BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim dalam menjalankan ajaran Agama Islam. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat An-Nahl, 16 :125, :
☺ ☺
☺ ☺
“Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dia lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-
orang yang mendapat petunjuk.” QS. An-Nahl, 16 : 125
Dari berbagai pandangan ulama-ulama Mufassir, tentang kewajiban dakwah yang tertuang dalam Al-Qur’an tersebut di atas, bahwa ayat tersebut
memberikan pesan perintah, yaitu Ud’u, yang memiliki ciri kalimat perintah Fi’lul Amri. Maka, ayat tersebut telah mewajibkan kaum muslimin untuk selalu
melakukan aktivitas dakwah di kehidupan sehari-hari. Selain ayat tersebut di atas, ada ayat lain yang berisi tentang perintah dakwah, seperti pada surat Ali ‘Imran,
3:104, :
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang
munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” QS. Ali “Imran,3 : 104
Hal ini pulalah yang kemudian menyebabkan beberapa perbedaan pendapat tentang kewajiban dakwah. Sebagian ulama mengatakan perintah
dakwah adalah kewajiban individu fardhu ‘ain, sedangkan sebagian ulama lain mengatakan kewajiban dakwah merupakan kewajiban kolektif fardhu kifayah.
Tentunya masing-masing pendapat memiliki argumentasi yang kuat. Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah,
menjelaskan bahwa : “Perintah dakwah adalah ditujukan bagi setiap muslim. Tetapi, walaupun demikian harus ada sebagian golongan kelompok ummat yang
menekuni kegiatan dakwah secara profesional, baik individual maupun institusional”.
1
Sementara itu, permasalahan yang kerap muncul juga pada sisi aktivitas dakwah itu sendiri. Beberapa pandangan para pegiat dakwah telah meramaikan
kondisi dan wacana dakwah baik dalam bidang keilmuan maupun pada tataran aktivitasnya. Pada aktivitasnya, dakwah hari ini tentu berbeda dengan dakwah
yang terjadi di masa Nabi saw. Dimana Nabi saw. Memulai dakwahnya dengan jalan sembunyi-sembunyi sirri hingga dengan jalan terang-terangan. Dakwah
pada masa Nabi saw. Dibagi dalam dua periode, yaitu periode Makkah dan
1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Vol. II, Jakarta : Lentera Hati, 2002
periode Madinah. Periode Makkah disebut juga sebagai periode pembinaan Kerajaan Allah dalam hati manusia, sedangkan periode Madinah disebut juga
sebagai pembinaan Kerajaan Allah dalam masyarakat manusia
2
. Dewasa ini, khususnya di Indonesia terdapat banyak organisasi-organisasi
yang bergerak dalam bidang dakwah. Mulai dari Islam garis keras ekstrem, Islam fundamental sampai pada Islam liberal. Tentunya semua itu memiliki
konsep dan pandangan yang berbeda-beda terhadap dakwah. Tetapi, satu yang penulis pahami dari perbedaan pandangan gerakan
dakwah yang dimotori oleh beberapa organisasi yang bergerak di bidang dakwah adalah kesemuanya menginginkan agar masyarakat mengikuti kehendaknya,
bukan kehendak Islam sebagai rahmat.
3
Jika pada awal prosesnya saja dakwah bertolak dari konsepsi iman dan amal shaleh, apakah kemudian dewasa ini yang
kerap dikenal dengan periode modern, konsepsi dakwah Islam akan tetap berpangkal dengan dasar pokok keimanannya? ataukah akan menjadi berkotak-
kotak dakwah Islam di era modern ini? Diakui bahwa dewasa ini organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga
dakwah sudah sangat banyak, tetapi harus diakui pula bahwa sebagian besar dari semua itu juga tidak membuahkan hasil yang signifikan bagi perkembangan
gerakan dakwah Islam di era modern ini. Boleh jadi permasalahannya adalah kurangnya militansi lembaga-lembaga dakwah terhadap gerakan dakwah Islam
secara kaffah totalitas.
2
Prof. Hasjmi, Dutsur Dakwah Menurut Al-Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang, 1994, h. 281
3
Yaitu Islam sebagaimana diturunkannya untuk ummat manusia agar mengimani Allah SWT. yang mengedepankan kemaslahatan ummat, tanpa diskriminasi sepihak.
Sementara itu, tokoh muslim Indonesia yakni Prof. Dr. Din Syamsuddin memberikan pandangan yang berbeda tentunya mengenai aktivitas gerakan
dakwah dalam konteks kemodernan. Istilah modern ini lebih banyak yang mengartikan kemajuan zaman.
