidak dianggap sebagai kegiatan biasa-biasa saja. (Ardianto, 2007:20)

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicate yang berarti pemberitahuan, memberi bagian dalam suatu, pertukaran dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari si pendengar atau ikut mengambil bagian. Sedangkan kata sifatnya communi yang artinya bersifat umum atau bersama-sama. Demikian pula kata kerjanya communicate yang artinya berdiaolog, berunding atau bermusyawarah.

Dan sejak awal perkembangannya, para ahli dari berbagai disiplin ilmu turut memberikan sumbangan yang besar terhadap keberadaan dan definisi ilmu komunikasi, seperti Sarah Trenholm an Arthur Jensen (1996:4) mendefinisikan komunikasi adalah suatu proses dimana sumber mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran.


(42)

Raymond S. Rosss (1983:8) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih, dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa, sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan oleh sang komunikator.

Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid (1981:18) menyatakan bahwa komunkasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam (Wiryanto, 2004: 6-7)

Menurut Carl I. Hovland, Ilmu Komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain (communication is the process to modify yhe behavior of other individuals).

Bahkan untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, pada peminat komunikasi sering mengutip paradigma yang dikemukakan Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Eho Says What In Channel To Whom What In Channel To Whom With What Effect? (Effendy, 1990:10)

Definisi-definisi sebagaimana dikemukakan diatas tentunya belum mewakili semua definisi yang telah dibuat dari pera ahli, namun kita telah mengetahui berbagai pandangan dari para ahli tentang definisi komunikasi. Pada hakikatnya komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, berupa pikiran


(43)

atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang atau kelompok lain dengan menggunakan lambang-lambang yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak (Effendy, 1993:91)

Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya mengerti dan selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari ruang lingkup komunikasi. Dalam konteks manusia sebagai makhluk sosial, maka komunikasi tidak saja sebagai alat untuk melakukan kontak hubungan antar individu, namun komunikasi juga merupakan alat bagi manusia bertahan hidup. Sejumlah kendala dalam komunikasi akan mempengaruhi keberhasilan sebuah proses komunikasi dapat mempengaruhi proses pengoperan lambang. Dapat saja sebuah pesan yang disampaikan diartikan secara berbeda sehingga menimbulkan efek tindakan yang berbeda pula. (Soemanagara, 2006:45).

Dengan kata lain komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Ini dikarenakan kegiatan komunikasi tidak hanya informative, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia meneruma suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.


(44)

I.6. 2. Unsur-unsur Komuikasi

Dari pengertian komunikasi yang telah dikemukakan diatas, jelas bahwa komunikasi antar manusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut elemen atau komponen komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung tiga unsure, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dalam lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan.

Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno dalam bukungan Rhetorica menyebutkan bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsure yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan. Pandangan aristoteles ini oleh sebagian besar pakar komunikasi dinilai lebih tepat untuk mendukung suatu proses komunikasi public dalam bentuk pidato atau retorika. Hal ini bisa dimengerti, karena pada zaman aristoteles retorika menjadi bentuk komunikasi yang sangat popular bagi masyarakat Yunani.

Claude E. Shannon dan Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmitter, signal, penerima, dan tujuan.


(45)

Kesimpulan ini didasarkan atas hasil studi yang mereka lakukan mengenai pengiriman pesan melalui radio dan telepon.

Meski pandangan Shannon dan Weaver pada dasarnya berasal dari pemikiran proses komunikasi elektronik, tetapi sarjana yang muncul dibelakangnya mencoba menerapkannya dalam proses komunikasi antar manusia seperti yang dilakukan oleh Miller dan Cherry (Schramm : 1971).

Awal tahun 1960-an David K.berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR” yakni: source (pengirim), Message (Pesan), Channel (Saluran-media), dan Recciver (penerima).

Selain Shannon dan Berlo, juga tercatat Charles Osgood, Gerald Miller dan Melvin L. De Fleur mebambahkan lagi unsur efek dan umpan balik (Feedback) sebagai pelengkap dalam membangun komunikasi yang sempurna. Kedua unsur ini nantinya lebih banyak dikembangkan pada proses komunilkasi antarpribadi (personal) dan Komunikasi massa.

Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan dari Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan merupakan unsur yang tidak kalah pentingnya dalam mendukung proses komunikasi. (Cangara, 2007:22-23)

Dari beberapa hasil definisi yang pernah dikemukakan oleh ahli komunikasi, maka suatu rancangan komunikasi agar dapat efektif, komunikator perlu lebih dahulu memahami unsur-unsur utama yang mendasari komunikasi, yaitu :

8) Sumber, Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antarmanusia,


(46)

sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga. Sumber sering disebut pengirim, komunikator.

9) Pesan, Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat dan propaganda.

10) Media, Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Selain pancaindra manusia, ada juga saluran komunikasi antarpribadi.

11) Penerima, Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Penerima bisa disebut dengan berbagai macam istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan. Dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan atau saluran.

12) Pengaruh, Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah


(47)

menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang (De Fleur, 1982). Oleh karena itu, pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.

13) Tanggapan, Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

14) Lingkungan, Lingkungan atau situasi ialah factor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Factor ini dapat digolongkan atas empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis, dan dimensi waktu. Untuk definisinya lingkungan fisik menunjukan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa terjadi kalau tidak terdapat rintangan fisik, misalnya geografis. Komunikasi sering kali sulit dilakukan karena factor jarak yang begitu jauh, di mana tidak tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon, kantor pos atau jalan raya. Lingkungan sosial menunjukan factor sosial budaya, ekonomi dan politik yang bisa menjadi kendala terjadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial. Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya menghindari kritik yang menyinggung perasaan orang lain. Menyajikan materi yang sesuai dengan usia khalayak. Sedangkan dimensi waktu menunjukan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan komunikasi. Banyak proses komunikasi tertunda karena pertimbangan waktu, misalnya musim. Namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai.


(48)

Jadi setiap unsure memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi. Bahkan ketujuh unsure ini saling bergantungan satu sama lainnya. Artinya, tanpa keikutsertaan satu unsure akan memberikan pengaruh pada jalannya komunikasi (Cangara, 2007 : 24-28).

I.6. 3. Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaikan pikiran atau perasaan oleh seseorang (Komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Pesan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan kegairahan.

Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu. Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Dan tidak jarang juga seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu, disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaliknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

1) Proses Komunikasi secara primer.

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Bahasa adalah yang paling


(49)

banyak digunakan dalam berkomunikasi dan jelas bahasa mampu menerjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongkret maupun abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang.

Berlangsungnya proses komunikasi apabila terjadi kesamaan makna dalam pesan yang diterima komunikan. Dimana pertama kali komunikator menjadi (encode) pesan yang akan disampaikan kepada komunikan dengan memformulasikan pikiran atau perasaannya kedalam lambang (bahasa) yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian komunikan mengawa-sandi (decode) pesan dari komunikator dengan menafsirkan lambang yang mengandung pikiran atau perasaan komunikator.

Wilbur Schramm, dalam karyanya menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan, yakni paduan pengalaman dan pengertian yang pernah diperoleh komunikan. Menurut Schramm, bidang pengalaman merupakan factor yang penting dalam komunikasi.

Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Bisa bersifat positif maupun negative. Tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya maka disebut umpan balik bersifat negative.


(50)

Umpan kata-kata, baik secara singkat maupun secara panjang lebar. Umpan balik secara nonverbal adalah tanggapan komunikan yang dinyatakan bukan dengan kata-kata.

Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga dapat segera mengubah gaya komunikasinya disaat mengetahui umpan balik dari kimunikan bersifat negative.

2) Proses komunikasi secara sekunder.

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan sebagai sasarannya berada di tempat yang relative jauh jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

Pentingnya peranan media, yakni media sekundr, dalam proses komunikasi, disebabkan oleh efesiennya dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio, atau televise misalnya, merupakan media yang efesien dalam mencapai komunikan dalam jumlah yang amat banyak. Efisien karena dengan menyiarkan sebuah pesan satu kali saja sudah dapat tersebar luas kepada khalayak banyak.

Umpan balik dalam komuniakasi bermedia, terutama media massa, biasanya dinamakan umpan balik tertunda (delayed feedback), karena sampainya tanggapan atau reaksi khalayak kepada komunikator memerlukan tenggang waktu. Proses komunikasi media misalnya dengan surat, poster, spanduk, radio, televise,


(51)

atau film, umpan balik akan terjadi apabila komunikator mengetahui tanggapan komunikan jika komunikasinya sendiri selesai secara tuntas.

Karena proses komunikasi sekunder ini merupakan lanjutan dari proses komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan cirri-ciri atau sifat-sifat media yang akan digunakan. Setiap media memiliki cirri-ciri atau sifat tertentu yang hanya efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian suatu pesan tertentu.

Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder menggunakan meida yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau media nonmassa (non-mass media). (Effendy, 2006 : 11-18).

I.6. 4. Metode Komunikasi

Dalam hal penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan banyak cara (metode) yang ditempuh, hal ini tergantung pada macam-macam tingkat pengetahuan, pendidikan, sosial budaya dan latar belakang dari komunikan sehingga komunikator harus dapat melihat metode atau cara apa yang akan dipakai supaya pesan yang disampaikan mengenai sasaran. Ada tiga Metode atau cara komunikasi tersebut antara lain: Komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sabagai transaksi.

4) Komunikasi sebagai tindakan satu arah

Pemahaman komunikasi sebagai proses searah sebenarnya kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap-muka, namun mungkin tidak terlalu keliru bila diterapkan pada komunikasi public (pidato) yang tidak melibatkan tanya


(52)

jawab dan komunikasi massa (cetak dan elektronik). Pemahaman komunikasi sebagai proses searah ini oleh Michael Burgoon disebut sebagai ‘definisi berorientasi-sumber’. Definisi seperti ini mengisyaratkan komunikasi sebagai semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan untuk membangkitkan respon orang lain. Komunikasi ini dianggap suatu tindakan yang disengaja untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Dengan kesimpulan komunikasi satu arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan bersifat persuasive. Beberapa definisi yang sesuai dengan konsep ini adalah:

Gerald R. Miller:

‘Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima’.

Everett M. Rogers:

‘Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Harold Lasswell:

(cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) who says in which Cahnnel to Whom


(53)

whith what effect? Atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?

Pemahaman komunikasi berorientasi pada variabel-variabel tertentu seperti isi pesan (pembicaraan), cara pesan yang disampaikan, dan daya bujuknya dengan kata lain menyoroti efek (pesan) komunikasi.

5) Komunikasi sebagai Interaksi

Pandangan ini menyertakan komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seseorang penerima bersaksi dengan memberi jawaban verbal kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua. Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis dari pada komunikasi sebagai tindakan satu arah. Salah satu unsure yang dapat ditambahkan dalam metode ini adalah umpan balik (feed back), yaitu apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan, yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektivitas pesan yang disampaikan sebelumnya, apakah dapat dimengerti atau dapat diterima sehingga berdasarkan umpan balik, sumber dapat mengubah pesan selanjutnya agar sesuai dengan tujuannya. Suatu pesan disebut umpan balik bila hal itu merupakan respons terhadap pesan pengirim dan bila mempengaruhi prilaku selanjutnya pengirim. Konsep umpan balik dari penerima sebenarnya merupakan pesan penerima yang disampaikan kepada pengirim pertama, jawaban pengirim pertama merupakan umpan balik bagi penerima pertama.


(54)

6) Komunikasi sebagai Transaksi

Metode komunikasi ini adalah suatu proses personal karena makna atau pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi. Metode ini bersifat dinamis dan juga lebih sesuai untuk komunikasi tatap muka yang memungkinkan pesan atau respons verbal dan nonverbal bisa diketahui secara langsung. Kelebihan metode ini adalah bahwa komunikasi tersebut tidak membatasi pada komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati.

Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku nonverbalnya. Istilah transaksional mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan interpendensi atau timbal balik, eksestensi satu pihak ditentukan oleh eksistensi pihak lainnya. Pendekatan transaksi menyarankan bahwa semua unsur dalam proses komunikasi saling berhubugan. (Mulayan, 2005:61-68).

I.6. 5. Teknik Komunikasi

Begitu pentingnya komunikasi bagi manusia, dan agar komunikasi dapat mencapai sasarannya dan dapat berjalan dengan efektif, maka diperlukan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi yaitu dengan memunculkan ide yang jelas sebelum berkomunikasi, kemudian membuat tujuan komunikasi, setelah itu sebelum berkomunikasi dengan komunikan terlebih dahulu periksa lingkungan fisik atau keberadaan pribadi komunikator. Selanjutnya didalam berkomunikasi komunikator senantiasa mengimbangi isi dan nada suara supaya pesan yang disampaikan dapat dengan jelas diterima komunikan. Dalam merencanakan


(55)

komunikasi, berkonsultasi kepada pihak lain agar memperoleh dukungan. Setelah itu, didalam berkomunikasi isi pesan yang disampaikan diutamakan hal-hal yang penting atau berharga. Mengkomunikasikan pesan-pesan secara singkat, komunikasi yang efektif diperlukan ada tindak lanjut dan tindakan komunikator harus sesuai dengan yang dikomunikasikan. Dan yang terakhir jadilah pendengar

yang baik.