4
Secara eksplisit dapat dipahami memang bahwa istilah modern ini ditujukan kepada perbedaan kurun waktu antara yang telah lalu
dan yang sekarang atau yang akan datang. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh W. J. S
Poerwadarminta, kata modern memiliki arti “yang terbaru”.
5
Berarti konteks kemodernan di sini diistilahkan hal-hal yang bersifat baru dan memiliki kemajuan.
Salah satu pandangan Islam mengenai gerakan dakwah yaitu proses penyampaian ajaran Allah yang menggunakan metode tertentu untuk
kemaslahatan ummat. Kemudian, pemahaman tersebut telah banyak memberikan pengertian baru yang bermacam-macam pula. Sebagian orang memahami gerakan
dakwah yang seharusnya dilakukan adalah dengan jalan jihad, yaitu menaklukkan orang-orang yang kufur terhadap Allah dengan jalan kekerasan sekalipun, maka
tidak sedikit dari mereka yang memiliki pemahaman seperti itu berani melakukan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai tindakan provokatif serta terorisme. Selain
itu, pandangan lain pun muncul bahwa gerakan dakwah seharusnya dilakukan dengan jalan damai, toleran, pluralis. Sehingga mereka lebih menjaga
keharmonisan hubungan antaragama dan kepercayaan ketimbang dengan sesama kaum muslim yang berbeda dengannya.
4
Kemajuan zaman meliputi kemajuan berpikir, teknologi, budaya, sosial, politik dan ekonomi.
5
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, Edisi III, Cet. 4, Jakarta : Balai Pustaka, 2007 h. 773
Prof. Dr. Din Syamsuddin merupakan sosok tokoh dakwah Islam modern yang namanya tidak hanya terdengar di pelosok nusantara tetapi juga di mata
Internasional. Aktivitasnya yang selalu tidak lepas dari kegiatan dakwah, membuat penulis ingin menelusuri pemikiran, pemahaman sekaligus penerapan
konsep dakwah dalam konteks Islam modern. Dalam hal kemodernan yang beliau rumuskan dalam keberagamaan, yaitu tajdid pembaharuan pola pikir masyarakat
telah digariskan bahwa Islam akan selalu relevan dengan situasi zaman apapun. Maka, memasuki zaman yang sudah terlalu canggih ini, bukan lagi dalam bidang
teknologi tetapi juga dalam hal pemikiran Islam, dakwah nampaknya harus dapat menerapkan prinsip-prinsip serta pemahaman yang disesuaikan dengan karakter
dan pengetahuan masyarakat muslim modern. Meminjam istilah Abdul Basit, M. Ag dalam bukunya yang berjudul
Wacana Dakwah Kontemporer, dakwah di Indonesia antara kajian yang bersifat akademik dengan relitas dakwah yang ada di masyarakat belum menunjukkan
hubungan yang sinergis dan fungsional. Di kalangan akademisi dan para pakar di bidang dakwah, mereka lebih banyak mengkaji dakwah melalui sumber-sumber
normatif yaitu Al-Quran dan Hadits. Demikian juga dengan para aktivis dakwah yang ada di masyarakat yang selalu memberikan materi dakwah lebih banyak
dengan metode ceramah atau mimbar. Pada lembaga-lembaga keagamaan yang bergerak di bidang dakwah juga belum memberikan arti penting secara substansial
bagi kelangsungan Islam di era modern ini. Mereka lebih banyak mementingkan dari sisi kuantitasnya saja dari pada kualitas masyarakatnya.
Perubahan yang begitu cepat pada masyarakat akan membawa dampak besar terhadap perubahan pola pikir, karakter, serta sikap masyarakat Islam.
Dalam beberapa kajian Islam modern, muncul pembahasan-pembahasan baru pula yang akan menjadi tanggung jawab aktivis dakwah Islam di zaman modern ini.
Seperti pembahasan HAM, bagaimana Islam memandang dan menjawab permasalahan-permasalahan di dalamnya, juga masalah Demokrasi yang sampai
hari ini para aktivis dakwah belum secara total memasukkan materi tersebut dalam aktivitas dakwah, kemudian persoalan Kesetaraan Gender, Pluralisme,
Sekulerisme, Liberalisme, serta isu Terorisme yang belakangan ini menjadi perbincangan masyarakat luas. Oleh karena itu, diharapkan kajian ini akan
memberikan arti penting bagi pemahaman gerakan dakwah Islam modern. Penulis tertarik dengan pemikiran-pemikiran yang digagas oleh Prof. Dr. Din Syamsuddin
tentang dakwah Islam. Maka, kemudian penulis mengangkat judul “GERAKAN DAKWAH DALAM KONTEKS ISLAM MODERN MENURUT PROF. DR.
DIN SYAMSUDDIN” sebagai tugas skripsi di akhir studi S1 Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
B. Batasan dan Perumusan Masalah