I. 2. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling efektif dalam mengubah prilaku seseorang, hal ini disebabkan karena dalam prosesnya ada arus balik langsung, sehingga komunikator dapat mengetahui apakah pesan yang disampaikan berhasil atau tidak. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang berlangsung secara berhadapan (muka) langsung satu sama lain (face to face) atau bisa juga melalui media seperti telepon.

Komunikasi antar pribadi ini dikatakan efektif dalam merubah perilaku orang lain apabila terdapat kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan. Ciri khas yang ada pada komunikasi ini adalah arus balik yang langsung yang bisa ditangkap baik secara verbal maupun non verbal melalui gerak – gerik bahasa tubuh dan perubahan posisi yang signifikan antara komunikan dan komunikator.

Rogers (dalam Liliweri, 1991:12) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang terjadi dari mulut kemulut dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.


(56)

Menurut Effendi (dalam Liliweri, 1991:12) komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap efektif dalam merubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Sementara Barnlud (1968) (dalam Liliweri, 1991:12) menyatakan komunikasi antar pribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua atau tiga orang atau empat orang yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur. Jadi menurut Barnlund, proses pelaksanaan komunikasi antar pribadi tidak perlu adanya perencanaan (terjadi secara spontan) dan dapat mudah terjadi diantara orang – orang yang bertemu. Oleh Devito (dalam Liliweri, 1991:12) menyatakan komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima orang lain dengan efek dan umpan balik langsung. Sedangkan menurut Tan (dalam Liliweri, 1991:12) mengemukakan komunikasi antar pribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang.

Berdasarkan definisi yang dibuat para ahli tersebut komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan, tatap muka dan dialogis memungkinkan terjadinya kontak langsung. Oleh sebab itulah bentuk komunikasi ini dianggap ampuh untuk mengubah sikap, pandangan dan perilaku orang lain. Dengan situasi tatap muka dan terjadi kontak langsung memungkinkan komunikator untuk menguasai situasi komunikasi yang sedang berlangsung. Komunikan juga mengetahui dengan pasti apakah pesan – pesan yang disampaikannya itu diterima dengan baik ataupun di tolak, berdampak positif maupun negative. Jika tidak diterima maka komunikator bisa mendapatkan respon pertanyaan balik dari komunikan.


(1)

sulit untuk dididik dan berbeda karakter dengan anak-anak normal lainnya. Jadi ada tantangan bagi aku.

1. 45. Berapa jumlah dan rata-rata usia anak jalanan yang anda dampingi? (Jumlah Laki-laki dan Perempuan, Usia rata-rata , pendidikan)

1. 46. Biasanya, apa factor penyebab mereka menjadi anak jalanan?

Bundelan secara universal adalah kemiskinan,tetapi bukan hanya kemiskinan itu saja corong yang membuat mereka jadi anak jalanan. Tetapi ada orang tua yang broken home, ada ketidak nyamanan dikeluarga, itu merupakan corong-corong kecil penyebab mereka menjadi anak jalanan. Kemiskinan ini harus kita liat lagi kemiskinan yang seperti apa?banyak orang miskin yang belum tentu anak nya menjadi anak jalanan, yang membuat mereka itu menjadi anak jalanan adalah faktor orang tua yang baik secara langsung maupun tidak langsung, mengeksploitasi anak. Anak dibiarkan bekerja dijalanan mencari uang untuk membantu biaya sekolah. Tetapi kalau ini dibiarkan, akan terbentuklah karakter-karakter yang mereka dapat dijalanan.

1. 47. Dari jumlah tersebut, berapa anak jalanan yang secara intensive anda dampingi?

Kalau secara intensive ada 30 anak yang saya dampingi.

1. 48. Dimana anda melakukan interaksi dengan anak jalanan dampingan anda?

Dijalanana atau di tempat biasa mereka mangkal.

1. 49. Apakah anda mengenal dengan baik latar belakang semua anak dampingan anda dan butuh berapa lama?

Tidak semuanya, paling Cuma 15 anak. Sebenarnya kalau dilakukan tiap hari harus berinteraksi dengan satu anak, 1 minggu sebenarnya sudah bisa kita mengenal mereka dengan baik. Tapi karena banyaknya anak

dampingan kita, jadi butuh waktu lama.

1. 50. Bagaimana awalnya anda bisa masuk ditengah-tengah komunitas mereka?


(2)

Pada saat kita bertemu dengan mereka, terlebih dahulu kita harus bersahabat dengan mereka, bersahabat dengan cara berkenalan, kemudian tidak melarang apa yang mereka buat, tidak sebagai guru ketika mereka mengetahui sesuatu. Kemudian hidup apa adanya, misalnya anak-anak dengan pakaian kumuh, jadi kita juga harus bisa menjauhkan label-labe kemewahan dari diri kita, misalnya dengan berpakaian, perhiasan, menggunakan handphone saat ketemu mereka, pokoknya yang sederhana aja la. Asal kita mau mendengar apa yang mereka sampaikan kepada kita, diskusi, ngobrol tentang apa yang mereka lakukan, penghasilan mereka berapa, mereka humoris, kita juga ikut humoris, itu semua dapat mencairkan suasana dan membuat kita menjadi bagian keluarga mereka dijalanan. Dari situ kita bisa memberikan perhatian kepada mereka, karena selama ini mereka nyaris tidak terperhatikan dan nyaris terabaikan, jadi anggapan mereka, mereka sudah terabaikan, terbuang dari kehdupan yang normal. Tapi ketika kita sudah masuk dalam kehidupannya, siapa pun orang nya, bukan hanya dari kalangan LSM atau pendamping anak jalanan, kawan-kawan mahasiswa juga mampu masuk, asal perhatian kita, totalitas kita dengan mereka itu kita lakukan.

1. 51. Bagaimana cara anda untuk mengenal baik latar belakang semua anak dampingan anda?

Kalau selama ini untuk mengetahui latar belakang si anak, pertama kita harus melakukan pertemuan secara intensiv, tentunya kalau kita sering melakukan komunkasi, pasti kita selalu mendapatkan informasi yang berbeda-beda setiap pertemuan, baik informasi dari si anak, ataupun dari anak-anak yang lain. Kemudian yang kedua, dari pengamatan kita juga sudah mendapatkan informasi dari karakter si anak, yang ketiga melakukan home visit, artinya kita ketemu dengan orang tuanya, kita ngobrol dengan orang tua nya. Hanya ketiga ini yang bisa dalami anak itu. Kalau dia tidak punya keluarga, ya kita cari informasi dari teman-temannya, dari lingkungannya, ya siapa orang yang paling dekat dengannya la.


(3)

1. 52. Apakah anda punya planing atau target terhadap anak jalanan yang anda dampingi?jelaskan.

Kalau target secara jauh sebenarnya, bagaimana mereka tidak lagi dijalanan. Tapi itu kan target yang sangat jauh sekali. Yang lebih realistis target nya bagaimana mereka mau mendengarkan nasihat atau bimbingan dari kita, misalnya untuk menyuruh mereka supaya mandi, tidak ngelem lagi, kalau makan harus cuci tangan, kalau tidak mau cuci tangan, harus menggunakan plastik. Tapi itu pun sulit dilakukan.

1. 53. Ketika anda akan melakukan pendampingan, apakah yang anda persiapkan?

Ketika mau melakukan pendamping di lapangan, tidak ada persiapan khusus, karena kita tidak bisa menentukan siapa anak yang mau kita jumpai hari ini, iya kalau anak itu ada, kalau seandainya tidak ada, kan bisa repot. Jadi semuanya tergantung kondisi lapangan. Kecuali memang ada kebutuhan khusus yang memang harus kita tentukan siapa anak yang akan kita dampingi hari ini. nah kalau seperti itu, ya kita harus tau dimana anak itu biasa mangkal, jam berapa dia bisa kita jumpai, ya persiapan seperti itu la.

1. 54. Ketika anda berinteraksi dengan anak jalanan dampingan anda, hal-hal apa yang anda sampaikan atau diskusikan dengan mereka, serta berikan alasannya?

Yang pertama lebih banyak ngobroli soal prilaku, misalnya kalau mereka keliatan jorok, ya nyuruh mereka mandi. Kemudian cerita tentang apa yang mereka lakukan satu hari ini, atau tadi ngapain aja, terus biasanya mendengarkan keluh-kesah mereka.

1. 55. Ketika melakukan interaksi, apakah anda memberi kesempatan kepada mereka untuk memberi respon?

Lebih banyak mereka yang ngobrol. Mereka yang lebih dahulu memulai cerita, dan lebih enak kita mendengar apa yang mereka katakan. Karena


(4)

selama ini tidak semua orang bisa mendengarkan curhat mereka, jadi dalam hal ini aku berposisi sebagai pendengar curhat mereka.

1. 56. Apakah sama isi pesan yang anda sampaikan antara satu anak jalanan dengan anak jalanan lainnya, jelaskan?

Ya berbeda la, persoalan yang mereka hadapi juga berbeda, ya pasti berbeda juga pesan yang disampaikan. Lagian, biasanya bahan obrolan kan muncul dari mereka, jadi satu anak dengan anak lainnya berbeda. 1. 57. Apakah anda menggunakan media atau alat dalam menyampaikan

pesan, jelaskan? Jika ya, media apa yang digunakan, dan jika tidak sebutkan alasan anda.

Tidak ada, ngobrol aja secara verbal. Karena lebih nyaman dan karena tidak ada yang perlu disampaikan dengan menggunakan alat atau media. 1. 58. Menurut anda, apakah pesan yang selam ini anda sampaikan dapat

mereka terima dengan baik? Bagaimana anda melihatnya?

Oia, mereka bisa terima apa pesan atau nasihat yang aku sampaikan. Bukti kongkrit yang aku lihat adalah perubahan prilaku mereka. Mislanya ketika aku bilang kemereka bahwa mandi itu sehat, mereka mandi, gosok gigi. Atau ketika mereka ngelem di depan aku, terus aku nasehati kalau ngelem gak baik, walaupun mereka masih ngelem, paling tidak mereka tidak ngelem di depan aku. Nah hal-hal seperti ini adalah bukti kongkrit yang aku lihat.

1. 59. Jika pesan yang anda sampaikan ternyata tidak dapat mereka terima dengan baik, apa yang anda lakukan?

Ya terus berulang kali untuk mengingatkan mereka, atau terus berinteraksi dengan mereka. Biasanya mereka akan merespon apa yang kita sampaikan setelah mereka memang betul-betul meyakini apa yang kita sampiakan itu adalah benar.

1. 60. Apakah anda pernah mengalami masalah ketika berkomunikasi dengan mereka?jelaskan contohnya?

Ya selalu, ketika mereka sedang emosi, pada saat mereka lagi “fly”. Sulit jadinya berkomunikasi dengan baik. Dan yang satu lagi ada pihak-pihak lain yang berada diantara mereka dan tidak mengenal kita. Nah,


(5)

orang-orang seperti ini bisa mengganggu hubungan kita dengan anak dampingan. Misalnya orang ini bisa mempengaruhi anak-anak untuk tidak mendengar atau menerima kita sebagai pendamping.

1. 61. Bagaimana anda mengatasi masalah yang anda hadapai?

Tentunya orang-orang seperti ini harus kita rangkul dengan cara menunjukan hal-hal positif yang kita lakukan kepada anak-anak jalanan dampingan kita, misalnya ada anak sakit, kemudian kita rujuk ke puskesmas atau kerumah sakit, nah hal seperti ini kan upaya yang positif dan kongkrit. Kalau orang-orang seperti ini bisa kita rangkul, justru akan bisa membantu kita bersama-sama untuk mendampingi anak jalanan.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA : OK. Syahputra Harianda

TEMPAT TANGGAL LAHIR : Tanjung Morawa, 07 Maret 1983

JENIS KELAMIN : Laki-laki

AGAMA : Islam

ALAMAT : Jl. Bandar Labuhan Komp. Pasadena Blok. F No. 26 Tanjung Morawa, Deli Serdang

ORANG TUA : Alm. OK. Birman (Ayah)

Salbiah Sinaga (Ibu) JUMLAH SAUDARA : 4 (empat) orang, yaitu:

• Vivi Silvia

• OK. Fadly

• Fadila Melani Kiki

• OK. Ananda

ALAMAT ORANG TUA : Jl. Perintis Kemerdekaan No. 283 Tanjung Morawa, Deli Serdang

PENDIDIKAN : SD Negeri II Tanjung Morawa (1989-1995) SMP Negeri I Tanjung Morawa (1995-1998) SMA Negeri I Tanjung Mrawa (1998-2001) D-III Ilmu Komputer USU (2001-2004) Ilmu Komunikasi FISIP USU (2009-20012)